Selasa, 13 Agustus 2013


 Orang Kudus dari Tanah Arab

SANTO YUHANNA AL-DEMASHQI 
(YOHANES DARI DAMASKUS)
(675 atau 676 - 749)
 


Yuhanna al-Demashqi lebih dikenal di Gereja Barat dengan nama Yohanes dari Damaskus; dalam bahasa Inggris namanya adalah John of Damascus atau John Damascene; dalam bahasa Yunani ia sering disebut sebagai Krisoroas (Chrysorrhoas), yang artinya "yang dialiri emas", merujuk kepada karya tulisnya yang indah dan berharga bagai emas. Santo Yohanes dari Damaskus adalah salah seorang tokoh besar Kekristenan; ia adalah Bapa Gereja Timur dan pujangga Gereja Timur yang terbesar dan yang terakhir.

Yohanes dilahirkan sekitar tahun 675 atau 676 di Damaskus, Suriah (Syria). Keluarga Yohanes tetap setia menganut Kristen meskipun saat itu Damaskus telah jatuh ke tangan kaum Arab Muslim. Penguasa Muslim menaruh hormat pada keluarga Yohanes, sehingga mereka ditempatkan di posisi-posisi pemerintahan yang strategis. Ayah Yohanes sendiri menjadi kepala bagian keuangan yang bekerja di bawah kepala departemen pajak, Abdul Malik.

Saat Yohanes menginjak usia 23 tahun, ayahnya mencarikan guru beragama Kristen terbaik untuk mendidiknya. Guru pandai dan bijaksana ini ditemukan dalam diri Kosmas, seorang biarawan Sisilia yang saat itu ada antara kumpulan budak Kristen yang dijual di pasar. Ayah Yohanes membebaskan Kosmas dan menunjuknya sebagai guru pribadi Yohanes. Di bawah Kosmas, Yohanes banyak belajar dalam bidang musik, astronomi, teologi, dan matematika. Setelah ayahnya meninggal, Yohanes menggantikannya sebagai kepala penasehat kota Damaskus.

Pada periode Yohanes menjabat itulah, sebuah aliran sesat yang disebut ikonoklasme muncul dari Kekaisaran Byzantium. Para penganut ikonoklasme disebut ikonoklas; mereka ini adalah orang Kristen yang menafsirkan sendiri Perjanjian Lama secara terlalu harafiah, sehingga menolak pembuatan patung dan gambar Yesus, Maria, serta orang kudus sebagai alat bantu doa (mereka mengabaikan perikop di mana Allah jelas menyuruh pembuatan patung sebagai hiasan Tabut Perjanjian, dan ketika Allah menyuruh Musa membuat Tabernakel).

Akibat gerakan ini, banyak seni rupa Kristen yang dihancurkan oleh kaum ikonoklas. Yohanes adalah salah satu tokoh yang melawan aliran sesat ini. Sebagai seorang penulis yang handal, dan dengan didukung oleh penguasa Muslim, Yohanes menuliskan tiga jilid Risalah Apologetika Melawan Mereka yang Mencela Gambar Kudus (Apologetic Treatises against those Decrying the Holy Images).

Karya Yohanes membuat marah Kaisar Leo Isaurian dari Konstantinopel, penggerak ikonoklasme, sehingga ia membuat surat palsu yang memfitnah Yohanes. Karena surat ini, Yohanes diturunkan dari jabatannya dan tangan kanannya dipotong sesuai hukum Islam. Namun tangan kanan Yohanes secara ajaib dipulihkan setelah ia berdoa di depan gambar Perawan Maria.

Melihat mukijzat tersebut, atasannya kembali mempercayai Yohanes dan bermaksud mengangkatnya kembali menjadi pejabat. Namun Yohanes mengundurkan diri agar dapat menyepi di Biara Santo Sabbas di dekat Yerusalem, di mana ia terus menghasilkan syair-syair, komentar-komentar Kitab Suci, dan tulisan pembelaaan iman melawan berbagai aliran sesat. Yohanes meninggal tahun 749 sebagai seorang Bapa Gereja dan orang kudus.

Sumber :
https://www.facebook.com/gerejakatolik


Kamis, 01 Agustus 2013

ANNA, BERDOA DI BAIT ALLAH, PERMOHONANNYA DIKABULKAN



Kutipan dari "PUISI MANUSIA-ALLAH"

23 Agustus 1944

Sebelum menulis yang berikut, aku hendak membuat catatan.

Rumah yang nampak olehku bukanlah rumah Nazaret yang terkenal itu. Paling tidak, lokasinya berbeda. Juga kebun buah-buahannya lebih luas dan di sekelilingnya terlihat padang-padang, tidak banyak, tapi ada. Di kemudian hari, ketika Maria menikah, hanya ada kebun buah-buahan itu, besar, namun tak lebih dari satu kebun: dan aku belum pernah melihat dalam penglihatan-penglihatan lain kamar yang aku lihat. Aku tidak tahu apakah karena alasan ekonomi orangtua Maria menjual sebagian dari milik mereka atau apakah Maria, ketika ia meninggalkan Bait Allah, pindah ke sebuah rumah lain yang diberikan kepadanya mungkin oleh Yosef. Aku tidak ingat apakah dalam penglihatan-penglihatan dan pengajaran-pengajaran yang lalu aku mempunyai suatu tanda yang jelas bahwa rumah Nazaret itu adalah rumah di mana ia dilahirkan.

Kepalaku terasa amat berat karena penat. Dan lalu, khususnya dengan dikte, aku langsung lupa akan kata-katanya, meskipun perintah-perintah-Nya tinggal terekam dalam benakku dan menerangi jiwaku. Akan tetapi detil-detilnya segera berangsur lenyap. Apabila setelah satu jam aku harus mengulangi apa yang telah aku dengar, terkecuali satu atau dua kalimat inti, maka aku tak akan tahu apa-apa lagi. Sebaliknya, penglihatan-penglihatan tetap jelas dalam benakku sebab aku menyaksikannya sendiri. Aku mendengar dikte tetapi aku menyaksikan penglihatan. Oleh karena itu semuanya tetap jelas dalam benakku yang berguna dalam mengikutinya melalui berbagai fase yang terjadi.

Aku berharap akan ada suatu pernyataan mengenai penglihatan kemarin. Namun tak ada.

Aku mulai melihat dan aku menulis.

Di luar tembok-tembok Yerusalem, di bukit-bukit dan di antara pohon-pohon zaitun, ada suatu himpunan besar orang banyak. Seperti sebuah pasar besar. Tetapi tidak ada stan. Tidak ada tukang obat ataupun penjaja yang berteriak-teriak. Tidak ada permainan. Ada tenda-tenda dari wool kasar, yang tentunya tahan air, menggelantung pada tonggak-tonggak yang ditancapkan di tanah, dan ada ranting-ranting hijau diikatkan pada tonggak-tonggak, sekaligus sebagai hiasan dekorasi dan pemberi kesejukan. Tenda-tenda yang lain sepenuhnya terbuat dari ranting-ranting yang ditancapkan ke tanah dan saling diikatkan melengkung, dengan demikian membentuk terowongan-terowongan kecil yang hijau. Di bawah setiap tenda ada orang-orang dari berbagai usia dan keadaan, yang berbicara perlahan dan serius, sesekali diselingi tangisan anak kecil yang memecah keheningan.

Waktu itu menjelang malam dan cahaya dari lampu-lampu minyak kecil berkelip di sana sini di segenap penjuru perkemahan yang aneh itu. Sekeliling lampu sebagian keluarga sedang bersantap malam di atas tanah, para ibu memangku anak-anak yang kecil. Banyak dari bayi-bayi yang kecapaian ini tertidur sambil menggenggam potongan roti dalam jari-jemari mungil mereka yang merah muda sementara kepala mereka yang kecil terkulai pada dada ibunya, seperti anak-anak ayam dibawah naungan sayap induknya. Para ibu menyelesaikan makan mereka, sebisa mungkin, dengan satu tangan saja yang masih bebas, sementara tangan yang lain mendekapkan si anak pada dadanya. Sementara itu keluarga-keluarga yang lain masih belum makan dan sedang bercakap-cakap dalam keremangan senja, menanti makanan siap disantap. Di sana sini api-api kecil dinyalakan dan para perempuan sibuk sekelilingnya. Ninabobo yang lambat agak melankolis menenangkan anak-yang sulit tidur.

Tinggi di atas langit cerah nan indah, yang menjadi semakin biru gelap hingga tampak bagai sehelai velarium beludru lembut berwarna hitam kebiruan yang sangat besar. Pada hamparan kain ini, sedikit demi sedikit, para pengrajin dan dekorator yang tak kelihatan memasang batu-batu permata serta lampu-lampu malam, sebagian terasing, sebagian dalam pola-pola geometris yang aneh, di antaranya yang mencolok adalah Beruang Besar dan Beruang Kecil, dalam bentuk sebuah kereta, dengan batang kayunya tergeletak di tanah sesudah sapi dilepaskan dari kuknya. Bintang Kutub tersenyum dengan segala kecemerlangannya.

Aku tahu itu adalah bulan Oktober sebab suara lantang seorang laki-laki mengatakannya: "Bulan Oktober ini sungguh indah seperti yang sangat jarang terjadi di tahun-tahun silam!"

Di sini Anna datang dari sebuah perapian dengan sesuatu di tangannya, sepotong roti yang besar dan datar seperti cake dan yang berfungsi juga sebagai nampan. Alfeus kecil memegangi gaun Anna dan berceloteh dengan suara kecilnya. Yoakim, ketika melihat Anna datang, bergegas menyalakan lampu; ia berada di pintu masuk pondoknya yang terbuat dari ranting-ranting dan tengah berbicara dengan seorang laki-laki sekitar tigapuluh tahunan, yang dipanggil Alfeus dari kejauhan dengan suara melengkingnya: "Ayah!"

Anna berjalan anggun menyusuri barisan-barisan pondok. Ia anggun, namun rendah hati. Ia tidak sombong terhadap siapapun. Ia mengangkat anak dari seorang perempuan miskin papa, saat si gelandangan cilik terjatuh dekat kakinya ketika berlarian seperti seorang berandal cilik. Karena wajahnya menjadi kotor dan dia menangis, Anna membersihkannya, menghiburnya dan menyerahkannya kepada ibunya yang berlari datang kepada mereka dan memofon maaf. Anna mengatakan kepadanya: "Oh! Tidak apa-apa. Aku senang dia tidak terluka. Dia seorang anak yang manis. Umur berapakah dia?"

"Tiga tahun. Dia anak kedua termuda dan aku menantikan kelahiran anak yang lain dalam waktu dekat. Aku punya enam anak laki-laki. Sekarang aku ingin punya anak perempuan… Seorang anak perempuan sungguh berarti bagi ibunya…."

"Yang Mahatinggi telah sangat menghiburmu, perempuan!" desah Anna.

Perempuan itu melanjutkan: "Ya. Aku miskin, namun anak-anak adalah sukacita kami dan anak-anak yang lebih besar sudah bisa membantu bekerja. Dan, Nyonya, (nyata sekali bahwa Anna memiliki status sosial yang lebih tinggi dan perempuan itu mengetahuinya), berapakah anakmu?"

"Tidak punya."

"Tidak punya. Bukankah ini anakmu?"

"Bukan, dia itu anak seorang tetangga yang sangat baik. Dialah penghiburanku…."

"Apakah anakmu mati atau...?"

"Aku belum pernah punya anak."

"Oh!" Permpuan miskin itu memandang Anna dengan iba.

Anna mengucapkan selamat tinggal kepadanya, menghela napas yang sangat panjang, dan pergi menuju pondoknya.

"Aku telah membuatmu menunggu, Yoakim. Aku tertahan oleh seorang perempuan miskin, ibu dari enam orang anak laki-laki. Bayangkan! Dan dia menantikan kelahiran seorang anak lainnya dalam waktu dekat."

Yoakim menghela napas.

Ayah Alfeus memanggil puteranya, tetapi si anak menjawab: "Aku tinggal bersama Anna. Aku akan membantunya." Semua orang tertawa.

"Biarkan saja dia. Dia tidak mengganggu kami. Dia masih belum terikat Hukum. Di sana atau di sini dia hanyalah seekor burung kecil yang makan," kata Anna. Dan Anna duduk dengan kanak-kanak itu dalam pangkuannya dan memberinya kue dan, aku pikir, ikan bakar. Aku bisa melihat bahwa ia melakukan sesuatu sebelum memberikannya kepada Alfeus; mungkin ia membuang tulang ikan. Ia telah melayani suaminya terlebih dulu. Ia sendiri makan terakhir.

Malam semakin dipenuhi dengan bintang-bintang dan perkemahan dengan lampu-lampu. Kemudian sedikit demi sedikit banyak lampu dipadamkan. Itu adalah lampu-lampu mereka yang lebih dulu makan malam dan yang sekarang pergi tidur. Juga kebisingan perlahan berkurang. Tak ada lagi suara anak-anak terdengar. Hanya beberapa bayi yang masih belum disapih memperdengarkan suara kecil mereka yang seperti suara anak domba sementara mencari susu ibunya. Malam menghembuskan napasnya atas semua tempat dan semua orang dan membawa pergi segala sakit dan kenangan, harapan dan kepedihan. Tetapi tidak, mungkin dua yang terakhir ini bertahan dalam mimpi, meski diredakan oleh tidur.

Anna mengatakannya kepada suaminya sementara ia meninabobokan Alfeus yang tidur dalam buaiannya: "Semalam aku bermimpi bahwa tahun depan aku akan datang ke Kota Suci untuk dua perayaan, dan bukan hanya satu saja. Dan perayaan yang satunya adalah mempersembahkan anakku di Bait Allah... Oh! Yoakim!..."

"Berharaplah Anna. Tidakkah kau merasakan yang lain? Tidakkah Tuhan membisikkan sesuatu ke dalam hatimu?"

"Tidak. Hanya sebuah mimpi…."

"Besok adalah hari terakhir doa kita. Semua kurban persembahan telah dilakukan. Tetapi kita akan memperbaharuinya lagi besok, dengan lebih khidmad. Kita akan beroleh karunia dari Allah karena kasih setia kita. Aku selalu berpikir bahwa akan terjadi atasmu seperti yang terjadi pada Hana isteri Elkana."

"Semoga Allah mengabulkannya... dan aku berharap ada seorang yang mengatakan kepadaku sekarang: ""Pergilah dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau minta dari pada-Nya!"

"Jika rahmat itu tiba, anakmu akan memberitahukan kepadamu kehadirannya yang pertama kali dalam rahimmu; dan itu akan menjadi suara seorang yang tak berdosa, dan karenanya suara Allah."

Perkemahan sekarang sunyi senyap dalam kepekatan malam. Anna juga membawa Alfeus ke pondok sebelah, dan menempatkannya di pembaringan dekat saudara-saudara kecilnya, yang sudah terlelap. Lalu ia berbaring di samping Yoakim dan lampu mereka juga padam: satu dari bintang-bintang kecil di bumi. Terlebih indah, bintang-bintang di kubah surga yang tetap berjaga atas umat manusia yang tengah terlelap.





Yesus bersabda:

"Orang-orang benar selalu bijaksana, sebab, sebagai sahabat-sahabat Allah, mereka hidup dalam persahabatan dengan-Nya dan diajar oleh-Nya, ya, oleh Dia, Kebijaksanaan Tak Terhingga. Kakek nenek-Ku adalah orang-orang benar dan karenanya mereka memiliki kebijaksanaan. Mereka dapat dengan tepat mengutip dari Kitab, memadahkan puji-pujian Kebijaksanaan dari konteksnya: 'Aku jatuh cinta kepada kebijaksanaan dan kucari sejak masa mudaku, aku berusaha memperolehnya sebagai mempelaiku.'

Anna dari keturunan Harun adalah perempuan kuat yang dibicarakan Leluhur kami. Dan Yoakim, seorang keturunan Raja Daud, tidak mencari pesona pribadi begitu rupa dan kekayaan sebagai keutamaan. Anna memiliki keutamaan yang besar. Semua sifat-sifat kudus menyatu bagai rangkaian bebungaan nan harum mewangi menjadi sesuatu yang indah yang adalah: Keutamaan luar biasa ini. Sebuah keutamaan sejati, yang layak dihaturkan di hadapan tahta Allah.

Yoakim, karenanya, menikahi kebijaksanaan dua kali, dengan "mengasihinya lebih dari perempuan lain": Kebijaksanaan Allah yang tinggal dalam hati seorang perempuan benar. Anna dari keturunan Harun tidaklah mencari yang lain selain dari mempersatukan hidupnya dengan laki-laki yang tulus hati itu, yakin bahwa kebahagiaan keluarga bergantung pada ketulusan hati. Dan untuk menjadi perwujudan dari 'perempuan yang kuat' kekurangannya hanyalah ia tak memiliki mahkota anak-anak, kebanggaan dari perempuan yang menikah, pengesahan dari sebuah perkawinan, seperti yang dikatakan Salomo, mengenai kebahagiaannya ia tak memiliki anak-anak, bunga-bunga dari sebuah pohon yang telah menjadi satu dengan pohon sebelahnya dan karenanya menghasilkan berlimpah buah baru, dimana kedua kualitas baik bercampur menjadi satu, sebab ia tiada pernah mengalami kekecewaan apapun perihal suaminya.

Meski ia sekarang memasuki usia tua dan telah menjadi isteri Yoakim selama bertahun-tahun, namun bagi Yoakim ia selalu menjadi "mempelai dari masa mudanya, sukacitanya, rusa betina terkasih, anak rusa gemulai," yang belaiannya selalu membawa pesona segar dari malam pertama pengantin, dan yang secara manis memikat kasihnya, menjaganya sesegar sekuntum bunga berteteskan embun pagi, dan berkobar bagai api yang terus menyala. Karena itu, dalam kesedihan mereka, keadaan mereka yang tak memiliki anak, mereka saling mengucapkan "kata-kata penghiburan dalam pikiran dan penderitaan mereka."

Dan Kebijaksanaan kekal, ketika saatnya tiba, di samping mengajari mereka dalam keadaan terjaga, juga menerangi mereka dengan mimpi-mimpi pada malam hari, penglihatan-penglihatan tentang puisi kemuliaan yang akan datang dari mereka dan yang adalah Maria Tersuci, BundaKu. Jika kerendahan hati mereka menjadikan mereka bimbang, namun hati mereka bergetar oleh pengharapan akan tanda pertama dari janji Allah. Telah ada kepastian dalam perkataan Yoakim: "Berharaplah … Kita akan beroleh karunia dari Allah karena kasih setia kita." Mereka memimpikan seorang anak: dan mereka mendapatkan Bunda Alah!

Ayat-ayat Kitab Kebijaksanaan tampaknya ditujukan bagi mereka: "Berkat kebijaksanaan aku akan mendapat kemuliaan pada rakyat … berkat kebijaksanaan aku akan memperoleh kebakaan dan meninggalkan kenangan abadi pada mereka yang menyusulku." Namun demi memperoleh semua ini mereka harus menjadi tuan atas keutamaan yang sejati dan lestari, yang tak dicemarkan oleh peristiwa apapun. Keutamaan iman. Keutamaan kasih. Keutamaan harapan. Keutamaan kemurnian. Kemurnian dari pasangan yang menikah! Mereka memilikinya, sebab tidaklah perlu menjadi perawan untuk menjadi murni. Dan tempat tidur perkawinan yang murni dijaga oleh para malaikat dan dari sana lahirlah anak-anak yang baik yang akan menjadikan keutamaan orangtua mereka sebagai kaidah hidup mereka.

Akan tetapi di manakah mereka sekarang? Sekarang anak-anak tak dikehendaki, begitu pula kemurnian. Oleh sebab itu Aku katakan bahwa kasih dan perkawinan telah dicemarkan."


Sumber : yesaya.indocell.net


YOAKIM DAN ANNA BERNAZAR KEPADA TUHAN



Kutipan dari "PUISI MANUSIA-ALLAH"



22 Agustus 1944

Aku melihat bagian dalam sebuah rumah. Di sana ada seorang perempuan paruh baya sedang duduk di belakang alat tenun. Dapat aku katakan, melihat rambutnya yang semula pastilah hitam legam, kini menjadi abu-abu dan wajahnya, meski belum keriput, memiliki wibawa yang datang bersama usia, bahwa usianya pastilah sekitar limapuluh lima tahun. Tidak lebih.

Dalam menaksir usia seorang perempuan, aku mendasarkan perhitunganku pada wajah ibuku, yang gambarannya lebih dari sebelumnya senanitasa hadir dalam ingatanku pada masa-masa ini yang mengingatkanku akan hari-hari terakhirnya di sisi pembaringanku… Lusa adalah setahun sejak aku melihatnya terakhir kali… Ibuku memiliki wajah yang sangat awet muda, tetapi rambutnya menjadi abu-abu lebih awal. Ketika usianya limapuluh tahun, rambutnya sudah abu-abu seperti saat akhir hidupnya. Tetapi, selain dari kematangan penampilannya, tak ada yang menipu usianya. Sebab itu, aku bisa saja keliru dalam memperkirakan usia seorang perempuan paruh baya.

Perempuan yang aku lihat sedang menenun dalam sebuah kamar, terang dengan cahaya yang masuk dari sebuah pintu yang terbuka lebar ke sebuah taman yang luas - sebuah properti kecil aku menyebutnya demikian sebab taman itu dengan lembut terhampar naik dan turun sebuah lereng hijau - perempuan itu cantik dalam ciri khas Yahudinya. Matanya hitam dan dalam, dan sementara aku tidak tahu mengapa, mata itu mengingatkanku akan mata Pembaptis. Akan tetapi, meski mata itu sewibawa mata seorang ratu, namun juga manis, seolah sehelai kerudung biru ditempatkan pada kilatan seekor elang: manis dan agak sedih, seperti seorang yang memikirkan dan menyesali sesuatu yang hilang. Kulitnya coklat, tapi tidak terlalu gelap. Mulutnya, yang sedikit besar, sempurna bentuknya dan tak bergerak dalam posisi tegas, yang, meski begitu, tidak kaku. Hidungnya mancung dan ramping, agak bengkok, seperti paruh rajawali, yang serasi dengan matanya. Perawakannya kokoh, namun tidak gemuk, proporsional dan aku pikir tinggi, dinilai dari posisi duduknya.

Aku pikir ia sedang menenun sehelai tirai atau karpet. Kumparan beraneka warna bergerak cepat pada penenun berwarna coklat, dan apa yang telah ditenun memperlihatkan jalinan cantik hiasan dan bentuk-bentuk mawar dalam karya seni Yunani di mana hijau, kuning, merah dan biru tua saling terjalin dan menyatu seperti pada sebuah mozaik.

Perempuan itu mengenakan pakaian gelap yang sangat sederhana, berwarna merah violet, warna dari suatu spesies istimewa bunga pansy.

Ia berdiri ketika mendengar seseorang mengetuk pintu. Ia memang tinggi. Ia membuka pintu.

Seorang perempuan bertanya kepadanya: "Anna, bisakah kau berikan amphoramu (1) kepadaku? Aku akan mengisinya untukmu."

Bersama perempuan itu ada seorang anak laki-laki manis berumur lima tahun, yang langsung bergelayut pada gaun Anna, dan Anna membelainya sementara pergi ke ruangan lain, dan kembali dengan sebuah amphora tembaga yang indah yang diberikannya kepada si perempuan seraya berkata: "Kau selalu baik kepada si tua Anna ini, sungguh. Semoga Allah mengganjarimu dengan anak ini dan anak-anak lain yang akan kau peroleh, kau beruntung!" Anna menghela napas.

Si perempuan memandangnya dan tidak tahu harus berkata apa dalam situasi demikian. Untuk mengalihkan perhatian dari situasi menyedihkan yang disadarinya itu, dia mengatakan: "Aku tinggalkan Alfeus bersamamu, jika engkau tak keberatan, supaya aku bisa lebih cepat dan aku akan mengisi banyak tempayan dan buyung untukmu."

Alfeus sangat senang tinggal dan alasannya jelas. Begitu ibunya pergi, Anna menggendongnya dan membawanya ke kebun buah, mengangkatnya ke sebuah pergola (2) buah-buah anggur yang keemasan dan berkata kepadanya: "Makan, makanlah, sebab anggur baik," dan Anna mencium wajah si kecil yang belepotan dengan sari anggur yang dimakannya dengan lahap. Lalu Anna tertawa lepas dan seketika ia nampak lebih muda karena barisan gigi indah yang dipertontonkannya, dan sukacita yang terpancar pada wajahnya, mengaburkan usianya, sementara si anak bertanya: "Dan apakah yang akan kau berikan kepadaku sekarang?" dan ia menatap Anna dengan mata biru-abu-abu yang terbelalak lebar. Anna tertawa dan bermain dengannya, berlutut dan berkata: "Apa yang akan kau berikan kepadaku jika aku memberimu? ... jika aku memberimu? ... tebak!" Dan si anak, menepuk-nepukan tangan-tangan kecilnya, dengan seulas senyum lebar menjawab: "Ciuman, aku akan memberimu ciuman, Anna yang manis, Anna yang baik, Mama Anna!"

Anna, ketika mendengarnya mengatakan: "Mama Anna", melontarkan pekik kasih bahagia dan memeluk si kecil seraya mengatakan: "Sayangku! Sayang! Sayang! Sayang!" Di setiap "sayang" sebuah kecupan mendarat di atas pipi-pipi kecil yang kemerahan.

Kemudian mereka pergi menuju sebuah lemari dan dari sebuah piring Anna mengambil beberapa potong kue madu. "Aku membuatnya untukmu, kesayangan si Anna yang malang, karena kau menyayangiku. Tapi katakan, berapa besar kau menyayangiku?" Dan si bocah, berpikir akan apa yang paling berkesan baginya, mengatakan: "Sebesar Bait Allah!" Anna menciumnya lagi pada mata kecilnya yang berbinar, pada bibir kecilnya yang merah dan anak itu memeluk Anna seperti seekor anak kucing.

Ibunya berjalan hilir mudik dengan sebuah tempayan penuh dan tersenyum tanpa berkata apa-apa. Dia membiarkan mereka dengan keasyikan mereka.

Seorang laki-laki tua masuk dari kebun. Ia sedikit lebih kecil dibandingkan Anna, dan rambut tebalnya telah putih sepenuhnya. Wajahnya berwarna cerah dengan jenggot potongan segiempat; matanya bagai batu pirus biru dan bulu matanya coklat muda, nyaris pirang. Jubahnya berwarna coklat gelap.

Anna tidak melihatnya karena punggungnya membelakangi pintu dan laki-laki itu menghampirinya dari belakang seraya bertanya: "Dan tidak ada yang untukku?" Anna berbalik dan berkata: "Oh Yoakim! Apakah pekerjaanmu sudah selesai?" Pada saat yang sama Alfeus kecil berlari ke lutut laki-laki tua itu sambil berseru: "Juga untukmu, juga untukmu." Dan ketika laki-laki itu membungkuk untuk menciumnya, anak itu merangkul lehernya, memainkan janggutnya dengan tangan-tangan mungilnya dan ciumannya.

Yoakim juga membawa hadiah. Ia mengeluarkan tangan kirinya dari belakang punggungnya dan menawarkan kepada si bocah sebuah apel yang cantik, hingga seolah terbuat dari porselen terbaik. Sambil tersenyum ia berkata kepada anak itu yang mengulurkan tangannya dengan penuh hasrat: "Tunggu, akan aku potongkan untukmu! Kau tak dapat memakannya begitu saja. Apel ini lebih besar darimu!" Dengan sebilah pisau kecil, yang ia bawa pada ikat pinggangnya, ia memotong buah itu menjadi irisan-irisan kecil. Ia seolah memberi makan seekor anak burung, begitu hati-hati ia memasukkan potongan-potongan itu ke dalam mulut kecil yang terbuka lebar yang mengunyah dan memamah.

"Lihatlah matanya, Yoakim! Bukankah seperti dua ombak kecil Laut Galilea ketika angin senja menarik tirai awan di atas langit?" Anna berbicara, menempatkan satu tangan pada bahu suaminya, dan ia sedikit menyandar padanya, juga: sebuah sikap yang mengungkapkan kasih mendalam seorang isteri, kasih yang tetap sempurna sesudah mengarungi banyak tahun dalam hidup perkawinan.

Dan Yoakim memandang kepadanya penuh kasih dan setuju, mengatakan: "Sungguh menawan! Dan rambut keritingnya! Bukankah itu warna panenan yang kering oleh terik matahari? Lihat: di sana ada suatu campuran emas dan tembaga."

"Ah! Andai kita punya anak, aku ingin yang seperti dia: dengan mata ini dan rambut ini..." Anna telah membungkuk, sesungguhnya ia berlutut dan dengan helaan napas yang dalam ia mencium kedua mata biru-abu-abu yang besar itu.

Yoakim, juga, menghela napas. Akan tetapi ia ingin menghibur Anna. Ia menumpangkan tangannya pada rambut Anna yang tebal ikal berwarna abu-abu dan berbisik kepadanya: "Kita harus terus berharap. Allah bisa melakukan segalanya. Sementara kita masih hidup, mukjizat bisa terjadi, teristimewa apabila kita mengasihi-Nya dan kita saling mengasihi satu sama lain." Yoakim memberikan tekanan pada frasa terakhir.

Namun Anna diam, sedih, dan ia berdiri, kepalanya tertunduk, untuk menyembunyikan dua tetes airmata yang mengalir di wajahnya. Hanya Alfeus kecil yang melihatnya dan ia tertegun dan sedih sebab sahabatnya menangis, seperti yang terkadang ia lakukan. Alfeus mengangkat tangannya dan menghapus air mata itu.

"Janganlah menangis, Anna! Kita toh bahagia. Paling tidak aku, sebab aku memilikimu."

"Juga aku memilikimu. Tetapi aku belum memberimu seorang anak… Aku pikir aku telah menyedihkan Tuhan, sebab Ia telah menjadikan rahimku mandul…"

"Oh istriku! Bagaimana kau dapat menyusahkan-Nya, kau yang adalah perempuan kudus? Dengarlah. Mari kita pergi sekali lagi ke Bait Allah. Demi tujuan ini. Bukan hanya demi hari raya Pondok Daun! Mari kita memanjatkan doa yang panjang… Mungkin akan terjadi padamu seperti yang terjadi pada Sara… seperti yang terjadi pada Hana isteri Elkana. Mereka menanti untuk jangka waktu yang lama dan mereka menganggap diri malang sebab mereka mandul. Malahan seorang putera kudus tumbuh bagi mereka di Langit Allah. Tersenyumlah, isteriku. Bagiku tangismu merupakan kepedihan yang terlebih dalam dibandingkan tak memiliki keturunan… Kita ajak Alfeus bersama kita. Kita ajak dia berdoa, sebab ia tanpa dosa… dan Allah akan mendengarkan doanya dan doa kita sekaligus dan akan mengabulkannya."

"Ya, marilah kita bernazar kepada Tuhan. Keturunan kita akan menjadi milik-Nya. Sejauh Ia berkenan. Oh, mendengar aku dipanggil "mama"!"

Dan Alfeus, penonton yang heran dan tak berdosa, berseru: "Aku akan memanggilmu mama!"

"Ya, sayangku ... tetapi kau punya mamamu sendiri, dan aku tak punya bayi…"

Penglihatan berhenti di sini.

Aku mengerti bahwa siklus kelahiran Maria telah dimulai. Dan aku sangat bahagia karena aku sangat menginginkannya. Dan aku pikir engkau (3) pun akan bahagia juga.

Sebelum aku mulai menulis aku mendengar Bunda mengatakan kepadaku: "Jadi, puteri-Ku terkasih, tulislah tentang Aku. Seluruh kesedihanmu akan dihiburkan." Dan sembari berkata demikian Ia menumpangkan tangan-Nya ke atas kepalaku dan membelaiku dengan lembut. Lalu penglihatan dimulai. Tetapi pada mulanya, yakni, hingga aku mendengar perempuan limapuluh tahun itu dipanggil namanya, aku tidak menyadari bahwa aku ada di hadapan ibunda Bunda Maria dan dengan demikian rahmat kelahiran-Nya.

(1) Amphora: tempayan dengan dua pegangan yang biasa digunakan oleh orang-orang Yunani dan Romawi.
(2) Pergola: tanam-tanaman anggur yang ditopang oleh tiang-tiang dan membentuk semacam atap dengan dedaunan mereka.
(3) Perlu dicatat bahwa Maria Valtorta kerap menyapa Pater rohaninya dalam karyanya.
Sumber : yesaya.indocell.net