Jumat, 20 Maret 2020

KESEMPURNAAN DALAM MENGASIHI






Absennya keempat rasul, dan terutama Yudas, menjadikan yang tersisa dalam kelompok lebih akrab dan bahagia. Kelompok yang meninggalkan Betania pada suatu pagi yang cerah di bulan Oktober dalam perjalanan ke Yerikho, untuk menyeberang ke seberang sungai Yordan, bagaikan sebuah keluarga, yang kepalanya adalah Yesus dan Maria... Meski berbeban tas-tas berat, mereka maju dengan gembira di bawah sinar matahari yang lembut, melintasi negeri yang begitu tenang dalam istirahatnya.


... "Sungguh indah sekarang bahwa kita sendirian tanpa itu... Terkutuklah lidahku! Aku sudah gagal lagi dalam janjiku kepada Guru!... Guru? Guru?"

"Apa yang kau inginkan, Simon?"

"Aku sudah bicara buruk tentang Yudas, dan aku sudah berjanji kepada-Mu bahwa aku tidak akan melakukannya lagi. Ampuni aku."

"Ya. Tetapi berusahalah untuk tidak melakukannya lagi."

"Aku masih punya 489 kali untuk diampuni oleh-Mu..."

"Apa yang kau bicarakan, Saudaraku?" tanya Andreas yang sama sekali tercengang.

Dan Petrus, yang wajah tenangnya berbinar penuh humor, menempatkan lehernya di bawah beban tas Yohanes En-Dor, seraya berseru: "Tidakkah kau ingat bahwa Ia mengatakan bahwa kita harus mengampuni tujuhpuluh kali tujuh. Jadi aku masih punya 489 kali untuk diampuni dan aku harus menyimpan catatan yang akurat tentangnya..."

Mereka semua tertawa; Yesus juga tidak dapat menahan senyum. Tetapi Ia menjawab, "Lebih baik kau menghitung semua kesempatan di mana kau dapat berbuat baik, kau bocah besar."

Petrus menghampiri-Nya dan dengan tangan kanannya ia memeluk pinggang Yesus seraya berkata, 'Guru-ku yang terkasih! Betapa bahagianya aku bisa bersama-Mu tanpa... Ayo, akui saja! Engkau juga senang... Dan Engkau tahu apa yang aku maksudkan. Kita semua bersaudara di sini. BundaMu ada di sini. Ada juga si bocah. Kita pergi menuju Kapernaum. Musim yang indah... Lima alasan bagus untuk berbahagia. Oh! Dan sungguh indah bepergian bersama-Mu! Di manakah kita akan tinggal malam ini?"

"Di Yerikho."

"Tahun lalu kita bertemu si Perempuan Berkerudung di sana. Aku ingin tahu apa yang terjadi padanya... Aku agak penasaran untuk tahu... Dan kita juga bertemu dengan laki-laki pemilik kebun anggur..." Tawa Petrus begitu keras sehingga menular. Mereka semua tertawa mengingat peristiwa pertemuan dengan Yudas dari Keriot.

"Kau betul-betul tidak bisa diperbaiki, Simon!" komentar Yesus mencela.

"Aku tidak mengatakan apa-apa, Guru. Tetapi aku ingin tertawa mengingat air mukanya ketika dia mendapati kita di sana... di kebun-kebun anggurnya..." Petrus tertawa sepenuh hati hingga dia terpaksa berhenti, sementara yang lain terus tertawa tanpa dapat ditahan.

Petrus dihampiri kelompok perempuan. Maria bertanya kepadanya dengan lembut, "Ada apa denganmu, Simon?"

"Ah! Aku tidak bisa mengatakannya kepada-Mu atau aku akan sekali lagi kurang cinta kasih. Tapi, Bunda, katakan padaku, karena Engkau begitu bijak. Jika aku mengucapkan tuduhan tersembunyi terhadap seseorang, atau lebih buruk lagi, jika aku mengucapkan fitnah mengenai seseorang, aku jelas-jelas berbuat dosa. Tetapi jika aku menertawakan sesuatu, dalam suatu peristiwa, yang diketahui semua orang, sesuatu yang membuat orang tertawa, misalnya, jika kita mengingat rasa terkejut, rasa malu dan alasan-alasan dari seorang pendusta ketika dia ketahuan dan kita tertawa lagi seperti yang kita lakukan di masa lalu, apakah itu masih salah?"

"Itu adalah ketidaksempurnaan terhadap cinta kasih. Itu bukanlah dosa seperti ucapan kebencian, atau fitnah atau tuduhan tersembunyi, tetapi tetap saja itu kurang cinta kasih. Itu adalah seperti seutas benang yang ditarik dari selembar kain; hal itu tidak merobek atau merusakkan kain, tetapi mempengaruhi kekuatan dan keindahan kain dan membuatnya rentan sobek dan berlubang. Tidakkah kau pikir demikian?"

Petrus menggosok-gosok keningnya dan dengan perasaan malu menjawab, "Ya. Aku tidak pernah berpikir demikian."

"Pikirkanlah itu sekarang dan jangan melakukannya lagi. Menertawakan mungkin lebih menyakitkan dalam cinta kasih daripada menampar di wajah. Apakah seseorang sudah melakukan kesalahan? Kita mendapati seseorang bersalah karena berbohong atau karena kesalahan-kesalahan lain? Jadi? Kenapa mengingatnya? Kenapa mengingatkan orang-orang lain? Mari kita tutupi dengan selubung, kesalahan saudara-saudara kita, dengan mengatakan, 'Jika aku adalah orang yang bersalah, apakah aku akan seperti orang lain yang mengingat kesalahanku atau mengingatkan orang-orang lain mengenainya?' Ada orang-orang yang merah padam dalam hatinya, Simon, dan sangat menderita karenanya. Jangan gelengkan kepala. Aku tahu apa yang ingin kau katakan. Tapi, percayalah pada-Ku, juga orang-orang yang bersalah bisa merah padam seperti itu. Kau harus selalu berpikir: 'Apa aku akan suka hal itu dilakukan terhadapku?' Maka kau akan melihat bahwa kau tidak akan lagi berbuat dosa melawan cinta kasih. Dan kau akan selalu punya damai berlimpah dalam hatimu. Lihatlah betapa bahagianya Marjiam melompat dan bernyanyi, karena hatinya tidak khawatir. Dia tidak harus berpikir mengenai rencana perjalanan, biaya, atau apa pun. Dia tahu bahwa seorang lain mengatur semua itu untuknya. Lakukan hal yang sama pada dirimu sendiri. Pasrahkan semua kepada Allah. Juga penghakiman atas orang-orang lain. Selama kau bisa menjadi seperti seorang anak kecil yang dibimbing oleh Allah, mengapa menempatkan ke atas dirimu sendiri beban memutuskan dan menghakimi? Harinya akan tiba ketika kamu harus menjadi hakim dan juru damai dan lalu kau akan berkata, 'Oh! Betapa lebih mudah dan lebih sedikit bahaya sebelumnya' dan kau akan berkata bahwa kau dulu bodoh sudah membebani dirimu sendiri sebelum waktunya dengan begitu banyak tanggung jawab. Betapa sulitnya menilai orang lain! Apakah kau mendengar apa yang dikatakan Sintikhe beberapa hari lalu? 'Suatu penyelidikan melalui indera tidak pernah sempurna.' Dia sungguh benar. Kita sangat sering menilai berdasarkan reaksi indra kita. Yaitu, dengan ketidaksempurnaan tertinggi. Berhentilah menghakimi..."

"Ya, Maria. Aku dengan tulus berjanji kepada-Mu..."