Kamis, 08 Oktober 2015

SAVE INDONESIA FOREST...SAVE YOUR LIFE
 
 
YESUS KEMBALI KE GUNUNG DI MANA IA BERPUASA DAN KE BATU KARANG PENCOBAAN


17 Januari 1945

Suatu fajar yang terindah di padang belantara, dilihat dari ketinggian sisi sebuah gunung. Pagi hari. Beberapa bintang masih kelihatan dan sebuah lengkungan amat tipis dari bulan yang menyusut tampak bagai sebuah koma perak pada beludru biru tua langit.

Gunung ini sama sekali terpencil, yakni, tidak terhubung pada rantai pegunungan yang lain. Tapi sungguh sebuah gunung, bukan sebuah bukit. Puncaknya jauh lebih tinggi ke atas, tapi bahkan dari tengah lerengnya orang dapat melihat suatu cakrawala yang sangat luas, sebab dia berada tinggi di atas permukaan tanah. Di udara pagi yang segar, dengan berangsurnya terang fajar yang pucat putih kehijauan menjadi semakin dan semakin terang, profil dan detail perlahan-lahan semakin kelihatan, sementara sebelumnya mereka tersembunyi dalam kabut yang mendahului terbitnya hari, suatu kabut yang lebih kelam dari malam, sebab sinar bintang-bintang kelihatan memudar dan lenyap dalam pergantian dari malam menjadi pagi. Dengan demikian aku melihat bahwa gunung itu berbatu-batu dan tandus, terbelah oleh jurang-jurang membentuk grotto-grotto, gua-gua dan ceruk-ceruk di sisinya. Sungguh suatu padang belantara; hanya di mana ada sebagian tanah yang dapat menerima dan mempertahankan kelembaban hujan, ada sedikit berkas-berkas hijau, kebanyakan tanam-tanaman berduri yang kaku, dengan sangat sedikit daun, dan semak belukar rumput yang rendah kaku serupa batang-batang hijau yang kurus, yang namanya aku tidak tahu.

Di bawah ada dataran yang bahkan lebih tandus, suatu permukaan tanah yang rata dan berbatu-batu yang menjadi lebih gersang sebab menjorok ke suatu tempat yang gelap, lebih panjang daripada lebarnya, setidaknya panjangnya lima kali lebarnya, yang aku pikir pastilah sebuah oasis yang lebat, yang telah tumbuh dalam kesuraman yang begitu dahsyat, karena air bawah tanah. Tapi ketika terang menjadi lebih cemerlang, aku melihat bahwa itu bukan apa-apa selain dari air. Air mati yang tergenang, gelap. Sebuah danau kesedihan yang tak terkira. Dalam terang yang masih samar danau itu mengingatkanku akan penglihatan mengenai dunia yang mati. Kelihatannya dia menyerap segala kegelapan langit dan segala kemuraman dari wilayah sekelilingnya, dan melarutkan dalam air tergenangnya hijau tua dari semak belukar berduri dan rerumputan kaku yang bermil-mil di sekitarnya dan di atasnya, yang adalah satu-satunya dekorasi tanah. Dan setelah menyaring begitu banyak kesuraman tampaknya dia menyebarkannya sekali lagi ke sekelilingnya. Betapa berbedanya dari Danau Genesaret yang tersenyum dan bermandikan cahaya matahari!

Tinggi di atas, memandang langit biru cerah, yang menjadi semakin dan semakin terang, melihat terang bergulir dari timur dengan kecemerlangan yang lebih dan lebih lagi, hati orang bersukacita. Tapi melihat danau raksasa yang mati, bagai memberikan tikaman di hati. Tak satu burung pun terbang di atas air. Tak ada seekor hewan pun di pantainya. Tak ada apa-apa.

Sementara aku melihat begitu banyak kegersangan, aku dibangunkan oleh suara Yesus-ku: "Di sinilah kita, di tempat yang Aku inginkan."

Aku berbalik. Aku melihat-Nya di belakangku, bersama Yohanes, Simon dan Yudas, dekat lereng gunung yang berbatu-batu, di mana ada sebuah jalan setapak kecil, atau tepatnya, di mana erosi air yang lama berlangsung, pada bulan-bulan penghujan, selama berabad-abad telah membentuk suatu saluran yang sangat dangkal, suatu saluran bagi air yang mengalir dari puncak gunung dan yang merupakan jalan setapak lebih bagi kambing-kambing liar daripada bagi manusia.

Yesus memandang sekeliling dan mengulangi: "Ya, inilah tempat kemana Aku ingin membawa kalian. Di sini Kristus bersiap untuk misi-Nya."

"Tapi tidak ada apa-apa di sini!"

"Kau memang benar, tidak ada apa-apa."

"Dengan siapakah Engkau?"

"Dengan jiwa-Ku dan dengan Bapa."

"Ah! Engkau tinggal hanya untuk beberapa jam!"

"Tidak, Yudas. Tidak beberapa jam. Berhari-hari..."

"Tapi sipakah yang melayani Engkau? Di manakah Engkau tidur?"

"Pelayan-pelayan-Ku adalah keledai-keledai liar yang datang untuk tidur dalam gua-gua mereka, di mana Aku juga bernaung. Pelayan-pelayan perempuan-Ku adalah burung-burung elang yang berkata kepada-Ku dengan teriakan mereka yang parau: 'Sudah pagi' dan mereka terbang pergi untuk mengintai mangsa mereka. Sahabat-sahabat-Ku adalah kelinci-kelinci yang datang nyaris ke kaki-Ku, menggerogoti tanam-tanaman liar. Makanan-Ku dan minuman-Ku adalah makanan dan minuman yang sama dengan yang disantap bunga-bunga liar: embun malam dan cahaya matahari. Tidak ada yang lain."

"Tapi kenapa?"

"Untuk mempersiapkan dengan baik, seperti katamu, misi-Ku. Hal-hal yang dipersiapkan dengan baik akan berhasil. Kau sendiri yang mengatakannya demikian. Dan hal-Ku bukanlah suatu hal yang sepele, hal yang tak berguna, yang akan memuliakan Aku, Hamba Allah, melainkan untuk membuat manusia memahami siapa Tuhan itu, dan melalui pemahaman yang demikian, menjadikan-Nya dikasihi dalam semangat kebenaran. Hamba yang peduli pada kemuliaannya sendiri, dan bukan pada kemuliaan Tuan-nya, adalah seorang yang menyedihkan! Hamba yang antusias mendapatkan keuntungan, yang memimpikan dia akan duduk di sebuah tahta tinggi yang dibangun di atas kepentingan-kepentingan Allah, yang telah direndahkan hingga ke bumi, padahal itu adalah kepentingan-kepentingan surgawi, adalah juga hamba yang menyedihkan. Dia bukan lagi seorang hamba, terkecuali dalam penampilan luarnya. Dia adalah seorang pedagang, seorang bandar, seorang pendusta, yang mendustai dirinya sendiri dan orang-orang lain dan hendak mendustai Allah juga… seorang celaka yang percaya bahwa dia adalah seorang raja, sementara dia adalah seorang hamba. Dia milik Si Jahat, raja dustanya. Di sini, di gua ini, Kristus selama berhari-hari hidup dengan berpuasa dan berdoa guna bersiap untuk misi-Nya. Dan menurutmu ke manakah semestinya Aku harus pergi untuk bersiap, Yudas?"

Yudas bingung. Pada akhirnya dia menjawab: "Aku tidak tahu... aku pikir... ke seorang rabi... atau dengan kaum Eseni... Aku tidak tahu."

"Dan mungkinkah bagi-Ku untuk menemukan seorang rabi yang akan memberitahu-Ku lebih banyak dari yang dikatakan kuasa dan kebijaksaaan Allah kepada-Ku? Dan dapatkah Aku - Aku yang adalah Sabda Kekal Bapa, Yang ada saat Bapa menciptakan manusia dan Yang tahu akan keabadian jiwa dengan mana manusia dihidupkan dan akan kuasa bebas untuk menilai yang dianugerahkan kepada manusia oleh Sang Pencipta - apakah Aku akan pergi untuk mendapatkan pengetahuan dan kecakapan dari mereka yang menyangkal keabadian jiwa, kebangkitan akhir dan juga kebebasan manusia untuk bertindak, dengan menganggap keutaman dan kejahatan, perbuatan-perbuatan suci dan perbuatan-perbuatan jahat ditentukan oleh takdir, yang kata mereka sudah ditakdirkan dan tak dapat dikendalikan? Tentu tidak!

Kalian punya takdir. Dalam benak Allah Yang menciptakan kalian, ada takdir untuk kalian. Yakni kerinduan Bapa. Dan itu adalah takdir kasih, damai, dan kemuliaan: 'kekudusan menjadi anak-anak-Nya'. Itulah takdir yang ada dalam benak ilahi ketika Adam dibentuk dari debu dan yang akan ada hingga penciptaan jiwa manusia yang terakhir.

Tetapi Bapa tidak merendahkan kalian dalam posisi kalian sebagai raja. Jika seorang raja adalah seorang tahanan, maka dia bukan lagi seorang raja: dia adalah seorang buangan. Kalian adalah raja sebab kalian bebas dalam kerajaan kecil pribadi kalian. Dalam 'ego' kalian. Kalian dapat melakukan apa yang kalian suka dan bagaimana kalian menyukainya. Di hadapan kalian dan di batas-batas kerajaan kecil kalian ada seorang Raja yang bersahabat dan dua kekuatan musuh. Sang Sahabat menunjukkan kepada kalian peraturan-peraturan yang Ia berikan demi membuat para pengikut-Nya bahagia. Ia menunjukkannya dan berkata: 'Ini. Dengan peraturan-peraturan ini, kemenangan abadimu sudah pasti.' Ia, yang Bijak dan Yang Kudus, menunjukkannya kepada kalian supaya kalian dapat mengamalkannya, jika kalian mau, dan dengan demikian memperoleh kemuliaan abadi.

Dua kekuatan musuh adalah Setan dan daging. Dengan daging yang Aku maksudkan adalah dagingmu dan dunia: mereka, daya tarik dan bujukan dunia, yakni, kekayaan, pesta-pora, kehormatan dan kuasa yang diperoleh dari dunia dan dalam dunia, tapi tidak selalu diperoleh dengan jujur dan digunakan bahkan dengan lebih sedikit lagi kejujuran ketika pada akhirnya manusia mendapatkannya. Setan, tuan dari daging dan dari dunia, berbicara juga atas nama dunia dan atas nama daging. Dia, juga, punya peraturan-peraturannya… Oh! Tentu saja dia punya! Dan sebab 'ego'mu dibungkus dalam daging, dan daging tertarik pada daging, seperti potongan logam tertarik pada magnet, dan nyanyian si Perayu lebih manis dari kicauan burung bulbul yang tengah jatuh cinta pada malam bulan purnama dan di tengah semak-semak mawar yang harum mewangi, maka lebih mudah untuk mengikuti peraturan-peraturan itu, dan condong pada kekuatan-kekuatan itu dan berkata kepada mereka: 'Aku menganggap kalian sahabat-sahabatku. Masuklah.' Masuklah… Pernahkah kalian melihat seorang sekutu yang tetap jujur selamanya, tanpa meminta balasan seratus kali lipat untuk bantuan yang dia berikan? Itulah apa yang dilakukan kekuatan-kekuatan itu. Mereka masuk… Dan mereka menjadi tuan-tuan. Tuan? Bukan: sersan dapur. Mereka mengikatkan kalian, manusia, ke bangku dapur, mereka membelenggu kalian dengan rantai-rantai, mereka tidak membiarkan kalian mengangkat kepala dari kuk mereka, dan cambuk mereka meninggalkan bekas-bekas berdarah pada punggung kalian apabila kalian berupaya melarikan diri. Entah kalian harus menanggung dicabik-cabik hingga berkeping-keping dan menjadi setumpukan daging cincang, yang sama sekali tak berguna, sebagai daging, hingga ditolak dan disepak ke samping oleh kaki-kaki keji mereka, atau kalian harus mati di bawah pukulan-pukulan mereka.

Jika kalian dapat menanggung kemartiran itu, maka Kerahiman akan datang, Yang Satu-satunya yang masih dapat berbelas-kasihan atas kemalangan yang menjijikkan itu, yang dunia, salah satu tuannya dulu, sekarang jijik dan yang atasnya tuan yang lain, Setan, membidikkan anak-anak panah dendamnya. Dan Kerahiman, Yang Satu-satunya, datang, membungkuk, memungutnya, merawatnya, menyembuhkannya dan berkata: 'Mari. Jangan takut. Jangan lihat dirimu sendiri. Luka-lukamu hanyalah luka parut, tapi luka-luka itu begitu banyak hingga kau akan ngeri, sebab membuatmu cacat. Tapi Aku tidak melihat pada luka-luka itu. Aku melihat pada kehendak baikmu. Karena kehendak baikmu, engkau ditandai. Sebab itu Aku berkata kepadamu: Aku mengasihimu. Datanglah kepada-Ku.' Dan Ia membawanya ke Negeri-Nya. Kalian lalu mengerti bahwa Kerahiman dan Raja yang bersahabat adalah orang yang sama. Kau menemukan peraturan-peraturan yang telah Ia tunjukkan kepadamu dan engkau tidak mau mentaatinya. Sekarang kau menginginkan peraturan-peraturan itu… dan pertama-tama kau mendapatkan damai batinmu, lalu damai Allah. Katakan pada-Ku sekarang. Apakah takdir itu dijatuhkan oleh Yang Satu-satunya pada semua orang, ataukah tiap-tiap orang memilihnya bagi dirinya sendiri?"

"Dipilih oleh tiap-tiap orang."

"Kau benar, Simon. Apakah mungkin bagi-Ku untuk pergi kepada mereka yang menyangkal kebangkitan terberkati dan karunia Allah, untuk diajari? Aku datang ke sini. Aku mengambil jiwa Putra manusia-Ku dan Aku memberinya sentuhan akhir dan dengan demikian Aku menyelesaikan pekerjaan selama tigapuluh tahun kerendahan hati dan persiapan guna menjadi sempurna ketika memulai misi-Ku. Sekarang Aku meminta kalian untuk tinggal bersama-Ku selama beberapa hari dalam gua ini. Masa tinggal kita akan jauh lebih ringan sebab kita akan menjadi empat sahabat yang bersatu dalam upaya kita melawan kesedihan, ketakutan, pencobaan dan keinginan-keinginan daging. Dulu Aku sendirian. Ini akan menjadi tidak semenyakitkan waktu itu, sebab sekarang musim panas dan di atas sini, angin gunung mengurangi panasnya. Aku datang ke sini di penghujung bulan Tebeth dan angin yang berhembus ke bawah dari puncak yang bersalju sungguh ganas. Akan lebih berkurang pencobaannya sebab masanya lebih pendek dan juga karena kita punya makanan yang dibutuhkan untuk memuaskan rasa lapar kita dan dalam kirbat-kirbat kulit yang kecil yang Aku minta para gembala berikan kepada kalian, ada cukup air untuk suplai selama hari-hari dalam masa tinggal kita. Aku… Aku harus merenggut dua jiwa dari Setan. Dan itu hanya dapat dilakukan melalui penitensi. Aku meminta kalian untuk membantu-Ku. Ini akan menjadi suatu latihan bagi kalian. Kalian akan belajar bagaimana merenggut kurban-kurban dari Mamon: tidak lebih banyak kata daripada kurban… Kata-kata!... Hiruk-pikuk setan mencegah orang dari mendengarnya… Setiap jiwa yang adalah kurban dari Musuh dibungkus dalam sebuah kisaran suara-suara neraka… Tidakkah kalian ingin tinggal bersama-Ku? Jika kalian tidak mau, kalian boleh pergi dan kita akan bertemu di Tekoah, dekat pasar."

"Tidak, Guru, aku tidak akan meninggalkan-Mu," kata Yohanes, sementara Simon pada saat yang sama berseru: "Engkau meninggikan kami dengan menghendaki kami bersama-Mu dalam penebusan ini." Yudas ... tidak tampak sangat antusias. Tapi dia memasang wajah yang baik pada... takdir dan mengatakan: "Aku akan tinggal."

"Baiklah, ambil kirbat-kirbat dan tas-tas dan masukkan ke dalam, dan sebelum matahari menjadi terik, belahlah beberapa kayu dan kumpulkan dekat celah. Malam-malam akan ganas, bahkan dalam musim panas, dan tidak semua binatang bersahabat. Nyalakan satu ranting segera. Di sana, satu ranting dari acacia bergetah itu. Ranting itu terbakar dengan sangat baik. Kita akan mencari di celah-celah dan dengan api kita akan mengusir ular-ular berbisa dan kalajengking-kalajengking. Pergilah." …





... Di lokasi yang sama di gunung. Tapi malam hari sekarang. Suatu malam yang berbintang. Aku pikir keindahan langit malam hari yang demikian dapat dinikmati hanya di negeri-negeri yang nyaris tropis seperti itu. Bintang-bintang besar dan cemerlang mengagumkan. Konstelasi bintang-bintang yang lebih besar tampak seperti kumpulan potongan-potongan intan, batu-batu topaz yang jernih, batu-batu safir yang pucat, batu-batu baiduri yang lembut dan batu-batu rubi yang soft. Mereka gemetar, mereka menyala terang, mereka menghilang bak tatapan yang disembunyikan sekejap mata oleh bulu-bulu mata, dan menyala terang kembali lebih indah dari sebelumnya. Sesekali sebuah bintang menukik melintasi langit dan aku bertanya-tanya kemanakah ia menghilang. Sebuah kilatan cahaya tampak bagai suatu sorak kemenangan sebuah bintang yang mampu terbang melintasi cakrawala yang luas.

Yesus duduk di pintu masuk gua dan berbicara kepada ketiga murid yang duduk dalam suatu lingkaran sekeliling-Nya. Mereka pastilah telah menyalakan api, sebab di tengah-tengah mereka, beberapa potongan kayu yang terbakar masih semerah bara dan memancarkan cahaya merah pada keempat wajah.

"Ya. Masa tinggal kita sudah berakhir. Kali lalu berlangsung selama empatpuluh hari… dan Aku hendak ulangi bahwa kala itu masih musim dingin di atas sini… dan Aku tak punya makanan. Sedikit lebih berat dari kali ini, bukan? Aku tahu bahwa kalian bahkan sudah menderita sekarang. Sedikit makanan yang kita miliki dan apa yang Aku berikan kepada kalian tidak ada artinya, terutama bagi orang-orang muda yang kelaparan. Nyaris tak cukup untuk menghindarkan kalian dari pingsan. Dan air bahkan lebih kurang lagi. Panas begitu terik sepanjang siang. Dan kalian akan mengatakan bahwa tidak begitu halnya pada musim dingin. Tapi pada waktu itu ada angin kering yang berhembus dari puncak gunung dan angin membuat paru-paru-Ku kering, dan angin naik dari dataran yang sarat debu padang gurun dan bahkan lebih kering dari terik musim panas ini yang dapat diredakan dengan menghisap jus dari buah-buahan masam itu yang hampir matang. Gunung pada musim dingin hanya memberikan angin dan tanam-tanaman yang membeku dekat acacia yang gundul. Aku tidak memberikan semuanya kepada kalian sebab Aku menyimpan roti dan keju terakhir juga kirbat-kirbat air terakhir untuk perjalanan balik kita… Aku tahu seperti apa perjalanan pulang-Ku dulu, kehabisan tenaga sementara Aku dalam keterasingan padang gurun… Mari kita beresi barang-barang kita dan pergi. Malam ini bahkan lebih jernih dari malam kita datang ke sini. Tak ada bulan. Tapi cahaya tercurah dari langit. Ayo kita pergi. Ingatlah tempat ini. Ingatlah bagaimana Kristus bersiap dan bagaimana para rasul bersiap. Biarlah para rasul siap seperti Aku mengajarkannya pada mereka."

Mereka bangkit. Simon mengaduk bara dengan sebatang tongkat, dan sebelum menyerakkannya dengan kakinya, dia menyalakan api kembali dengan melemparkan beberapa tanam-tanaman kering ke atasnya, dan dari apinya dia menyalakan sebuah ranting acacia dan memegangnya di depan pintu masuk gua, sementara Yudas dan Yohanes memungut mantol-mantol, tas-tas dan kirbat-kirbat kecil dari kulit yang hanya satu saja yang masih penuh. Dia lalu mematikan ranting, menggosok-gosokkannya pada batu karang; dia mengambil tasnya, mengenakan mantolnya seperti semua yang lainnya, dan mengencangkannya pada pinggangnya agar mantol itu tidak menghalanginya ketika berjalan.

Tanpa bicara, satu di belakang yang lain, mereka menuruni suatu jalan setapak yang sangat curam, mengagetkan dan membuat lari binatang-binatang kecil yang merumput di rerumputan yang hanya sedikit namun belum terpanggang matahari. Suatu perjalanan yang panjang dan tidak nyaman. Pada akhirnya mereka tiba di dataran. Tidak mudah berjalan bahkan di sana, di mana bebatuan dan serpihan-serpihan batu menusuk kaki-kaki mereka, menggelincir di bawah kaki dan menyakitinya juga, sebab debu tebal jalanan menyembunyikan mereka dan karenanya mustahil menghindarinya. Lebih jauh, semak belukar yang berduri mengores tubuh mereka dan menggaet bagian bawah pakaian mereka. Tapi mereka dapat berjalan lebih cepat. Di atas, bintang-bintang tampak semakin dan semakin indah.

Mereka berjalan dan berjalan selama berjam-jam. Dataran semakin dan semakin gersang dan menyedihkan. Sisik-sisik kecil berkilau di celah-celah kecil dan di lubang-lubang di tanah. Sisik-sisik itu tampak seperti sisik-sisik kotor dari potongan-potongan berlian. Yohanes membungkuk untuk mengamatinya.

"Ini garam dari lapisan tanah bagian bawah yang penuh dengannya. Garam muncul ke permukaan bersama dengan air mataair dan lalu mengering. Sebab itulah mengapa kehidupan mustahil di sini. Laut Timur menyebarkan kematiannya sejauh bermil-mil sekelilingnya, melalui lapisan-lapisan dalam tanah. Hanya di mana air dari mataair yang segar dapat menetralkan dampaknya, maka mungkin mendapati tumbuh-tumbuhan dan kelegaan," jelas Yesus.

Mereka terus berjalan. Yesus berhenti di batu karang berlubang di mana aku melihat-Nya dicobai Setan. "Marilah kita berhenti di sini. Duduklah. Fajar menjelang. Kita telah berjalan selama enam jam dan kalian pastilah lapar, haus dan lelah. Ambillah ini. Makan dan minumlah, duduklah di sini, dekat-Ku, sementara Aku akan mengisahkan kepada kalian sesuatu yang akan kalian ulangi kepada teman-teman kalian dan kepada dunia." Yesus sudah membuka tas-Nya dan mengeluarkan roti dan keju, yang Ia potong dan bagikan, dan dari kirbat-Nya Ia menuangkan air ke dalam sebuah cawan yang Ia edarkan juga.

"Tidak makankah Engkau, Guru?"

"Tidak, Aku akan berbicara kepada kalian. Dengarkan. Suatu ketika seseorang bertanya kepada-Ku apakah Aku pernah dicobai. Dia bertanya apakah Aku pernah berbuat dosa, dan apakah, ketika dicobai, Aku pernah menyerah. Dan dia terkejut sebab, untuk melawan pencobaan, Aku, Mesias, memohon pertolongan kepada Bapa, dengan mengatakan: 'Bapa, janganlah masukkan Aku ke dalam pencobaan.'"

Yesus berbicara perlahan, tenang, seolah Ia sedang menceriterakan suatu kejadian di mana tak seorang pun dari mereka terlibat… Yudas menundukkan kepalanya seakan dia malu. Tetapi yang lainnya begitu serius menatap Yesus, hingga mereka tidak memperhatikannya.

Yesus melanjutkan: "Sekarang, sahabat-sahabat-Ku, kalian akan belajar sesuatu yang bagi orang itu hanya merupakan gagasan yang samar. Sesudah Pembaptisan Aku datang kemari: Aku bersih, tapi tak seorang pun pernah cukup bersih sehubungan dengan Allah, dan kerendahan hati yang mengatakan: 'Aku seorang manusia dan seorang pendosa' sudah suatu pembaptisan yang menjadikan hati bersih. Aku disebut 'Anak Domba Allah' oleh nabi kudus yang melihat Kebenaran dan melihat Roh turun atas Sabda dan mengurapi-Nya dengan krisma kasih-Nya, sementara suara Bapa memenuhi Langit mengatakan: 'Inilah PutraKu terkasih Yang kepada-Nya Aku berkenan.' Kau, Yohanes, hadir ketika Pembaptis mengulangi perkataan itu… Sesudah dibaptis, meski Aku bersih baik kodrat-Ku maupun tampilan-Ku, Aku ingin 'bersiap'. Ya, Yudas. Tataplah Aku. Supaya mata-Ku mengatakan kepadamu apa yang tidak dikatakan mulut-Ku. Tataplah Aku, Yudas. Tataplah Guru-mu, Yang meski seorang Mesias, tidak menganggap Diri-Nya lebih unggul dari manusia, malahan sebaliknya, tahu bahwa Ia adalah Manusia, Ia ingin menjadi manusia dalam segalanya, terkecuali dalam berbuat dosa. Tepat demikian."

Yudas sekarang telah mengangkat kepalanya dan menatap Yesus yang ada di hadapannya. Cahaya bintang-bintang membuat mata Yesus berkilau-kilau seolah dua buah bintang dipasangkan pada sebentuk wajah yang pucat.

"Jika orang ingin mempersiapkan diri untuk menjadi seorang guru, dia harus pernah menjadi seorang murid. Aku, sebagai Allah, tahu segalanya. Inteligensi-Ku memampukan-Ku untuk memahami juga pergulatan manusia, baik melalui kuasa intelektual maupun dalam suatu cara intelektual, yakni tanpa pengalaman praktek sama sekali. Tapi kemudian seorang sahabat-Ku yang malang, seorang anak-Ku yang malang, berkata kepada-Ku: 'Kau tidak tahu bagaimana menjadi seorang manusia dan memiliki perasaan-perasaan dan hasrat.' Dan itu akan menjadi suatu kecaman yang adil. Aku datang kemari, atau tepatnya ke gunung itu, untuk bersiap… bukan hanya bagi Misi-Ku… melainkan juga bagi pencobaan. Lihat? Aku dicobai di tempat di mana kalian sekarang duduk. Oleh siapa? Oleh suatu makhluk yang fana? Bukan. Kuasanya akan terlalu terbatas. Aku dicobai oleh Setan sendiri.

Aku kehabisan tenaga. Aku tidak makan selama empatpuluh hari... Tapi sementara Aku khusuk dalam doa, semuanya terlupakan dalam sukacita berbicara kepada Allah, bukan terlupakan tapi lebih tepat, dapat ditanggung. Aku merasakannya sebagai suatu ketidaknyamanan kodrat materiil, yang terbelenggu pada materia semata… Aku lalu kembali ke dunia… Aku kembali pada cara-cara dunia… Dan Aku merasakan kebutuhan mereka yang ada di dunia. Aku lapar. Aku haus. Aku merasakan dingin yang menggigit pada malam hari di padang gurun. Tubuh-Ku kehabisan tenaga karena kurang istirahat, kurang tidur dan karena suatu perjalanan jauh yang dilakukan dalam keadaan keletihan begitu rupa hingga Aku tak dapat pergi lebih jauh…

Sebab Aku dijadikan dari daging juga, sahabat-sahabat-Ku terkasih. Sungguh daging. Dan daging-Ku tunduk pada keletihan yang umum bagi semua daging. Dan, dengan daging-Ku, Aku punya hati. Ya, Aku mengenakan bagian pertama dan kedua dari ketiga bagian yang membentuk manusia. Aku mengenakan bagian jasmani dengan segala kebutuhannya dan moral dengan segala hawa nafsunya. Dan sementara, dengan kehendak-Ku, Aku tunduk pada segala sengsara buruk saat kelahiran, Aku membiarkan hasrat kudus tumbuh bagai pohon cedar tua yang kokoh, yakni kasih filial [= berkenaan dengan atau layak untuk seorang anak], kasih untuk tanah air, persahabatan, pekerjaan, semua yang terbaik dan kudus. Dan di sini Aku merasakan nostalgia atas BundaKu yang jauh, di sini Aku merasakan kebutuhan akan kasih sayang-Nya bagi kerapuhan manusiawi-Ku, di sini Aku merasakan sekali lagi rasa sakit berpisah dari Yang Satu-satunya Yang mengasihi Aku dengan kasih sempurna, di sini Aku menyadari betapa penderitaan yang terbentang di depan-Ku dan Aku berdukacita atas sengsara-Nya, Bunda malang, Yang akan harus mencucurkan begitu banyak airmata bagi PutraNya dan karena kekejian manusia, Ia akan dibiarkan hingga kering airmata. Dan di sini Aku mengalami keletihan seorang pahlawan dan seorang pertapa yang pada saat peringatan awal menyadari kesia-siaan upaya mereka… Aku menangis… Kesedihan… suatu umpan bagi Setan. Adalah tidak berdosa menjadi sedih dalam keadaan yang menyakitkan. Tapi adalah berdosa untuk melampaui batas kesedihan dan jatuh ke dalam ketakberdayaan dan keputusasaan.

Tetapi Setan datang segera ketika dia melihat siapapun dalam kelesuan rohani.

Ia datang. Berpakaian sebagai seorang pengelana yang baik. Dia selalu mengenakan tampilan yang baik… Aku lapar... dan tigapuluh tahun. Dia menawarkan diri untuk menolong-Ku. Pertama-tama dia mengatakan kepada-Ku: 'Katakan kepada batu-batu ini untuk menjadi roti.' Tapi sebelum… ya…. bahkan sebelum itu, dia berbicara kepada-Ku mengenai perempuan. Oh! Dia tahu bagaimana berbicara mengenai perempuan. Dia mengenalnya dengan sangat baik. Dia merusakkannya pertama kali, untuk menjadikannya sekutunya dalam kerusakan. Aku bukan hanya Putra Allah. Aku Yesus, pekerja dari Nazaret. Aku katakan kepada laki-laki itu, yang berbicara kepada-Ku kala itu, dia yang bertanya kepada-Ku apakah Aku mengalami pencobaan dan nyaris mendakwa-Ku sebagai diberkati secara tidak adil, sebab Aku tidak berdosa: 'Tindakan surut ketika dipuaskan. Suatu pencoban yang ditolak bukannya melenyap, melainkan bertambah kuat juga sebab Setan menghasutnya.' Aku melawan pencobaan baik nafsu berahi kepada seorang perempuan dan lapar akan roti. Dan kalian pasti tahu bahwa Setan mengajukan perempuan kepada-Ku sebagai sekutu terbaik demi keberhasilan di dunia, dan dia memang benar, dari sudut pandang manusia.

Pencobaan tidak menyerah karena perkataan-Ku: 'Manusia tidak hidup dari perasaannya saja' dan dia berbicara kepadu-Ku mengenai misi-Ku. Ia ingin membujuk-rayu Mesias sesudah gagal dengan si Pemuda. Dan dia menghasut-Ku untuk menundukkan ketidaklayaan para pelayan Bait Allah dengan sebuah mukjzat… Sebuah mukjizat, api dari Surga, tidak untuk dibengkokkan guna membentuk sebuah karangan ranting untuk memahkotai diri kita sendiri… Dan kita janganlah mencobai Allah, meminta mukjizat demi kepentingan-kepentingan manusiawi. Itulah apa yang dikehendaki Setan. Alasan yang dikemukakan olehnya adalah suatu dalih; kebenarannya adalah: 'Berkoar-koar menjadi Mesias', seperti yang dikehendakinya untuk menghantar-Ku ke nafsu yang lain: nafsu kesombongan. Dia tidak gentar dengan jawaban-Ku: 'Kau jangan mencobai Tuhan Allah-mu' dan dia berusaha memperdayakan-Ku dengan kuasa ketiga dari kodratnya: emas. Oh! emas. Roti adalah hal yang besar, dan perempuan bahkan terlebih besar lagi bagi mereka yang merindukan makanan ataupun kenikmatan. Hal diakui oleh orang banyak adalah suatu hal yang sangat besar bagi manusia. Betapa banyak kejahatan dilakukan untuk ketiga hal ini! Tapi emas… emas! Ini adalah kunci yang membuka, suatu mata rantai yang menyatukan, adalah awal dan akhir dari sembilanpuluh sembilan perbuatan manusia. Untuk roti dan perempuan, seorang laki-laki menjadi seorang pencuri. Untuk kuasa, dia menjadi juga seorang pembunuh. Tapi untuk emas, dia menjadi seorang penyembah berhala. Raja emas, Setan, menawari-Ku emasnya jika Aku menyembahnya. Aku menyerangnya dengan perkataan abadi: 'Kau hendaknya menyembah Tuhan Allah-mu, dan melayani-Nya saja.' Itu terjadi di sini." Yesus sekarang berdiri. Ia tampak lebih tinggi dari biasanya di alam yang rata sekeliling-Nya, dalam pendar terang bintang-bintang. Juga para murid bangkit. Yesus melanjutkan berbicara, dengan menatap tajam pada Yudas.

"Kemudian para malaikat Allah datang... Manusia telah memenangkan pergulatan yang sengit. Manusia tahu apa artinya menjadi seorang manusia dan menang. Ia kehabisan tenaga. Pergulatan lebih menghabiskan tenaga dibandingkan puasa yang panjang... Tapi roh menang... Aku pikir bahwa Surga terkejut melihat Aku menjadi makhluk ciptaan yang sempurna yang dianugerahi pengetahuan. Aku pikir bahwa dari sejak saat itu Aku mendapatkan kuasa mengerjakan mukjizat. Aku adalah Allah. Aku telah menjadi Manusia. Sekarang, dengan mengalahkan kodrat binatang yang berhubungan dengan kodrat manusia, Aku adalah Manusia-Allah. Dan ya, Aku adalah Manusia-Allah. Dan sebagai Allah, Aku Mahakuasa. Dan sebagai Manusia Aku Mahatahu. Lakukan seperti yang Aku lakukan, jika kalian ingin melakukan apa yang Aku lakukan. Dan lakukanlah dalam kenangan akan Aku.

Orang itu heran bahwa Aku memohon pertolongan Bapa, dan bahwa dalam doa Aku mohon untuk jangan dimasukkan ke dalam pencobaan. Yakni, dibiarkan pada belas-kasihan pencobaan yang di luar kekuatan-Ku. Aku pikir orang itu tidak lagi heran, sekarang sesudah dia tahu. Aku meminta kalian untuk melakukan yang sama dalam kenangan akan Aku dan untuk menang seperti Aku. Dan tiada pernah meragukan kodrat-Ku sebagai sungguh Manusia dan sungguh Allah, dengan melihat betapa kuat-Nya Aku dalam segala pencobaan hidup, dan bagaimana Aku telah memenangkan pergulatan-pergulatan melawan pancaindera, melawan sensualitas dan melawan perasaan-perasaan. Ingatlah semua itu. Aku berjanji untuk membawa kalian ke tempat yang memungkinkan kalian untuk mengenal sang Guru… dari fajar hidup-Nya, suatu fajar yang semurni dia yang sekarang sedang terbit, hingga ke tengah hari hidup-Nya. Tengah hari yang Aku tinggalkan pergi dan menemui sore kemanusiaan-Ku… Aku katakan kepada seorang dari kalian: 'Aku juga bersiap'; sekarang kalian lihat bahwa itu benar. Aku berterima kasih atas penyertaan kalian dalam kembali ke tempat kelahiran-Ku dan ke tempat penitensi-Ku. Kontak pertama-Ku dengan dunia telah menyakitkan dan menyedihkan-Ku. Terlalu buruk. Jiwa-Ku sekarang telah diberi makan dengan sumsum singa: persatuan dengan Bapa dalam doa dan kesendirian. Dan Aku dapat kembali ke dunia dan memikul salib-Ku sekali lagi, salib pertama sang Penebus; salib kontak dengan dunia. Dengan dunia, di mana ada terlalu sedikit jiwa disebut Maria, disebut Yohanes… Sekarang dengarkan, dan terutama kau Yohanes. Kita akan kembali ke BundaKu dan teman-teman kita. Aku minta kalian untuk tidak mengatakan kepada BundaKu kekerasan yang ditujukan kepada kasih PutraNya. Ia akan menderita terlalu banyak. Ia akan menderita sangat banyak karena kekejian manusia… tapi jangan kita memberikan kepada-Nya piala-Nya sekarang. Akan sangat pahit ketika diberikan kepda-Nya! Teramat pahit hingga akan menjalar bagai racun ke dalam isi perut-Nya yang suci dan pembuluh-pembuluh darah-Nya dan akan menggerogotinya dan membekukan hati-Nya! Oh! Jangan katakan kepada BundaKu bahwa Betlehem dan Hebron menolak-Ku seperti seekor anjing! Kasihanilah Dia! Kau, Simon, tua dan baik, dan bijak, kau tidak akan berbicara, Aku tahu. Kau, Yudas, seorang Yudea, dan tidak akan berbicara karena kesombongan patriotik. Tapi kau, Yohanes, adalah seorang Galilea, dan muda, dan tidak melakukan dosa kesombongan, kritik dan kekejaman. Diamlah. Kelak…kelak kau akan menceritakan selebihnya dari apa yang sekarang Aku minta engkau untuk diam. Sudah begitu banyak yang dikatakan mengenai Kristus. Mengapa menambahkan padanya apa yang adalah karya Setan untuk melawan Kristus? Sahabat-sahabat-Ku terkasih, maukah kalian berjanji pada-Ku untuk itu?"

"Oh! Guru! Kami sungguh berjanji. Yakinlah akan hal itu."

"Terima kasih. Mari kita pergi ke oasis kecil itu. Ada sebuah mataair, sebuah sumur penuh air sejuk dan ada naungan dan tumbuh-tumbuhan hijau. Jalan menuju sungai lewat dekatnya. Kita akan mendapatkan makanan dan minuman hingga sore. Sebelum bintang bersinar, kita akan tiba di sungai, di arung-arungan. Dan kita akan menunggu Yusuf atau bergabung dengannya jika dia sudah kembali. Ayo kita pergi." Dan mereka berangkat sementara rona merah muda pertama mewarnai langit, di timur, memaklumkan terbitnya suatu hari yang baru. 
 
Sumber : yesaya.indocell.net (Puisi Manusia-Allah)