Kamis, 23 Agustus 2012

  KISAH-KISAH PARA KUDUS DAN BINATANG

1. St. Fransiskus Assisi dan Serigala di Kota Gubbio
St. Fransiskus Assisi dan Serigala kota Gubbio (s: austeni.blogspot.com)
Kisah pertama tentulah kita angkat dari santo pelindung lingkungan hidup Gereja, yaitu St. Fransiskus Assisi, yang terkenal sangat dekat dengan para binatang-binatang. Seringkali diceritakan bahwa St. Fransiskus Assisi tidak hanya mewartakan kabar gembira kepada orang-orang saja tapi juga kepada burung-burung dan ikan-ikan. Burung-burung dan ikan-ikan ini dengan setia mendengarkan khotbah St. Fransiskus Assisi dan baru pergi bila St. Fransiskus Assisi selesai berkhotbah dan menyuruh mereka pergi. Kisah interaksi St. Fransiskus dengan binatang yang paling terkenal adalah kisah St. Fransiskus Assisi menjinakkan seekor serigala di kota Gubbio.

Saat St. Fransiskus tinggal di kota itu, seekor serigala sangat ganas sedang meneror penduduk. Serigala itu tidak hanya memangsa binatang lain tapi juga manusia. Rakyat kota berusaha melawan tetapi gagal. Penduduk menjadi sangat ketakutan dengan serigala ini sehingga tidak berani keluar dari tembok kota.

Fransiskus merasa kasihan kepada penduduk kota dan memutuskan pergi menemui serigala tersebut. Penduduk kota itu mencegah St. Fransiskus, tetapi St. Fransiskus memberitahu mereka bahwa Tuhan akan menjaganya. St. Fransiskus pun berjalan keluar dari gerbang kota bersama seorang rahib pemberani dan beberapa petani. Tetapi para petani kemudian menjadi gentar dan kembali.

St. Fransiskus dan rahibnya mulai berjalan dan tiba-tiba serigala ganas tersebut muncul dari hutan dan dengan rahang ternganga menyerang mereka. St. Fransiskus segera membuat tanda salib ke arah serigala. Dengan kuasa Tuhan, serigala itu memperlambat larinya dan menutup rahangnya. Kemudian Fransiskus berteriak: "Datanglah kepadaku, Saudara Serigala. Dalam nama Yesus, aku memerintahkan kamu untuk tidak lagi menyakiti siapa pun." Maka pada saat itu juga serigala menundukkan kepalanya dan datang berbaring di bawah kaki St. Fransiskus. Serigala itu menjadi jinak seperti seekor anak domba.

St. Fransiskus menjelaskan kepada serigala bahwa serigala telah menakutkan penduduk kota, karena ia tidak saja memangsa binatang, tetapi juga manusia yang diciptakan seturut gambaran Allah. "Saudara Serigala," kata Fransiskus, "aku ingin mengadakan perdamaian antara kamu dan penduduk Gubbio. Mereka tidak akan menyakiti kamu dan kamu juga tidak boleh lagi menyakiti mereka. Semua kejahatan di masa lampau harap dimaafkan."

Serigala menyatakan persetujuannya dengan menggoyang-goyangkan badannya dan menggangguk-anggukkan kepalanya. Dan puncak dari peristiwa yang menakjubkan itu, Fransiskus meminta serigala untuk membuat janji. Sementara Fransiskus mengulurkan tangannya untuk menerima janji, serigala mengulurkan kaki depannya dan meletakkannya di atas tangan orang kudus itu. Kemudian, Fransiskus memerintahkan serigala untuk mengikutinya masuk ke dalam kota untuk mengadakan perjanjian damai dengan penduduk kota. Maka tanpa melawan sedikit pun serigala mengikuti St. Fransiskus.  Serigala itu kemudian dinamai Lupo.

Ketika mereka tiba di alun-alun kota, semua orang datang untuk menyaksikan peristiwa yang ajaib itu. Dengan serigala di sisinya, Fransiskus berkhotbah kepada penduduk kota mengenai cinta kasih Tuhan yang luar biasa serta ajaib, yang memanggil mereka semua untuk bertobat dari semua dosa-dosa mereka. Kemudian atas nama serigala, Fransiskus menawarkan perdamaian kepada penduduk kota. Penduduk berjanji dengan suara lantang bahwa mereka akan menyediakan makanan bagi serigala. Kemudian Fransiskus bertanya kepada serigala apakah ia mau hidup berdamai dengan syarat-syarat tersebut. Serigala menundukkan kepalanya dalam-dalam dan merenggangkan badannya untuk meyakinkan semua orang bahwa ia menerima janji itu. Kemudian sekali lagi serigala meletakkan tangannya di atas tangan Fransiskus sebagai tanda ikatan perjanjian.

Sejak saat itu penduduk kota menepati janji yang mereka buat. Serigala tinggal selama dua tahun lamanya di antara penduduk kota, pergi dari satu rumah ke rumah lain untuk meminta makanan. Serigala tidak menyakiti siapa pun dan tak seorang pun menyakitinya. Bahkan anjing-anjing pun tidak menyalak kepadanya. Ketika akhirnya serigala mati karena telah tua umurnya, sangat sedihlah penduduk kota Gubbio. Cara hidup serigala yang penuh damai menjadi peringatan bagi mereka akan pengaruh, kesabaran, keteladanan dan kekudusan St. Fransiskus yang menjadi simbol nyata kekuasaan dan pemeliharaan Tuhan Allah yang hidup.


2. St. Rochus (1295-1327) dan Seekor Anjing
St. Rochus (s: har22201.blogspot.com)
St. Rochus lahir di Montpellier, Prancis. Ayahnya adalah gubernur daerah itu. Pada saat kelahirannya, Dilaporkan bahwa St. Rochus ditandai secara ajaib di dadanya dengan sebuah salib merah. Ketika dia berusia 20 tahun, orang tuanya dibunuh. Meskipun dia diwarisi kekayaan dan pemerintahan Montpellier, St. Rochus menolak kekayaan itu dan memberikannya kepada orang-orang miskin. Dia menyerahkan tampuk pemerintahan Montpellier kepada pamannya.

Dia merasakan panggilan batin untuk pergi ke Italia. Menyamar sebagai peziarah miskin, ia berangkat dengan berjalan kaki. Di sepanjang jalan, dia mendapati desa demi desa terjangkit wabah penyakit. Menyadari panggilan yang sebenarnya, St. Rochus berjalan dari desa ke desa, tinggal di setiap desa selama beberapa minggu dan membaktikan dirinya untuk merawat dan menyembuhkan orang-orang yang terjangkit wabah penyakit. St. Rochus tidak pernah takut terjangkit tetapi terus-menerus membantu menyembuhkan setiap orang sakit yang ia temui. Banyak dari orang-orang desa sembuh. St. Rochus juga membantu menyembuhkan hewan ternak dan  hewan-hewan lainnya.

Setelah beberapa tahun, St. Rochus akhirnya terjangkit penyakit juga. Tidak ingin menjadi beban masyarakat, St. Rochus mengundurkan diri ke sebuah hutan yang berada di luar sebuah desa bernama Piacenza dan menunggu sampai ajal menjemputnya. Saat ia tengah berbaring dalam keadaan sekarat, seekor anjing kemudian muncul, berbaring di sampingnya dan menjilati luka-lukanya. Anjing itu secara berkala menghilang dan kembali ke sana sambil membawa sepotong makanan yang ia kumpulkan dari sekitar Piacenza. Meskipun anjing itu sendiri kurus karena kelaparan, anjing itu selalu menaruh makanan dengan pelan di dada St. Rochus untuk dimakan. St. Rochus pulih dan ditemukan oleh pemilik anjing tersebut, seorang bangsawan bernama Gothard, yang kemudian membawa St. Rochus ke tempat penampungan. St. Rochus kemudian melanjutkan karyanya menyembuhkan orang-orang di desa yang terkena wabah penyakit.

St. Rochus kembali ke kotanya. Montpellier, sambil tetap menggunakan pakaian peziarahnya dan secara fisik badannya berubah sehingga tidak dikenal. Pamannya mengira ia adalah mata-mata lalu memasukkan St. Rochus ke penjara dan beberapa hari kemudian ia meninggal. Salib merah di dadanya dan beberapa dokumen yang ditemukan membantu orang-orang mengenali bahwa ia adalah St. Rochus. Ia diberikan pemakaman publik yang layak dan mujizat-mujizat terjadi setelah ia meninggal.
 
 
3. St. Antonius Padua dan Seekor Keledai
St. Antonius Padua dan Keledai (s: decaminoa.blogspot.com)
St. Antonius Padua dipanggil kembali ke Italia untuk melawan ajaran-ajaran sesat. Dia pergi ke kota Rimini, di Laut Adriatik, Tenggara kota Padua. Kaum bidat (sesat) mempermainkan dia dan ketika dia berbicara mengenai Ekaristi, kaum bidat itu menjadi histeris dan mengejek dia.

Ketika kaum bidat mengolok-olok dia saat dia berbicara di pelabuhan Rimini, ia berbalik menuju laut dan berbicara kepada ikan-ikan. Ikan-ikan lalu mengangkat sebagian tubuh mereka keluar dari air dan bertengger seolah-olah berada di atas air. Mereka mendengarkan khotbat yang diberikan oleh St. Antonius. Ketika St. Antoninus selesai, lalu ia memberkati ikan-ikan itu dan ikan-ikan itu kembali ke dalam laut.

Musuh-musuh Gereja kewalahan melihat kejadian ini. Berita mengenai kejadian ini menyebar luas dan kaum bidat berbondong-bondong bertobat. Tetapi ada satu orang bernama Bonvillo yang tidak terkesan dengan cara persuasif St. Antonius. Bonvillo berkata kepadanya, “Kamu, yang telah membuat ikan terpesona, mari kita lihat apakah kamu bisa melakukan hal yang sama terhadap keledaiku.”

Tantangan pun dibuat. Bonvillo akan berhenti memberi makan keledainya selama tiga hari untuk membuatnya kelaparan. Setelah tiga hari itu berakhir, St. Antonius akan berdiri di salah satu ujung alun-alun memegang Tubuh Kristus dan Bonvillo berada di ujung lainnya dengan seember pakan favorit keledai tersebut. Bila keledai itu lebih dulu memilih pergi kepada St. Antonius, kaum bidat akan berhenti menganiaya umat Katolik.

Keledai itu tidak diberi makan selama tiga hari, sedangkan St. Antonius Padua berpuasa dan berdoa selama tiga hari. Pada hari ketiga, St. Antonius merayakan Misa Kudus di gereja setempat. Setelah Misa, St. Antonius membawa Roti yang sudah terkonsekrasi menuju alun-alun. Alun-alun itu penuh sesak dengan orang-orang, kaum sesat di satu sisi dan mereka yang sudah bertobat berada di sisi lain. Bonvillo Si Sesat pergi ke satu sisi alun-alun dengan membawa seember pakan favorit dan lezat bagi keledainya sedangkan St. Antonius pergi ke sisi lain dengan membawa Tubuh Kristus. Bonvillo berusaha merayu keledai itu dengan makanan, sementara St. Antonius memberikan khotbah singkat kepada keledai tersebut.

St. Antonius berkata, “Ciptaan Allah, dalam nama-Nya, aku memerintahkan kamu untuk datang ke sini dan menyembah-Nya, sehingga hal itu bisa memberikan kebenaran mengenai kehadiran nyata Yesus Kristus di dalam Sakramen Ekaristi kepada semua orang.” Keledai itu mengabaikan majikannya dan makanan itu, lalu pergi ke tempat St. Antonius yang sedang menunjukkan Tubuh Kristus. Keledai itu berlutut dengan kedua kakinya lalu menundukkan kepada untuk menyembah.

Ketika semua diyakinkan bahwa Tuhan telah menang atas kaum sesat, St. Antonius memberkati keledai itu yang kemudian bangkit dan pergi ke arah Bonvillo untuk memakan makanan yang ada di ember. Si Sesat Bonvillo mengikuti apa yang dilakukan keledainya. Ia berlutut, menundukkan kepalanya hingga ke tanah untuk menyembah Sakramen Ekaristi. Dia bertobat, kembali kepada iman Katolik. Sebelum St. Antonius meninggalkan Rimini, ia telah mempertobatkan semua kaum sesat di daerah tersebut.


4. St. Korbinianus dan Beruang St. Korbinianus
St. Korbinianus dan Beruang St. Korbinianus (s:wikipedia.org)
St. Korbinianus lahir di Châtres, Prancis, pada tahun 680. Ayahnya bernama Waldegiso yang meninggal saat St. Korbinianus masih anak-anak. Tidak banyak yang kita ketahui dari masa muda St. Korbinianus. Dia hidup sebagai pertapa selama 14 tahun di Gereja St. Germanus di Châtres. St. Korbinianus terkenal akan kekudusannya, sebagai pembuat mujizat dan sebagai pembimbing spiritual.

St. Korbinianus ingin tetap hidup sebagai seorang pertapa dan karena ia memiliki devosi pribadi yang dalam kepada St. Petrus Rasul, ia kemudian berangkat ke Roma. Saat berada di hutan di wilayah pegunungan Alpen dalam perjalanan menuju Roma, St. Korbinianus diserang oleh seekor beruang coklat besar. Kuda beban St. Korbinianus diserang hingga mati tercabik-cabik oleh beruang tersebut. St. Korbinianus memarahi beruang itu lalu dengan berani menjinakkan beruang tersebut. Beruang itu kemudian menjadi jinak dan St. Korbinianus mengikatkan tali kekang kuda beban yang sudah mati kepada beruang tersebut. St. Korbinianus juga menaruh barang bawaannya di atas beruang tersebut sebagai hukuman atas tindakan beruang tersebut menyerang kudanya. Beruang yang sudah jinak itu menemani St. Korbinianus sambil membawa barang-barangnya hingga ke Roma. Dan setelah sampai di Roma, St. Korbinianus melepaskan beruang itu dan beruang itu kembali ke hutan asalnya.

Di Roma, melihat kemampuan St. Korbinianus, Paus Gregorius II menahbiskannya sebagai Uskup Freising dan mengutusnya ke Bavaria untuk menginjili suku bangsa Bayern. St. Korbinianus, Uskup pertama Freising, meninggal pada tahun 730.
Lambang Kepausan Benediktus XVI
Paus Benediktus XVI dulunya adalah Uskup München und Freising, penerus Uskup St. Korbinianus di sana (tahun 1818, Keuskupan Freising dinaikkan statusnya menjadi Keuskupan Agung München und Freising). Ia menggunakan simbol Beruang St. Korbinianus sebagai bagian dari lambang kepausannya. Gambar beruang tersebut dapat dilihat di sebelah kanan atas perisai. Makna dari simbol Beruang St. Korbinianus ini adalah: Beruang yang dijinakkan oleh rahmat Allah adalah Uskup Freising sendiri dan beban yang dibawanya menggambarkan tanggungjawabnya sebagai seorang gembala Gereja.


5. Santo Martinus de Porres dan Tikus-tikus
St. Martinus de Porres dan Berbagai Binatang (s: catholicfire.blogspot.com)
St. Martinus de Porres adalah anak tidak sah dari seorang pria bangsawan Spanyol dan wanita budak Indian. Dia menjadi bruder di biara ordo Dominikan di Lima. Tugasnya sehari-hari sebagai tukang pangkas rambut, tukang kebun, perawat dan penjaga pintu. Ia dikenal sebagai santo pelindung karya penghapusan rasialisme.

St. Martinus de Porres, sama seperti St. Fransiskus Assisi, sangat mencintai binatang. Bila anda melihat pada gambar berikut ini, anda akan melihat anjing bersama kucing dan tikus dan merpati yang sedang makan dari satu tempat makan yang sama.

Tikus itu menjadi simbol penting karya pelayanan St. Martinus de Porres. Kisah ini dimulai dari sebuah problem – Ruangan Pakaian St. Martinus. St. Martinus de Porres menemukan tikus-tikus di ruangan. Tikus-tikus ini menggigit kemeja dan pakaian lainnya, membuat lubang dan menimbulkan yang sangat busuk.

St. Martinus tidak tahu apa yang harus dilakukan. Superior ordonya menyarankan untuk menyebarkan racun tikus untuk membunuh tikus-tikus tersebut. Tetapi, St. Martinus belum melakukan saran tersebut. Dia menunggu dan mengamati sampai suatu hari ia berhasil menangkap salah satu tikus-tikus tersebut. Dia memegang tikus tersebut di tangannya. Tampaknya tikus itu merasa bahwa saat itu adalah akhir hidupnya, jantungnya berdetak kencang. Tetapi kemudian St. Martinus berbicara dengan tikus dengan lembut dan bersahabat. Dalam waktu singkat, tikus itu merasa rileks dan tidak lagi takut terhadap St. Martinus.

St. Martinus menjelaskan permasalahan yang dia hadapi terhadap tikus itu. Dia berkata bahwa ia tidak dapat membiarkan tikus-tikus itu memakan semua persediaan yang dibutuhkan biara dan rumah sakit. St. Martinus menyadari bahwa tikus-tikus itu melakukan hal demikian karena mereka lapar dan tidak punya makanan. St. Martinus membuat kesepakatan dengan tikus itu. Bila tikus itu membawa teman-temannya ke ujung taman di mana mereka dapat menemukan tempat baru untuk hidup, St. Martinus berjanji bahwa tikus-tikus itu akan menerima makanan yang cukup setiap hari.

Ketika St. Martinus meletakkan teman kecilnya ke lantai, tikus itu bergegas pergi. Dalam hitungan beberapa menit, dari seluruh ruang pakaian, ratusan tikus kecil keluar dari setiap sudut dan celah. St. Martinus membimbing tikus-tikus itu keluar dari ruang pakaian dan pergi ke taman di mana ada tempat yang cocok untuk mereka. Tikus-tikus itu lalu mengendus tanah dan membuat lubang di mana mereka bisa membuat tempat tinggal. St. Martinus memegang kata-katanya, seperti yang tikus-tikus itu yakini. Setiap hari, setelah memberi makan orang-orang di tempat lain, para pekerja di biara dan orang-orang jalanan; St. Martinus pergi ke taman dengan membawa makanan bagi tikus-tikus tersebut. Tikus-tikus itu akhirnya tidak pernah kembali ke ruang pakaian atau mengganggu biara itu lagi. 

6. St. Yohanes Bosco dan Seekor Anjing Bernama Grigio
St. Yohanes Bosco bersama Ibunya dan Grigio (s: angelsandsaintsandus.blogspot.com)
Revolusi Perancis telah menyebar ke Eropa. Rakyat mulai beralih pada pemikiran tentang kebesasan: kebebasan pribadi, kebebasan bernegara, kebebasan dari adat-istiadat, kebebasan dari Gereja. Ketika Tuhan dan Gereja mulai ditentang bahkan dihujat, St. Yohanes menggunakan segala daya upaya untuk menentang mereka. Khotbah-khotbahnya dan tulisan-tulisannya, semuanya itu menghambat usaha musuh-musuhnya dan amat menjengkelkan mereka. Peluru ditembakkan lewat jendela kapel, minuman beracun, api dan berbagai macam usaha dilakukan untuk merenggut nyawanya, tetapi St. Yohanes selamat.

Kisah pertama St. Yohanes Bosco dan Grigio terjadi pada tahun 1854 ketika St. Yohanes Bosco pulang larut malam. St. Yohanes berjalan di bagian buruk dari kota tersebut. Dia melihat dua orang pria berada di depannya, berjalan pelan dan tetap menjaga langkah mereka. St. Yohanes Bosco awalnya tidak yakin mereka mengejar dia, tetapi ketika ia mempercepat langkahnya, mereka juga demikian; ketika ia memperlambat langkahnya, mereka juga melakukan hal yang sama.

St. Yohanes Bosco menyeberang ke sisi lain jalan. Ketika melihat mereka melakukan hal yang sama, St Yohanes tahu bahwa ia sedang berada dalam masalah. Dia berbalik untuk mundur tetapi mereka melompat ke arah dia dan melemparkan jubah hitam ke kepalanya. St. Yohanes mencoba melawan tetapi sia-sia. Mereka mencoba untuk menyumbatkan kain ke dalam mulutnya, tetapi tiba-tiba seekor anjing besar dan mengerikan muncul dari kegelapan malam dan datang ke tempat mereka menyerang St. Yohanes. Geramannya terdengar seperti seekor serigala atau beruang. Anjing itu menyerang kedua orang tersebut. Kedua orang tersebut sangat ketakutan dan memohon kepada St. Yohanes agar menyuruh anjing itu berhenti. St. Yohanes setuju ketika mereka berjanji untuk berhenti menyerangnya dan pejalan kaki lain. Setelah St. Yohanes menyuruh anjing itu berhenti, Kedua orang itu lalu kabur. Anjing itu tidak mengejar mereka melainkan tetapi tinggal di samping St. Yohanes. Anjing itu dinamai Grigio oleh St. Yohanes yang artinya “abu-abu”.

St. Yohanes Bosco dan Grigio menjadi rekan. St. Yohanes senang dengan kehadiran Grigio. Suatu ketika tembakan di arahkan kepadanya dan Grigio menyelamatkannya. Dua orang berusaha melemparkan sebuah buntalan besar ke arah kepala St. Yohanes dan Grigio menyelamatkannya. Dua belas orang datang untuk menyerang St. Yohanes dan Grigio menyelamatkannya pula.

Kadang-kadang Grigio mampir ke rumah St. Yohanes Bosco. Ia menolak makanan maupun minuman. Anak-anak kecil bermain-main dengannya dan Grigio amat jinak terhadap mereka. Tetapi ia tak pernah datang tanpa alasan. Sekali waktu ia datang untuk memastikan bahwa St. Yohanes sudah tiba di rumah jika ia naik kereta kuda. Sekali waktu ia datang untuk mencegah St. Yohanes pergi. Ia berbaring di ambang pintu dan menghalangi jalan keluar. Ketika St. Yohanes menyuruhnya pergi, ia akan menggeram bahkan ia tidak akan segan-segan menggigit tuannya itu jika St. Yohanes bersikeras. Keesokan harinya barulah St. Yohanes tahu bahwa sore itu musuh-musuhnya telah menyiapkan perangkap untuk merenggut nyawanya. Ketika keadaan sudah aman, Grigio tidak pernah muncul kembali.

Sepuluh tahun kemudian, St. Yohanes hendak mengunjungi keluarga Moglia. Ia telah diperingatkan untuk berhati-hati karena perjalanan ke sana tidak aman. “Oh, andaikan saja Grigio ada di sini!” gumam St. Yohanes. Malam telah larut. Seekor anjing berlari-lari datang ke arahnya, melompat-lompat dan mengibas-ngibaskan ekornya dengan gembira. Tentu saja, anjing itu Grigio. Ia menemani St. Yohanes hingga selamat tiba di tempat pertanian, lalu menghilang.

Pada tahun 1883 - 31 tahun sejak ia hadir pertama kalinya - Grigio muncul kembali di Bordighera untuk menunjukkan jalan kepada St. Yohanes yang sedang tersesat. St. Yohanes berkomentar, “Terdengar konyol untuk memanggilnya seorang malaikat; tetapi dia sungguh bukanlah anjing biasa...
Sumber: http://indonesian-papist.blogspot.com

Tidak ada komentar: