Rabu, 22 Agustus 2012

St Gerardus Majella

Santo Pelindung Para Ibu yang sedang mengandung, bayi-bayi yang belum dilahirkan dan gerakan pencinta kehidupan (pro-life)
 
 
 
 
Meski tidak secara resmi digelari demikian oleh Gereja, St Gerardus Majella secara luas dikenal oleh umat Katolik sebagai “pelindung para ibu yang sedang mengandung.” Pada masa ini, tampaknya Tuhan memilih teladan baik St Gerardus guna melawan abad kematian yang telah kehilangan kepercayaan pada penyelenggaraan Tuhan dan memiliki cara berpikir yang merendahkan kehidupan. Tetapi, mengapa St Gerardus Majella? Bukankah aneh apabila seorang laki-laki, seorang broeder religius pula, dijadikan pelindung bagi para ibu yang sedang mengandung?
 
 
 
Masa Kecil
 
Gerardus, bungsu dari kelima anak pasangan Dominic dan Benedetta Galella Majella, dilahirkan pada tanggal 6 April 1726, di sebuah kota kecil bernama Muro, beberapa mil jauhnya dari Naples di Italia selatan. Kesehatannya amat rapuh sejak lahir dan segeralah ia dibawa ke katedral untuk dibaptis.

Bahkan masa kecilnya telah ditandai dengan rahmat-rahmat istimewa dari Tuhan. Ketika usianya baru lima tahun, Gerardus biasa pergi ke sebuah kapel kecil dekat rumahnya untuk berdoa. Seringkali ia pulang dari sana dengan seketul roti. Apabila ibunya bertanya darimana ia mendapatkan roti, ia akan mengatakan bahwa “seorang anak laki-laki yang amat tampan” memberikan kepadanya. Akhirnya, Elizabeth - saudari perempuan Gerardus - diperintahkan untuk mengikutinya diam-diam ke kapel guna mencari tahu. Saudarinya itu mengintip ke dalam kapel dan melihat Gerardus berlutut dalam doa di hadapan patung SP Maria yang menggendong Kanak-kanak Yesus. Lalu, Elizabeth melihat sesuatu yang ajaib. Kanak-kanak Yesus turun dari dekapan BundaNya untuk bermain-main dengan Gerardus kecil. Setelah beberapa waktu berselang, Kanak-kanak Yesus memberikan seketul roti kepada Gerardus dan kembali ke pelukan BundaNya!

Dalam perayaan Misa, Gerardus juga seringkali melihat Kanak-kanak Yesus yang sungguh hadir dalam Ekaristi Kudus. Ia dapat melihat Yesus setelah konsekrasi hingga Komuni Kudus berakhir.

Gerardus kecil yang kala itu berusia tujuh tahun begitu rindu menyambut Yesus dalam Komuni Kudus, karenanya ia ikut dalam barisan mereka yang hendak menyambut Komuni. Pada masa itu, anak-anak tidak diperkenankan menyambut Komuni Kudus hingga mereka berusia 14 tahun. Tetapi, Gerardus beranggapan bahwa karena Yesus sangat mengasihinya dan ia juga sangat mengasihi Yesus, pastilah boleh ia menyambut-Nya. Imam tahu bahwa Gerardus belum cukup umur untuk menyambut Yesus, jadi ia tidak memberinya Komuni Kudus dan Gerardus kecil harus kembali ke bangkunya dengan berlinangan airmata. Sepanjang hari itu, Gerardus terus menangis karena tidak diperbolehkan menyambut Yesus. Ketika masuk kamar malam itu, ia tak dapat tidur. Sekonyong-konyong, suatu terang yang amat menakjubkan memenuhi kamar tidurnya dan Malaikat Agung St Mikhael menampakkan diri untuk memberinya Komuni Kudus!
 
MASA BEKERJA
Ketika Gerardus berusia duabelas tahun, kematian ayahnya yang tiba-tiba mengharuskannya meninggalkan bangku sekolah dan mulai bekerja. Ibunya menitipkannya untuk magang pada seorang penjahit agar ia dapat meneruskan usaha ayahnya. Majikannya ini mempunyai rasa tidak senang yang aneh kepada Gerardus dan seringkali menghujaninya dengan pukulan dan umpatan. Gerardus menerima aniaya ini sebagai diperkenankan oleh Allah demi kebaikan rohaninya. Suatu kali ia bahkan tampak tersenyum sementara sedang dihajar, dan ketika orang bertanya, ia menjawab, “Aku tersenyum sebab aku melihat tangan Tuhan menderaku.” Upah yang didapatkannya dibaginya rata untuk memenuhi keperluan keluarga, fakir miskin dan stipendium Misa demi membebaskan jiwa-jiwa di api penyucian.
Setelah masa magangnya sebagai seorang penjahit, Gerardus untuk beberapa waktu lamanya bekerja sebagai pelayan Uskup Lacedonia yang sedang memulihkan kesehatannya di Muro. Lagi, ia melatih keutamaan kesabaran dengan diam dalam menghadapi temperamen majikannya yang pemarah. Pada masa ini terjadi salah satu dari mukjizat-mukjizat pertamanya. Suatu hari, tanpa sengaja ia menjatuhkan kunci rumah ke dalam sumur. Dengan kepolosan seorang kudus ia menurunkan sebuah patung kecil Bayi Yesus ke dalam sumur. Sungguh ajaib, ketika Gerardus mengangkat patung kembali, kunci yang hilang tampak tergantung di tangan patung.

PANGGILAN RELIGIUS
Sementara bertumbuh sebagai seorang pemuda, apabila orang bertanya kepadanya mengenai perkawinan, Gerardus akan menjawab, “Madonna telah memikat hatiku, dan aku telah memberikan hatiku sebagai persembahan baginya.” Daripada hidup perkawinan, segera saja pemuda yang saleh ini terpikat pada panggilan religius. Namun demikian, tiga kali ia ditolak masuk ke dalam suatu ordo religius oleh sebab kesehatannya yang rapuh. Walau begitu ia tetap bertekad untuk menjadi seorang biarawan. Suatu misi para imam Redemptoris yang diadakan di Muro memberinya pengharapan baru. Ia mohon diperkenankan masuk ke dalam ordo mereka, tetapi lagi-lagi ia ditolak karena mereka merasa bahwa kesehatannya tidak akan cocok dengan kerasnya kehidupan biara. Tetapi, orang muda ini begitu gigih dan bulat tekadnya hingga Pater Paul Cafaro, superior para misionaris, menasehati ibunya untuk mengurung Gerardus di kamar pada malam para misionaris meninggalkan Muro, khawatir kalau-kalau ia berusaha mengikuti mereka. Ibunda Gerardus melaksanakan nasehat sang imam, tetapi keesokan paginya saat ia membuka pintu kamar, ia mendapati tempat pembaringan yang kosong, sebuah jendela yang terbuka di mana tergantung selembar kertas, dan sebuah catatan di meja yang berbunyi, “Aku pergi untuk menjadi seorang Santo.”
Gerardus berhasil menyusul para misionaris sementara mereka meninggalkan kota. Setelah banyak permohonan dan penolakan, P Cafaro akhirnya menyerah dan mengutusnya pergi ke kediaman rektor Redemptoris di Iliceto dengan catatan rekomendasi ini, “Saya mengirim kepada Pater seorang broder yang tak berguna.” Demikianlah, akhirnya, pada tahun 1749, pada usia 23 tahun, Gerardus diterima dalam Kongregasi Redemptoris yang baru dibentuk beberapa tahun sebelumnya oleh St Alfonsus Liguori.
Broeder “yang tak berguna” ini membuktikan diri sebagai teladan berbagai-bagai keutamaan dan ia melakukan pekerjaan empat orang sekaligus! Ia akan mengatakan kepada rekan-rekannya, “Biar aku yang mengerjakannya, bukankah aku lebih muda. Engkau beristirahatlah.”
Dengan gagah berani Gerardus berikrar untuk senantiasa memilih apa yang tampaknya paling sempurna, yang paling berkenan bagi Allah. Ia taat secara sempurna kepada kehendak superiornya, bahkan meski kehendak itu tidak diungkapkan dalam kata. Suatu hari, guna menunjukkan hal ini kepada seorang otoritas yang datang berkunjung, Superior menyuruh Gerardus pergi, sementara ia berkata kepada otoritas yang menuntut bukti itu, “Aku akan memerintahkannya secara batin untuk kembali; dan ia tidak akan membutuhkan lebih dari perintah ini.” Maka, segera saja sang Broeder kembali, mengetuk pintu dan bertanya, “Adakah Pater menyuruh saya kembali?”
Suatu kali, ia memimpin sekelompok murid dalam suatu perjalanan selama sembilan hari ke Pegunungan Gargani, di mana Malaikat Agung St Mikhael menampakkan diri. Hanya ada sedikit saja uang pada mereka untuk perjalanan itu, dan ketika mereka tiba di tujuan, nyaris tak ada yang tersisa. Gerardus mempergunakan keping uangnya yang terakhir untuk membeli bunga bagi altar Tuhan. Sementara menempatkan bunga-bunga di altar ia berkata, “Tuhan, aku telah memperhatikan Engkau. Sekarang, Engkau yang memperhatikan murid-muridku dan aku.” Seorang religius yang melihatnya di gereja mengundang orang kudus kita beserta seluruh rombongan untuk menumpang di rumahnya. Dan ketika rombongan siap untuk berangkat pulang kembali, Gerardus sekali lagi berdoa, dan segera seseorang muncul dan memberinya beberapa ketul roti.
Salah satu dari mukjizat St Gerardus yang paling terkenal terjadi ketika seorang tukang batu jatuh dari perancah pada waktu pembangunan sebuah bangunan. Apa daya? Gerardus telah dilarang oleh superiornya untuk tidak lagi mengadakan mukjizat tanpa ijin. Maka, broeder yang kudus ini menghentikan sang tukang batu di angkasa, memintanya untuk menunggu hingga ia mendapatkan ijin untuk menyelamatkannya! Dan ia memang mendapatkan ijin, sehingga tukang batu itu dapat jatuh dan mendarat dengan lembut di atas tanah.
Para biarawan menganggap Gerardus sebagai rekan yang tak ternilai sebab ia berhasil dengan begitu gemilang dalam menghantar orang-orang berdosa untuk menyambut sakramen-sakramen dan mengilhami banyak orang untuk memperbaiki Sakramen Tobat mereka yang buruk. Orang banyak mengikutinya di mana-mana, dan telah menyebutnya “il santo” - sang Santo.

PENCOBAAN BERAT
Kekudusan sejati harus senantiasa diuji dengan salib, dan pada tahun 1754 Gerardus harus mengalami suatu pencobaan besar, yang memperolehkan baginya ganjaran berupa kuasa istimewa untuk menolong para ibu dan anak-anak. Salah satu dari semangat Gerardus yang bernyala-nyala adalah mendorong serta membantu para gadis yang ingin masuk biara. Seringkali ia juga bahkan menyediakan mas kawin yang diperlukan bagi gadis-gadis-gadis miskin yang tidak dapat diterima dalam suatu ordo religius.
Neria Caggiano adalah salah seorang dari para gadis yang mendapatkan bantuan Gerardus. Namun demikian, ia mendapati bahwa kehidupan biara ternyata tak menyenangkan baginya dan dalam waktu tiga minggu ia telah pulang kembali ke rumah. Guna membenarkan tindakannya, Neria mulai menyebarkan gosip-gosip bohong mengenai kehidupan para biarawati, dan ketika orang-orang di Muro menolak untuk percaya pada cerita-cerita demikian mengenai suatu biara yang direkomendasikan oleh Gerardus, maka Neria bertekad untuk menyelamatkan reputasinya dengan menghancurkan nama baik orang yang telah menolongnya. Dalam sepucuk surat kepada St Alfonsus, ia menuduh Gerardus melakukan dosa melanggar kemurnian terhadap seorang gadis muda dari sebuah keluarga di mana Gerardus sering menumpang dalam perjalanan-perjalanan misinya.
Gerardus dipanggil menghadap oleh St Alfonsus untuk menjawab dakwaan terhadapnya. Bukannya membela diri, Gerardus malahan tinggal diam, seturut teladan Guru Illahi-nya. Menanggapi permohonan dari teman-temannya untuk membela diri, Gerardus menjawab, “Tuhan akan mengurusnya.” Dengan kebisuannya itu, St Alfonsus tak dapat berbuat suatupun selain dari menjatuhkan hukuman berat atas diri pemuda ini. Gerardus dilarang menyambut Komuni Kudus, dan dilarang melakukan segala kontak dengan orang luar.
Tidaklah mudah bagi Broeder Gerardus untuk melepaskan karyanya demi menyelamatkan jiwa-jiwa, namun hal ini sungguh tak berarti dibandingkan hukuman dijauhkan dari Komuni Kudus. Ia merasa hukuman ini sungguh dahsyat baginya hingga ia bahkan mohon dibebaskan juga dari melayani Misa, sebab khawatir kalau-kalau kerinduannya yang berkobar-kobar untuk menyambut komuni akan membuatnya merampas Hosti yang telah dikonsekrasikan dari tangan imam di altar.
Beberapa waktu lamanya berselang hingga Neria sakit parah dan ia menulis sepucuk surat kepada St Alfonsus mengakui bahwa dakwaannya terhadap Gerardus adalah dusta dan fitnah belaka. St Alfonsus dipenuhi sukacita demi mendengar kabar ketakbersalahan puteranya. Tetapi Gerardus, yang tak bermuram durja dalam masa pencobaannya, juga tidak terlalu bergembira atas pemulihan nama baiknya ini.
Dalam kedua perkara ini ia merasa bahwa kehendak Tuhan telah digenapi, dan bahwa itu sudah cukup baginya.

PEKERJA AJAIB
St Gerardus Majella dikenal sebagai Thaumaturge, yaitu seorang kudus yang mengadakan mukjizat-mukjizat, tidak saja sekali-sekali, melainkan kerapkali. Sedikit saja orang kudus yang mempunyai begitu banyak catatan mengenai perkara-perkara ajaib seperti Gerardus. Proses beatifikasi dan kanonisasi mengungkapkan bahwa mukjizat-mukjizat yang diadakannya begitu banyak dan bermacam ragamnya.
Kerapkali ia masuk dalam ekstasi sementara bermeditasi mengenai Tuhan atau kehendak-Nya yang kudus, dan di saat-saat demikian, tubuhnya tampak terangkat beberapa kaki di atas permukaan tanah.
Sebagian besar mukjizat diadakannya demi melayani orang-orang lain. Kejadian-kejadian luar biasa seperti disebutkan di bawah ini akan tampak sebagai suatu hal yang biasa sementara orang membaca riwayat hidupnya. Ia menghidupkan kembali seorang anak laki-laki yang terjatuh dari sebuah karang yang terjal; ia memberkati perbekalan gandum yang tinggal sedikit milik sebuah keluarga miskin dan perbekalan itu tidak habis-habisnya hingga panen berikutnya; beberapa kali ia menggandakan roti yang ia bagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Suatu hari ia berjalan di atas air demi menghantar ke tempat pelabuhan yang aman sebuah kapal penuh para nelayan yang terancam nyawanya oleh gelombang sakal. Gerardus dianugerahi kemampuan untuk “membaca jiwa”. Kerapkali ia menyingkapkan secara pribadi kepada orang dosa-dosa rahasia dalam jiwa mereka yang malu mereka akukan, dan kemudian menghantar mereka ke penitensi dan pengampunan.
Ketika terjadi serangan wabah penyakit, Gerardus terlihat di lebih dari satu rumah pada saat yang bersamaan demi menolong mereka yang sakit. Tak selembar pun dari riwayat hidupnya yang tak ditandai dengan keajaiban, semuanya demi kemuliaan Tuhan dan digerakkan oleh kasih yang tulus kepada sesama.
Sepanjang hidupnya, St Gerardus menghabiskan berjam-jam lamanya setiap hari dalam sembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus demi memuliakan Tuhan dan mengucap syukur atas segala rahmat dan berkat-Nya. Ibunda Gerardus, Benedetta, mengatakan bahwa puteranya “terlahir bagi surga,” dan mengisahkan bagaimana Gerardus melewatkan berjam-jam lamanya di hadapan Sakramen Mahakudus “hingga ia lupa bahwa saat makan malam telah tiba.”

WAFATNYA
Senantiasa rapuh kesehatannya, merupakan pertanda bahwa Geardus tidak akan hidup lama. Pada tahun 1755, ia terserang pendarahan hebat dan disentri, maut dapat sewaktu-waktu merenggut nyawanya. Tetapi, ia masih hendak mengajarkan suatu pelajaran berharga mengenai kuasa ketaatan. Direkturnya memerintahkan Gerardus untuk segera sembuh, jika memang sesuai kehendak Tuhan; maka, sekonyong-konyong penyakitnya tampak lenyap dan ia segera meninggalkan pembaringannya untuk menggabungkan diri dengan komunitas. Namun demikian, ia tahu bahwa kesembuhannya hanyalah untuk sementara waktu saja dan bahwa jangka hidupnya hanya tinggal sebulan saja.
Tak lama berselang ia memang kembali ke pembaringannya karena tuberculosis, dan ia mulai mempersiapkan diri menyongsong kematiannya. Sepenuhnya ia berserah diri pada kehendak Tuhan dan ia menempatkan tanda ini pada pintu kamarnya, “Kehendak Tuhan dilaksanakan di sini, seperti yang Tuhan kehendaki dan selama Ia menghendakinya.” Seringkali orang mendengarnya mendaraskan doa berikut, “Ya Tuhan-ku, aku rindu untuk mati demi melakukan kehendak-Mu yang terkudus.” Antara tengah malam pada tanggal 15 Oktober 1755, dini hari dari hari berikutnya, jiwanya yang tak berdosa pulang kembali kepada Tuhan. Usianya baru 29 tahun.
Saat kematian Gerardus, broeder yang bertugas di sakristi, dalam kegugupannya, membunyikan lonceng seolah hendak dirayakan suatu pesta, dan bukan membunyikannya sebagai tanda kematian. Beribu-ribu orang datang untuk menyaksikan tubuh “Santo” mereka dan berusaha mendapatkan kenang-kenangan terakhir dari dia yang telah begitu banyak kali menolong mereka. Setelah wafatnya, mulailah dilaporkan terjadinya berbagai mukjizat dari hampir segenap penjuru Italia dengan perantaraan St Gerardus. Pada tanggal 29 Januari 1893, Paus Leo XIII memaklumkannya sebagai Beato, dan pada tanggal 11 Desember 1904, Paus Pius X memaklumkannya sebagai “Santo”. Pesta St Gerardus Majella dirayakan pada tanggal 16 Oktober.

SAPUTANGAN SANG SANTO
Perantaraan ajaib St Gerardus bagi para ibu dimulai sejak dari masa hidupnya. Suatu ketika, sementara ia meninggalkan rumah sahabatnya, keluarga Pirofalo, saputangannya terjatuh di kursi. Salah seorang anak perempuan dari keluarga Pirofalo memungutnya dan menyerahkannya kembali kepada Gerardus. Tetapi, dalam suatu nubuat penglihatan Gerardus mengatakan, “Simpanlah. Saputangan itu akan berguna bagimu suatu hari kelak.” Sang gadis menyimpan saputangan itu sebagai kenang-kenangan berharga dari Gerardus. Beberapa tahun kemudian, perempuan itu yang kini telah menikah, berada dalam bahaya maut saat hendak melahirkan bayi pertamanya. Dalam keadaan sakit beranak, ia teringat akan saputangan misterius dan janji Gerardus; ia meminta agar saputangan segera dibawa kepadanya. Kemudian, diusapkannya saputangan ke kandungannya dan seketika itu juga bahaya berlalu dan ia melahirkan seorang bayi yang normal dan sehat.
Saputangan ajaib diwariskan dari satu ibu ke ibu yang lain sementara mereka hendak besalin di kota Olive hingga Citra. Ibu yang pertama mewariskan reliqui yang berharga kepada kemenakannya dan dari sana turun-temurun ke generasi berikutnya. Beberapa keluarga mengambil sepotong kecil dari saputangan itu hingga hanya secarik kecil saja yang tersisa ketika Gerardus dikanonisasi. Walau demikian, secarik itupun sudahlah cukup untuk meneruskan rahmat-rahmat istimewa kepada saputangan-saputangan lain yang disentuhkan padanya.
Sekarang, saputangan-saputangan serupa saputangan St Gerardus, yang telah disentuhkan pada reliquinya, dapat diperoleh para peziarah yang mengunjungi tempat ziarah internasional St Gerard Majella di Materdomini, Italia. Saputangan St Gerardus Majella telah menjadi suatu simbol populer aklamasi Gerardus sebagai pelindung para ibu dan anak-anak, bayi-bayi yang belum dilahirkan dan gerakan pencinta kehidupan.
Pada masa di mana keberadaan keluarga dan kesakralan hidup manusia menghadapi ancaman dari aborsi, kontrasepsi, dan berbagai teknik biomedis, dan dengan berkembangnya “budaya kematian,” santo kecil dengan saputangannya mungkin adalah yang kita butuhkan bagi para ibu yang sedang mengandung, keluarga-keluarga dan seluruh dunia.


Sumber : Yesaya.indocell.net


Tidak ada komentar: