Senin, 18 Mei 2015

Paus Fransiskus Kanonisasi Dua Wanita Palestina Menjadi Orang Suci


 


Untuk pertamakalinya dalam sejarah Gereja Katolik Roma, dua wanita berkebangsaan Palestina ditetapkan menjadi orang suci oleh Paus Fransiskus.

Kanonisasi Marie Alphonsine Ghattas dan Mariam Baouardy, dilakukan di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, di hari Minggu (17/5/2015).

Dikutip dari CNN, Sekitar 2.000 warga Palestina berkumpul untuk menyaksikan kanonisasi mereka.

"Suster Mariam Baouardy mengalami kasih Allah dalam hidupnya dengan cara yang luar biasa. Miskin dan tidak berpendidikan, dia mampu memberikan nasihat dan memberikan penjelasan teologis dengan penjelasan yang ekstrim, dimana merupakan buah dari komunikasi yang kontan dengan Roh Kudus. Kepatuhannya terhadap Roh juga membuatnya menjadi jembatan pertemuan dan persekutuan dengan dunia Muslim," kata Paus.

"Juga, Suster Marie Alphonsine Danil Ghattas datang untuk memahami dengan jelas apa artinya memancarkan kasih Allah dan untuk menjadi saksi kelemahlembutan dan kesatuan. Dia menunjukkan kepada kita pentingnya bertanggung jawab terhadap sesama, dan hidup melayani sesama," katanya.

Kanonisasi mereka tersebut disambut baik oleh warga Palestina.

"Sebagai orang Kristen, ini merupakan tanda harapan, ini adalah cahaya di dalam terowongan," kata Pastor Jamal Khader, Patriark Latin Yerusalem. "Apalagi sekarang di Timur Tengah, dengan semua kejadian, dengan semua kekerasan. Kami merayakan kehidupan dua orang kudus yang bekerja dengan rendah hati untuk semua orang dan yang terbukti menjadi pengikut Yesus Kristus yang sejati."

Marie-Alphonsinse Ghattas lahir di Yerusalem pada tahun 1840-an dari keluarga Kristen yang taat. Dia menjadi seorang biarawati, mendedikasikan dirinya untuk melayani Tuhan dan sesama.

Ketika berada di Betlehem, Marie mengaku menerima visi Perawan Maria, dimana ia diperintahkan untuk mendirikan jemaat bagi anak perempuan Arab, yang disebut Sisters of Rosario.

Dengan kerja keras dan pengabdian, Marie mendirikan Rosary Sisters Convent. Awalnya bangunan Rosary Sisters Convent merupakan rumah Marie, namun kemudian ia menyumbangkannya ke biara guna menyebarkan pendidikan dan kebudayaan kepada mereka yang membutuhkan.

"Kadang-kadang Tuhan menciptakan hal-hal besar dari orang-orang yang dianggap dunia lemah," ujar Suster Agatha, yang merupakan anggota dari jemaat Rosary Sisters di Yerusalem.

Sementara Mariam Baouardy lahir di Ibillin, dimana sebuah desa kecil di Galilea juga di sekitar tahun 1840-an. Dia merupakan anak ke 13 di kelaurganya, dan satu-satunya yang bertahan hidup dari seluruh anggota keluarganya.

Orangtuanya meninggal ketika dia berusia tiga tahun, dan ia kemudian diasuh oleh pamannya.

Ketika berada di Alexandria, Mesir, salah satu pegawai pamannya menyuruhnya masuk Islam. Ketika dia menolak, lehernya digorok menggunakan pisau. Dan saat itulah mujizat dialami oleh Baouardy.

"Mariam menjadi martir, dan dia pergi ke surga," kata Suster Fireal, dari Biara Karmel di Betlehem. "Dia melihat mahkota anugerah, melihat ibu dan ayahnya. Tapi dia mendengar suara yang mengatakan bahwa hidupnya belum berakhir saat itu, dan ia dikirim kembali ke Bumi," katanya.

Meskipun terluka cukup serius, Baouardy tetap hidup, dan saat itu ia mengaku dibawa seorang biarawati muda berjubah biru yang kemudian merawatnya, dan membawanya ke gereja. Ia percaya biarawati itu adalah Perawan Maria.

Setelah mendapatkan mujizat, Baouardy mendedikasikan dirinya menjadi seorang biarawati dan melayani orang miskin dan gereja.

Sumber : tribunnews.com