Rabu, 14 Oktober 2020

Carlo Acutis Jadi Beato, 
Pestanya Dirayakan Setiap 12 Oktober
Lahir pada tahun 1991, Beato Carlo adalah seorang milenial yang telah menjadi cahaya bagi mereka yang ingin mengenal Kristus.





Katoliknews.com – Carlo Acutis, remaja Italia berusia 15 tahun yang menggunakan kecintaannya pada komputer untuk menginjili, dibeatifikasi pada 10 Oktober di Assisi, Italia. 

Kardinal Agostino Vallini memimpin upacara tersebut, di mana ia merefleksikan bahwa beatifikasi ini adalah “kabar baik, pewartaan yang kuat bahwa seorang pemuda di zaman kita, seseorang seperti kebanyakan dari kita, telah ditaklukkan oleh Kristus dan telah menjadi cahaya yang bersinar bagi mereka yang ingin mengenal dia dan mengikuti teladannya.“

Surat apostolik dari Paus Fransiskus dibacakan dengan lantang di mana paus menyatakan bahwa Pesta Carlo Acutis akan berlangsung setiap tahun pada 12 Oktober, peringatan kematiannya di Milan pada 2006.

Peziarah yang memakai masker tersebar di depan Basilika Santo Fransiskus dan di berbagai piazza di Assisi untuk menonton Misa di layar besar karena hanya sejumlah orang yang diizinkan masuk.

Di antara mereka yang hadir adalah orang tua Carlo, yang memproses relik hati putra mereka.

Sekitar 3.000 orang datang ke Assisi mengikuti peristiwa itu, termasuk orang-orang yang secara pribadi mengenal Acutis dan banyak anak muda lainnya yang terinspirasi oleh kesaksiannya

Carlo lahir di London pada 3 Mei 1991, dari orang tua Italia yang kemudian pindah ke Milan saat dia berusia 3 bulan. 

Di sanalah Carlo tumbuh dewasa, bersekolah di sekolah-sekolah lokal dan kemudian di sekolah menengah Yesuit. 

Berbakti kepada Bunda Maria sejak usia muda, Carlo berusaha mendaraskan Rosario setiap hari dan, setelah Komuni pertamanya di usia 7 tahun.

Ia juga berusaha untuk menerima Ekaristi setiap hari dan menerima sakramen rekonsiliasi setiap minggu.

Kardinal Vallini merefleksikan teladan Carlo, di mana ia mengatakan bahwa anak muda itu “menunjukkan bahwa iman tidak menjauhkan kita dari kehidupan, tetapi lebih membenamkan kita di dalamnya, menunjukkan bagi kita jalan konkret untuk menghidupi sukacita Injil. 

“Tergantung kita untuk mengikutinya, tertarik dengan pengalaman Beato Carlo yang menakjubkan, sehingga hidup kita bisa bersinar dengan cahaya dan harapan,” katanya seperti dilansir Catholic News Agency.

Ia menekankan bahwa bagi Carlo, Yesus adalah “kekuatan hidupnya dan tujuan dari semua yang dia lakukan.” 

“Dia yakin bahwa untuk mencintai orang dan melakukan kebaikan bagi mereka, Anda perlu menarik energi dari Tuhan. Dalam semangat ini dia sangat setia kepada Bunda Maria,” tambahnya.

“Tekadnya yang kuat juga adalah menarik sebanyak mungkin orang kepada Yesus, menjadikan dirinya pembawa Injil di atas segalanya dengan teladan hidup.”

Sumber : Katoliknews.com /Aria Kiet

+ + +



Siapa Carlo Acutis, Remaja yang Akan Dibeatifikasi 
pada 10 Oktober?
Prosesnya mendapat gelar suci dimulai pada 2013. Dia ditetapkan sebagai "Yang Mulia" pada tahun 2018 dan akan ditetapkan sebagai beato pada 10 Oktober.




Katoliknews.com – Carlo Acutis, seorang remaja Katolik Italia yang meninggal tahun 2006, akan dibeatifikasi pada 10 Oktober di Assisi.

Carlo, seorang gamer dan programmer komputer yang menyukai sepak bola dan Ekaristi, telah menjadi topik yang menarik dibahas di seluruh dunia.

Ia lahir pada 3 Mei 1991, di London, tempat orang tuanya bekerja. Hanya beberapa bulan kemudian, orang tuanya, Andrea Acutis dan Antonia Salzano, pindah ke Milan.


Saat remaja, Carlo didiagnosis menderita leukemia. Dia mempersembahkan penderitaannya untuk Paus Benediktus XVI dan Gereja, di mana ia mengatakan “Aku mempersembahkan semua penderitaan yang harus aku derita untuk Tuhan, untuk Paus, dan Gereja. “

Dia meninggal pada 12 Oktober 2006 dan dimakamkan di Assisi atas permintaannya, karena cintanya kepada Santo Fransiskus Assisi.

Prosesnya mendapat gelar suci dimulai pada 2013. Dia ditetapkan sebagai “Yang Mulia” pada tahun 2018 dan akan ditetapkan sebagai “Diberkati” pada 10 Oktober.

Sejak usia muda, Carlo tampaknya memiliki cinta yang khusus kepada Tuhan, meskipun orang tuanya tidak terlalu taat dengan agama. Ibunya mengatakan bahwa dia sebelumnya hanya ikut Misa saat Komuni Pertama, menerima Sakramen Krisma dan pernikahan.

Tapi sebagai seorang anak kecil, Carlo suka sekali berdoa rosario. Setelah dia menerima Komuni Pertama, dia rajin ikut Misa, menyiapkan waktu hening sebelum dan setelah Misa.

Dia juga mengaku dosa setiap Minggu.

Dia meminta orangtuanya untuk membawanya berziarah – ke tempat-tempat para kudus, dan ke situs-situs mukjizat Ekaristi.

Ada buah dari kesaksian hidup Carlos. Cara hidupnya membawa pertobatan yang mendalam pada ibunya, karena, menurut imam yang mempromosikan upaya menjadikannya sebagai orang suci, dia “berhasil membawa kerabatnya, orang tuanya untuk Misa setiap hari.”

“(Yang terjadi) bukan sebaliknya; bukan orang tuanya yang membawa anak laki-laki itu untuk ikut Misa, tetapi dialah yang berhasil membawa dirinya untuk ikut Misa dan meyakinkan orang lain untuk menerima Komuni setiap hari.”

Dia dikenal karena membela anak-anak di sekolah yang dicemooh, terutama anak-anak disabilitas. Ketika orang tua seorang temannya akan bercerai, Carlo melakukan upaya khusus, membawa temannya itu ke dalam keluarganya.

Dan dia mempromosikan mukjizat Ekaristi, terutama melalui situs web yang dia bangun. Di situs itu, dia mengatakan bahwa “semakin sering kita menerima Ekaristi, kita akan semakin menjadi seperti Yesus, sehingga di bumi ini kita akan merasakan surga.”


Ketika Carlo jatuh sakit, kehidupan imannya makin kuat. Dia sengaja mempersembahkan penderitaannya untuk Gereja, paus, dan orang-orang yang menderita penyakit.

Sebagaimana dilaporkan Catholic News Agency (CNA), Carlo suka bermain video game. Dia juga seorang programmer, di mana membangun situs web yang memuat katalog mukjizat Ekaristi di seluruh dunia.

Apakah tubuhnya tidak rusak saat digali untuk kemudian dihormati sebelum proses beatifikasi?

Awalnya, ada kabar bahwa jenazah Carlo ditemukan dalam keadaan utuh. Namun, seorang juru bicara untuk upacara beatifikasi ini mengatakan kepada CNA bahwa seluruh tubuhnya masih ditemukan saat digali, tetapi “tidak sepenuhnya utuh.”

Tubuhnya dibaringkan di kuburan kaca di mana dia dapat dihormati oleh para peziarah sampai 17 Oktober.

Dia ditampilkan dengan jeans dan sepasang sepatu Nike, pakaian kasual yang dia sukai dalam hidup.

Pastor Carlos Acácio Gonçalves Ferreira, pimpinan tempat jenazah Carlos ditempatkan mengatakan, untuk pertama kalinya dalam sejarah orang suci mengenakan pakaian seperti itu.


“Ini adalah pesan yang luar biasa bagi kita; kita dapat merasakan bahwa kekudusan bukanlah hal yang jauh tetapi sangat dapat dijangkau setiap orang karena Tuhan adalah untuk semua orang,” katanya.

Sumber : Katoliknews.com /Aria Kiet

+ + +



Orang Miskin, Fransiskus Assisi, dan Jiwa-jiwa di Api Penyucian Terpatri di Hati Carlo Acutis
Acutis akan dibeatifikasi di Assisi di Basilika Santo Fransiskus pada 10 Oktober. Ia dimakamkan di Assisi pada tahun 2006 atas permintaannya karena cintanya kepada Santo Fransiskus Assisi, santo pelindung orang miskin.





Katoliknews.com – Menjelang beatifikasi Carlo Acutis pada Minggu 10 Oktober 2020, orang-orang yang mengenal anak muda yang dikenal sebagai programmer komputer itu berbagi kenangan tentang cintanya untuk orang-orang miskin.

“Dengan tabungannya, dia membeli kantong tidur untuk para tunawisma dan pada malam hari dia membawakan mereka (para tunawisa-red) minuman hangat,” kenang Antonia Salzano, ibunda Acutis, dalam sebuah acara di Assisi pada 5 Oktober.

“Carlo Acutis berkata, uang yang dimilikinya lebih baik untuk membantu orang lain daripada sekadar membeli sepatu baru,” kenang ibunda Acutis.

Remaja Italia yang menyukai sepak bola dan game itu, juga menghabiskan waktunya menjadi sukarelawan di dapur umum di Milan yang dikelola oleh para Kapusin dan Misionaris Cinta Kasih-kongregasi yang didirikan oleh Bunda Teresa dari Kalkuta.

“Sejak kecil dia menunjukkan kasih yang besar terhadap orang lain. Cintanya luar biasa, pertama-tama untuk orang tuanya dan kemudian untuk orang miskin, tunawisma, yang terpinggirkan, dan para lansia yang ditinggalkan dan sendirian,” kata Nicola Gori, postulator beatifikasi Acutis.

“Dia menggunakan tabungan dari uang saku mingguannya untuk membantu para pengemis dan mereka yang tidak punya tempat tinggal. Dia mengorganisir pameran penggalangan dana di paroki untuk membantu karya misi.”

Acutis akan dibeatifikasi di Assisi di Basilika Santo Fransiskus pada 10 Oktober. Ia dimakamkan di Assisi pada tahun 2006 atas permintaannya karena cintanya kepada Santo Fransiskus Assisi, santo pelindung orang miskin.

“Carlo memiliki ikatan khusus dengan Assisi. Dia memiliki Assisi di dalam hatinya. Dia bilang itu kota di mana dia merasa paling bahagia,” tutur Salzano, ibunya.

Salah satu tempat favorit Acutis untuk berdoa di Assisi adalah Porziuncula – gereja kecil dari abad keempat yang sekarang terletak di dalam Basilika Santo Maria Para Malaikat, Assisi, tempat Santo Fransiskus mendengar Kristus berbicara kepadanya dari salib: “Fransiskus, pergilah dan perbaikilah Gereja-Ku.”

Carlo menyukai gereja ini “karena dia memiliki cinta yang besar kepada jiwa-jiwa di api penyucian. Dia berdoa untuk jiwa-jiwa umat beriman itu,” kata Salzano.

Uskup Assisi, Domenico Sorrentino, mengumumkan pada 1 Oktober bahwa dapur umum untuk orang miskin akan dibuka tidak jauh dari tempat Acutis dimakamkan untuk menghormati pendiri Acutis.com-situs web untuk katalog mukjizat Ekaristi itu. Ia mengatakan, sehubungan dengan inisiatif itu, keuskupan yang dipimpinnya juga berencana memberikan dukungan tahunan untuk aksi-aksi amal di negara-negara berkembang.

“Carlo Acutis, seperti St. Fransiskus, memiliki kesamaan, selain cinta untuk Yesus dan khususnya Ekaristi, juga memiliki cinta yang besar untuk orang-orang miskin. Inilah alasan kami memutuskan bahwa, dalam keadaan seperti ini, kami harus meninggalkan jejak yang kuat; dan tidak tanda yang lebih baik selain amal kasih,” kata uskup itu.

Sejak kecil, Acutis memiliki rasa cinta yang istimewa kepada Tuhan, meski orang tuanya bukan orang yang taat dalam beragama. Ibunya berkata bahwa, sebelumnya, dia pergi Misa hanya pada saat Komuni Pertama, Krisma, dan Pernikahannya.

Carlo Acutis juga giat berdoa rosario. Setelah dia menerima Komuni Pertama pada usia 7 tahun, dia selalu pergi Misa. Dia pergi mengaku dosa setiap minggu. Seiring bertambah usia, dia mulai menghadiri Misa setiap hari, sering kali membawa serta orang tuanya.

“Dia telah menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidupnya, dan dia mengarahkan kepada yang paling membutuhkan kasih yang dicurahkan Tuhan melalui dia,” kata Mgr. Sorrentino.

Saat remaja, Acutis didiagnosa menderita leukemia. Dia mempersembahkan penderitaannya itu untuk Paus Benediktus XVI dan Gereja, dengan mengatakan: “Aku mempersembahkan semua penderitaan yang harus aku derita untuk Tuhan, untuk paus, dan Gereja.”

Sr. Giovanna Negrotto, seorang suster Misionaris Cinta Kasih, yang sekarang berusia 86 tahun, juga berbagi kenangannya tentang Acutis dalam sebuah acara di Assisi.

Dia mengatakan bahwa Acutis menaruh minat yang besar pada pekerjaannya sebagai misionaris di India. Carlo memintanya untuk menunjukkan foto-foto “penderita kusta yang mengerikan” di Negara Barata itu.

Negrotto mengungkapkan pertanyaan terakhir yang disampaikan Acutis padanya: “Bagaimana menurutmu, apakah Tuhan lebih senang dengan pelayanan kepada yang terpinggirkan di dunia dengan murah hati dan tak kenal lelah, atau doa?”

Merujuk pada orang tua Acutis, Negrotto berkata: “Saya tidak akan pernah lupa pagi itu ketika Anda memberi tahu saya bahwa Carlo telah naik ke surga dan tentang bagaimana dia mempersembahkan hidupnya untuk paus dan untuk Gereja.”

“Dan kemudian saya menyadari bahwa Carlo telah memberikan jawaban atas pertanyaannya. ‘Pelayanan, Yes; doa, Yes,’ tetapi tidak ada yang memiliki cinta yang lebih besar dari seseorang yang memberikan hidupnya untuk teman-temannya,” katanya.

Sumber : Katoliknews.com /Ian Saf

+ + +



Ibunda Carlo Acutis: Putraku Gunakan Internet sebagai Influencer Tuhan
Sang Ibunda: Carlo menjalani hal-hal biasa dengan cara yang luar biasa.






Katoliknews.com– Ibunda Carlo Acutis, Antonia Salzano, menyebut sang Buah Hati, yang akan dibeatifikasi di Assisi pada 10 Oktober, adalah contoh seorang remaja yang menggunakan internet untuk “mempengaruhi” orang lain agar lebih dekat dengan Tuhan.

“Carlo dapat menggunakan media sosial dan khususnya internet sebagai “influencer’ Tuhan,” kata Salzano kepada EWTN, seperti dilansir CNA.

Carlo berusia 15 tahun ketika meninggal karena menderita leukemia pada tahun 2006. Dia adalah seorang ahli komputer yang secara otodidak menjadi programer dan membuat situs web katalog mukjizat Ekaristi di seluruh dunia.


Tumbuh di pusat Kota Milan, Carlo memiliki kecintaan yang amat besar pada Ekaristi. Dia tidak pernah melewatkan Misa harian dan adorasi. Dia juga sering berdoa rosario dan mengaku dosa setiap minggu.

Sejak usia 11, dia mulai membantu mengajar katekismus bagi anak-anak di parokinya, dan dia selalu membantu orang miskin dan tunawisma di lingkungannya.

Menurut Salzano, buah hatinya itu menjalani hal-hal biasa dengan cara yang luar biasa.

“Jelas, sebagai anak laki-laki pada zaman kita, dia mengalami apa yang dialami semua anak muda segenerasinya: komputer, game, sepak bola, sekolah, teman …” Hal-hal ini mungkin terasa biasa bagi kita, katanya, tapi “Carlo berhasil mengubahnya menjadi luar biasa.”

Seperti banyak remaja lainnya, Carlo suka bermain game. Ibunya berkata bahwa pencinta St. Fransiskus Assisi itu mengajari anak-anak muda saat ini tentang cara menikmati game dan teknologi lainnya dengan benar, tanpa menjadi korban jebakan internet dan penggunaan media sosial.

“Karena dia mengerti bahwa teknologi berpotensi sangat berbahaya, dia ingin menjadi tuan atas sarana-sarana itu, bukan budak,” katanya. Putranya mempraktikkan puasa, jelasnya, jadi dia “memaksakan dirinya sendiri maksimal satu jam per minggu untuk menggunakan alat komunikasi itu.”

“Jadi bagi Carlo, yang pasti poin pertama adalah mengajari orang muda untuk berpuasa,” lanjut Salzano, “yaitu, untuk memahami perlunya mempertahankan otonomi yang tepat dan untuk selalu dapat mengatakan ‘tidak, cukup, ‘untuk tidak menjadi budak. ”

Salzano menambahkan, Carlo mengingatkan soal keseimbangan dalam hidup. Jika seseorang menghabiskan hidupnya hanya mengikuti “influencer,” mereka mungkin hanya belajar tentang pakaian apa yang akan dikenakan dan “mereka benar-benar melupakan Tuhan,” katanya.

“Tentu hari ini, dalam masyarakat yang cenderung mementingkan yang fana, pada pengagungan diri, ego, dan di mana seseorang melupakan keberadaan Tuhan, Carlo tentu sangat profetik,” tambah Salzano. “Carlo mengingatkan kita tentang apa yang paling penting, yaitu menempatkan Tuhan di tempat pertama dalam hidup kita.”

Salzano menjelaskan bahwa putranya menjalani kehidupan yang sangat modern, tetapi baginya, “iman selalu sama selama lebih dari 2.000 tahun; yaitu bahwa Tuhan itu ada, Dia beringkarnasi, mati, dan bangkit kembali untuk kita. ”

“Jadi, Carlo juga pembawa pesan ini … Tapi membawanya ke dunia modern kaum muda, jadi dia pasti harus banyak mengajar,” katanya.

Pelajaran lain yang bisa dia tunjukkan pada orang lain adalah kebaikan yang bisa dilakukan dengan benar di lingkungannya sendiri. Alih-alih membeli game untuk dirinya sendiri, Carlo menggunakan sedikit uangnya untuk membeli barang-barang bagi para tunawisma di daerahnya, seperti kantong tidur.

Putranya tidak mau uang disia-siakan untuk hal-hal yang tidak berguna, katanya, dan dia tidak peduli dengan merek fashion atau pakaian.

Salzano berkata: “Jika saya berkata kepadanya: ‘Carlo, ayo beli sepatu lagi sebagai cadangan, ’dia akan marah [dan menjawab] ‘Bu, satu saja sudah cukup. Ayo bantu yang miskin.”

“Dia adalah orang yang sangat sederhana. Baginya, celana panjang sama bagusnya dengan yang lain, sepatu sama bagusnya dengan yang lain,” kata Salzano.

Dalam sebuah wawancara dengan CNA Newsroom pada Mei 2019, Ibunda Carlo berkata, “sejak Carlo berusia tiga, empat tahun, dia menunjukkan rasa cinta yang besar kepada Kristus, kepada Perawan Suci. Ketika kami biasa berjalan-jalan di luar, dia selalu ingin masuk ke dalam gereja, untuk menyapa Yesus, dan mengirim ciuman ke kayu salib.”

Salzano mengatakan bahwa dia sendiri “bukanlah contoh ideal seorang ibu Katolik” ketika putranya lahir, dan “sangat bodoh dalam hal iman.” Tetapi karena pengaruh Carlo, dia kembali pada penghayatan iman yang baik.

“Jadi sedikit demi sedikit saya mulai lebih dekat dengan Gereja. Saya mulai kembali mengikuti Misa. Dan ini sebenarnya karena Carlo. Bagi saya, Carlo adalah ‘juru selamat’ kecil,” katanya.

Sumber : Katoliknews.com /Ian Saf


Kamis, 08 Oktober 2020

"KAMU TIDAK PERNAH MENJADI YATIM PIATU. 
KAMU TIDAK PERNAH TERLANTAR."



Seorang laki-laki berumur yang gempal datang ke pintu rumah dan bergegas menghampiri Yesus. "Suatu kehormatan besar, Guru, bisa bertemu dengan-Mu!" dia berseru menyapa-Nya.

Yesus menyalaminya, "Damai sertamu," dan menambahkan, "Hari sudah mulai gelap dan hujan akan segera turun. Aku mohon kepadamu untuk memberikan tempat berteduh dan sepotong roti untuk-Ku dan murid-murid-Ku."

"Masuklah, Guru. Rumahku adalah rumah-Mu. Pelayan baru saja hendak mengeluarkan roti dari oven. Aku senang bisa menawarkannya kepada-Mu dengan keju dari domba-dombaku dan buah-buahan dari kebunku. Masuklah, sebab anginnya dingin dan lembab..." dan dia dengan ramah memegangi pintu agar terbuka dan membungkuk ketika Yesus lewat. Namun sekonyong-konyong nada bicaranya berubah sementara berkata-kata kepada seseorang yang dilihatnya, dan dia berkata dengan berang, "Kau masih di sini? Pergi. Tidak ada apa-apa untukmu. Pergi. Apa kau mengerti? Tidak ada tempat di sini untuk gelandangan..." Dan dia bergumam, "dan... dan mungkin pencuri sepertimu."

Suara tangis lirih menjawab, "Kasihanilah, Tuan. Setidaknya sepotong roti untuk adik kecilku. Kami lapar..."

Yesus, Yang telah masuk ke dalam dapur yang besar, yang nyaman sebab ada perapian besar yang juga berfungsi sebagai penerangan, datang ke ambang pintu. Wajah-Nya telah berubah. Dengan ekspresi serius dan sedih Ia bertanya, bukan kepada si tuan rumah, tetapi secara umum. Ia tampak seolah bertanya kepada halaman yang sunyi, pohon ara yang meranggas, sumur yang gelap, "Siapa yang lapar?"

"Aku, Tuan. Aku dan saudaraku. Hanya sepotong roti saja, dan kami akan pergi."

Yesus sekarang berada di luar, di mana hari semakin gelap karena senja telah tiba dan hujan yang akan segera turun. "Kemarilah," kata-Nya.

"Aku takut, Tuan!"

"Aku berkata, kemarilah. Jangan takut pada-Ku."

Gadis kecil yang malang itu muncul dari balik sudut rumah. Adik laki-lakinya memegangi pakaian lusuhnya. Mereka menatap dengan malu-malu pada Yesus dan dengan ketakutan di mata mereka pada si tuan tanah, yang melemparkan tatapan jahat pada mereka dan berkata, "Mereka gelandangan, Guru. Dan pencuri. Baru beberapa saat yang lalu aku mendapatinya mengais-ngais dekat penggilingan minyak. Dia pasti ingin pergi dan mencuri sesuatu. Entah dari mana mereka datang. Mereka bukan penduduk sini."

Yesus tidak terlalu atau sama sekali tidak memedulikannya. Dia menatap pada wajah kurus gadis kecil itu dengan dua kuncir yang dikepang acak-acakan di samping telinganya, dan diikat di ujung-ujungnya dengan tali kumal. Wajah Yesus melembut sementara Ia menatap pada anak-anak malang itu. Ia sedih, tapi Ia tersenyum untuk membesarkan hati anak itu. "Apa benar bahwa kau ingin mencuri? Katakan yang sebenarnya pada-Ku."

"Tidak, Tuan. Aku minta sedikit roti, karena aku lapar. Mereka sama sekali tidak memberiku. Aku melihat kerak roti yang berminyak di sana, di tanah, dekat penggilingan minyak dan aku pergi ke sana untuk memungutnya. Aku lapar, Tuan. Aku hanya diberi sepotong roti kemarin dan aku menyimpannya untuk Matias... Mengapa mereka tidak memasukkan kami ke dalam kubur bersama ibu kami?" Gadis kecil itu menangis pilu dan adik laki-lakinya ikut menangis.

"Jangan menangis." Yesus menghibur dengan membelainya dan menariknya dekat pada-Nya. "Katakan pada-Ku: dari mana kau?"

"Dari dataran Esdraelon."

"Dan kau sudah datang dari sebegitu jauh?"

"Ya, Tuan."

"Apa ibumu sudah lama meninggal? Apa kamu tidak punya ayah?"

"Ayahku meninggal karena sengatan matahari pada waktu panen dan ibuku meninggal bulan lalu... dan bayi yang dilahirkannya meninggal bersamanya..." Dia semakin tenggelam dalam tangis.

"Apa kamu tidak punya sanak saudara?"

"Kami datang dari jauh! Kami tidak miskin... Kemudian ayahku harus bekerja sebagai pelayan. Tapi dia sekarang sudah meninggal dan ibu bersamanya."

"Siapa tuannya?"

"Ismael, orang Farisi."

"Ismael, orang Farisi! (Adalah tidak mungkin menggambarkan bagaimana Yesus mengulangi nama itu). Apa kau pergi atas kemauanmu sendiri, atau apa dia mengusirmu?"

"Dia mengusirku, Tuan. Dia katakan: 'Jalanan adalah tempat untuk anjing-anjing yang kelaparan."

"Dan kau, Yakub, mengapa kau tidak memberikan sedikit roti kepada anak-anak ini? Sedikit roti, sedikit susu dan sedikit jerami di atas mana mereka bisa mengistirahatkan tubuh mereka yang letih?..."

"Tapi… Guru… Aku hanya punya cukup roti untuk diriku sendiri… dan hanya ada sedikit susu di rumah… Mereka seperti binatang yang tersesat. Jika Engkau memperlakukan mereka dengan baik, mereka tidak mau pergi lagi..."

"Dan kau tidak punya tempat dan makanan untuk dua anak malang ini? Bisakah kau mengatakannya dengan jujur? Panenan yang melimpah, anggur yang banyak, minyak yang meruah dan buah-buahan yang membuat perkebunanmu termashyur tahun ini, mengapa semua itu datang kepadamu? Apa kau ingat? Tahun sebelumnya hujan es menghancurkan panenanmu dan kau cemas akan hidupmu di masa mendatang… Aku datang dan Aku meminta sedikit roti. Kau pernah mendengar-Ku berbicara dan kau tetap setia kepada-Ku... dan dalam kesusahanmu kau buka hatimu dan rumahmu untuk-Ku dan kau memberi-Ku roti dan tempat berteduh. Dan apakah yang Aku katakan kepadamu saat Aku pergi keesokan paginya? 'Yakub, kau sudah mengerti Kebenaran. Selalu berbelas kasihanlah dan kau akan menerima belas kasihan. Karena roti yang kau berikan kepada Putra Manusia, maka ladang-ladang ini akan memberimu panenan yang melimpah dan pohon zaitunmu akan sarat dengan zaitun laksana butiran pasir di pantai, dan cabang-cabang pohon apelmu akan merunduk sampai ke tanah.' Kau menerima semua itu, dan tahun ini kau adalah orang terkaya di daerah ini. Dan kau menolak memberikan sepotong roti kepada dua orang anak!..."

"Tapi, Engkau adalah Rabbi..."

"Dan karena Aku adalah Rabbi, aku bisa saja mengubah batu menjadi roti. Mereka tidak bisa. Sekarang Aku katakan kepadamu: kau akan melihat suatu mukjizat baru dan Engkau akan sangat menyesalinya... Tetapi, tebahlah dadamu dan lalu katakan: 'Aku pantas mendapatkannya.'"

Yesus berbalik kepada anak-anak,"Jangan menangis. Pergi ke pohon itu dan petiklah buahnya."

"Tapi pohon itu gundul, Tuan," sanggah gadis kecil itu.

"Pergilah."

Gadis itu pergi dan kembali dengan gaunnya terangkat dan penuh dengan apel-apel merah yang elok.

"Makanlah itu dan ikutlah dengan-Ku," dan kepada para rasul, "Mari kita pergi dan bawa dua anak kecil ini kepada Yohana Khuza. Dia ingat kebaikan-kebaikan yang dia terima dan karena kasih dia berbelas kasihan kepada mereka yang berbelas kasihan kepadanya. Ayo kita pergi."

Laki-laki yang terpana dan merasa malu itu berusaha untuk dimaafkan. "Ini malam, Guru. Mungkin akan hujan sementara Engkau dalam perjalanan. Kembali masuklah ke dalam rumahku. Ada pelayan yang akan mengeluarkan roti dari oven... Aku akan memberi-Mu sebagian juga untuk mereka."

"Itu tidak perlu. Kau akan memberikannya karena takut akan hukuman yang Aku janjikan padamu, bukan karena kasih."

"Jadi bukan ini mukjizatnya?" (dan dia menunjuk pada buah-buah apel yang dipetik dari pohon yang gundul dan yang dimakan dengan rakus oleh kedua anak yang kelaparan itu).

"Bukan." Yesus sangat serius.

"Oh! Tuhan, kasihanilah aku! Aku mengerti. Engkau ingin menghukumku lewat panenan! Kasihanilah, Tuhan!"

"Tidak semua orang yang menyebut-Ku 'Tuhan' akan mendapatkan-Ku, sebab kasih dan hormat tidak dibuktikan dengan perkataan, tetapi dengan perbuatan. Kau akan menerima belas kasihan yang dulu kau miliki."

"Aku mengasihi-Mu, Tuhan-ku."

"Itu tidak benar. Dia yang mengasihi Aku adalah dia yang mengasihi sesamanya. Itulah apa yang Aku ajarkan. Kau hanya mengasihi dirimu sendiri. Saat kau mengasihi Aku seperti yang Aku ajarkan, Tuhan akan datang kembali. Aku sekarang pergi. Kediaman-Ku adalah melakukan yang baik, menghibur yang menderita, menghapus airmata anak-anak yatim piatu. Seperti induk ayam merentangkan sayap-sayapnya di atas anak-anak ayam yang tidak berdaya, demikianlah Aku merentangkan kuasa-Ku atas mereka yang menderita dan tersiksa. Ayo, anak-anak. Kamu akan segera punya rumah dan roti. Selamat tinggal, Yakub."

Dan tidak puas dengan sekedar pergi, Ia memerintahkan para rasul untuk menggendong gadis yang letih itu. Andreas menggendongnya dan membungkusnya dalam mantolnya, sementara Yesus membawa si anak laki-laki kecil, dan demikianlah mereka menyusuri jalanan yang sekarang gelap, dengan beban mereka yang malang yang tidak lagi menangis.

Petrus berkata, "Guru! Anak-anak ini sungguh sangat beruntung bahwa Engkau datang. Tapi untuk Yakub!... Apakah yang akan Engkau lakukan, Guru?"

"Keadilan. Dia tidak akan kelaparan, karena lumbung-lumbungnya punya cukup persediaan untuk jangka waktu yang lama. Tetapi dia akan menderita kekurangan, karena benih yang ditaburnya tidak akan menghasilkan gandum dan pepohonan zaitun dan pepohonan apelnya akan diselimuti dedaunan saja. Anak-anak yang tak berdosa ini sudah menerima roti dan naungan dari Bapa, bukan dari-Ku. Karena BapaKu adalah Bapa anak-anak yatim piatu juga. Dan Ia memberikan sarang dan makanan pada burung-burung di hutan. Anak-anak ini dan bersama mereka semua yang malang, orang-orang malang yang adalah 'anak-anak-Nya yang tak berdosa dan penuh kasih' bisa mengatakan bahwa Tuhan menempatkan makanan di tangan mereka yang kecil dan memimpin mereka dengan kasih kebapakan ke rumah yang memberi tumpangan."

Sumber : http://yesaya.indocell.net/

Selasa, 26 Mei 2020

Pertobatan Menghalau Kejahatan dan Malapetaka
(tulisan Rm. Yohanes Indrakusuma, CSE )



PENDAHULUAN

Dalam injil Markus, kita dapat melihat berbagai pelayanan Tuhan Yesus. Ia melayani, mewartakan injil, dan menyembuhkan orang-orang yang sakit (bdk. Mrk 1:29-39). Kalau kita perhatikan pelayanan-pelayanan Tuhan Yesus, Ia sering berjumpa dengan suatu realitas dunia yang lain, yakni dunia yang tidak kelihatan yang kita sebut dunia kegelapan atau dunia roh-roh jahat yang memusuhi Kerajaan Allah.

TUGAS PERUTUSAN PARA MURID YESUS

Ada tiga hal yang diperintahkan Yesus kepada para murid setiap kali Ia mengutus para murid-Nya. Pertama, mewartakan kabar gembira—yaitu injil—supaya orang mengenal sabda Allah sehingga mereka diselamatkan dengan percaya kepada Allah. Injil benar-benar merupakan suatu kabar gembira. Kedua, menyembuhkan banyak orang. Hal ini tampak dalam perintah Tuhan Yesus, yaitu “Sembuhkanlah orang sakit…tahirkanlah orang kusta” (bdk. Mat 10:8). Pernyataan-pernyataan ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus sungguh-sungguh turut campur tangan dalam kehidupan kita. Ia selalu memerhatikan keadaan kita, kebutuhan kita, penderitaan kita, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kita. Ketiga, yang juga termasuk dalam penyembuhan yang khusus, yaitu yang kita sebut dengan “pengusiran roh-roh jahat”. Tuhan Yesus mengusir banyak setan dan Ia juga memerintahkan para murid-Nya: “Usirlah setan-setan” (bdk. Mat 10:8). Para murid pun diberi kuasa oleh-Nya untuk mengusir roh-roh jahat.

TUHAN PEDULI AKAN HIDUP KITA

Kita menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita, tidak pernah lepas dari tangan Tuhan. Tuhan mengetahui segala sesuatu, dan bahkan juga menguasai peristiwa-peristiwa yang menimpa manusia. Kalau kita renungkan bagaimana Tuhan Yesus sendiri mengatakan, “Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku” (Yoh 10:18), maka kita melihat bahwa Ia berkuasa atas segala-galanya. Tidak ada satu peristiwa pun yang tidak diketahui oleh Tuhan Yesus. Namun, kadang-kadang Ia membiarkan hal-hal tertentu terjadi, yang mungkin melampaui pemikiran kita. Untuk semua hal tersebut, Tuhan mempunyai alasannya sendiri. Oleh karena itu, kita harus melihat segala sesuatu dalam pandangan iman.

Terhadap segala peristiwa yang terjadi, segala kekacauan, dan segala kekejian, kita melihatnya bukan hanya dengan pandangan manusia belaka, tetapi dengan pandangan yang menembus lebih dalam lagi, yakni kita melihat apa makna di balik semuanya itu. Melalui semua peristiwa tersebut, kita harus bertanya apa pesan Tuhan atau apa yang mau disampaikan-Nya kepada kita melalui kejadian-kejadian itu.

Dewasa ini sebagai umat Kristen, kita hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran karena sewaktu-waktu malapetaka dan hal lainnya bisa mengancam kita. Kekacauan-kekacauan yang terjadi sejak beberapa waktu yang lalu, ternyata belum juga habis, tetapi malah merambah ke mana-mana.

PANDANGAN TERHADAP PERISTIWA-PERISTIWA HIDUP

Kita mencari penyebabnya. Ada dua pandangan yang menyebabkan hal ini semua terjadi. Pertama, pandangan yang terlalu manusiawi—walaupun memang ada benarnya—tetapi pandangan ini belum mengatakan segala-galanya. Kita mendengar bahwa ada provokator, yaitu orang-orang yang sengaja menimbulkan kekacauan-kekacauan. Ketika kita mengatakan bahwa ada provokatornya, ada dalangnya, dan ada otaknya, lalu kita menudingnya demikian, kita tidak menyadari bahwa ada empat jari kita yang mengarah ke diri kita sedangkan satu jari untuk orang yang dituding itu.

Hal ini menunjukkan bahwa kita melihat hal ini dan kita menuding orang-orang yang berbuat keonaran atau kekacauan, seolah-olah menunjukkan bahwa saya tidak mau ikut-ikutan, saya tidak mau bertanggung jawab, saya tidak terseret dan tidak terlibat dalam peristiwa ini. Mungkin benar demikian, secara langsung kita tidak terlibat di dalamnya. Namun, benarkah bahwa yang salah adalah mereka semua yang di sana, sedangkan kita yang di sini semuanya benar? Benarkah kita tidak ikut bertanggung jawab? Secara manusiawi, memang yang bertanggung jawab adalah para provokator dan lain-lainnya. Namun untuk menanggapi hal ini, Yesus telah memberikan jawabannya dalam Injil Lukas:

Suatu hari datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Luk 13:1-2,4-5).

Sabda Tuhan ini harus juga membuat kita menjadi mawas diri. Memang, lebih mudah bagi kita untuk menuding orang lain sebab kalau kita menuding orang lain, kita tidak usah berbuat apa-apa. Namun, kalau kita mawas diri, kita akan berubah dan kita harus mengubah hidup kita.

Kedua, pandangan bahwa hal ini merupakan suatu peringatan dan tanda dari Tuhan bagi kita agar bertobat. Kita melihat kejadian-kejadian yang sangat menyayat hati, misalnya kejadian tanggal 13 Mei 1998 di Jakarta, pembantaian habis-habisan di Timor Timur, di Ambon-Maluku, di Kalimantan dan masih banyak di tempat lain. Kalau kita renungkan lebih dalam peristiwa-peristiwa itu, kita menyadari bahwa sesungguhnya ada suatu kebobrokan moral yang terjadi dalam diri banyak orang, mungkin termasuk kita juga. Bukankah ini adalah dosa-dosa yang mengerikan: pembantaian dan pembunuhan bisa terjadi di mana-mana?

Kita lihat kembali sejarah bangsa Israel dalam Perjanjian Lama, misalnya dalam Kitab Hakim-hakim dan Kitab Raja-raja. Dikatakan bahwa bila Israel setia kepada Allah dan sungguh-sungguh mengabdi kepada Tuhan dengan segenap hati, maka keadaan Israel, keadaan negara dan daerahnya menjadi aman dan damai sejahtera. Dan, bangsa Israel yang kecil dilindungi oleh Tuhan terhadap serangan negara-negara yang jauh lebih besar dibandingkan dengan bangsa Israel. Tuhan melindungi mereka dan mereka aman sentosa.

Namun, ketika bangsa Israel menyimpang dari jalan Tuhan, meninggalkan Tuhan, mulai menyembah berhala, melakukan banyak ketidakadilan, kelaliman, kekejian, dan lain-lain, maka Tuhan menghukum mereka supaya mereka sadar dan kembali kepada Tuhan. Dalam Kitab Hakim-hakim dituliskan seperti refren bahwa bangsa Israel menyimpang, maka Tuhan menyerahkan mereka kepada tangan musuh-musuh (bdk. Hak 2:14). Setelah mereka sadar dan bertobat, maka Tuhan mengutus penolong dan penyelamat, misalnya Samson, Yefta, dan Gideon.


BERBAGAI MACAM KEJAHATAN

Ada begitu banyak peristiwa yang kasat mata dan terlihat begitu mengerikan. Namun, ada banyak juga kejahatan yang tersembunyi, yang seolah-olah tidak terlihat, yang juga tidak kalah mengerikan. Pertama, abortus. Abortus terjadi dengan begitu merajalela. Janin-janin yang tidak berdosa dibunuh dengan kejam, dipotong-potong, dihancurkan dengan obat-obatan. Dan, itu pembunuhan yang sangat amat keji. Seandainya hal tersebut dilihat oleh mata, hal itu tidak kalah kejamnya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di tanah air kita, seperti pembantaian di Ambon dan di Timor Timur.

Banyak abortus yang dilakukan oleh kalangan-kalangan yang kita sebut “terhormat”, karena hanya keseganan dan tidak mau menambah anak, karena takut ini dan takut itu, dengan tanpa berpikir dan dengan tanpa takut bersalah atau berdosa, maka bayi-bayi yang tidak berdosa, tidak berdaya, dan tidak bersalah dibunuh hidup-hidup. Seandainya mereka bisa membela diri, pasti mereka akan lari atau berteriak-teriak minta belas kasihan.

Banyak orang dan banyak negara berbicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM), tetapi merekalah yang menginjak-injak hak-hak anak-anak yang tidak berdaya itu. Kekejaman-kekejaman diperlakukan kepada mereka yang tidak berdaya, yang tidak bersalah, yang tidak berdosa. Bukankah darah bayi-bayi ini berseru-seru ke surga minta balasan? Darah satu orang saja—misalnya, Habel yang dibunuh oleh Kain—telah berteriak-teriak ke surga untuk menuntut balasan. Dan, berapa banyak jumlah bayi yang sudah dibunuh dan mereka berteriak-teriak minta balasan?

Di tahun 2000 saja, abortus yang terjadi rata-rata 350 juta janin per tahun. Coba Anda bayangkan bila mayat-mayat bayi itu disebarkan di jalan seluruh Pulau Jawa ini. Pasti Anda tidak akan bisa berjalan. Tiap langkah Anda akan menginjak seorang bayi. Kekejaman abortus ini tidak pernah disinggung dan ditanggulangi, bahkan dilegalisasi di banyak negara. Walaupun di Indonesia hal ini tidak dilegalisasi, tetapi begitu banyak aborsi yang dilakukan oleh ibu-ibu dan remaja-remaja putri di Indonesia.

Kedua, pornografi. Pornografi pun begitu maraknya. Film-film, video-video, media-media cetak, majalah-majalah, internet, dan lain-lain, begitu dicemari dengan pornografi. Dengan cara demikian, mereka tidak hanya menyesatkan dan membawa banyak orang kepada kehancuran, tetapi juga sekaligus memberikan pengaruh buruk kepada berjuta-juta orang.

Zaman dahulu sebelum adanya media massa ini, banyak kebobrokan terjadi, tetapi hal itu masih terlokalisasi sehingga kalau mereka tidak pergi ke teater atau bioskop, mereka tidak akan terpengaruh. Namun sekarang, pornografi menjangkau ke mana-mana, bahkan masuk ke kamar-kamar tidur. Orang-orang tidak usah pergi ke gedung bioskop, tidak usah pergi ke mana-mana. Mereka bisa mendapatkannya lewat televisi, internet, telepon genggam, yang dapat merusak iman, moral, dan akhlak mereka.

Marilah kita merenungkan betapa hati Tuhan telah disakiti oleh semuanya itu. Tuhan Yesus mengatakan: “Barang siapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut” (Mrk 9:42). Kalau skandal terjadi melalui media-media massa, maka celakalah para produsen media tersebut karena mereka tidak hanya membawa beberapa orang saja, tetapi jutaan orang bahkan ratusan juta orang yang dirusak jiwanya dan moralnya. Lebih celaka lagi jika para produsen tersebut adalah orang Kristen atau orang Katolik.

Di tempat kerjanya, mereka memang tidak membunuh. Akan tetapi, bukankah dengan cara itu mereka membunuh lebih banyak lagi? Melalui hal itu, iman banyak anak muda dirusak dan dihancurkan. Jumlah orang yang dibunuh di Ambon—entah berapa, mungkin belum sampai satu juta—namun, jumlah orang yang dibunuh ini tidak sebanyak dengan jumlah orang yang jiwa dan moralnya dirusak.

Ketiga, narkoba. Kalau narkoba yang beredar begitu cepat ini terus merajalela demikian, maka benih-benih bangsa kita, tunas-tunas masa depan akan hancur semuanya dalam waktu yang relatif singkat, mungkin lima belas atau dua puluh tahun. Orang yang ketagihan heroin atau narkoba, yang rusak bukan hanya badannya, tetapi juga jiwanya, ingatannya, otaknya, moralnya, dan hidup rohaninya. Syukur bagi mereka yang masih bisa diselamatkan, tetapi banyak yang tidak bisa ditolong lagi.

PERTOBATAN UNTUK MENGATASI MALAPETAKA

Masih teringat dan masih segar dalam pikiran saya, kejadian di tahun delapan puluhan ketika ada retret imam di Klender, yang dipimpin oleh Robert Veristi dari Roma. Dalam retret tersebut ada persekutuan doa yang menyampaikan sebuah nubuat yang cukup jelas bahwa akan tiba saatnya suatu penganiayaan. Penganiayaan tersebut merupakan pemurnian bagi kita. Ini juga merupakan suatu panggilan bagi kita untuk bertobat. Panggilan itu disampaikan berulang-ulang oleh Bunda Maria dewasa ini. Banyak sekali terjadi penampakan Bunda Maria di berbagai negara dan di berbagai tempat. Dewasa ini, yang mempunyai pengaruh yang besar sekali adalah penampakan Bunda Maria di Medjugorje, bekas Yugoslavia. Dan, pesan-pesan Bunda Maria kalau kita lihat di pelbagai tempat, inti sebenarnya hanya satu, yaitu: “Bertobatlah!” Kalau manusia tidak bertobat, malapetaka-malapetaka lebih besar akan menimpa dunia. Dari tempat-tempat penampakan Bunda Maria ini—yang akhirnya meluas ke seluruh dunia—mau menyadarkan manusia akan pentingnya pertobatan. Namun, kita perlu waspada terhadap penampakan Bunda Maria yang palsu.

Kalau kita mengenangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia di mana terjadi peristiwa-peristiwa yang sudah sekian lama tidak terjadi, misalnya hama belalang yang tidak pernah ada tiba-tiba datang di Lampung dan di Sumba, atau gempa yang dahsyat menimpa Flores beberapa tahun yang lalu, dan sebagainya. Semuanya itu adalah peringatan-peringatan dari Tuhan agar kita bertobat dari semua dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan serta kembali kepada Tuhan.


BANGUN DARI KEPUASAN DAN KESUAMAN

Sesungguhnya, semua hal ini dikatakan bukan untuk menakut-nakuti, tetapi supaya kita sadar bahwa Tuhan memperingatkan kita. Ia sangat mencintai kita semua dan Ia tidak ingin membiarkan kita binasa, maka kita disadarkan agar bertobat sebelum terlambat. Beberapa peringatan yang terjadi kadang-kadang tidak mempan dan tidak menyadarkan manusia sehingga harus terjadi peristiwa yang mengerikan supaya kita bertobat.

Saya kira, Gereja sendiri sudah terlalu suam, mungkin kehilangan semangat dan mungkin merasa puas akan diri sendiri. Justru kepuasan dan kesuaman inilah yang mau dibangunkan oleh Tuhan. Ada orang yang mengatakan bahwa Gereja Katolik itu seperti raksasa, tetapi raksasa yang masih tidur. Kalau raksasa tertidur lelap, berarti ia tidak bisa berbuat apa-apa. Oleh karena itu, Gereja Katolik perlu disadarkan untuk lebih bersemangat dan untuk lebih baik lagi.

Dulu ketika saya di Malang, ada seorang romo yang bertugas di daerah. Ia mengenal seorang kiai yang sangat baik dan yang saleh, di mana hidupnya sungguh-sungguh dekat dengan Allah. Romo ini kebetulan kenal baik dengan dia pada tahun delapan puluhan. Kiai ini pernah mengatakan kepada romo tersebut bahwa suatu saat nanti Gereja Katolik akan mengalami banyak kesukaran dan pemurnian. Namun, suatu saat ia akan keluar dari itu semua.


AJAKAN BUNDA MARIA UNTUK BERTOBAT, BERDOA, DAN BERPUASA

Terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi sekarang ini, apa yang harus kita perbuat? Memang, hidup dan mati kita berada di tangan Allah. Akan tetapi, bila kita percaya kepada Tuhan, maka kita akan mempunyai harapan. Oleh karena itu, kita harus melihat kembali ajakan Bunda Maria supaya kita bertobat kepada-Nya dan berpuasa supaya kita bisa menghentikan itu semua. Bunda Maria mengatakan, “Berdoalah untuk perdamaian.” Bunda Maria mengatakan bahwa dengan doa dan puasa, kita bisa menghentikan peperangan-peperangan dan bisa menghindari bencana-bencana, termasuk bencana alam.

Kalau kita berpaling kepada Tuhan, berdoa, dan berpuasa, maka kita benar-benar menghayati hidup kita bersama dengan Tuhan Yesus. Dengan demikian, apapun yang terjadi, kita tidak usah takut karena pada saat itu kita mempunyai keyakinan untuk berdiri di hadapan Tuhan. “Bertekunlah, berbahagialah orang yang bertekun sampai akhir karena mereka akan mendapat upahnya.” Kita tidak akan bisa berdiri di hadapan-Nya, bila kita tidak lebih dahulu bertobat.


Apapun bahaya dan bencana yang terjadi pada kita, kita tidah perlu takut karena Ia mampu melindungi kita. Kalaupun seandainya kita dibunuh karena iman, berbahagialah kita. Pada suatu saat—cepat atau lambat—kita semua akan meninggal. Tidak ada orang yang hidup selama-lamanya. Ada yang meninggal di rumah sakit, yang lain ditabrak mobil, yang lain meninggal karena bunuh diri, atau tersetrum listrik, dan sebagainya. Daripada kita mati dengan cara demikian, lebih baik kita mati demi nama Yesus.

“BAGIKU HIDUP ADALAH KRISTUS DAN MATI ADALAH KEUNTUNGAN”

Kalau kita bersatu dengan Yesus, kita tidak usah takut. Santo Paulus mengatakan: “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati berarti ketemu Kristus” (bdk. Flp. 1:21). Kita harus takut bila kita hidup terpisah dari Tuhan. Kalau kita jauh dari Dia, tidak bertobat, dan tetap hidup dalam dosa, kita akan menerima ganjaran siksaan neraka. Kita harus takut atas perbuatan dosa kita. Dan, sekaranglah saatnya bagi kita untuk bertobat. Apapun yang terjadi sekarang, janganlah kita takut karena bagi kita hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Kalau kita mati dalam Kristus, kita berada dalam Dia.



PENUTUP

Marilah kita berbalik kepada Tuhan sungguh-sungguh! Bila kita selama ini menyakiti hati Allah, kita harus bertobat, berdoa, dan berpuasa. Melalui berdoa dan berpuasa, kita ikut menciptakan perdamaian dunia. Yang menciptakan perdamaian bukanlah hanya para pemimpin, tetapi juga umat yang sungguh-sungguh bertobat.

Sumber : carmelia.net

Kamis, 21 Mei 2020

Kala Biji Sesawi 
Bertemu Kesederhanaan Doa..


Tuhan Yesus, Anak Allah yang Hidup,..
kasihanilah aku (kami) orang berdosa ini.


maka biarlah keajaiban bekerja......




Senin, 18 Mei 2020

PERMENUNGAN DALAM PENANTIAN




Ada saat menabur dan ada saat menuai, 
diantaranya ada saat-saat penantian

demikian pun

Ada saat membeli dan ada saat menjual, 
diantara itupun ada saat-saat penantian


Selasa, 12 Mei 2020

Permenungan Anak Allah

Di Lembah Sunyi



Ketahuilah, mengapa kita memperoleh anugerah sebagai anak-anak  Allah ?

Karena di dalam diri kita ada kebaikan yang harus dimenangkan melawan kejahatan.



Jumat, 20 Maret 2020

KESEMPURNAAN DALAM MENGASIHI






Absennya keempat rasul, dan terutama Yudas, menjadikan yang tersisa dalam kelompok lebih akrab dan bahagia. Kelompok yang meninggalkan Betania pada suatu pagi yang cerah di bulan Oktober dalam perjalanan ke Yerikho, untuk menyeberang ke seberang sungai Yordan, bagaikan sebuah keluarga, yang kepalanya adalah Yesus dan Maria... Meski berbeban tas-tas berat, mereka maju dengan gembira di bawah sinar matahari yang lembut, melintasi negeri yang begitu tenang dalam istirahatnya.


... "Sungguh indah sekarang bahwa kita sendirian tanpa itu... Terkutuklah lidahku! Aku sudah gagal lagi dalam janjiku kepada Guru!... Guru? Guru?"

"Apa yang kau inginkan, Simon?"

"Aku sudah bicara buruk tentang Yudas, dan aku sudah berjanji kepada-Mu bahwa aku tidak akan melakukannya lagi. Ampuni aku."

"Ya. Tetapi berusahalah untuk tidak melakukannya lagi."

"Aku masih punya 489 kali untuk diampuni oleh-Mu..."

"Apa yang kau bicarakan, Saudaraku?" tanya Andreas yang sama sekali tercengang.

Dan Petrus, yang wajah tenangnya berbinar penuh humor, menempatkan lehernya di bawah beban tas Yohanes En-Dor, seraya berseru: "Tidakkah kau ingat bahwa Ia mengatakan bahwa kita harus mengampuni tujuhpuluh kali tujuh. Jadi aku masih punya 489 kali untuk diampuni dan aku harus menyimpan catatan yang akurat tentangnya..."

Mereka semua tertawa; Yesus juga tidak dapat menahan senyum. Tetapi Ia menjawab, "Lebih baik kau menghitung semua kesempatan di mana kau dapat berbuat baik, kau bocah besar."

Petrus menghampiri-Nya dan dengan tangan kanannya ia memeluk pinggang Yesus seraya berkata, 'Guru-ku yang terkasih! Betapa bahagianya aku bisa bersama-Mu tanpa... Ayo, akui saja! Engkau juga senang... Dan Engkau tahu apa yang aku maksudkan. Kita semua bersaudara di sini. BundaMu ada di sini. Ada juga si bocah. Kita pergi menuju Kapernaum. Musim yang indah... Lima alasan bagus untuk berbahagia. Oh! Dan sungguh indah bepergian bersama-Mu! Di manakah kita akan tinggal malam ini?"

"Di Yerikho."

"Tahun lalu kita bertemu si Perempuan Berkerudung di sana. Aku ingin tahu apa yang terjadi padanya... Aku agak penasaran untuk tahu... Dan kita juga bertemu dengan laki-laki pemilik kebun anggur..." Tawa Petrus begitu keras sehingga menular. Mereka semua tertawa mengingat peristiwa pertemuan dengan Yudas dari Keriot.

"Kau betul-betul tidak bisa diperbaiki, Simon!" komentar Yesus mencela.

"Aku tidak mengatakan apa-apa, Guru. Tetapi aku ingin tertawa mengingat air mukanya ketika dia mendapati kita di sana... di kebun-kebun anggurnya..." Petrus tertawa sepenuh hati hingga dia terpaksa berhenti, sementara yang lain terus tertawa tanpa dapat ditahan.

Petrus dihampiri kelompok perempuan. Maria bertanya kepadanya dengan lembut, "Ada apa denganmu, Simon?"

"Ah! Aku tidak bisa mengatakannya kepada-Mu atau aku akan sekali lagi kurang cinta kasih. Tapi, Bunda, katakan padaku, karena Engkau begitu bijak. Jika aku mengucapkan tuduhan tersembunyi terhadap seseorang, atau lebih buruk lagi, jika aku mengucapkan fitnah mengenai seseorang, aku jelas-jelas berbuat dosa. Tetapi jika aku menertawakan sesuatu, dalam suatu peristiwa, yang diketahui semua orang, sesuatu yang membuat orang tertawa, misalnya, jika kita mengingat rasa terkejut, rasa malu dan alasan-alasan dari seorang pendusta ketika dia ketahuan dan kita tertawa lagi seperti yang kita lakukan di masa lalu, apakah itu masih salah?"

"Itu adalah ketidaksempurnaan terhadap cinta kasih. Itu bukanlah dosa seperti ucapan kebencian, atau fitnah atau tuduhan tersembunyi, tetapi tetap saja itu kurang cinta kasih. Itu adalah seperti seutas benang yang ditarik dari selembar kain; hal itu tidak merobek atau merusakkan kain, tetapi mempengaruhi kekuatan dan keindahan kain dan membuatnya rentan sobek dan berlubang. Tidakkah kau pikir demikian?"

Petrus menggosok-gosok keningnya dan dengan perasaan malu menjawab, "Ya. Aku tidak pernah berpikir demikian."

"Pikirkanlah itu sekarang dan jangan melakukannya lagi. Menertawakan mungkin lebih menyakitkan dalam cinta kasih daripada menampar di wajah. Apakah seseorang sudah melakukan kesalahan? Kita mendapati seseorang bersalah karena berbohong atau karena kesalahan-kesalahan lain? Jadi? Kenapa mengingatnya? Kenapa mengingatkan orang-orang lain? Mari kita tutupi dengan selubung, kesalahan saudara-saudara kita, dengan mengatakan, 'Jika aku adalah orang yang bersalah, apakah aku akan seperti orang lain yang mengingat kesalahanku atau mengingatkan orang-orang lain mengenainya?' Ada orang-orang yang merah padam dalam hatinya, Simon, dan sangat menderita karenanya. Jangan gelengkan kepala. Aku tahu apa yang ingin kau katakan. Tapi, percayalah pada-Ku, juga orang-orang yang bersalah bisa merah padam seperti itu. Kau harus selalu berpikir: 'Apa aku akan suka hal itu dilakukan terhadapku?' Maka kau akan melihat bahwa kau tidak akan lagi berbuat dosa melawan cinta kasih. Dan kau akan selalu punya damai berlimpah dalam hatimu. Lihatlah betapa bahagianya Marjiam melompat dan bernyanyi, karena hatinya tidak khawatir. Dia tidak harus berpikir mengenai rencana perjalanan, biaya, atau apa pun. Dia tahu bahwa seorang lain mengatur semua itu untuknya. Lakukan hal yang sama pada dirimu sendiri. Pasrahkan semua kepada Allah. Juga penghakiman atas orang-orang lain. Selama kau bisa menjadi seperti seorang anak kecil yang dibimbing oleh Allah, mengapa menempatkan ke atas dirimu sendiri beban memutuskan dan menghakimi? Harinya akan tiba ketika kamu harus menjadi hakim dan juru damai dan lalu kau akan berkata, 'Oh! Betapa lebih mudah dan lebih sedikit bahaya sebelumnya' dan kau akan berkata bahwa kau dulu bodoh sudah membebani dirimu sendiri sebelum waktunya dengan begitu banyak tanggung jawab. Betapa sulitnya menilai orang lain! Apakah kau mendengar apa yang dikatakan Sintikhe beberapa hari lalu? 'Suatu penyelidikan melalui indera tidak pernah sempurna.' Dia sungguh benar. Kita sangat sering menilai berdasarkan reaksi indra kita. Yaitu, dengan ketidaksempurnaan tertinggi. Berhentilah menghakimi..."

"Ya, Maria. Aku dengan tulus berjanji kepada-Mu..."