Selasa, 25 Agustus 2015

YESUS MENGERJAKAN MUKJIZAT
PISAU-PISAU PATAH DI GERBANG IKAN



(PUISI MANUSIA-ALLAH: Maria Valtorta (1897-1961))

31 Desember 1944



Aku melihat Yesus berjalan menyusuri sebuah jalanan yang teduh seorang diri. Kelihatannya seperti sebuah lembah kecil yang segar, berlimpah air. Aku menyebutnya lembah kecil karena dibendung oleh dua tanggul dan sebuah anak sungai mengalir di tengahnya. Tempat ini sepi pada awal pagi. Matahari baru saja terbit, suatu hari di musim panas yang jernih dan indah, dan terkecuali kicau burung-burung di pepohonan dan dekut sedih merpati-merpati liar yang bersarang di celah-celah bukit tandus, tak ada suara lain yang terdengar. Pepohonannya kebanyakan adalah pohon zaitun, teristimewa di atas bukit di sisi sebelah kiri, di mana bukit yang lain tampak lebih tandus dengan pohon-pohon rendah lentisk, acacia berduri, semak-semak agave, dll. Bahkan anak sungai, dengan sangat sedikit air di tengah palung sungai, tampaknya tidak mengeluarkan bunyi sama sekali, dan mengalir lembut dengan memantulkan dalam kedalamannya hijau bukit-bukit sekeliling, dan dengan demikian kelihatan bak jamrud berwarna gelap.

Yesus melintasi sebuah jembatan kecil kuno: batang sebuah pohon, yang diserut kasar, dan dibentangkan di atas sungai, tanpa pegangan atau pelindung apapun, dan Ia menyeberang ke tepian yang lain. Sekarang aku dapat melihat tembok-tembok dan gerbang-gerbang dan juga beberapa pedagang dengan sayur-mayur dan bahan-bahan makanan berkerumun dekat gerbang yang masih ditutup, menunggu dapat masuk ke dalam kota. Keledai-keledai sibuk meringkik dan ribut berkelahi; juga para pemilik keledai-keledai itu bertikai dengan cara kasar. Makian dan pukulan dengan tongkat ditujukan dan dihantamkan bukan hanya pada punggung keledai, tapi juga pada kepala manusia.

Dua laki-laki berkelahi dengan sengit, sebab keledai salah seorang dari mereka telah melahap selada dari keranjang indah keledai yang lain dan melahap dalam jumlah yang cukup banyak! Tapi mungkin itu hanya sekedar dalih untuk melampiaskan dendam yang lama terpendam. Bahkan dari bawah jubah pendek mereka, yang terjuntai hingga ke betis, mereka mencabut dua pisau besar yang pendek, selebar tangan: mereka bagai para petarung golok berujung pendek dengan golok berkilau-kilau di bawah sinar matahari. Jeritan para perempuan dan teriakan para lelaki terdengar di mana-mana. Namun tak seorang pun yang berusaha melerai kedua orang yang siap bertarung dalam suatu duel sengit.

Yesus, Yang sedang berjalan, merenung, mengangkat kepala-Nya; Ia melihat perkelahian dan bergegas datang di antara keduanya:

"Berhenti, dalam nama Allah!" perintah-Nya.

"Tidak, aku ingin menghabisi anjing terkutuk ini sekali dan untuk selamanya!"

"Begitu juga aku! Apakah kau suka jumbai-jumbai? Aku akan membuat jumbai untukmu dari isi perutmu!"

Kedua laki-laki itu bergerak cepat sekeliling Yesus, mendorong-Nya, memaki-Nya untuk mengenyahkan-Nya, sambil berupaya untuk menyerang satu sama lain, namun tanpa hasil, sebab Yesus, menanggalkan mantol-Nya dengan hati-hati, menangkis serangan dan menghalangi sasaran mereka. Mantol-Nya robek.

Orang banyak berteriak: "Pergilah, orang Nazaret. Kau akan kalah." Tapi Ia tidak bergerak dan berusaha menenangkan mereka, mengingatkan mereka akan Allah. Sia-sia belaka! Kedua musuh sudah gila dalam murka!

Kuasa mukjizat dapat terlihat terpancar dari Yesus. Untuk terakhir kalinya Ia berteriak: "Aku perintahkan kalian untuk berhenti!"

"Tidak! Menyingkirlah. Enyahlah Kau, anjing orang Nazaret!"

Yesus lalu merentangkan kedua tangan-Nya, dengan tatapan tajam-Nya yang penuh kuasa. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tapi pisau-pisau itu jatuh luluh lantak ke tanah, seolah pisau-pisau itu terbuat dari kaca, dan telah membentur sebuah batu.

Kedua laki-laki menatap gagang pisau yang pendek dan tak lagi berguna, yang tinggal dalam genggaman mereka. Ketercengangan memadamkan murka. Juga orang banyak yang tercengang berteriak terkejut.

"Dan sekarang?" tanya Yesus dengan tajam. "Mana kekuatanmu?"

Juga para prajurit yang berjaga di gerbang, yang bergegas datang begitu mendengar teriakan, melihat dengan terperanjat; seorang prajurit membungkuk untuk mengambil potongan-potongan pisau dan mencobakannya pada kukunya, tak percaya bahwa pisau-pisau itu terbuat dari baja.

"Dan sekarang?" ulang Yesus. "Mana kekuatanmu? Atas dasar apakah engkau menganggap dirimu benar? Atas potongan-potongan logam itu yang sekarang terkubur dalam debu? Atas serpihan-serpihan logam itu yang tak punya kekuatan selain dari menjerumuskanmu pada dosa murka melawan saudaramu, dan dengan demikian menjauhkanmu dari semua berkat Allah dan sebagai konsekuensinya dari segenap kekuatan? Oh! betapa malang mereka yang mengandalkan sarana manusia untuk menang, dan yang tidak menyadari bahwa kekudusan dan bukan kekerasan yang akan menjadikan kita pemenang-pemenang baik di bumi maupun sesudahnya! Sebab Allah bersama dengan mereka yang benar.

Dengarkanlah, orang-orang Israel, dan kalian, para prajurit Romawi. Sabda Allah berbicara kepada segenap anak manusia, dan Putra Manusia tidak akan menolak orang bukan Yahudi. Perintah kedua dari Allah adalah perintah untuk mengasihi sesama kita. Allah itu baik dan menginginkan kehendak baik dalam diri anak-anak-Nya. Barangsiapa tidak bersikap baik terhadap sesamanya, tidak dapat menganggap dirinya anak Allah pula tak dapat memiliki Allah dalam dirinya. Manusia bukan binatang tanpa akal budi, yang mengejar dan mencabik mangsanya. Manusia memiliki akal budi dan jiwa. Dengan akal budinya dia harus bersikap seperti seorang manusia. Dengan jiwanya dia harus bersikap seperti seorang kudus. Barangsiapa tidak bersikap demikian, dia merendahkan dirinya sendiri ke tingkat di bawah binatang; dia membungkuk ke bawah untuk merangkul setan sebab jiwa menjadi jahat dengan dosa murka.

Kasih. Aku tak mengatakan apa-apa lagi. Kasihilah sesamamu seperti yang telah ditetapkan Tuhan Allah Israel. Jangan selalu menjadi keturunan Kain. Dan mengapakah kalian begitu? Demi beberapa keping koin, kalian mungkin telah menjadi seorang pembunuh. Demi beberapa jengkal tanah. Demi kedudukan yang lebih baik. Demi seorang perempuan. Apakah yang demikian itu? Apakah abadi? Tidak. Mereka berlangsung kurang dari sepanjang hidup, yang adalah sekejap saja dari keabadian. Dan apakah ruginya jika kalian mengikuti jalan itu? Damai abadi dijanjikan kepada orang benar, dan yang akan dibawakan untukmu oleh Mesias beserta dengan Kerajaan-Nya. Mari berjalan di jalan Kebenaran. Ikutilah Suara Allah. Kasihilah satu sama lain. Jujur. Sederhana. Rendah hati dan adil. Pergi dan renungkanlah."

"Siapakah Engkau Yang mengatakan hal-hal yang demikian dan mematahkan pedang dengan kuasa kehendak-Mu? Hanya Dia yang dapat melakukan hal yang demikian: Mesias. Bahkan Yohanes Pembaptis tidak lebih besar dari-Nya. Apakah mungkin Engkau adalah sang Mesias?" tiga atau empat orang bertanya kepada-Nya.

"Ya, Aku-lah Dia."

"Engkau? Apakah Engkau adalah Dia Yang menyembuhkan orang-orang sakit dan mewartakan Allah di Galilea?"

"Ya."

"Aku punya seorang ibu yang sudah tua dan sekarang sedang meregang nyawa. Sembuhkanlah dia!"

"Dan aku, lihat? Aku kehilangan semua kekuatanku karena sakitku. Anak-anakku masih kecil. Sembuhkanlah aku!"

"Pulanglah. Ibumu malam ini akan mempersiapkan makan malammu; dan kau: sembuhlah. Aku menghendakinya!" Orang banyak bergemuruh karena sukacita. Mereka lalu bertanya: "Nama-Mu! Nama-Mu!"

"Yesus dari Nazaret."

"Yesus! Yesus! Hosana! Hosana!"

Orang banyak bersukacita. Keledai-keledai sekarang dapat melakukan apa yang mereka suka, tak seorang pun memperhatikan mereka. Para ibu bergegas keluar dari kota, sebab berita jelas sudah tersebar dan mereka menjunjung anak-anak kecil mereka. Yesus memberkati dan tersenyum. Dan Ia berupaya menerobos di antara khalayak ramai yang bergembira ria, untuk memasuki kota dan pergi ke tujuan-Nya. Akan tetapi orang banyak tidak mau mendengarnya. "Tinggallah bersama kami! Di Yudea! Di Yudea! Kami adalah anak-anak Abraham juga!" teriak mereka.

"Guru!" Yudas lari menghampiri- Nya. "Guru, Kau tiba sebelum aku. Tapi, apa yang terjadi?"

"Rabbi telah mengerjakan suatu mukjizat! Bukan di Galilea; di sini! Kami ingin Dia di sini!"

"Lihat, Guru? Seluruh Israel mengasihi-Mu. Baru adil jika Kau tinggal di sini juga. Mengapakah Engkau tidak mau?"

"Bukannya Aku tidak mau, Yudas. Aku datang ke sini seorang diri, supaya kekasaran para murid Galilea tidak menjengkelkan kehalusan orang-orang Yudea. Aku ingin mengumpulkan semua domba Israel di bawah tongkat kuasa Allah."

"Itulah sebabnya mengapa aku katakan kepada-Mu: 'Terimalah aku.' Aku seorang Yudea, dan aku tahu bagaimana berhadapan dengan orang-orang sedaerahku. Karena itukah Kau akan tetap di Yerusalem?"

"Beberapa hari. Untuk menunggu seorang murid, yang adalah juga seorang Yudea. Lalu Aku akan pergi melintasi Yudea..."

"Oh! Aku akan datang bersama-Mu. Aku akan menyertai-Mu. Kau akan datang ke desaku. Aku akan membawa-Mu ke rumahku. Maukah kau datang, Guru?"

"Aku akan datang... Apakah kau punya berita mengenai Pembaptis, karena kau seorang Yudea dan kau bergaul dengan orang-orang yang berkuasa?"

"Aku tahu dia masih di penjara, tapi mereka ingin membebaskannya, sebab orang banyak mengancam akan memberontak jika mereka tidak mendapatkan nabi mereka. Apakah Engkau mengenalnya?"

"Ya."

"Apakah Engkau menyukainya? Bagaimana pendapat-Mu mengenai dia?"

"Aku pikir tak seorang pun yang lebih serupa dengan Elia selain dia."

"Apakah Engkau sungguh berpikir bahwa dialah sang Perintis Jalan?"

"Ya. Dia adalah bintang pagi yang memaklumkan matahari. Berbahagialah mereka yang melalui khotbahnya telah mempersiapkan diri mereka bagi Matahari."

"Yohanes sangat keras."

"Tidak lebih keras terhadap orang lain dari terhadap dirinya sendiri."

"Itu benar. Tetapi sulit mengikutinya dalam laku tobat. Engkau lebih lembut, dan mudah mengasihi-Mu."

"Dan meski begitu…"

"Meski begitu… apa, Guru?"

"Meski begitu, sementara dia dibenci karena kekerasannya, Aku akan dibenci karena kebaikan-Ku, sebab keduanya mewartakan Allah, dan Allah tidak disukai oleh yang jahat. Tapi haruslah demikian. Sama seperti dia mendahului Aku dalam mewartakan, demikianlah dia juga akan mendahului Aku dalam kematian. Celakalah para pembunuh Tobat dan Kebaikan."

"Mengapakah, Guru, Kau selalu menubuatkan hal-hal yang begitu menyedihkan? Orang banyak mengasihi Engkau. Kau lihat bahwa…"

"Sebab Aku yakin. Orang-orang yang rendah hati sungguh mengasihi Aku. Tetapi orang banyak tidak semuanya rendah hati dan terdiri dari orang-orang yang rendah hati. Tapi Aku tidak sedih. Ini adalah suatu pandangan Placid [= dengan hati tenang] mengenai masa mendatang dan sesuai dengan kehendak Bapa, Yang mengutus Aku untuk itu. Dan Aku telah datang untuk itu. Sampailah kita di Bait Allah. Aku akan pergi ke Bel Nidrasc (1) untuk mengajar orang banyak. Jika kau mau, kau boleh tinggal."

"Aku akan tinggal bersama-Mu. Hanya satu yang aku rindukan: melayani-Mu dan membantu Engkau menang."

Mereka memasuki Bait Allah, dan semuanya pun berakhir.


(1) Penulis tidak menjelaskan arti "Bel Nidrasc". Akan tetapi, dengan mempertimbangkan fakta bahwa dia kerap mengacaukan m dan n dalam nama-nama Yahudi, bisa jadi bahwa ejaan yang benar seharusnya Midrash (komentar rabinik pada naskah). Dalam hal ini Bel Midrash adalah bagian dari Bait Allah di mana para alim ulama biasa mengajar orang banyak. Sesungguhnya teks berbunyi: "…Sampailah kita di Bait Allah. Aku akan pergi ke Bel Nidrasc untuk mengajar orang banyak."





Sumber : yesaya.indocell.net