Kamis, 27 Oktober 2016

Pertolonganku ialah dari Tuhan





“Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolongan bagiku? Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi!” (Mzm 121:1-2). Demikian sepetik kutipan Mazmur hari ini. Kubiarkan perkataan itu meresap ke dalam jiwaku.Pertolonganku adalah dari Tuhan yang menciptakan langit dan bumi… Betapa perkataan ini sungguh menghibur dan menambahkan pengharapan kepada kita. Sebab jika Allah yang menciptakan segala sesuatu itu menolong kita, tentulah kita tidak perlu cemas dan takut untuk menghadapi apapun, entah itu kesusahan, penyakit ataupun berbagai masalah lainnya. Sebab bukankah Tuhan mengatasi semuanya itu?

Tuhan memang adalah harapan dan Penolong bagi kita. Namun Ia menghendaki agar kita berdoa dan memohon kepada-Nya agar kita memperoleh pertolongan-Nya itu. Tuhan menghendaki agar kita tidak bosan dan jemu untuk berdoa, sebagaimana kita dengar dari bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini. Belajar dari kisah Musa yang yang ditopang oleh Harun dan Hur, demikian pula, kalau kita menjadi lelah berdoa, marilah kita meminta dukungan dari sahabat-sahabat kita. Sering terjadi, Tuhan memberikan banyak rahmat-Nya di saat-saat kita mengalami kesusahan, dan tak jarang, juga melalui perhatian, bantuan dan doa-doa dari saudara-saudara seiman. Rahmat Tuhan ini bahkan lebih berharga daripada hal-hal yang kita minta.

St. Alfonsus Liguori mengajarkan, “Tuhan mau memberikan kepada kita rahmat-Nya, tetapi Ia juga menghendaki kita untuk memintanya. Suatu hari Yesus berkata kepada para murid-Nya: ‘Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatu pun dalam nama-Ku. Mintalah dan kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu’ (Yoh 16:24). Ini seperti seumpama Ia berkata: Jangan mengeluh kepadaKu jika kamu belum dipenuhi dengan berkat-berkat. Mengeluhlah kepada dirimu sendiri, karena belum meminta kepadaKu apa yang kamu perlukan. Mulai saat ini, mintalah kepadaKu dan doa-doamu akan dijawab” (St. Alphonsus Liguori, Sermon 46 for the 10th Sunday after Pentecost). Mari kita belajar berdoa seperti Nabi Musa: yaitu dengan ketekunan sehingga tidak tergoyahkan, dan tanpa ragu, dengan bantuan sahabat-sahabat kita, jika perlu. Mari kita memeriksa, bagaimanakah doa-doa kita? Apakah kita sudah tekun berdoa? Sudahkah kita berdoa penuh iman dan percaya, tak putus-putus dan tanpa lelah?

Bacaan Injil hari ini menyampaikan kisah yang melibatkan dua karakter yang bertolak belakang: seorang hakim yang lalim dan seorang janda. Hakim itu digambarkan sebagai hakim yang “tidak takut akan Allah dan tidak menghormati siapapun”. Tentulah orang ini sangat “kuat” di mata manusia, dan sang janda itu adalah sebaliknya, sangat lemah. Tetapi pada akhirnya, hakim itu “mengalah” kepada janda tersebut, bukan karena hakim itu bertobat, tetapi karena tak mau disusahkan oleh sang janda itu, yang tak jemu-jemunya datang memohon kepadanya. Jika hakim yang lalim itu saja dapat meluluskan permohonan janda itu, terlebih lagi Allah, yang sifatnya bertolak belakang dan tak dapat dibandingkan dengan hakim yang lalim itu. “Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya?” (Luk 18:7). Allah, yang penuh belas kasihan, menantikan doa-doa kita yang didaraskan dengan ketekunan dan iman.

Doa dan iman memang berhubungan satu sama lain. Doa mengalir dari iman yang hidup. Namun juga, dengan berdoa, iman kita dikuatkan. Maka mari kita periksa, seperti apakah doa kita? Jika kita meminta suatu berkat dari Tuhan, entah itu pekerjaan, rumah, atau kesehatan… sejauh mana semua itu dapat menumbuhkan iman kita? Sebab pada akhirnya, yang seharusnya yang kita inginkan adalah Tuhan sendiri. Ia adalah tujuan akhir semua doa-doa kita. Apapun yang kita minta di dunia ini harusnya membawa kita semakin dekat kepada-Nya. Karena itu, Tuhan berkenan kepada doa-doa yang membawa kepada kebaikan rohani, baik untuk diri kita sendiri ataupun untuk orang-orang yang kita doakan. Di sinilah kita melihat kaitan antara doa dan karya pewartaan Injil, atau evangelisasi. Sebab tujuan evangelisasi adalah membawa sebanyak mungkin orang kepada Kristus.

Di hari Minggu Evangelisasi ini, mari kita berdoa memohon pertolongan Tuhan dalam karya pewartaan Gereja, dan secara spesifik, pewartaan yang kita lakukan kepada orang-orang yang kita jumpai dalam keseharian kita. Mari kita mendoakan orang-orang yang belum mengenal Kristus, orang-orang yang meninggalkan Gereja ataupun orang-orang yang meninggalkan imannya. Atau, orang-orang yang menolak untuk percaya kepada Tuhan, atau orang-orang yang hidup semaunya, seolah-olah tidak ada Tuhan. Atau orang-orang yang suam-suam kuku dalam hal mengimani Kristus. Mari kita doakan saudara, kerabat dan diri kita sendiri agar terhindar dari sikap sedemikian. Sebab tak ada hal yang lebih baik yang dapat kita mohon kepada Tuhan bagi kita dan bagi orang-orang yang kita kasihi, selain daripada karunia keselamatan kekal yang diperoleh dari Tuhan kita Yesus Kristus. Dan karena karunia keselamatan mesti ditanggapi oleh iman dan pertobatan yang melibatkan perubahan hati, maka kita mesti mengandalkan pertolongan Tuhan dalam tugas pewartaan Injil keselamatan ini. Sebab kita tak kuasa mengubah hati orang lain; itu hanya dapat dilakukan oleh Allah. Karena itu, campur tangan Allah mutlak diperlukan agar karya pewartaan Injil dapat memperoleh buah-buahnya. Marilah kita menyerahkan doa dan karya kita kepada Tuhan, “Ya, Bapa yang maha pengasih, Engkau begitu mengasihi dunia sehingga Engkau mengaruniakan Putra tunggal-Mu, supaya kami dapat percaya kepada-Nya dan memperoleh hidup kekal. Semoga kami berjumpa dengan Yesus Kristus secara baru hari ini, dan menghidupi Kabar Gembira dengan sukacita. Melalui kuasa Roh Kudus-Mu, bantulah kami untuk ‘pergi ke seluruh dunia’ dan mewartakan iman kami dengan penuh keyakinan. Berilah kami keberanian untuk menjadi saksi tentang sukacita Injil, dengan perkataan dan perbuatan kami. Semoga melalui pewartaan Gereja-Mu, Engkau menjadi lebih dikenal dan dikasihi oleh semua orang. Kami memohon doa ini, demi Tuhan kami Yesus Kristus Putra-Mu, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dan Roh Kudus, kini dan sepanjang masa. Amin.”


Sumber : http://www.katolisitas.org/pertolonganku-ialah-dari-tuhan/



WONDERFUL INDONESIA


Borobudur Temple-Jawa Tengah, Indonesia 

Prambanan Temple-Jawa Tengah, Indonesia 

Raja Ampat-Papua Barat, Indonesia 

Rammang Maros-Sulawesi, Indonesia 

Bromo Mountain-Jawa Timur, Indonesia 

Pekalen-Jawa Timur, Indonesia 

Conservation Of Sibolangit-Sumatera Utara, Indonesia 

Crater Lake Of Rinjani-NTB, Indonesia 

Waterfall of Lembah Anai-Sumatera Barat, Indonesia 

Beras Basah Island-Kalimantan Timur, Indonesia 

Image result for Labuan Cermin Lake-Kalimantan Timur-Indonesia
Labuan Cermin Lake-Kalimantan Timur-Indonesia

Pancur Aji Sanggau Waterfall-Kalimantan Barat-Indonesia

Banda Island-Maluku Tengah-Indonesia

Marine Park of Bunaken-Sulawesi Utara-Indonesia


Embeh Island-Sulawesi Utara-Indonesia


Beratan Bedugul Lake-Bali-Indonesia

Tanah Lot-Bali-Indonesia


Tanjung Tinggi Beach-Belitung-Indonesia




Beato Ignatios Shukrallah Maloyan ICPB (1869-1915): Uskup Agung Martir Gereja Armenia



Paus Fransiskus didampingi Patriark Cilicia, Grégoire Pierre XX (Krikor) Ghabroyan melihat lukisan Beato Ignatios Shukrallah Maloyan saat mengunjungi Gereja Katolik Armenia, Turki. 
[mupinterest.com]


Pada masa penganiayaan, ia dikenal sebagai sosok yang mampu membangkitkan iman Gereja Katolik Armenia, Turki. Ia pun wafat karena setia pada imannya.

Sejauh mata memandang, tak ada tanda-tanda kehidupan. Padang pasir menghampar luas. Panas siap menyengat setiap orang yang melintas. Demikian situasi Gurun Suriah. Tempat ini selalu menghadirkan kisah seram. Umat Katolik Armenia punya sejarah pahit di tempat ini. Tahun 1915, para pemeluknya dibakar hiduphidup di situ.

Di antara umat Katolik Armenia yang pernah meregang nyawa di sekitar Gurun Suriah, ada Mgr Ignatios Shukrallah Maloyan, Uskup Agung Mardin, Turki. Ia dibunuh karena menolak menanggalkan imannya akan Kristus. Sebelum dibunuh, ia mengajak umat merayakan Ekaristi. Perayaan iman itu menjadi Ekaristi terakhirnya. Ia wafat sebagai Martir Kristus bersama pada imam dan umatnya.

Shukrallah atau Choukrallah (Turki) lahir di Mardin, Turki, 15 April 1869. Orangtuanya bernama Melkon dan Faridé Maloyan. Sedari kecil, ayah dan ibunya meletakkan dasar iman yang kuat dalam dirinya. Shukrallah terbiasa berdoa dan berdevosi. Perlahan namun pasti, ia ingin
mengabdikan diri dan hidupnya hanya untuk Tuhan.

Provinsi Mardin, tempat lahir Shukrallah, merupakan salah satu provinsi di Turki Tenggara. Mardin cukup tersohor karena beberapa daerah cukup dikenal saat itu, seperti Kızıltepe, Midyat, Nusaybin, Derik, Dargeçit, Yeşilli dan Ömerli. Orang Kurdi sering menyebut Provinsi Mardin dengan sebutan Parêzgeha Mêrdînê atau “Tempat Aman”. Kini, daerah Mardin menjadi pusat pelatihan bagi Kurdistan
Workers Party (PKK).

Hidup Nomaden
Di masa kecilnya, Shukrallah terpaksa hidup nomaden karena situasi perang. Tercatat, tiga kali ia pindah dari Midyat, Derik, dan terakhir menetap di Dargeçit. Bukan saja perang yang ia alami, tetapi juga sisa-sisa kepercayaan Jahiliyah–zaman kebodohan atau kegelapan dimana tatanan sosial dan akhlak tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Perubahan tata sosial yang diadopsi dari daerah-daerah Jazirah Arab sangat kental dengan kehidupan keras, hidup berkelompok berdasarkan suku dan suka berperang. Kondisi inilah yang mewarnai kehidupan awal Shukrallah. Maka, demi mempertahankan iman, keluarganya terpaksa hidup berpindah-pindah ke tempat yang bisa menjamin keamanan hidup mereka. Terkadang ia harus bersembunyi untuk berdoa dan berdevosi. Ketika di Dargeçit, pastor parokinya melihat bahwa Shukrallah punya tabiat iman yang sangat kuat. Pastor itu pernah berujar, “Kelak anak ini menjadi orang kudus.”

Saat berumur 14 tahun, Shukrallah masuk Biara Bzommar dan membulatkan tekad menjadi anggota Institute Patriarchal Congregation of Bzommar (ICPB) di Lebanon, 1896. ICPB didirikan tahun 1749 ketika Patriark Cilicia, Kepala Gereja Katolik Armenia mendirikan Katedral di Bzommar. Salah satu anggota ICPB yang terkenal adalah Patriark Hovhannes Bedros XVIII Kasparian ICPB (1927-2011).

Di mata para sahabatnya, Shukrallah adalah seorang yang saleh. Ia berhati mulia dan gemar membantu. Di tengah kehidupan iman yang rumit, Shukrallah tampil sebagai motivator bagi rekan-rekannya. Banyak koleganya angkat topi. Shukrallah ditahbiskan menjadi imam pada 12 Juli 1896 kala berusia 27 tahun. Saat itu, ia memakai nama biara, Ignatios. Nama ini diangkat dari refleksi keteladanan St Ignatius dari Antiokhia (†108).

Ragam Tantangan
Tugas perdananya sebagai imam adalah menjadi pastor paroki di Alexandria dan Kairo, Mesir (1897-1910). Saat itu, parokinya mengalami aneka kesulitan. Banyak orang meninggalkan Gereja karena tekanan dari umat Muslim. Banyak orang-orang Kristen hidup tanpa akses ke semua layanan sosial-kemasyarakatan.

Kondisi ini membuat Pastor Ignatios memutar otak untuk menyelamatkan umatnya. Cara yang dipilih adalah menjalin kerjasama dengan umat Muslim. Konon, ia pernah membangun dialog dengan Aliran Salafi-Wahabi, sebuah aliran Muslim garis keras yang didirikan Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi, tahun 1713 di Irak. Kerja keras dan perjuangannya membuahkan hasil. Umat yang dulunya jauh dari Gereja perlahan-lahan kembali ke Gereja.

Keberhasilan Ignatios sebagai imam yang sanggup membangkitkan gairah iman umatnya membuat Patriark Boghos Bédros (Paulus Petrus) XIII Terzian (1855-1931), Patriark Cilicia dari Gereja Katolik Armenia kala itu, mengangkatnya menjadi utusan khusus di Mardin pada 1904. Saat bertugas, ia mengalami gangguan pernapasan dan penglihatan. Ia terpaksa kembali ke Mesir. Pasca kondisinya membaik, ia kembali menjalani tugas pastoral di Keuskupan Mardin.

Tiba di Mardin, ia menyaksikan Gereja diobrak-abrik umat Muslim Turki. Pastoral bawah tanah menjadi salah satu pilihan Gereja Katolik Armenia. Pastor Ignatios juga melakukan hal yang sama di Mardin. Perlahan-lahan Gereja Mardin tumbuh mekar dengan model pastoral ini.

Pastor Ignatios semakin tenar. Tahun 1911, dalam sebuah Sinode Para Uskup di Roma, ia ditunjuk menjadi Uskup Agung Mardin pada 1 Oktober 1911. Ia menerima tahbisan episkopal pada 22 Oktober 1911, dengan pentahbis utama Patriark Cilicia, Boghos Bédros XIII Terzian dan pentahbis pendamping, Uskup Agung Keuskupan Marasc, Mgr Avedis Bédros XIV Arpiarian dan Uskup Agung Emeritus Mardin, Mgr Hussig Gulian.

Setelah tiga tahun menjadi uskup, pecah Perang Dunia I (1914-1918). Sepanjang sejarah, Armenia pernah ditaklukkan oleh bangsa Yunani, Romawi, Persia, Bizantium, Mongolia, Arab dan Rusia. Praktis, Gereja Armenia mendapat tekanan dari bangsa-bangsa tersebut. Pun dari Kesultanan Ustmaniyah (Ottoman); sebuah imperium lintas benua yang didirikan suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey atau Osman I (1258-1326) di barat laut Anatolia pada 1299.

Sejak abad XVII hingga masa Perang Dunia I, sebagian besar tanah orang Armenia dikuasai oleh bangsa Turki Ottoman. Akibatnya, orang Armenia mendapat perlakuan diskriminatif, penganiayaan, dan beban pajak yang sangat tinggi. Kehadiran Ottoman menjadi momok menakutkan bagi Armenia. Banyak perempuan dan anak-anak diasingkan, juga para pelayan pastoral ditangkap dan dipaksa melakukan perjalanan ke sekitar Gurun Suriah. Jumlah korban tewas kala itu mencapai 1,5 juta jiwa.

Pertahankan Iman
Pada 30 April 1915, tentara Ottoman mengepung Keuskupan Mardin dengan tuduhan menyembunyikan senjata. Mgr Ignatios ditangkap bersama 25 imam dan 862 umat. Mereka dirantai dan dijebloskan ke dalam penjara. Hari-hari mereka lalui dengan siksaan berat. Tiba-tiba mereka ditawari oleh kepala pasukan Mahmdouh Bey untuk menjadi mualaf. Tetapi Mgr Ignatios menolak. Katanya, “Saya tidak akan mengkhianati Kristus dan Gereja-Nya.” Karena itu, Mgr Ignatios digiring bersama para tawanan lain ke daerah dekat Desa Çinar, Diyarbakir, Turki.

Pada 10 Juni 1915 jadi hari yang paling mengerikan. Mgr Ignatios, para imam dan umat berbaris di ladang pembantaian. Lagi-lagi mereka diminta untuk berpindah keyakinan. Tapi Mgr Ignatios menolak. Akhirnya pembataian dimulai. Pakaian mereka dilucuti, kemudian disiram minyak dan dibakar hidup-hidup. Mgr Ignatios menjadi tawanan terakhir yang dibunuh. Sebelum timah panas bersarang di tubuhnya, ia memekik, “Oh Tuhan, kasihanilah aku. Tuhan, berilah aku kekuatan-Mu.”

Mgr Ignatios wafat di Diyarbakir, 11 Juni 1915. Menurut kesaksian, tubuhnya mengeluarkan cahaya selama tiga hari. Jazadnya kemudian dimakamkan di sekitar desa tersebut. Pada 24 April 2001, Bapa Suci Yohanes Paulus II (1920-2005) menggelarinya venerabilis, lalu beato pada 7 Oktober 2011. Dalam homili beatifikasi, Bapa Suci Yohanes Paulus II mengatakan, “Pada zaman sekarang kita membutuhkan iman yang kuat seperti Ignatios. Di tengah derita, ia merayakan Ekaristi sebagai sumber kehidupan.” Beato Ignatios dikenang setiap 11 Juni.

Yusti H. Wuarmanuk


Sumber : http://majalah.hidupkatolik.com/


WONDERFUL INDONESIA


Borobudur Temple-Jawa Tengah, Indonesia 

Prambanan Temple-Jawa Tengah, Indonesia 

Raja Ampat-Papua Barat, Indonesia 

Rammang Maros-Sulawesi, Indonesia 

Bromo Mountain-Jawa Timur, Indonesia 

Pekalen-Jawa Timur, Indonesia 

Conservation Of Sibolangit-Sumatera Utara, Indonesia 

Crater Lake Of Rinjani-NTB, Indonesia 

Waterfall of Lembah Anai-Sumatera Barat, Indonesia 

Beras Basah Island-Kalimantan Timur, Indonesia 

Image result for Labuan Cermin Lake-Kalimantan Timur-Indonesia
Labuan Cermin Lake-Kalimantan Timur-Indonesia

Pancur Aji Sanggau Waterfall-Kalimantan Barat-Indonesia

Banda Island-Maluku Tengah-Indonesia

Marine Park of Bunaken-Sulawesi Utara-Indonesia


Embeh Island-Sulawesi Utara-Indonesia


Beratan Bedugul Lake-Bali-Indonesia

Tanah Lot-Bali-Indonesia


Tanjung Tinggi Beach-Belitung-Indonesia