Kamis, 22 Maret 2012

Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus (Bagian 6)

 

Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus
mistikus, stigmatis, visionaris (1774 - 1824)


“THE DOLOROUS PASSION OF OUR LORD JESUS CHRIST
FROM THE MEDITATIONS OF ANNE CATHERINE EMMERICK”
as recorded in the journal of Clemens Brentano
  




Bab XVI
Gambaran Istana Pilatus dan Bangunan-bangunan di Sekitarnya

Istana Gubernur Romawi, Pilatus, dibangun di sebelah baratlaut bukit di mana Bait Allah berdiri. Untuk sampai ke sana, orang harus mendaki anak-anak tangga pualam. Dari istana, orang dapat melayangkan pandangannya ke bawah melihat sebuah alun-alun luas yang dikelilingi barisan pilar. Di bawah pilar, para pedagang duduk menjajakan aneka ragam barang dagangan mereka. Suatu tembok benteng dengan pintu masuk di bagian utara, selatan, timur dan barat saja yang mengurangi keserasian bagian pasar ini. Bagian atas tembok merupakan suatu jalanan yang disebut forum, lebih tinggi dari jalan-jalan sekitarnya dan menurun ke bawah. Istana Pilatus tidak terlalu dekat dari sana, melainkan dipisahkan oleh suatu halaman yang luas, yang pintu masuknya di sebelah timur melewati suatu lengkungan yang tinggi, yang menghadap ke suatu jalan menuju ke gerbang yang disebut `Probatica', yang terletak di jalan menuju Bukit Zaitun. Pintu masuk di sebelah selatan melewati suatu lengkungan tinggi lainnya yang menuju ke Sion, dekat Benteng Acre. Dari puncak anak tangga pualam di istana Pilatus, orang dapat mengarahkan pandangannya ke halaman hingga ke forum, pada pintu masuk di mana terdapat beberapa pilar dan bangku-bangku batu. Di bangku-bangku inilah para imam Yahudi berhenti agar jangan menajiskan diri dengan memasuki pengadilan Pilatus. Suatu garis digambarkan pada lantai batu pengadilan guna menunjukkan secara tepat batas yang tak dapat mereka lampaui tanpa menajiskan diri. Ada suatu tembok besar dekat pintu masuk sebelah barat, yang ditopang oleh sisi-sisi Praetorium Pilatus, yang membentuk semacam serambi antaranya dengan halaman. Praetorium adalah bagian dari istana Pilatus yang dipergunakannya apabila bertugas dalam kapasitasnya sebagai hakim. Banyak pilar mengelilingi tembok yang baru saja kita bicarakan, di tengahnya terdapat suatu bagian yang terbuka di mana terdapat penjara bawah tanah, tempat kedua penyamun yang akan disalibkan bersama Yesus dikurung; bagian ini penuh dengan prajurit-prajurit Romawi. Pilar di mana Tuhan kita didera terletak di forum itu sendiri, yang tak jauh letaknya dari tembok dan barisan pilar. Ada banyak pilar-pilar lain di tempat ini. Pilar-pilar terdekat dengan istana dipergunakan untuk melaksanakan berbagai macam hukuman jasmani, sementara pilar-pilar yang lain dimanfaatkan sebagai tonggak-tonggak tempat mengikatkan hewan-hewan yang diperdagangkan. Di atas forum, yang berhadapan dengan bangunan, terdapat suatu podium dipenuhi bangku-bangku batu. Dari podium ini, yang disebut Gabata, Pilatus biasa menjatuhkan hukuman kepada penjahat-penjahat besar. Anak-anak tangga pualam yang dinaiki oleh mereka yang hendak pergi ke istana gubernur, juga menghantar orang ke suatu serambi terbuka. Dari serambi inilah Pilatus menemui para imam dan kaum Farisi, saat mereka mengajukan tuduhan-tuduhan terhadap Yesus. Mereka semua berdiri di hadapan Pilatus di atas forum dan menolak maju melampaui bangku-bangku batu seperti yang disebutkan di atas. Seorang yang berbicara dengan suara lantang dari serambi dapat dengan mudah didengar oleh mereka yang berada di forum.

Di belakang istana Pilatus terdapat banyak serambi-serambi lain, taman-taman, juga sebuah pondok istirahat. Taman-taman itu terletak antara istana gubernur dan tempat tinggal isterinya, Claudia Procles. Suatu parit besar memisahkan bangunan-bangunan ini dari bukit di mana Bait Allah berdiri. Dari sini, orang dapat melihat rumah-rumah yang didiami oleh mereka yang melayani Bait Allah. Istana Herodes tua terletak di sebelah timur istana Pilatus. Dalam halaman bagian dalam istana Herodes inilah banyak Kanak-Kanak Suci dibunuh. Sekarang penampilan kedua bangunan ini agak sedikit berubah, juga pintu-pintu masuknya berubah. Empat jalan utama bermula dari bagian kota, menuju ke arah selatan; tiga menuju ke forum dan istana Pilatus, dan yang keempat menuju ke gerbang yang dilalui orang yang menuju ke Bethsur. Rumah indah milik Lazarus, dan juga rumah Marta, ada di bagian utama jalan ini.

Salah satu dari jalanan tersebut sangat dekat dengan Bait Allah, bermula dari gerbang yang disebut Probatica. Kolam Probatica dekat dengan gerbang ini di sebelah kanannya. Di kolam inilah domba-domba dibasuh untuk pertama kalinya sebelum dibawa ke Bait Allah; sementara pembasuhan kedua yang lebih khidmad dilakukan di kolam Betsaida, yang terletak dekat pintu masuk selatan Bait Allah. Pada jalan kedua dari jalan-jalan tersebut terdapat sebuah rumah milik St. Anna, ibunda Santa Perawan, yang biasa ditinggalinya apabila ia datang ke Yerusalem bersama keluarganya untuk mempersembahkan kurban di Bait Allah. Aku yakin dalam rumah inilah pertunangan St. Yosef dan Santa Perawan dilangsungkan.

Forum, seperti yang telah aku jelaskan, dibangun di atas permukaan yang lebih tinggi dari jalan-jalan sekitarnya, dan saluran air yang melalui jalan-jalan ini mengalir ke kolam Probatica. Di Bukit Sion, tepat berhadapan dengan kastil tua Raja Daud, berdiri sebuah bangunan yang amat serupa dengan forum, sementara di sebelah tenggara orang dapat melihat Ruang Perjamuan, dan sedikit ke arah utara balai pengadilan Hanas dan Kayafas. Kastil Raja Daud merupakan sebuah benteng yang telah ditinggalkan, dengan banyak halaman, ruang-ruang kosong, dan kandang-kandang, yang biasa dipergunakan oleh para pengelana. Telah lama kastil ini dalam keadaan rusak, tentunya sebelum kelahiran Tuhan kita. Aku melihat para Majus bersama rombongannya yang besar memasuki kastil sebelum menuju Yerusalem.

Dalam meditasi aku melihat reruntuhan kastil-kastil dan tempat-tempat ibadah tua, melihat keadaannya yang terbengkalai dan tak terawat. Aku merenungkan bagaimana penggunaan bangunan-bangunan ini sekarang, yang begitu berbeda dari tujuan mereka didirikan. Benakku senantiasa tertuju pada peristiwa-peristiwa dalam masa kita sekarang, ketika begitu banyak bangunan dan gedung indah yang didirikan oleh para leluhur yang saleh dan taat, telah dihancurkan, dicemarkan, atau dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan duniawi, jika tidak untuk hal-hal yang jahat. Kapel biara kami, di mana Tuhan berkenan tinggal, kendati ketaklayakan kita, dan yang bagiku merupakan surga di atas bumi ini, sekarang tinggal kerangka tanpa atap ataupun jendela, dan segala peninggalannya entah dimusnahkan atau dibawa pergi. Biara kami yang tercinta juga, apakah yang akan terjadi dengannya sebentar lagi? Biara itu, di mana aku merasa lebih bahagia dalam sel kecilku dengan kursi patahnya, daripada seorang raja di atas tahtanya, sebab dari jendelanya aku dapat melihat bagian kapel di mana tersimpan Sakramen Mahakudus. Dalam beberapa tahun, mungkin, tak seorang pun akan tahu bahwa biara itu pernah ada, - tak seorang pun akan tahu bahwa dulu di sana ada ratusan jiwa yang dikuduskan bagi Tuhan, yang menghabiskan hari-hari mereka dengan memohon belas kasihan-Nya atas orang-orang berdosa. Tetapi, Tuhan akan ingat semuanya, Ia tak pernah lupa - masa lalu maupun masa mendatang bagaikan masa sekarang bagi-Nya. Dia-lah yang menyingkapkan kepadaku peristiwa-peristiwa yang terjadi jauh di masa silam, dan yang akan terjadi pada hari penghakiman, ketika segala sesuatu harus dipertanggung-jawabkan, dan setiap hutang harus dibayar lunas, bahkan yang remeh sekalipun. Ia akan ingat perbuatan-perbuatan baik maupun perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan di tempat-tempat yang telah terlupakan. Bagi Tuhan tak ada yang terabaikan, baik orang maupun tempat; mata-Nya melihat semua, bahkan kebun anggur Nabot. Merupakan tradisi di antara kami bahwa biara kami pada awalnya didirikan oleh dua orang biarawati miskin, yang harta duniawinya hanya berupa satu tempayan minyak dan sekarung kacang. Pada hari terakhir, Tuhan akan mengganjari mereka atas usaha mereka menggandakan talenta sederhana ini, dan atas panen berlimpah yang mereka tuai dan persembahkan kepada-Nya. Sering dikatakan bahwa jiwa-jiwa menderita harus tinggal di api penyucian sebagai hukuman atas apa yang tampaknya remeh bagi kita, seperti tidak melakukan silih atas beberapa sen yang dimiliki secara tidak sah. Oleh sebab itu, kiranya Tuhan berbelas kasihan terhadap mereka yang merampas harta milik orang-orang miskin ataupun harta Gereja.
 
 
Bab XVII
Yesus di Hadapan Pilatus


Sekitar pukul delapan pagi, menurut perhitungan waktu kita, ketika arak-arakan tiba di istana Pilatus. Hanas, Kayafas dan para pemimpin Sanhedrin berhenti di bagian antara forum dan pintu masuk ke Praetorium, di mana bangku-bangku batu ditempatkan bagi mereka. Para pengawal dengan brutal menyeret Yesus ke kaki anak tangga yang menuju ke kursi pengadilan Pilatus. Pilatus sedang berbaring di atas sebuah kursi yang nyaman di serambi yang menghadap ke forum. Di sampingnya terdapat sebuah meja kecil dengan tiga kaki, di mana diletakkan lencana kekuasaannya dan beberapa benda lain. Pilatus dikelilingi para pejabat dan para prajurit yang mengenakan pakaian kebesaran tentara Romawi. Orang-orang Yahudi dan para imam tidak masuk ke dalam Praetorium karena takut mencemarkan diri, jadi mereka tetap berada di luar.

Ketika Pilatus melihat arak-arakan yang hiruk-pikuk itu masuk, dan melihat betapa keji orang-orang Yahudi yang kejam memperlakukan tawanan mereka, ia bangkit, dan menyapa mereka dengan nada meremehkan sebagaimana dapat dibayangkan seorang jenderal yang menang perang menyapa kepala desa kecil yang ditaklukkannya, “Apa maksud kalian datang pagi-pagi seperti ini? Mengapa kalian menganiaya tawanan ini sebegitu keji? Tidak dapatkah kalian menahan diri untuk tidak menyiksa dan menganiaya tawanan kalian bahkan sebelum mereka diadili?” Mereka tidak menjawab, melainkan berteriak kepada para pengawal, “Bawa Dia kemari - bawa Dia untuk diadili!” Lalu, berpaling kepada Pilatus, mereka berkata, “Mohon dengarkanlah tuduhan kami terhadap penjahat ini, sebab kami tidak dapat masuk ke balai pengadilan tanpa mencemarkan diri kami.” Baru saja mereka selesai mengucapkan kata-kata, terdengarlah suara memecah dari antara khalayak ramai yang berkerumun. Suara tersebut datang dari seorang tua yang berpenampilan terhormat, pembawaannya mengesankan, yang berseru, “Kalian benar tidak memasuki Praetorium, sebab tempat itu telah dikuduskan oleh darah Kanak-kanak Suci; hanya ada satu Pribadi saja yang berhak memasukinya, dan hanya Ia Seorang yang dapat masuk ke dalamnya, sebab Ia Sendiri sama murninya seperti Kanak-kanak Suci yang dibantai di sana.” Lelaki yang mengucapkan kata-kata ini dengan suara nyaring, lalu menghilang di antara orang banyak, adalah seorang kaya bernama Zadok, sepupu Obed, suami Veronica; dua di antara anaknya termasuk dalam bilangan Kanak-kanak Suci yang diperintahkan untuk dibantai oleh Herodes saat kelahiran Juruselamat kita. Sejak peristiwa mengerikan itu, ia meninggalkan pesona dunia dan, bersama isterinya, hidup menurut peraturan kaum Esseni. Pernah ia berjumpa dengan Juruselamat kita di rumah Lazarus dan di sana ia mendengar-Nya mengajar. Pemandangan akan Ia yang diseret secara biadab ke hadapan Pilatus membangkitkan dalam benaknya kenangan akan sengsaranya sendiri saat bayi-bayinya disembelih secara keji di hadapan matanya. Ia bertekad untuk menyampaikan kesaksian di hadapan publik mengenai keyakinannya akan ketakberdosaan Yesus. Para penganiaya Tuhan kita terlalu larut dalam amarah atas sikap congkak Pilatus terhadap mereka, sementara mereka sendiri berada dalam posisi harus merendahkan diri, hingga mereka tak ambil pusing atas kata-kata seorang asing.

Para pengawal yang bengis menyeret Tuhan kita menaiki anak tangga pualam dan menggiring-Nya ke ambang serambi, darimana Pilatus berbicara dengan para imam Yahudi. Sang Gubernur Romawi telah sering mendengar tentang Yesus, walau ia sendiri belum pernah melihat-Nya. Sekarang, ia begitu terpesona atas pembawaan yang tenang dan agung dari Orang yang dibawa ke hadapannya ini dalam keadaan yang begitu mengenaskan. Sikap para imam dan tua-tua yang tak berperikemanusiaan menggusarkan hatinya, sekaligus membangkitkan perasaan benci terhadap mereka. Segera saja ia memberitahukan kepada mereka bahwa sedikit pun ia tak hendak menjatuhkan hukuman atas Yesus tanpa bukti-bukti kuat yang membenarkan tuduhan mereka. “Apakah tuduhan kamu terhadap orang ini?” tanyanya kepada para imam dengan nada sangat menghina. “Jikalau Ia bukan seorang penjahat, kami tidak menyerahkan-Nya kepadamu!” jawab para imam dengan sengit. “Ambillah Dia,” kata Pilatus, “dan hakimilah Dia menurut hukum Tauratmu.” “Engkau tahu betul,” jawab mereka, “Kami tidak diperbolehkan menjatuhkan hukuman mati atas seseorang.” Para musuh Yesus amat murka - betapa ingin mereka pengadilan itu segera berakhir dan kurban mereka dihukum mati sesegera mungkin, agar mereka dapat mempersiapkan diri untuk perayaan kurban anak domba Paskah. Orang-orang brengsek yang menyedihkan ini tidak mengetahui bahwa Ia yang mereka seret ke hadapan pengadilan seorang hakim kafir (yang kediamannya bahkan tak boleh mereka masuki karena takut menajiskan diri dan tak layak ambil bagian dalam kurban yang figuratif), bahwa Ia, dan hanya Ia saja, adalah Anak Domba Paskah sejati, sementara yang lain hanyalah sekedar lambang belaka.

Pilatus akhirnya memerintahkan mereka untuk menyampaikan tuduhan. Mereka mengajukan tiga tuduhan dan membawa sepuluh orang saksi guna membuktikan kebenaran masing-masing tuduhan. Tujuan utama mereka adalah meyakinkan Pilatus bahwa Yesus adalah pemimpin suatu komplotan yang melawan kaisar; dengan demikian Ia dapat dijatuhi hukuman mati sebagai seorang pemberontak. Mereka sendiri tak memiliki wewenang dalam perkara demikian, sebab mereka tak memiliki hak untuk mengadili seseorang, terkecuali yang menyangkut pelanggaran-pelanggaran agama. Usaha pertama mereka adalah membuktikan bahwa Ia menghasut rakyat, memicu mereka mengadakan pemberontakan, dan dengan demikian merupakan ancaman bagi ketenangan dan kesejahteraan rakyat. Guna membuktikan tuduhan ini, mereka mengajukan beberapa saksi palsu. Juga mereka melaporkan bahwa Ia melanggar hari Sabat, bahkan mencemarkannya dengan menyembuhkan orang sakit pada hari itu. Saat mereka menyampaikan tuduhan ini, Pilatus menyela dan mengatakan dengan nada mencemooh, “Tentu saja, karena tak seorang pun dari kalian sendiri sakit - seandainya kalian sendiri yang sakit, pastilah kalian tak akan mengeluh disembuhkan pada hari Sabat.” “Ia menyesatkan rakyat dan mengajarkan ajaran-ajaran yang paling menjijikkan. Ia mengatakan bahwa tak seorang pun dapat beroleh hidup kekal jika tidak makan daging-Nya dan minum darah-Nya.” Pilatus merasa jengkel atas dendam kesumat yang terungkap lewat perkataan maupun ekspresi wajah mereka. Ia memalingkan wajahnya dari mereka dengan pandangan mengejek seraya berkata, “Pastilah kalian sangat ingin mengikuti ajaran-ajaran-Nya dan beroleh hidup kekal, sebab kalian semua haus akan tubuh dan darah-Nya.”

Orang-orang Yahudi kemudian mengajukan tuduhan kedua melawan Yesus, yaitu bahwa Ia melarang rakyat membayar pajak kepada kaisar. Kata-kata ini membangkitkan murka Pilatus, sebab merupakan tanggung-jawabnya agar semua pajak dibayarkan sesuai ketentuan. Ia berseru dengan berang, “Bohong! Aku pasti lebih tahu tentang masalah ini daripada kalian.” Hal ini membuat para musuh Tuhan kita segera melanjutkan ke tuduhan yang ketiga, yang mereka ajukan dengan kata-kata seperti ini, “Meskipun Orang ini asal-usulnya tidak jelas, Ia merupakan pemimpin dari suatu kelompok yang besar. Saat menjadi pemimpin mereka, Ia menjatuhkan kutuk atas Yerusalem, dan menceritakan perumpamaan-perumpamaan bermakna ganda mengenai seorang raja yang sedang mempersiapkan perjamuan nikah bagi puteranya. Orang banyak yang Ia kumpulkan di bukit pernah berusaha menjadikan-Nya raja, hal ini lebih cepat dari yang Ia perkirakan, rencana-Nya belum matang, karenanya Ia melarikan diri dan bersembunyi. Sesudah itu, Ia datang kembali dengan lebih mantap: hari itu Ia memasuki kota Yerusalem di hadapan khalayak ramai yang bersorak-sorai; Ia memerintahkan orang banyak meneriakkan seruan-seruan yang membahana, “Hosana bagi Anak Daud! diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapa kita Daud.” Ia mewajibkan para pengikut-Nya menyampaikan penghormatan kerajaan kepada-Nya; Ia mengatakan kepada mereka bahwa Dia-lah Kristus, Tuhan Yang Diurapi, Mesias, raja yang dijanjikan kepada bangsa Yahudi, dan Ia menghendaki disebut dengan gelar-gelar agung itu.” Sepuluh orang saksi memberikan kesaksian mengenai hal ini.

Tuduhan terakhir - bahwa Yesus membuat DiriNya disebut raja - meninggalkan kesan dalam diri Pilatus. Ia mengernyitkan kening, meninggalkan serambi, melayangkan pandangan selidik kepada Yesus, masuk ke dalam apartemen sebelah, dan memerintahkan para pengawal untuk membawa-Nya seorang diri ke hadapannya. Pilatus bukan saja seorang yang percaya takhyul, tetapi juga amat lemah jiwanya dan mudah terpengaruh. Seringkali ia, dalam pengajaran kafir, mendengar disebut adanya anak-anak dewa yang tinggal untuk sementara waktu di bumi. Ia juga tahu pasti bahwa para nabi bangsa Yahudi sejak lama berselang telah menubuatkan bahwa akan bangkit dari antara mereka, Dia yang adalah Tuhan yang Diurapi, Juruselamat mereka, Pembebas dari perbudakan; dan bahwa banyak di antara mereka yang percaya teguh akan hal ini. Ia juga ingat bahwa raja-raja dari timur telah datang kepada Herodes, pendahulu penguasa yang sekarang, untuk menyampaikan sembah sujud kepada raja orang Yahudi yang baru dilahirkan, dan bahwa karena hal itu, Herodes memerintahkan pembunuhan Kanak-kanak Suci. Telah seringkali ia mendengar tradisi mengenai Mesias dan raja orang Yahudi, dan bahkan mempelajarinya dengan rasa ingin tahu, meskipun tentu saja, karena ia seorang kafir, tanpa iman sedikitpun. Andai ia mempercayainya, mungkin ia akan sependapat dengan kaum Herodian dan kaum Yahudi yang menantikan seorang raja yang berkuasa dan jaya. Dengan gagasan-gagasan demikian dalam benaknya, maksud orang-orang Yahudi menuduh seorang pribadi yang malang dan sengsara yang mereka bawa ke hadapannya dengan tuduhan menyatakan diri sebagai raja yang dijanjikan dan Mesias, tentu saja tampak tak masuk akal baginya. Tetapi, karena para musuh Yesus mengajukan tuduhan-tuduhan ini sebagai bukti pengkhianatan-Nya terhadap kaisar, ia pikir baik jika ia menginterogasi-Nya secara pribadi mengenai hal tersebut.

Engkau inikah raja orang Yahudi?” tanya Pilatus seraya menatap lekat Tuhan kita; tak dapat ia menahan rasa takjubnya atas ekspresi ilahi yang terpancar dari wajah-Nya.

Jawab Yesus, Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku?

Pilatus merasa tersinggung karena Yesus berpikiran mungkin ia percaya akan hal-hal yang demikian, maka katanya, “Apakah aku seorang Yahudi? Bangsa-Mu sendiri dan imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepadaku untuk dijatuhi hukuman mati; apakah yang telah Engkau perbuat?

Yesus menjawab dengan penuh keagungan, Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.

Pilatus agak sedikit tersentuh oleh kata-kata khidmad yang disampaikan-Nya dan ia berbicara kepada-Nya dengan nada lebih serius, “Jadi Engkau adalah raja?

Jawab Yesus, Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.

Pilatus menatap kepada-Nya. Ia bangkit dari kursinya dan berkata, “Apakah kebenaran itu?

Mereka kemudian saling berbicara beberapa patah kata lagi, yang aku tidak ingat sekarang, lalu Pilatus kembali ke serambi. Jawaban serta sikap Yesus jauh melampaui pengertiannya, tetapi ia melihat dengan jelas bahwa gagasan-Nya mengenai kerajaan tidak akan menimbulkan pertentangan dengan kaisar, sebab yang dimaksudkan-Nya bukan kerajaan duniawi; sedangkan kaisar tidak peduli akan hal di luar dunia ini. Sebab itu ia berbicara lagi kepada imam-imam kepala dari serambi dan mengatakan, “Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya.” Para musuh Yesus menjadi gusar dan meneriakkan seribu satu tuduhan berbeda melawan Juruselamat kita. Namun, Yesus diam saja, tenggelam dalam doa bagi para musuh bebuyutan-Nya ini. Ia juga tak menjawab ketika Pilatus mengatakan hal ini kepada-Nya, “Tidakkah Engkau memberi jawab? Lihatlah betapa banyaknya tuduhan mereka terhadap Engkau!” Pilatus sungguh heran dan berkata, “Aku melihat dengan jelas bahwa segala tuduhan mereka adalah dusta.” Tetapi, para pendakwa Yesus, yang amarahnya semakin meluap-luap, berteriak, “Engkau tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya? Apakah menghasut rakyat untuk memberontak di segenap penjuru kerajaan bukan suatu kejahatan? - bagaimana dengan menyebarkan ajaran-ajaran sesat, bukan hanya di sini, tetapi juga di Galilea?”

Disebutnya Galilea membuat Pilatus terdiam sejenak, ia berpikir-pikir, lalu bertanya, “Apakah Ia ini seorang Galilea, warga Herodes?” Mereka menjawab, “Ya; orangtua-Nya tinggal di Nazaret. Ia Sendiri sekarang tinggal di Kapernaum.”

“Jika demikian,” jawab Pilatus, “bawalah Ia kepada Herodes; Ia berada di sini untuk perayaan. Herodes akan segera mengadili-Nya, sebab Ia adalah warganya.” Segera Yesus digiring keluar dari balai pengadilan. Pilatus mengirimkan seorang utusan kepada Herodes guna memberitahukan bahwa Yesus dari Nazaret, yang adalah warganya, akan dibawa ke hadapannya untuk diadili. Pilatus mempunyai dua alasan melakukan hal ini. Pertama, ia senang dapat menghindarkan diri dari menjatuhkan hukuman, sebab ia merasa bimbang dengan segala perkara ini. Kedua, ia senang beroleh kesempatan menyenangkan hati Herodes, dengan siapa ia berselisih, sebab ia tahu bagaimana inginnya Herodes melihat Yesus.

Para musuh Tuhan kita sungguh murka diusir pergi secara demikian oleh Pilatus di hadapan segala orang banyak itu. Karenanya, mereka melampiaskan amarah mereka dengan memperlakukan-Nya terlebih keji dari sebelumnya. Mereka membelenggu-Nya kembali dan tak henti-hentinya melancarkan kutuk serta pukulan yang bertubi-tubi sementara mereka bergegas menggiring-Nya menerobos khalayak ramai menuju istana Herodes, yang letaknya tak jauh dari forum. Beberapa prajurit Romawi ikut serta dalam arakan-arakan.

Selama pengadilan berlangsung, Claudia Procles - isteri Pilatus - kerapkali mengirimkan pesan kepada suaminya mengisyaratkan bahwa ia sungguh ingin berbicara dengan-Nya. Ketika Yesus digiring ke istana Herodes, Claudia berdiri di atas balkon dan menyaksikan segala perlakuan biadab para musuh-Nya dengan perasaan campur-baur antara takut, duka serta ngeri.


Bab XVIII
Asal-mula Jalan Salib

Sepanjang peristiwa yang baru saja kita bicarakan, Bunda Yesus bersama Magdalena dan Yohanes berdiri di suatu tempat tersembunyi di forum. Mereka diliputi dukacita yang begitu hebat, yang semakin lama semakin dahsyat karena segala yang mereka dengar dan saksikan. Ketika Yesus digiring ke hadapan Herodes, Yohanes membimbing Santa Perawan dan Magdalena melewati tempat-tempat yang telah dikuduskan oleh jejak-jejak kaki-Nya. Lagi, mereka melayangkan pandangan ke kediaman Kayafas, kediaman Hanas, Ophel, Getsemani, dan Taman Zaitun. Mereka berhenti dan merenung di setiap tempat di mana Ia jatuh, atau di mana Ia menderita suatu sengsara tertentu. Mereka menangis diam-diam, membayangkan segala yang telah Ia derita. Santa Perawan kerap kali berlutut serta mencium tanah di mana Putranya jatuh, sementara Magdalena meremas-remas tangannya dalam duka yang pedih. Yohanes, meskipun tak kuasa membendung airmatanya, berusaha keras menghibur kedua perempuan kudus itu, menopang serta membimbing mereka. Demikianlah devosi kudus “Jalan Salib” pertama kali dilakukan; demikianlah Misteri Sengsara Yesus pertama kali dihormati, bahkan sebelum Sengsara itu selesai digenapi. Santa Perawan, teladan kemurnian yang tak bercela, dialah yang pertama mengungkapkan penghormatan mendalam yang dirasakan Gereja terhadap Tuhan Yesus terkasih. Betapa manis dan menghibur hati mengikuti teladan Bunda yang Tak Bernoda ini, melangkahkan kaki kian kemari dan membasahi tempat-tempat kudus dengan airmatanya. Tetapi, ah! siapakah gerangan yang dapat menggambarkan tajamnya pedang dukacita yang menembusi hatinya yang lemah lembut? Ia, yang dulu mengandung Juruselamat dunia dalam rahimnya yang perawan, dan menyusui-Nya begitu lama, - ia yang dengan sesungguhnya mengandung Dia yang adalah Sabda Allah, dalam Allah yang kekal sepanjang segala masa, dan yang sungguh Allah, - ia yang hatinya penuh rahmat, kepada siapa Ia berkenan tinggal selama sembilan bulan lamanya, yang merasakan-Nya hidup di dalam dirinya sebelum Ia tampil di antara umat manusia guna menganugerahkan rahmat keselamatan dan mengajarkan ajaran-ajaran surgawi-Nya. Ia menderita bersama Yesus, ia berbagi bersama-Nya, bukan hanya derita Sengsara-Nya yang pahit, melainkan juga kerinduan yang berkobar untuk menebus umat manusia yang berdosa, dengan wafat-Nya yang keji, di mana Ia menyerahkan nyawa-Nya.

Dengan cara yang amat menyentuh hati inilah Santa Perawan yang tersuci dan terkudus menetapkan dasar devosi yang disebut Jalan Salib. Demikianlah, di setiap perhentian yang ditandai oleh sengsara Putranya, ia menyimpan dalam hatinya jasa-jasa tak kunjung habis Sengsara-Nya, dan mengumpulkan semuanya bagaikan intan permata atau bunga-bunga yang harum mewangi untuk dipersembahkan sebagai persembahan yang paling berharga kepada Bapa yang Kekal atas nama segenap umat beriman.

Dukacita Magdalena begitu dahsyat hingga membuatnya nyaris bagaikan seorang yang telah kehilangan akal. Kasih suci yang tak terhingga, yang ia persembahkan bagi Tuhan kita, mendorongnya untuk menjatuhkan diri di depan kaki-Nya; di sanalah ia meluahkan segala perasaan hatinya (seperti ia menumpahkan minyak narwastu yang berharga ke atas kepala-Nya sementara Ia duduk sekeliling meja). Tetapi, saat hendak melaksanakan dorongan hatinya ini, suatu jurang yang gelap tampak menghalangi antara dirinya dengan Dia. Rasa sesal yang ia rasakan atas dosa-dosanya begitu hebat, begitu pula rasa syukur atas pengampunan dosanya. Tetapi, saat ia rindu mempersembahkan tindakan kasih dan syukur sebagai wangi-wangian yang berharga di kaki Yesus, ia melihat-Nya dikhianati, menanggung sengsara, dan akan segera wafat demi silih atas segala pelanggarannya, yang diambil alih dan ditanggungkan-Nya atas DiriNya. Penglihatan ini meliputinya dengan perasaan ngeri, hingga nyaris meluluh-lantakkan hatinya dengan perasaan kasih, tobat dan syukur. Penglihatan akan kedurhakaan mereka bagi siapa Ia akan segera wafat, melipatgandakan kepiluan hatinya sepuluh kali lipat; setiap langkah, setiap kata, ataupun setiap gerak-gerik mengungkapkan sengsara jiwanya.

Hati Yohanes diliputi kasih. Ia berduka hebat, namun tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia menopang Bunda Guru-nya yang terkasih dalam ziarahnya yang pertama melewati perhentian-perhentian Jalan Salib, dan membantunya mewariskan teladan devosi ini, yang sejak itu dilakukan dengan semangat yang sungguh oleh para anggota Gereja Kristiani.
 
 
Bab XIX
Pilatus dan Isterinya


Ketika orang-orang Yahudi menggiring Yesus ke istana Herodes, aku melihat Pilatus pergi menemui isterinya, Claudia Procles. Isterinya bergegas menjumpainya dan berdua mereka pergi ke suatu pondok taman kecil yang berada di salah satu serambi belakang istana. Claudia tampak sangat gelisah dan diliputi ketakutan. Ia seorang perempuan yang tinggi perawakannya dan cantik parasnya, walau teramat pucat. Rambutnya dijalin dengan sedikit hiasan, tetapi sebagian besar tertutup oleh kerudung panjang yang jatuh dengan anggun di atas pundaknya. Ia mengenakan anting-anting, seuntai kalung, dan gaunnya yang panjang dan berlipat-lipat diikat oleh semacam gesper. Ia berbicara lama dengan Pilatus dan memohonnya dengan sangat untuk tidak melukai Yesus, sang Nabi, yang Mahakudus dari yang Kudus. Ia juga menceritakan mimpi-mimpi atau penglihatan-penglihatan luar biasa yang ia alami malam sebelumnya tentang Dia.

Sementara Claudia berbicara, aku melihat sebagian besar penglihatan-penglihatan itu: yang berikut ini adalah yang paling menggoncangkan hati. Pertama, peristiwa-peristiwa utama dalam kehidupan Kristus - kabar sukacita, kelahiran, sembah sujud para gembala dan para majus, nubuat Simeon dan Hana, pengungsian ke Mesir, pembunuhan Kanak-kanak Suci, dan pencobaan Yesus di padang gurun. Juga diperlihatkan kepadanya dalam mimpi peristiwa-peristiwa yang paling menonjol dalam kehidupan Yesus di depan publik. Yesus senantiasa tampak kepadanya berselubungkan suatu sinar kemilau, tetapi para musuh-Nya yang jahat dan keji tampak dalam rupa yang paling mengerikan serta menjijikkan yang dapat dibayangkan. Ia melihat sengsara-Nya yang dahsyat, ketenangan-Nya, dan kasih-Nya yang tak habis-habisnya, pula ia melihat dukacita Bunda-Nya dan penyerahan diri total sang Bunda kepada Allah. Penglihatan-penglihatan ini meliputi hati isteri Pilatus dengan kegelisahan serta kengerian luar biasa, teristimewa karena penglihatan-penglihatan tersebut disertai pula dengan lambang-lambang yang membuatnya mengerti segala maknanya. Hatinya yang lemah-lembut tersiksa oleh penglihatan-penglihatan yang begitu ngeri. Ia menderita karenanya sepanjang malam. Terkadang, mimpi-mimpi itu tampak samar, tetapi seringkali tampak jelas dan nyata. Ketika fajar menyingsing, dan ia terjaga karena suara hiruk-pikuk khalayak ramai yang menyeret Yesus untuk diadili, ia melihat arak-arakan dan segera mengenali bahwa kurban yang lemah-lembut tanpa melawan sedikitpun di antara orang banyak itu, yang dibelenggu, yang menderita sengsara, dan yang diperlakukan di luar batas perikemanusiaan hingga hampir tak dapat dikenali lagi, tak lain adalah Ia yang bercahaya dan mulia yang begitu sering muncul di hadapan matanya dalam penglihatan-penglihatan di waktu malam. Hatinya begitu trenyuh demi melihat Yesus; segera ia memanggil Pilatus serta menceritakan kepadanya segala sesuatu yang terjadi padanya. Ia berbicara dengan berapi-api dan penuh emosi, dan walau ada banyak hal dalam apa yang dilihatnya itu, yang tidak dapat dimengertinya, namun demikian, ia memohon dan meminta dengan sangat kepada suaminya, dengan tutur-kata yang paling menyentuh hati, agar mengabulkan permohonannya.

Pilatus tercengang, sekaligus menjadi gelisah karena perkataan isterinya. Ia memperbandingkan apa yang diceriterakan isterinya itu dengan segala sesuatu yang ia dengar sebelumnya mengenai Yesus. Ia memikirkan dalam-dalam rasa dengki orang-orang Yahudi, ketenangan agung Juruselamat kita, dan perkataan-perkataan misterius yang Ia berikan sebagai jawab atas pertanyaannya. Ia bimbang beberapa saat lamanya. Akhirnya, tergerak oleh permohonan isterinya, Pilatus mengatakan kepadanya bahwa ia telah memaklumkan pernyataan Yesus tidak bersalah, dan bahwa ia tak akan menjatuhkan hukuman mati atas-Nya, sebab ia melihat tuduhan-tuduhan yang diajukan terhadap Yesus hanyalah dusta yang dibuat-buat oleh para musuh-Nya. Pilatus menceriterakan perkataan Yesus kepada dirinya dan berjanji kepada isterinya bahwa tak akan ada suatu pun yang dapat mempengaruhinya untuk menjatuhkan hukuman atas Orang Benar ini; ia bahkan memberikan cincin kepada isterinya sebelum mereka berpisah sebagai tanda bahwa ia tak akan ingkar.

Pilatus adalah seorang yang bermoral bejat dan bimbang, perangainya yang terburuk adalah kesombongan yang luar biasa dan kelicikan, yang membuatnya tak segan melakukan tindakan yang tidak adil, jika itu menguntungkan kepentingannya. Ia amat percaya takhyul, dan dalam saat-saat sulit biasa menggunakan jimat dan sihir. Ia sungguh bingung dan gelisah menghadapi perkara Yesus. Aku melihatnya berjalan kian kemari, membakar dupa dari satu dewa ke dewa lainnya, mohon agar mereka membantunya. Tetapi, setan mengisi benaknya dengan kekalutan yang terlebih lagi. Pertama, setan menanamkan suatu gagasan jahat dalam benaknya, lalu gagasan jahat berikutnya. Pilatus lalu berusaha mendapatkan pertolongan dari salah satu praktek takhayul kegemarannya, yaitu menyaksikan ayam-ayam keramat makan, tetapi sia-sia belaka - benaknya tetap tertutup kabut gelap, dan ia menjadi semakin lebih bimbang dari sebelumnya. Pertama ia berpikir akan membebaskan Juruselamat kita, yang ia tahu pasti tak bersalah, tetapi kemudian ia takut membangkitkan murka dewa-dewa berhalanya, sebab ia membayangkan mungkin Yesus semacam setengah dewa yang merupakan musuh bebuyutan para dewa. “Mungkin saja,” katanya dalam hati, “bahwa Orang ini sungguh raja orang Yahudi yang kedatangannya telah dinubuatkan oleh begitu banyak nabi. Kepada raja orang Yahudilah para Majus datang dari Timur untuk bersembah sujud. Mungkin Ia seorang musuh rahasia, baik bagi dewa-dewa maupun bagi kaisar; jika demikian, alangkah cerobohnya aku jika menyelamatkan nyawa-Nya. Siapa tahu kematian-Nya merupakan kemenangan bagi dewa-dewa?” Lalu, teringatlah ia akan mimpi-mimpi menakjubkan yang diceritakan oleh isterinya yang belum pernah berjumpa dengan Yesus. Pikirannya berubah lagi; ia memutuskan akan lebih aman jika tidak menjatuhkan hukuman atas-Nya. Ia berusaha membujuk dirinya bahwa ia menghendaki suatu hukuman yang adil, tetapi ia menipu diri, sebab ketika ia bertanya pada dirinya, “Apakah kebenaran itu?” ia tidak menanti jawabnya. Pikirannya sama sekali kacau, ia bingung tak tahu harus berbuat apa. Satu-satunya keinginannya adalah untuk tidak mendatangkan resiko atas dirinya sendiri.
 
Bersambung........ 
sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”