Senin, 06 Maret 2017


Membalas air tuba, dengan air susu






[Hari Minggu Biasa VII: Im 19:1-2, 17-18; Mzm 103:1-13; 1Kor 3:16-23, Mat 5:38-48]

Hari Minggu ini kita mendengarkan ajaran Tuhan Yesus yang mungkin paling sulit: “Bila orang menampar pipi kananmu, berikanlah juga pipi kirimu…” Lalu, “Kasihilah musuhmu!” Juga, “Berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu!” Waduh! Mudah diucapkan, tapi tak mudah dilakukan. Bukankah sudah menjadi kecenderungan kita, bahwa kita tidak terima kalau disakiti orang lain? Wong urusan pilkada saja bisa membuat orang jadi sensitif, bagaimana kalau itu urusan lain yang lebih pribadi sifatnya? Lalu sebenarnya, apa maksudnya, kalau kita sudah ditampar pipi kanan, koq harus memberikan pipi kiri pula?

St. Agustinus menjelaskannya demikian, “Sebab Tuhan Yesus telah bersedia, tidak hanya untuk ditampar pipi-Nya, bagi keselamatan manusia, tetapi untuk disalibkan dengan seluruh tubuh-Nya. Maka dapat ditanyakan, Apakah yang secara khusus ditandai dengan pipi kanan? Sebab wajah adalah sesuatu yang dengannya manusia dikenal. Ditampar di wajah, menurut sang Rasul adalah ekspresi penghinaan dan kebencian. Tapi karena kita tak dapat mengatakan ‘wajah kanan’ dan ‘wajah kiri’, dan namun kita memilikinya, satu sisi di hadapan Tuhan dan satu sisi di hadapan dunia, maka itu terbagi seolah-olah menjadi pipi kanan dan pipi kiri, sehingga barangsiapa dari antara murid Kristus yang dibenci karena ia adalah seorang Kristiani, dapat menjadi siap untuk lebih dibenci karena apapun penghormatan dari dunia yang dimilikinya” (St. Augustine, Serm. in Mont., i, 19).

Kupandang salib yang tergantung di dinding dekat meja belajarku. Di sana nampak jelas pengorbanan Tuhan Yesus, yang tidak hanya merelakan kedua pipi-Nya ditampar, melainkan seluruh tubuh-Nya dihancurkan, demi menebus dosa-dosaku dan dosa seluruh dunia. Salib-Nya menjadi tanda penghinaan dan kebencian yang dinyatakan oleh manusia kepada Tuhannya. Melalui penderitaan-Nya di salib, Yesus seolah telah kehilangan kemuliaan ilahi-Nya, dan bersamaan itu juga, kehilangan penghormatan yang diterimaNya dari para pengikut-Nya. Namun Yesus tidak membenci orang-orang yang telah menyalibkan Dia, dan bahkan mendoakan mereka (lih. Luk 23:34). Demikianlah, Yesus telah memberikan contoh kepada kita, bagaimana melaksanakan ajaran-Nya yang paling sulit ini: yaitu untuk tidak membalas ketika dihina dan disakiti, dan untuk mengasihi musuh dan mendoakan mereka. Yesus menanggung semua penderitaan-Nya, demi kasih-Nya kepada Bapa dan kepada kita. Kepada kesempurnaan kasih inilah kita pun dipanggil. “Haruslah kamu sempurna…” (Mat 5:48), kata Yesus. Yaitu untuk dapat mengasihi Allah dan sesama, termasuk orang-orang yang telah menyakiti hati kita. Sebab kasih yang sejati diukur dari sejauh mana kita tetap mengasihi walau tidak dibalas dengan kasih, atau bahkan walau dibalas dengan rasa benci. Kalau ada pepatah “air susu dibalas dengan air tuba” pada kisah anak durhaka; hari ini Injil mengajarkan kepada kita sebaliknya. “Air tuba dibalas dengan air susu”, jika kita ingin menjadi sempurna. Artinya, membalas kejahatan dengan kebaikan; membalas rasa sakit hati, dengan kemurahan hati.

Setiap orang punya ceritanya sendiri-sendiri, tentang siapakah orang yang pernah menyakiti hatinya, atau siapa yang baginya paling sulit dikasihi. Hari ini sabda Tuhan mengingatkan kita, agar kita mengasihi dan mendoakan orang-orang yang pernah mengisi lembaran kelabu dalam hidup kita. Sulit mungkin, memang, tetapi itulah tantangannya bagi kita, jika kita mau melaksanakan sabda Tuhan hari ini. “Kuduslah kamu…. Jangan engkau membenci saudaramu… jangan engkau menuntut balas, dan jangan menaruh dendam, melainkan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri!” (Im 19: 2, 17-18). 

Maka mengasihi sesama bukanlah suatu pilihan—boleh ya boleh tidak—tetapi suatu perintah Allah. Kalau kita sungguh mengasihi Allah, maka buktinya adalah kita mengasihi sesama, dan bukti kuatnya lagi adalah, kalau kita bisa mengasihi orang yang membenci kita. Tentang yang terakhir ini, aku terkesan dengan perkataan mendiang Mother Angelica, pendiri stasiun televisi Katolik EWTN. Di salah satu talk show-nya, ia pernah ditanya, bagaimana menghilangkan rasa benci terhadap orang yang telah pernah menyakiti hati kita. Dengan candanya yang khas, Mother Angelica kurang lebih menjawab demikian, “Coba bayangkan kalau Anda dan orang itu sama-sama sudah meninggal dunia… Lalu musuh Anda itu ternyata masuk Surga, karena ia sempat bertobat sebelum meninggalnya… tetapi kamu tak bisa masuk, karena kamu masih menyimpan rasa benci terhadapnya….” Tak elak, para pemirsa tertawa mendengarnya. Lalu tambahnya, “Maka, lebih baik, ampunilah dia. Sebab siapa tahu, bahwa tiket Anda untuk dapat masuk Surga, tergantung dari bisa atau tidaknya Anda mengampuni dia. Bayangkan…. kalau Anda masuk Surga, Andalah yang harus berterima kasih kepadanya, sebab justru karena dialah, Anda dibentuk Tuhan menjadi orang yang kudus, yang bisa mengampuni, seperti Tuhan Yesus telah mengampuni Anda!” Jujur saja, sekarang setiap kali kujumpai orang-orang yang menjengkelkan, aku selalu ingat perkataan Mother Angelica ini. Dan aku berdoa, O Tuhan, bantulah aku untuk mengampuni… jangan biarkan aku kelak hanya menunggu di luar pintu Surga, karena tidak bisa mengampuni dan tidak mendoakan orang-orang yang telah menyakiti hatiku. 

Juga tak kalah berharga, nasehat dari St. Maksimus dari buku Ibadat Harian hari ini. Ia memberikan kuncinya, agar kita bisa mengasihi, mengampuni, dan tahan menderita. Yaitu, kita harus memiliki kasih Tuhan, dan kasih akan Tuhan itu harus melebihi perhatian kita kepada hal-hal duniawi, supaya kita tidak jadi orang yang egois dan baper. Begini kata St. Maksimus, “Kemurahan hati tidak ditunjukkan hanya dengan memberi uang. Kemurahan hati lebih dinyatakan dengan melayani secara pribadi, seperti juga menyampaikan sabda Tuhan kepada sesama. Nyatanya, kalau pelayanan seseorang kepada saudara-saudaranya sungguh tulus dan kalau ia sungguh melepaskan perhatian kepada hal-hal duniawi, ia terbebas dari keinginan mementingkan diri sendiri. Sebab ia kini mengambil bagian dalam pengetahuan dan kasih Tuhan. Karena ia memiliki kasih Tuhan, ia tidak mengalami kekuatiran, sebab ia mengikuti Tuhan Allahnya. Sesungguhnya, mengikuti Nabi Yeremia, ia tahan terhadap setiap bentuk celaan dan kesulitan, tanpa menyimpan pikiran jahat terhadap siapapun… Jangan katakan: ‘… Hanya iman saja akan Tuhan Yesus Kristus, dapat menyelamatkan saya.’ Dari dirinya sendiri iman tak dapat mencapai apapun. Sebab bahkan setan pun percaya dan gemetar ketakutan [di hadapan Tuhan]. Tidak, iman harus digabungkan dengan cinta kasih yang aktif akan Tuhan, yang dinyatakan dalam perbuatan-perbuatan baik. Orang yang berbuat kasih dikenali dari pelayanan yang tulus dan tahan terhadap penderitaan, kepada sesamanya, dan juga terlihat dari bagaimana ia menggunakan harta bendanya dengan benar/ bijaksana.” Rupanya rahasia supaya orang bisa membalas kejahatan dengan kebaikan adalah, ia harus memiliki kasih Tuhan terlebih dahulu di dalam hatinya. Sebab dengan menempatkan Tuhan di tempat yang utama dalam hidup kita, kita akan dikuatkan dan dimampukan untuk mengikuti teladan-Nya: untuk tetap mengasihi sesama walau belum tentu dibalas kasih, tetap mengampuni walau belum tentu tidak disakiti lagi. Sebab kita mengingat, bahwa Tuhan terlebih dahulu telah mengasihi dan mengampuni segala kesalahan kita.

“Tuhan, tambahkanlah di hati kami, kasih kepada-Mu, agar kami dapat mengasihi dan mengampuni sesama kami. Jauhkan dari kami sikap mementingkan diri sendiri. Bantulah kami agar kami dapat melayani sesama dengan tulus dan tahan terhadap berbagai kesulitan dan penderitaan. St. Maksimus, doakanlah kami. Amin.”


Sumber  : http://www.katolisitas.org/membalas-air-tuba-dengan-air-susu/




WONDERFUL INDONESIA


Borobudur Temple-Jawa Tengah, Indonesia 

Prambanan Temple-Jawa Tengah, Indonesia 

Raja Ampat-Papua Barat, Indonesia 

Rammang Maros-Sulawesi, Indonesia 

Bromo Mountain-Jawa Timur, Indonesia 

Pekalen-Jawa Timur, Indonesia 

Conservation Of Sibolangit-Sumatera Utara, Indonesia 

Crater Lake Of Rinjani-NTB, Indonesia 

Waterfall of Lembah Anai-Sumatera Barat, Indonesia 

Beras Basah Island-Kalimantan Timur, Indonesia 

Image result for Labuan Cermin Lake-Kalimantan Timur-Indonesia
Labuan Cermin Lake-Kalimantan Timur-Indonesia

Pancur Aji Sanggau Waterfall-Kalimantan Barat-Indonesia

Banda Island-Maluku Tengah-Indonesia

Marine Park of Bunaken-Sulawesi Utara-Indonesia


Embeh Island-Sulawesi Utara-Indonesia


Beratan Bedugul Lake-Bali-Indonesia

Tanah Lot-Bali-Indonesia


Tanjung Tinggi Beach-Belitung-Indonesia

BERSAMA FELIX MENUJU GUA AHLI NUJUM


Orang Felix berkata, "Tidak. Kau mengacaukan semuanya. Aku akan pergi dengan orang-orang asing ini." Suara orang itu serak dan parau, menambah perasaan tidak enak dalam diri semua orang.

Orang itu mulai berjalan. Petrus, Filipus dan Tomas berulang kali memberi isyarat pada Yesus guna menasehati-Nya untuk tidak pergi. Tetapi Yesus tidak ambil peduli. Ia berjalan bersama Yudas di belakang orang itu, sementara yang lain-lain mengikuti-Nya… dengan enggan.

"Apakah Engkau seorang Israel?" tanya laki-laki itu.

"Ya."

"Aku juga, atau hampir, meski aku tidak kelihatan seperti seorang Israel. Tapi aku lama tinggal di luar negeri dan aku terpengaruh banyak kebiasaan, yang oleh orang-orang bodoh di sini tidak diterima. Aku lebih baik dari yang lainnya. Tapi mereka mengatakan bahwa aku setan, sebab aku banyak membaca, aku menernakkan unggas yang aku jual kepada orang-orang Romawi dan aku dapat menyembuhkan orang-orang lewat tanam-tanaman obat. Ketika aku masih muda, karena seorang perempuan, aku berkelahi dengan seorang Romawi - waktu itu aku di Cintium - dan aku menikamnya. Dia tewas, aku kehilangan satu mata dan seluruh kesehatanku dan aku dihukum penjara seumur hidup. Tapi aku tahu bagaimana menyembuhkan orang, dan aku menyembuhkan anak perempuan salah seorang sipir. Dengan demikian aku mendapatkan persahabatan dan sedikit kebebasan… Aku mempergunakannya untuk melarikan diri. Aku bertindak jahat, sebab orang itu pastilah membayar pelarianku dengan nyawanya. Tapi kebebasan tampak sungguh indah apabila orang adalah seorang tahanan…"

"Tidak sungguh indah sesudahnya?"

"Tidak. Penjara, apabila orang sendirian, lebih baik dari berhubungan dengan manusia yang tidak membiarkanmu sendirian dan datang sekeliling kita untuk membenci kita…"

"Apa kau belajar filsafat?"

"Aku dulu seorang guru di Cintium… Aku seorang proselyte…"

"Dan sekarang?"

"Sekarang aku bukan apa-apa. Aku hidup seturut realita fakta. Dan aku membenci, seperti aku dulu dan aku masih membenci."

"Siapa yang membencimu?"

"Semua orang. Dan Allah yang utama. Perempuan itu adalah istriku… dan Allah membiarkannya berlaku tidak setia terhadapku dan menghancurkanku. Aku dulu bebas dan terhormat, dan Allah membiarkanku menjadi seorang narapidana yang menjalani hukuman seumur hidup. Allah meninggalkan aku, manusia tidak adil. Baik Allah dan manusia menghancurkan aku. Tidak ada yang tersisa di sini…" dan dia menebah dahinya dan dadanya. "Padahal, di sini, dalam kepalaku, ada pikiran-pikiranku, pengetahuanku. Di sini yang tidak ada apa-apa" dan dia meludah penuh kebencian.

"Kau salah. Kau masih punya dua hal di sana."

"Apa itu?"

"Kenangan dan kebencian. Singkirkanlah. Jadilah sama sekali kosong… dan Aku akan memberimu sesuatu yang baru untuk ditempatkan di sana."

"Apa?"

"Cinta."

"Ah! Ah! Engkau membuatku tertawa. Aku sudah tidak tertawa selama tigapuluh lima tahun, sobat. Sejak aku punya bukti bahwa perempuan itu tidak setia padaku dan berselingkuh dengan si Romawi saudagar anggur. Cinta! Cinta bagiku! Adalah seperti aku melemparkan perhiasan-perhiasan berharga pada ayam-ayamku! Mereka akan mati akibat tak dapat mencernanya, terkecuali mereka mengeluarkannya bersama kotoran mereka. Hal yang sama akan terjadi atasku. Cinta-Mu akan menjadi suatu beban untukku, jika aku tidak dapat mencernanya…"

"Tidak, sobat! Jangan berkata begitu!" Yesus menempatkan tangan-Nya ke atas pundak si laki-laki, Ia tenggelam dalam duka mendalam dan secara terbuka.

Laki-laki tu menatap pada-Nya dengan satu-satunya matanya dan apa yang dia lihat pada wajah yang teramat manis dan elok itu membuatnya kelu terkesima dan mengubah ekspresinya. Dari sarkastik dia menjadi sangat serius dan lalu sangat sedih. Dia menundukkan kepalanya dan dengan suara yang berubah dia bertanya: "Siapakah Engkau?"

"Yesus dari Nazaret. Mesias."

"Engkau!!!"

"Aku. Tidakkah kau tahu mengenai Aku, sebab kau sangat banyak membaca?"

"Aku tahu… Tapi aku tidak tahu bahwa Engkau hidup dan… lebih dari itu semua, aku tidak tahu ini. Aku tidak tahu bahwa Engkau sangat baik terhadap semua orang… dengan demikian… juga terhadap pembunuh… Ampunilah aku atas apa yang sudah aku katakan… tentang Allah dan cinta… Sekarang aku mengerti mengapa Engkau ingin memberiku cinta… Sebab tanpa cinta dunia adalah neraka, dan Engkau, Mesias ingin menjadikan sebuah firdaus darinya."

"Sebuah firdaus dalam setiap hati. Berikan pada-Ku kenangan dan kebencian yang membuatmu sakit dan biarkan Aku menempatkan cinta dalam hatimu!"

"Oh! Andai aku mengenal Engkau sebelumnya!... maka… Tapi ketika aku membunuh, Engkau tentunya belum lahir… Tapi sesudahnya… ketika aku bebas, sebebas seekor ular dalam hutan, aku hidup untuk meracuni orang dengan kebencianku."

"Tapi kau juga melakukan kebaikan. Bukankah kau katakan bahwa kau menyembuhkan orang-orang lewat tanam-tanaman obat?"

"Ya. Untuk bertoleransi. Tapi berapa kali aku harus bergulat melawan hasratku untuk meracuni mereka lewat ramuan beracun!... Lihat? Aku mencari pengungsian di sini sebab… ini adalah tempat di mana dunia diacuhkan dan yang diacuhkan dunia. Suatu tempat terkutuk. Di tempat-tempat lain aku membenci dan dibenci dan aku takut dikenali orang… Tapi aku jahat." 

"Kau menyesal sudah mencelakai sipir penjara. Tidakkah kau lihat bahwa masih ada kebaikan dalam dirimu? Kau tidak jahat… Satu-satunya masalahmu adalah bahwa kau punya sebuah luka besar yang menganga, yang tak disembuhkan siapa pun… Kebaikanmu mengalir darinya bagai darah dari sebuah luka. Tapi jika seseorang merawat lukamu dan menyembuhkannya, saudara-Ku terkasih, kebaikan akan meningkat dalam dirmu, sebab kebaikan tidak akan lagi lenyap sebab membentuk..."

Laki-laki itu mencucurkan airmata dengan kepala tertunduk berusaha menyembunyikan airmatanya. Hanya Yesus Yang berjalan di sampingnya melihatnya. Ia memperhatikan tapi tidak berkata apa-apa lebih lanjut.

Sumber : http://yesaya.indocell.net/




WONDERFUL INDONESIA


Borobudur Temple-Jawa Tengah, Indonesia 

Prambanan Temple-Jawa Tengah, Indonesia 

Raja Ampat-Papua Barat, Indonesia 

Rammang Maros-Sulawesi, Indonesia 

Bromo Mountain-Jawa Timur, Indonesia 

Pekalen-Jawa Timur, Indonesia 

Conservation Of Sibolangit-Sumatera Utara, Indonesia 

Crater Lake Of Rinjani-NTB, Indonesia 

Waterfall of Lembah Anai-Sumatera Barat, Indonesia 

Beras Basah Island-Kalimantan Timur, Indonesia 

Image result for Labuan Cermin Lake-Kalimantan Timur-Indonesia
Labuan Cermin Lake-Kalimantan Timur-Indonesia

Pancur Aji Sanggau Waterfall-Kalimantan Barat-Indonesia

Banda Island-Maluku Tengah-Indonesia

Marine Park of Bunaken-Sulawesi Utara-Indonesia


Embeh Island-Sulawesi Utara-Indonesia


Beratan Bedugul Lake-Bali-Indonesia

Tanah Lot-Bali-Indonesia


Tanjung Tinggi Beach-Belitung-Indonesia