Selasa, 30 Desember 2014

Selamat Tahun Baru 2015

Selamat Tahun Baru 2015


 

Tengadahkan Selalu Harapan Kita 
di hadapan Tuhan
 


Requiescat In Pace
(R.I.P.) 




Turut Berduka Cita
Bagi Para Penumpang yang meninggal dunia
dalam Musibah Kecelakaan Pesawat Air Asia QZ8501
Semoga Tuhan menerima jiwa mereka semua 
dalam Kedamaian Abadi.




Senin, 22 Desember 2014

Kamis, 11 Desember 2014

SANTA PERAWAN MARIA DIKANDUNG TANPA DOSA

(Sabda Tuhan Yesus Melalui Tangan MARIA VALTORTA)






Yesus bersabda:

"... karena sukacita memiliki seorang Bunda Aku membisikkan sebuah kata misterius dalam bayangan Bait Allah yang mengandung harapan-harapan Israel, bahwa Bait Allah yang sekarang menjelang berakhir, sebab Bait Allah yang baru dan sejati akan segera datang ke dunia, tak lagi mengandung harapan-harapan satu orang, melainkan kepastian Firdaus bagi umat seluruh dunia, dan sepanjang segala abad hingga akhir dunia. Dan Sabda ini melakukan mukjizat menjadikan subur apa yang mandul. Dan juga mukjizat memberi-Ku seorang Bunda, Yang tak hanya memiliki disposisi terbaik, seperti yang secara alami pastilah ia miliki, sebab dilahirkan dari dua orang kudus, melainkan, suatu makhluk unik, yang memiliki tak hanya jiwa yang baik seperti yang masih dimiliki banyak orang lainnya, tak hanya peningkatan yang terus-menerus dalam kebajikan karena kehendak baik-Nya, tak hanya tubuh yang tak bernoda, melainkan juga memiliki jiwa yang tak bernoda.

Kau telah melihat kelangsungan terus-menerus generasi jiwa-jiwa dari Allah. Sekarang renungkanlah betapa pasti indahnya jiwa ini yang dipandang Bapa dengan penuh kasih sebelum adanya waktu, yang membangkitkan sukacita Tritunggal, yang Tritunggal rindu menghiasinya dengan karunia-karunia-Nya, demi menghadirkannya kepada DiriNya sendiri. Oh! Maria Tersuci yang diciptakan Allah bagi DiriNya kemudian bagi keselamatan umat manusia! Pembawa Juruselamat, Engkau-lah keselamatan pertama. Firdaus yang hidup, dengan senyum-Mu Engkau mulai menguduskankan dunia.

Jiwa yang diciptakan untuk menjadi jiwa Bunda Allah! Ketika kilatan yang sangat penting ini muncul dari denyut yang terlebih hidup dari Kasih lipat tiga dari Tritunggal, para malaikat bersukacita sebab Firdaus belum pernah melihat terang yang terlebih cemerlang. Laksana helaian bunga dari sekuntum mawar surgawi, helaian yang mistik dan berharga, yang adalah permata dan kobaran api, napas Allah turun demi memberi kehidupan kepada sebuah tubuh yang sama sekali berbeda dari yang lain. Ia turun dengan begitu kuat kuasa dalam kasihnya hingga Kedosaan tiada mampu mencemarkannya, ia datang melalui langit dan memasukkan dirinya dalam sebuah rahim suci.

Dunia telah memiliki Bunga-nya, namun dunia masih belum mengenalinya, Bunga sejati dan unik, yang mekar abadi: lily dan mawar, violet dan melati yang harum mewangi, helianthus dan cyclamen yang dicampur menjadi satu dan bersama mereka segala bunga di bumi dalam satu Bunga saja : Maria, dalam Siapa segala rahmat dan keutamaan menjadi satu.

Bulan April tanah Palestina nampak bagai sebuah taman yang amat luas dan harum mewangi serta warna-warni menggembirakan hati manusia. Namun Mawar yang terindah masih belum dikenali. Ia telah berbunga bagi Allah secara rahasia dalam rahim ibu-Nya, sebab BundaKu mengasihi sejak Ia dikandung. Tetapi hanya ketika pokok anggur memberikan darahnya untuk menghasilkan anggur dan aroma manis yang kuat memenuhi halaman-halaman dan lubang-lubang hidung, Ia akan tersenyum pertama-tama kepada Allah dan lalu kepada dunia, mengatakan dengan senyum-Nya yang paling tak berdosa: "Di sinilah, Pokok Anggur yang akan memberi kalian Berkas anggur untuk diperas dalam kilangan anggur, supaya menjadi Obat abadi bagi penyakit kalian, ada di antara kalian."

Aku katakan: "Maria mengasihi sejak Ia dikandung!" Apakah gerangan yang memberi terang dan pengetahuan kepada jiwa? Rahmat. Apakah gerangan yang menghilangkan Rahmat? Dosa asal dan dosa berat. Maria, Yang Tak Berdosa, tiada pernah lepas dari ingatan akan Allah, akan kedekatan-Nya, kasih-Nya, terang-Nya, kebijaksanaan-Nya. Oleh karena itu Ia dapat memahami dan mengasihi ketika Ia masih daging yang sedang terbentuk melingkupi suatu jiwa yang tak berdosa yang terus mengasihi.

Nanti, Aku akan mengajakmu mengkontemplasikan secara batin kedalaman keperawanan Maria. Kau akan mengalami keterpikatan ekstase surgawi, seperti ketika Aku mengijinkanmu merenungkan keabadian Kami. Sementara itu renungkanlah bagaimana mengandung suatu makhluk yang bebas dari Dosa yang menjauhkan manusia dari Allah, memberikan kepada si ibu inteligensi luar biasa dan menjadikannya nabi, meski ia telah mengandung dengan suatu cara yang alamiah dan manusiawi. Nabi bagi putrinya, yang disebutnya: "Putri Allah". Dan renungkanlah apa yang akan terjadi jika anak-anak yang tak berdosa dilahirkan dari Orangtua Pertama yang tak berdosa, sebagaimana dikehendaki Allah.

Manusia, kalian katakan bahwa kalian hendak menjadi "superman" [= manusia hebat], tapi dengan kejahatan-kejahatan kalian hanya menjadi "superdemon" [= setan hebat]. Kemungkinan ada dan hidup tanpa kontaminasi Setan, menyerahkan kepada Allah penyelenggaraan hidup, pengetahuan dan kebaikan, akan menjadi sarana-sarana yang menjadikan kalian "superman", tidak mengharapkan lebih dari apa yang telah Allah berikan kepada kalian dan yang sedikit saja kurang dari tak terhingga. Dan demikianlah, dalam suatu evolusi menuju kesempurnaan, kalian akan dapat menurunkan anak-anak, yang akan menjadi manusia dalam raganya dan anak-anak Inteligensi dalam jiwanya: para pemenang, perkasa, para raksasa atas Setan, yang akan ditaklukkan jauh ribuan abad sebelum saatnya, ketika ia akan dipermalukan, dan segala kejahatan yang bersamanya.

Sumber : Yesaya.indocell.net



Selasa, 18 November 2014


Paus Fransiskus: Aborsi, euthanasia adalah dosa

Sumber gambar : ucanews.com


Sumber gamber : katolisitas.org


Paus Fransiskus mengatakan kepada sekelompok dokter Katolik  bahwa bermain dengan kehidupan” manusia dengan cara-cara seperti aborsi dan euthanasia adalah dosa, seraya menekankan bahwa setiap kehidupan manusia, tidak peduli kondisi, adalah suci.

“Kita hidup dalam sebuah era eksperimen dengan kehidupan. Tapi, sebuah eksperimen yang buruk… (kita) bermain dengan kehidupan,” kata Paus dalam sebuah audiensi dengan 4.000 dokter Katolik yang berkumpul di Aula Paulus VI, Vatikan,  pada 15 November.

“Hati-hati, karena cara tersebut adalah dosa terhadap Sang Pencipta: Melawan Tuhan Pencipta”.

Dalam pidatonya kepada anggota Ikatan Dokter Katolik Italia untuk merayakan 70 tahun kelompok itu, Paus Fransiskus mengenang kembali ketika ia masih sebagai seorang imam mendengar orang berkeberatan dengan posisi Gereja tentang isu-isu kehidupan, khususnya sikap Gereja menentang aborsi.

Ia  mengatakan aborsi adalah masalah agama dan filsafat, serta juga “masalah ilmu pengatahuan, karena ada kehidupan seorang manusia dan tidak boleh mengambil kehidupan manusia untuk menyelesaikan masalah.”
Terlepas dari banyak keberatan ia telah mendengar ada yang mengatakan bahwa pemikiran modern telah berkembang terkait masalah ini, Paus menekankan, “Dalam pemikiran kuno dan dalam pemikiran modern, kata ‘membunuh’ berarti sama!”
“(Dan) hal yang sama berlaku untuk euthanasia,” jelasnya, seraya mengamati bahwa akibat hasil dari “budaya sampah,  euthanasia  tersembunyi dipraktekkan kepada lansia.”
Keyakinan bahwa aborsi sangat membantu wanita, euthanasia sebagai “tindakan bermartabat,” atau  “terobosan ilmiah untuk ‘menghasilkan anak (yang) dianggap legal dan bukannya diterima sebagai sebuah anugerah,” katanya.

Paus  mengatakan bahwa Injil memberikan gambaran yang jelas tentang kasih sayang seperti Orang Samaria yang Baik, yang melihat seorang  menderita, memiliki rasa belas kasihan, mendekati dan membantu dia.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat saat ini kemungkinan penyembuhan fisik telah meningkat secara drastis, kata Paus.
Beberapa aspek ilmu kedokteran “tampaknya mengurangi kemampuan untuk ‘mengurus’ orang tersebut, terutama ketika mereka sedang menderita, rapuh dan tak berdaya,” katanya, seraya menjelaskan bahwa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran hanya dapat meningkatkan kehidupan manusia jika mereka mempertahankan dan berakar pada etika.

“Perhatian terhadap kehidupan manusia, khususnya bagi mereka yang menghadapi kesulitan besar, yaitu, orang sakit, lansia, anak-anak, sangat mempengaruhi misi Gereja,” kata Bapa Suci.

Sering kualitas hidup seseorang diukur dengan kecantikan fisik dan kesejahteraan. “Dalam terang iman, kehidupan manusia adalah suci,” katanya.

Paus Fransiskus mengatakan kepada kelompok tersebut bahwa misi para dokter Katolik adalah menegaskan kesucian dan tidak dapat mengganggu gugat kehidupan manusia, yang “harus dicintai, dibela dan dirawat.”

Ia mendorong mereka untuk bekerja sama dengan orang lain, termasuk orang-orang dari berbagai agama, dalam upaya mempromosikan martabat manusia sebagai kriteria dasar pekerjaan mereka, dan mengikuti pesan Injil untuk mencintai setiap saat, terutama yang membutuhkan.

“Misi Anda sebagai dokter menempatkan Anda dalam kontak sehari-hari dengan banyak bentuk penderitaan,” katanya, dan ia mendorong mereka untuk meniru orang Samaria yang baik hati dalam merawat lansia, orang sakit dan orang cacat.

Sumber: ucanews.com


Mengapa aborsi itu dosa

 
"Tolong, jangan tusuk saya!"

Saya pernah menonton suatu program TV yang menunjukkan proses aborsi pada bayi usia 6 bulan. Dokter dengan sarung tangan memegang gunting dan pisau untuk 'membuka' perut ibu. Beberapa menit kemudian, bagian perut sudah tersayat, dan dalam sekejap, saya melihat suatu adegan yang membuat jantung saya hampir berhenti berdetak: keluarlah sebuah tangan kecil dari perut itu memegangi ujung gunting itu, seolah berteriak, "Tolong, jangan menusuk saya!" Namun mungkin para dokter itu sudah terbiasa melakukan "pekerjaan" itu. Tak lama kemudian hancurlah sudah tubuh manusia kecil dan tak berdaya itu. Bayi kecil itu mati terpotong-potong. Tidak sebagai manusia, namun hanya sebagai 'benda' yang dibuang karena dianggap mengganggu dan tidak diharapkan....
Pro Choice vs Pro-life

Di Amerika dewasa ini, terdapat isu yang cukup hangat, yang tak jarang mengundang perdebatan, yaitu mengenai aborsi. Umumnya mereka yang setuju aborsi menyebut diri sebagai 'pro- choice' -karena mengacu kepada hak ibu untuk 'memilih' nasib dirinya dan bayi yang dikandungnya; sedangkan yang tidak setuju menyebut diri 'pro-life'. Gereja Katolik sendiri selalu ada dalam posisi "pro-life" karena Gereja Katolik selalu mendukung kehidupan manusia, tak peduli seberapa muda usianya, termasuk mereka yang masih di dalam kandungan.

Sebenarnya secara objektif terminologi yang dipakai sudah rancu, karena 'pro-choice' sebenarnya bukan 'choice', sebab pilihan yang diambil dalam hal ini hanya satu, yaitu membunuh bayi yang masih dalam usia kandungan. Sang bayi yang kecil dan lemah itu tidak membuat pilihan, sebab ia ditentukan untuk mati. Tragisnya, yang menentukan kematiannya adalah ibunya sendiri yang mengandungnya.
Kapan kehidupan manusia terbentuk?

Gereja Katolik 'pro- life' karena Tuhan mengajarkan kepada kita untuk menghargai kehidupan, yang diperoleh manusia sejak masa konsepsi (pembuahan) antara sel sperma dan sel telur. Kehidupan manusia terbentuk pada saat konsepsi, karena bahkan dalam ilmu pengetahuan-pun diketahui, "Sebuah zygote adalah sebuah keseluruhan manusia yang unik."[1] Pada saat konsepsi inilah sebuah kesatuan sel manusia yang baru terbentuk, yang lain jika dibandingkan dengan sel telur ibunya, ataupun sel sperma ayahnya. Pada saat konsepsi ini, terbentuk sel baru yang terdiri dari 46 kromosom (seperti halnya sel manusia dewasa) dengan kemampuan untuk mengganti bagi dirinya sendiri sel-sel yang mati.[2] Analisa science menyimpulkan bahwa fertilisasi bukan suatu "proses" tetapi sebuah kejadian yang mengambil waktu kurang dari satu detik. Selanjutnya, dalam 24 jam pertama, persatuan sel telur dan sperma bertindak sebagai sebuah organisme manusia, dan bukan sebagai sel manusia semata-mata. Selengkapnya, untuk melihat pandangan para scientists tentang kapan hidup manusia dimulai, silakan membaca di link ini, silakan klik.

Masalahnya, orang-orang yang "pro-choice" tidak menganggap bahwa yang ada di dalam kandungan itu adalah manusia, atau setidaknya mereka menghindari kenyataan tersebut dengan berbagai alasan. Padahal science sangat jelas mengatakan terbentuknya sosok manusia adalah pada saat konsepsi (pembuahan sel telur oleh sel sperma). Pada saat itulah Tuhan 'menghembuskan' jiwa kepada manusia baru ciptaan-Nya, yang kelak bertumbuh dalam rahim ibunya, dapat lahir dan berkembang sebagai manusia dewasa. Adalah suatu ironi untuk membayangkan bahwa kita manusia berasal dari 'fetus' yang bukan manusia. Logika sendiri sesungguhnya mengatakan, bahwa apa yang akan bertumbuh menjadi manusia layak disebut sebagai manusia.
Dasar Kitab Suci

1. Kitab suci juga mengajarkan bahwa manusia sudah terbentuk sebagai manusia sejak dalam kandungan ibu:

Yes 44:2: "Beginilah firman TUHAN yang menjadikan engkau, yang membentuk engkau sejak dari kandungan dan yang menolong engkau..."

Allah sendiri mengatakan telah membentuk kita sejak dari kandungan, artinya, sejak dalam kandungan kita sudah menjadi manusia yang telah dipilih-Nya.

Ayb 31: 15: "Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu juga? Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim?"

Ayub menyadari bahwa ia dan juga orang-orang lain telah diciptakan/ dibentuk oleh Allah sejak dalam kandungan.

Yes 49, 1,5: "....TUHAN telah memanggil aku sejak dari kandungan telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku.... Maka sekarang firman TUHAN, yang membentuk aku sejak dari kandungan untuk menjadi hamba-Nya, untuk mengembalikan Yakub kepada-Nya..."

Nabi Yesaya mengajarkan bahwa Allah telah memanggilnya sejak ia masih di dalam kandungan (sesuatu yang tidak mungkin jika ketika di dalam kandungan ia bukan manusia).

2. Kitab Suci mengajarkan bahwa setiap kehidupan di dalam rahim ibu adalah ciptaan yang unik, yang sudah dikenal oleh Tuhan:

Yer 1:5: "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa."

Mazmur 139: 13, 15-16: "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.... Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya."

Gal 1:15-16: "Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia"

Luk 1:41-42: "Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus lalu berseru, "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu."

Di dalam kisah ini, Yohanes Pembaptis yang masih berada dalam kandungan Elisabet dapat melonjak gembira pada saat mendengar salam Maria. Lalu Elisabet-pun mengucapkan salam kepada Maria dan kepada Yesus yang ada dalam kandungan Bunda Maria sebagai 'buah rahim'-nya. Tentulah ini menunjukkan bahwa kehidupan janin di dalam kandungan sudah menunjukkan kehidupan seorang manusia, yang sudah dapat turut melonjak karena suka cita, dan layak untuk 'diberkati' sebagai manusia. Janin di dalam kadungan bukan hanya sekedar sepotong daging/ fetus tanpa identitas. Sejak di dalam kandungan, Allah telah membentuk kita secara khusus, memperlengkapi kita dengan berbagai sifat dan karakter tertentu agar nantinya dapat melakukan tugas-tugas perutusan kita di dunia.

3. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk memperhatikan dan mengasihi saudara-saudari kita yang terkecil dan terlemah, sebab dengan demikian kita melakukannya untuk Kristus sendiri.

Mat 25:45: "... sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku."

Aborsi yang pada akhirnya membunuh janin, entah di dalam atau di luar kandungan, adalah tindakan pembunuhan yang bertentangan dengan perintah Yesus untuk memperhatikan dan mengasihi saudari-saudari kita yang terkecil dan terlemah.


4. Kitab Suci menuliskan bahwa kita tidak boleh membunuh, atau jika mau dikatakan dengan kalimat positif, kita harus mengasihi sesama kita.


Kel 20: 13; Ul 5:17; Mat 5:21-22; 19:18: "Jangan membunuh."

Mat 22:36-40; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9, Gal 5:14: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri"

1 Yoh 3:15 "Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya."

Jika di dunia ini mulai banyak kampanye untuk melindungi binatang-binatang, (terutama binatang langka), maka adalah suatu ironi, jika manusia malahan melakukan aborsi yang membunuh sesama manusia, yang derajatnya lebih tinggi dari binatang. Apalagi jika aborsi dilegalkan/ diperbolehkan secara hukum. Maka menjadi suatu ironi yang mengenaskan: ikan lumba-lumba dilindungi mati-matian, tetapi bayi-bayi manusia dimatikan dan tidak dilindungi.

Suatu permenungan: seandainya kita adalah janin itu, tentu kitapun tak ingin ditusuk dan dipotong-potong sampai mati. Maka, jika kita tidak ingin diperlakukan demikian, janganlah kita melakukannya terhadap bayi itu. Atau, kalau kita mengatakan bahwa kita mengimani Kristus Tuhan yang hadir di dalam mahluk ciptaan-Nya yang terkecil itu, maka sudah selayaknya kita tidak menyiksanya apalagi membunuhnya! Kita malah harus sedapat mungkin memeliharanya dan memperlakukannya dengan kasih.


5. Kitab Suci menuliskan, bahwa jika kita tidak peduli akan nasib saudara-saudari kita yang lemah ini, kita sama dengan Kain, yang pura-pura tidak tahu nasib saudaranya sendiri.


Kel 4: 9 Firman Tuhan kepada Kain, "Di mana Habel adikmu itu?" Ia (Kain) menjawab, "Aku tidak tahu." Padahal tidak mungkin ia tidak tahu sebab Kain sendirilah yang memukul Habel adiknya hingga ia mati (lih. Kel 4:8).


Adalah suatu fakta yang memprihatinkan, yang menyangkut Presiden Barrack Obama yang terkenal oleh kebijakannya memperbolehkan aborsi. Pada suatu kesempatan dalam wawancara tanggal 16 Agustus 2008 (pada saat itu ia masih menjadi senator Illinois), ia ditanya oleh Pastor Rick Warren, "Jadi kapan menurut anda seorang bayi memperoleh hak azasinya?" Ini adalah pertanyaan yang menyangkut iman dan bagaimana iman itu bekerja dalam hati nurani dan kebijaksanaan sang (calon) Presiden. Namun sayangnya jawaban Obama adalah, "Answering that question with specificity, you know, is above my pay grade." (Menjawab pertanyaan itu dengan detailnya, kamu tahu, itu melampaui batas gaji/ penghasilan saya). Suatu jawaban yang kelihatan sangat enteng untuk pertanyaan yang sangat serius. Ini sungguh mirip dengan jawaban Kain, "Aku tidak tahu." Padahal, tentu bukannya tidak tahu, tetapi lebih tepatnya tidak mau tahu. Sebab fakta science dan bahkan akal sehat sesungguhnya telah begitu jelas menunjukkan kapan manusia terbentuk sebagai manusia.

Alkitab menunjukkan dan bahkan ilmu pengetahuan membuktikan bahwa kehidupan manusia berawal dari masa konsepsi. Satu sel ini kemudian berkembang menjadi janin yang sungguh sudah berbentuk manusia, walaupun masih di dalam kandungan. DNA dan keseluruhan 46 kromosom terbentuk saat konsepsi. Jantung janin telah berdetak di hari ke-18, keseluruhan struktur syaraf terbentuk di hari ke- 20. Di hari ke 42, semua tulang sudah lengkap, gerak refleks sudah ada. Otak dan semua sistem tubuh terbentuk di minggu ke-8. Semua sistem tubuh berfungsi dalam 12 minggu. Hanya orang yang menutup diri terhadap semua fakta ini dapat berkata, "aku tidak tahu" kapan kehidupan manusia dimulai, dan apakah janin itu seorang manusia atau bukan.

Pengajaran Bapa Gereja

1. Didache: Pengajaran dari kedua belas Rasul (80- 110)[3]
Mungkin tak banyak orang mengetahui bahwa larangan aborsi sudah berlaku sejak abad ke-1. Dalam Didache, yang merupakan katekese moral, aborsi dan mungkin juga kontrasepsi (yang dikatakan dalam istilah "magic" atau "drug")[4]

2. Konsili Elvira (305) dan Konsili Ancyra (314) mengecam aborsi, silakan melihat teks lengkapnya di link ini, silakan klik.


3. Beberapa Bapa Gereja yang mengajarkan larangan aborsi:

The Apocalypse of Peter (ca. 135)
Tertullian (c.160-240)
Athenagoras (d. 177)
Minucius (3rd Century AD)
Basil (c.329-379)
Ambrose (c.340-397)
Jerome (347-420)
John Chrysostom (347-407)
Augustine of Hippo (354-430)
St. Caesarius, Bishop of Arles (470-543)
Theodorus Priscianus (c.4th-5th century AD)
Justinian (527-565)
Gregory the Great (540-604)
Disciple of Cassiodorus (after 540 AD)
Apocalypse of Paul
The Apostolic Constitutions
The Letter of Barnabas
Hippolytus

Teks lengkapnya dari masing-masing Bapa Gereja tersebut, silakan klik di link ini.

Pengajaran Magisterium Gereja Katolik

Maka, Magisterium Gereja Katolik dengan teguh menjunjung tinggi kehidupan manusia dan menentang aborsi, karena memang demikianlah yang sudah diajarkan oleh para rasul dan diimani Gereja sepanjang sejarah.

1. Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes 27, "Selain itu apa saja yang berlawanan dengan kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang mana pun juga, penumpasan suku, pengguguran (aborsi), eutanasia atau bunuh diri yang disengaja; apa pun yang melanggar keutuhan pribadi manusia, .... apa pun yang melukai martabat manusia, seperti kondisi-kondisi hidup yang tidak layak manusiawi, pemenjaraan yang sewenang-wenang, pembuangan orang-orang, perbudakan, pelacuran, perdagangan wanita dan anak-anak muda; begitu pula kondisi-kondisi kerja yang memalukan, sehingga kaum buruh diperalat semata-mata untuk menarik keuntungan.... itu semua dan hal-hal lain yang serupa memang perbuatan yang keji. Dan sementara mencoreng peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih mencemarkan mereka yang melakukannya, dari pada mereka yang menanggung ketidak-adilan, lagi pula sangat berlawanan dengan kemuliaan Sang Pencipta."

2. Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, Humanae Vitae 13 mengutip Paus Yohanes XXIII mengatakan, "Hidup manusia adalah sesuatu yang sakral, dari sejak permulaannya, ia secara langsung melibatkan tindakan penciptaan oleh Allah." Maka manusia tidak mempunyai dominasi yang tak terbatas terhadap tubuhnya secara umum; manusia tidak mempunyai dominasi penuh atas kemampuannya berkembang biak justru karena pemberian kemampuan berkembang biak itu ditentukan oleh Allah untuk memberi kehidupan baru, di mana Tuhan adalah sumber dan asalnya.

Dalam surat ensiklik yang sana Paus Paulus VI juga menyebutkan kedua aspek perkawinan yaitu persatuan (union) dan penciptaan kehidupan baru (pro-creation). Maka "usaha interupsi/ pemutusan terhadap proses generatif yang sudah berjalan, dan terutama, aborsi yang dengan sengaja diinginkan, meskipun untuk alasan terapi, adalah mutlak tidak termasuk dalam cara-cara yang diizinkan untuk pengaturan kelahiran."[5].

3. Congregation for the Doctrine of the Faith, Declaration on Procured Abortion: (18 November 1974), nos 12-13, AAS (1974), 738:

"...from the time that the ovum is fertilized, a life is begun which is neither that of the father nor the mother; it is rather the life of a new human being with his own growth. It would never be made human if it were not human already. This has always been clear, and ... modern genetic science offers clear confirmation. It has demonstrated that from the first instant there is established the programme of what this living being will be: a person, this individual person with his characteristic aspects already well determined. Right from fertilization the adventure of a human life begins, and each of its capacities requires time-a rather lengthy time-to find its place and to be in a position to act."

Karena hidup manusia dimulai saat konsepsi/ fertilisasi, maka manusia harus dihormati dan diperlakukan sebagai manusia sejak masa konsepsi dan karenanya, sejak saat konsepsi, hak-haknya sebagai manusia harus diakui, terutama haknya untuk hidup.[6]

4. Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Evangelium Vitae menekankan bahwa Injil Kehidupan (the Gospel of Life) yang diterima Gereja dari Tuhan Yesus sebenarnya telah menggema di hati semua orang. Setiap orang yang terbuka terhadap kebenaran dan kebaikan akan mengenali hukum kodrat yang tertulis di dalam hatinya (lih. 2:14-15) tentang kesakralan kehidupan manusia dari sejak awal mula sampai akhirnya; dan dengan demikian dapat mengakui adanya hak dari setiap orang untuk dapat hidup. Sesungguhnya atas dasar pengakuan akan hak untuk hidup inilah setiap komunitas manusia dan komunitas politik didirikan.[7]

Paus Yohanes Paulus II kemudian menyebutkan adanya hubungan yang dekat antara kontrasepsi dan aborsi. Kontrasepsi menentang kebenaran sejati tentang hubungan suami istri, sedangkan aborsi menghancurkan kehidupan manusia. Kontrasepsi menentang kebajikan kemurnian di dalam perkawinan, sedangkan aborsi menentang kebajikan keadilan dan merupakan pelanggaran perintah "Jangan membunuh"[8]. Maka keduanya sebenarnya berasal dari pohon yang sama, berakar dari mental hedonistik yang tidak mau menanggung akibat dalam hal seksualitas, berpusat pada kebebasan yang egois, yang menganggap 'pro-creation' sesuatu beban untuk pencapaian cita-cita/ personal fulfillment.

Paus Yohanes Paulus II menyebutkan mentalitas sedemikian mendorong bertumbuhnya "culture of death" di dalam masyarakat, yang pada dasarnya menentang kehidupan.[9] Dalam mentalitas ini, bayi/ anak-anak maupun orang tua yang sakit-sakitan dianggap sebagai 'beban' sehingga muncullah budaya aborsi dan euthanasia. Suatu yang sangat menyedihkan! Padahal seharusnya, manusia memilih kehidupan seperti yang diperintahkan Allah, "Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut kepada-Nya...." (Ul 30:19-20).

Akhirnya, berikut ini adalah pengajaran definitif dari Paus Yohanes Paulus II yang menolak aborsi[10]:


"Therefore, by the authority which Christ conferred upon Peter and his Successors, in communion with the Bishops-who on various occasions have condemned abortion and who in the aforementioned consultation, albeit dispersed throughout the world, have shown unanimous agreement concerning this doctrine-I declare that direct abortion, that is, abortion willed as an end or as a means, always constitutes a grave moral disorder, since it is the deliberate killing of an innocent human being. This doctrine is based upon the natural law and upon the written Word of God, is transmitted by the Church's Tradition and taught by the ordinary and universal Magisterium."
Efek-efek negatif dari aborsi

Tidak mengherankan, karena aborsi adalah perbuatan yang menentang hukum alam dan hukum Tuhan, maka tindakan ini membawa akibat- akibat negatif, terutama kepada ibu dan ayah bayi, maupun juga kepada para pelaku aborsi dan masyarakat umum, terutama generasi muda, yang tidak lagi melihat kesakralan makna perkawinan.

Ibu yang mengandung bayi, terutama menanggung akibat negatif, baik bagi fisik maupun psikologis, yaitu kemungkinan komplikasi fisik, resiko infeksi, perdarahan, atau bahkan kematian. Selanjutnya, penelitian dalam Journal of the National Cancer Institute di Amerika juga menunjukkan wanita yang melakukan aborsi meningkatkan resiko 50% terkena kanker payudara. Sebab aborsi membuat terputusnya proses perkembangan natural payudara, sehingga jutaan selnya kemudian mempunyai resiko tinggi mengalami keganasan. Selanjutnyapun kehamilan berikutnya mempunyai peningkatan resiko gagal 45%, atau komplikasi lainnya seperti prematur, steril, kerusakan cervix. Selanjutnya tentang hal ini dapat anda lihat di link ini, silakan klik.

Di atas semua itu adalah tekanan kejiwaan yang biasanya dialami oleh wanita- wanita yang mengalami aborsi. Tekanan kejiwaan ini membuat mereka depresi, mengalami kesedihan yang berkepanjangan, menjadi pemarah, dikejar perasaan bersalah, membenci diri sendiri, bahkan sampai mempunyai kecenderungan bunuh diri. Menurut studi yang diadakan oleh David Reardon yang memimpin the Elliot Institute for Social Sciences Research di Springfield Illinois (di negara Obama menjadi senator): 98% wanita yang melakukan aborsi menyesali tindakannya, 28% wanita sesudah melakukan aborsi mencoba bunuh diri, 20% wanita post-aborsi mengalami nervous breakdown, 10% dirawat oleh psikiatris.

Ini belum menghitung adanya akibat negatif dalam masyarakat, terutama generasi muda. Legalisasi aborsi semakin memerosotkan moral generasi muda, yang dapat mempunyai kecenderungan untuk mengagungkan kesenangan seksual, ataupun memikirkan kepentingan diri sendiri, tanpa memperhitungkan tanggung jawab. Suatu mentalitas yang sangat bertentangan dengan ajaran Kristiani.
Bagi yang telah melakukan aborsi

Paus Yohanes Paulus II dengan kebapakan mengatakan bahwa Gereja menyadari bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita melakukan aborsi. Gereja mengajak para wanita yang telah melakukan aborsi untuk menghadapi segala yang telah terjadi dengan jujur. Perbuatan aborsi tetap merupakan perbuatan yang sangat salah dan dosa, namun juga janganlah berputus asa dan kehilangan harapan. Datanglah kepada Tuhan dalam pertobatan yang sungguh dalam Sakramen Pengakuan Dosa. Percayakanlah kepada Allah Bapa jiwa anak yang telah diaborsi, dan mulai sekarang junjunglah kehidupan, entah dengan komitmen mengasuh anak-anak yang lain, atau bahkan menjadi promotor bagi banyak orang agar mempunyai pandangan yang baru dalam melihat makna kehidupan manusia.[11]. Anjuran ini juga berlaku bagi para dokter, petugas medis atau siapapun yang pernah terlibat dalam tindakan aborsi, entah dengan menganjurkannya ataupun dengan melakukan/ membantu proses aborsi itu sendiri. Semoga semakin banyak orang dapat melihat kejahatan aborsi, sehingga tidak lagi mau melakukannya.

Kesimpulan

Pengajaran Alkitab dan Gereja Katolik menyatakan, "Kehidupan manusia adalah sakral karena sejak dari awalnya melibatkan tindakan penciptaan Allah"[12]. Kehidupan, seperti halnya kematian adalah sesuatu yang menjadi hak Allah[13], dan manusia tidak berkuasa untuk 'mempermainkannya'. Perbuatan aborsi menentang hukum alam dan hukum Allah, maka tak heran, perbuatan ini mengakibatkan hal yang sangat negatif kepada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Aborsi adalah tindakan pembunuhan manusia, walaupun ada sebagian orang yang menutup mata terhadap kenyataan ini. Gereja Katolik tidak pernah urung dalam menyatakan sikapnya yang "pro-life"/ mendukung kehidupan, sebab, Gereja menghormati Allah Pencipta yang memberikan kehidupan itu. Tindakan melindungi kehidupan ini merupakan bukti nyata dari iman kita kepada Kristus, yang adalah Sang Hidup (Yoh 14:6) dan pemberi hidup itu sendiri.


Mari, di tengah-tengah budaya yang menyerukan "kematian"/ culture of death, kita sebagai umat Katolik dengan berani menyuarakan "kehidupan"/ culture of life. Mari kita melihat di dalam setiap anak yang lahir, di dalam setiap orang yang hidup maupun yang meninggal, gambaran kemuliaan Tuhan Pencipta yang telah menciptakan manusia sesuai dengan gambaran-Nya. Dengan demikian, kita dapat menghormati setiap orang, dan memperlakukan setiap manusia sebagaimana mestinya demi kasih dan hormat kita kepada Tuhan yang menciptakannya.

Mari bersama kita mewartakan Injil Kehidupan, yang menyatakan kepenuhan kebenaran tentang manusia dan tentang kehidupan manusia. Semoga kita dapat memiliki hati nurani yang jernih, sehingga kita dapat mendengar seruan Tuhan untuk memperhatikan dan mengasihi sesama kita yang terkecil, yakni mereka yang sedang terbentuk di dalam rahim para ibu. Sebab Yesus bersabda, "Apa yang kau lakukan terhadap saudaramu yang paling kecil ini, engkau lakukan untuk Aku..." (lih. Mat 25:45).

Sumber: Katolisitas.org




Senin, 10 November 2014

Empat Sifat Gereja

oleh: P. William P. Saunders *


Mohon penjelasan mengenai empat sifat Gereja.
~ seorang pembaca di Winchester

Dalam Syahadat Nikea-Konstantinopel, kita mengaku iman kita: “Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik”. Inilah keempat sifat Gereja. Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu.

GEREJA YANG SATU. Katekismus Gereja Katolik menjelaskan bahwa Gereja itu satu, karena tiga alasan. Pertama, Gereja itu satu menurut asalnya, yang adalah Tritunggal Mahakudus, kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi - Bapa, Putra dan Roh Kudus. Kedua, Gereja itu satu menurut pendiri-Nya, Yesus Kristus, yang telah mendamaikan semua orang dengan Allah melalui darah-Nya di salib. Ketiga, Gereja itu satu menurut jiwanya, yakni Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, yang menciptakan persekutuan umat beriman, dan yang memenuhi serta membimbing seluruh Gereja (#813).

“Kesatuan” Gereja juga kelihatan nyata. Sebagai orang-orang Katolik, kita dipersatukan dalam pengakuan iman yang satu dan sama, dalam perayaan ibadat bersama terutama sakramen-sakramen, dan struktur hierarkis berdasarkan suksesi apostolik yang dilestarikan dan diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci. Sebagai misal, entah kita ikut ambil bagian dalam Misa di Surabaya, Alexandria, San Francisco, Moscow, Mexico City, atau di manapun, Misanya sama - bacaan-bacaan, tata perayaan, doa-doa, dan lain sebagainya terkecuali bahasa yang dipergunakan dapat berbeda - dirayakan oleh orang-orang percaya yang sama-sama beriman Katolik, dan dipersembahkan oleh Imam yang dipersatukan dengan Uskupnya, yang dipersatukan dengan Bapa Suci, Paus, penerus St Petrus.

Namun demikian, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Umat beriman menjadi saksi iman dalam panggilan hidup yang berbeda-beda dan dalam beraneka bakat serta talenta, tetapi saling bekerjasama untuk meneruskan misi Tuhan kita. Keanekaragaman budaya dan tradisi memperkaya Gereja kita dalam ungkapan iman yang satu. Pada intinya, cinta kasih haruslah merasuki Gereja, sebab melalui cinta kasihlah para anggotanya saling dipersatukan dalam kebersamaan dan saling bekerjasama dalam persatuan yang harmonis.

GEREJA YANG KUDUS. Tuhan kita Sendiri adalah sumber dari segala kekudusan: “Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja” (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, #14). Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya. Melalui pelayanan Gereja dan kuasa Roh Kudus, Tuhan kita mencurahkan berlimpah rahmat, teristimewa melalui sakramen-sakramen. Oleh karena itu, melalui ajarannya, doa dan sembah sujud, serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda kekudusan yang kelihatan.

Namun demikian, kita patut ingat bahwa masing-masing kita, sebagai anggota Gereja, telah dipanggil kepada kekudusan. Melalui Sakramen Baptis, kita telah dibebaskan dari dosa asal, dipenuhi dengan rahmat pengudusan, dibenamkan ke dalam misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan, dan dipersatukan ke dalam Gereja, “umat kudus Allah”. Dengan rahmat Tuhan, kita berjuang mencapai kekudusan. Konsili Vatican Kedua mendesak, “Segenap umat Katolik wajib menuju kesempurnaan Kristen, dan menurut situasi masing-masing mengusahakan, supaya Gereja, seraya membawa kerendahan hati dan kematian Yesus dalam tubuhnya, dari hari ke hari makin dibersihkan dan diperbaharui, sampai Kristus menempatkannya di hadapan Dirinya penuh kemuliaan, tanpa cacat atau kerut” (Dekrit tentang Ekumenisme, #4).

Gereja kita telah ditandai dengan teladan-teladan kekudusan yang luar biasa dalam hidup para kudus sepanjang masa. Tak peduli betapa gelapnya masa bagi Gereja kita, selalu ada para kudus besar melalui siapa terang Kristus dipancarkan. Ya, kita manusia yang rapuh, dan terkadang kita jatuh dalam dosa; tetapi, kita bertobat dari dosa kita dan sekali lagi kita melanjutkan perjalanan di jalan kekudusan. Dalam arti tertentu, Gereja kita adalah Gereja kaum pendosa, bukan kaum yang merasa diri benar atau merasa yakin akan keselamatannya sendiri. Salah satu doa terindah dalam Misa dipanjatkan sebelum Tanda Damai, “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu.” Meski individu-individu warga Gereja rapuh dan malang, jatuh dan berdosa, Gereja terus menjadi tanda dan sarana kekudusan.

GEREJA YANG KATOLIK. St Ignatius dari Antiokhia (± tahun 100) mempergunakan kata ini yang berarti “universal” untuk menggambarkan Gereja (surat kepada jemaat di Smyrna). Gereja bersifat Katolik dalam arti bahwa Kristus secara universal hadir dalam Gereja dan bahwa Ia telah mengutus Gereja untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Matius 28:19).

Di samping itu, patut kita ingat bahwa Gereja di sini di dunia - yang kita sebut Gereja Pejuang - dipersatukan dengan Gereja Jaya di surga dan Gereja Menderita di purgatorium. Inilah pengertian dari persekutuan para kudus - persatuan umat beriman di surga, di api penyucian, dan di bumi.

Dan akhirnya, GEREJA YANG APOSTOLIK. Kristus mendirikan Gereja dan mempercayakan otoritas-Nya kepada para rasul-Nya, para uskup yang pertama. Ia mempercayakan otoritas khusus kepada St Petrus, Paus Pertama dan Uskup Roma, untuk bertindak sebagai Vicar-Nya (= wakil-Nya) di sini di dunia. Otoritas ini telah diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci dalam apa yang kita sebut suksesi apostolik dari uskup ke uskup, dan kemudian diperluas ke imam dan diakon. Uskup kita sendiri, andai mau, dapat menelusuri kembali suksesi apostoliknya sebagai seorang uskup hingga ke salah satu dari para rasul. Ketika Bapa Uskup mentahbiskan tujuh imam bagi keuskupan kita pada tanggal 15 Mei yang lalu, beliau melakukannya dengan otoritas suksesi apostolik. Ketujuh imam itu, pada gilirannya ikut ambil bagian dalam imamat Tuhan kita Yesus Kristus. Tak ada uskup, imam atau diakon dalam Gereja kita yang mentahbiskan dirinya sendiri atau memaklumkan dirinya sendiri, melainkan, ia dipanggil oleh Gereja dan ditahbiskan ke dalam pelayanan apostolik yang dianugerahkan Tuhan kita kepada Gereja-Nya untuk dilaksanakan dalam persatuan dengan Paus.

Gereja adalah juga apostolik dalam arti warisan iman seperti yang kita dapati dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci dilestarikan, diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium (= otoritas mengajar Gereja yang dipercayakan kepada para rasul dan penerus mereka) berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan, membela dan mewariskan warisan iman. Di samping itu, Roh Kudus melindungi Gereja dari kesalahan dalam otoritas mengajarnya. Meski seturut berjalannya waktu, Magisterium harus menghadapi masalah-masalah terkini, seperti perang nuklir, eutanasia, pembuahan in vitro, prinsip-prinsip kebenaran yang sama diberlakukan di bawah bimbingan Roh Kudus.

Keempat sifat Gereja ini - satu, kudus, katolik dan apostolik - sepenuhnya disadari dalam Gereja Kristus. Sementara Gereja Kristen lainnya menerima dan mengaku syahadat dan mempunyai unsur-unsur kebenaran dan pengudusan, tetapi hanya Gereja Katolik Roma yang mencerminkan kepenuhan dari sifat-sifat ini. Konsili Vatican Kedua mengajarkan, “Gereja itu [yang didirikan Kristus], yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya” (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, #8), dan “Hanya melalui Gereja Kristus yang Katolik-lah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan” (Dekrit tentang Ekumenisme, #3). Sebab itu, adalah kewajiban kita untuk menjadikan keempat sifat ini kelihatan nyata dalam kehidupan ktia sehari-hari.
 
 Sumber: yesaya.indocell.com