Rabu, 27 Juni 2012

Yesus-kah yang Disalibkan?

Antara Film The Messiah, Injil dan Data Sejarah

oleh: P. F.X. Didik Bagiyowinadi, Pr 


Bila pada tahun 2003 pemahaman dan keyakinan iman kita akan Yesus Kristus seakan ditantang oleh Dan Brown yang menghembuskan dongeng The Da Vinci Code, pada tahun 2004 Mel Gibson membantu kita memahami sengsara Tuhan Yesus menjadi lebih gamblang melalui film The Passion. Dan dalam konteks dekat perayaan Paskah 2009 ini kita `disentil' oleh film The Messiah yang telah dirilis tahun lalu di Iran, kendati saat ini belum diputar di Indonesia. Aneka diskusi dan wacana di milis dan media online telah diangkat agar umat Katolik siap mental menghadapinya manakala film tersebut diputar di Indonesia. Berikut saya sajikan hasil studi dan refleksi sederhana saya mengenai kontroversi dalam film The Messiah ini dengan harapan bisa menjadi bacaan rohani selama pekan suci sehingga kita bisa semakin mensyukuri karya penebusan Kristus yang telah ditawarkan senantiasa kepada kita.


TANDA YANG MENIMBULKAN PERBANTAHAN

Sewaktu berumur 40 hari bayi Yesus dipersembahkan di Bait Allah, seorang benar yang sudah lanjut usia bernama Simeon, menyambut dan menatang-Nya. Kepada Bunda Maria, Simeon menyatakan nubuatnya tentang masa depan Anak itu, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan - dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri - supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang” (Luk 2:34-35). Dan nubuat Simeon ini terbukti, bukan hanya sewaktu Yesus masih hidup dan mengajarkan kasih, bukan hanya sewaktu Dia wafat di kayu salib dan bangkit kembali, bukan hanya setelah para pengikut-Nya menyebarkan kabar gembira ini, bukan hanya saat Gereja awali dikejar-kejar dan dianiaya oleh orang Yahudi dan penguasa Romawi, melainkan sampai hari ini! Yesus akan senantiasa menjadi tanda yang menimbulkan perbantahan agar menjadi nyata pikiran hati banyak orang.

Karena itu, bukanlah hal yang mengherankan bila karena nama Yesus, seorang Kristen mungkin saja akan dibenci dan dimusuhi oleh orang sekitarnya. Tetapi jauh-jauh hari Dia sudah mengajarkan, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku, kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu” (Mat 5:11-12). Bahkan kepada para murid-Nya, Dia juga sudah mengingatkan, “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku” (Yoh 16:2-3). Ya, Yesus akan senantiasa menjadi tanda yang menimbulkan perbantahan.

Salah satu perbantahan di dunia modern ini adalah mempertanyakan historisitas peristiwa Yesus dari Nazaret. Kita masih ingat bagaimana dongeng yang diciptakan oleh Dan Brown (2003) dalam The Da Vinci Code laris-manis, baik novel maupun filmya, termasuk di Indonesia. Dikisahkan bahwa Yesus yang disalibkan itu ternyata tidak sungguh mati. Dia hanyalah mati suri; argumen Dan Brown karena kaki Yesus tidak ikut dipatahkan sehingga bisa siuman lagi, lalu melarikan diri dengan Maria Magdalena dan keduanya pun menikah, punya keturunan dan mereka harus mengasingkan diri ke Perancis, dsb, dsb. Novel ini sebenarnya mempromosikan ajaran sesat Gnostisme (yang akan kita lihat sekilas pada bagian bawah) untuk manusia modern ini menjadi novel bestseller dan filmnya masuk box office. Fenomena ini membenarkan apa yang tertulis dalam 2 Timotius 4:3-4, “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”

Dan berita terakhir adalah dirilisnya film The Messiah di Iran (2008) yang mengisahkan hidup Yesus menurut versi Islam; sehingga di akhir cerita tentang penyaliban, disajikan dua versi; versi Kristen dan tentunya versi Islam, dimana bukan Yesus yang tergantung di kayu salib, melainkan Yudas Iskariotlah yang “diserupakan wajahnya seperti” Yesus dan mati di kayu salib. Sementara Yesus sendiri sebelum penyaliban itu telah lebih dulu diselamatkan oleh Allah. Kenapa? Alasannya adalah tidaklah adil bila Allah membiarkan nabi utusan-Nya yang saleh ini (Nabi Isa .A.S.) mati ternista di kayu salib. Kisah versi demikian tidak perlu mengherankan karena film The Messiah ini konon bersumber pada Quran dan Injil Barnabas.

Seperti halnya novel dan film The Da Vinci Code laris-manis di Indonesia, bisa dipastikan film The Messiah ini juga akan masuk box office begitu mulai diputar di Indonesia. Dan bila dibukukan, pasti bakal segera cetak ulang! Pertanyaan untuk kita sendiri, akankah sensasi-sensasi fiksi dalam novel dan film demikian akan menggoncangkan iman kita akan Yesus Kristus yang telah menumpahkan darah-Nya di kayu salib untuk menebus dosa kita (Ibr 9:14; 1 Ptr 1:19)? Kita masing-masing yang tahu jawabannya. Lebih dari itu, kita memang dituntut agar senantiasa berani mempertanggungjawabkan iman dan harapan kita akan Yesus Kristus (1 Ptr 3:15), termasuk kepada semua yang menggugat dan mempertanyakannya. Dan tulisan ini dimaksudkan sebagai upaya kecil untuk ikut mempertanggungjawabkan iman kita akan Yesus Kristus yang telah kita warisi bersama dari para rasul dan Gereja awali. Maka marilah kita juga mohon penerangan Roh Kudus agar kita juga dibimbing-Nya agar kita pun “mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran, di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala (Gereja)” (Ef 4:13-15).



Bagian I
Seputar Penyaliban Yesus dalam Injil Kanonik


Pada bagian pertama ini kita akan melihat makna penyaliban Yesus dalam perspektif iman Kristiani seperti termaktub dalam Kitab Suci. Di sini tidak dibahas soal proses penyaliban Yesus (lih. Mrk 14:10-15:47 dan paralelnya), melainkan makna di balik fakta penyaliban Yesus. Bagian ini sekedar merangkum pemahaman Kristen akan makna penyaliban Yesus Almasih dalam terang Kitab Suci.


A. SALIB KRISTUS MENJADI SATU TITIK PERSIMPANGAN

"Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah,” demikian tulis St. Paulus (1 Kor 1:22-24). Ketiga pihak: baik Yahudi, Yunani (-Romawi), maupun Kristiani sepakat pada satu titik faktual: Yesus dari Nazaret itu mati di kayu salib. Namun, ketiganya berbeda dalam menafsirkan peristiwa kematian Yesus.


1. BATU SANDUNGAN UNTUK ORANG YAHUDI

Bagi orang Yahudi, Yesus mati di kayu salib adalah suatu batu sandungan. Sebab dalam Perjanjian Lama dinyatakan, "Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu" (Ul 21:22-23; bdk. Gal 3:13). Kematian Yesus di kayu salib, bagi orang Yahudi menjadi tanda bahwa Dia telah dikutuk oleh Tuhan. Sebab semasa hidup-Nya Dia telah berani melanggar peraturan hukum Sabat dan menyamakan diri-Nya dengan Allah (bdk. Yoh 10:31-38). Maka di bawah salib orang-orang Yahudi mengolok-olok Yesus yang tersalib, “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah” (Mat 27:42-43).

Dan ternyata, Yesus yang telah menghujat Allah itu mati di kayu salib. Dia yang mengaku diri sebagai Mesias, ternyata mati terkutuk di kayu salib. Di kayu salib itu ternyata Yesus tidak bisa menyelamatkan diri-Nya sendiri padahal semasa hidup Dia telah banyak melakukan mukjizat. “Maka takjublah orang banyak itu melihat orang bisu berkata-kata, orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan, orang buta melihat, dan mereka memuliakan Allah Israel” (Mat 15,31). Bahkan angin-gelombang pun tunduk pada Yesus, orang mati pun dihidupkan kembali, bahkan, “Bilamana roh-roh jahat melihat Yesus, mereka jatuh tersungkur di hadapan-Nya dan berteriak: "Engkaulah Anak Allah” (Mrk 3:11). Tetapi, orang Yahudi tidak mau percaya bahwa Yesus ini adalah Mesias atau Kristus, karena Dia telah mati terkutuk di kayu salib. Kematian-Nya di kayu salib menjadi tanda bagi orang Yahudi, bahwa Allah tidak berkenan kepada Yesus. Dia bukanlah utusan Allah. Dia bukanlah Mesias yang mereka nanti-nantikan kedatangan-Nya.


2. SUATU KEBODOHAN BAGI ORANG YUNANI-ROMAWI

Orang Yunani-Romawi berusaha mencari hikmat dan apa yang menguntungkan. Mereka bisa jadi tertarik dengan ajaran kasih dari Yesus dan berdecak kagum atas banyak mukjizat yang telah dilakukan-Nya. Tetapi kenapa orang yang sebaik Dia justru mati ngenes di kayu salib? Bagi orang-orang Yunani, Yesus telah mati konyol di kayu salib. Suatu tindakan kebodohan. Bukankah masih ada jalan untuk berdiplomasi untuk menyelamatkan diri? Mengikuti Yesus yang mati di kayu salib sama saja dengan mengikuti kebodohan. Apa bangganya menjadi murid dari orang yang mati ternista di kayu salib? Walaupun Dia tidak melakukan tindakan kriminal, tapi Dia telah tereksekusi di tiang salib, maka nama-Nya tetap menjadi aib dan bahan olok-olok. Maka bagi mereka, tiada untung dan manfaatnya mengikuti Yesus yang mati tersalibkan.


3. DALAM TERANG KEBANGKITAN: SALIB ADALAH KEKUATAN DAN HIKMAT ALLAH

Bagaimana dengan orang Kristen (para pengikut Yesus Kristus dari Nazaret)? Bila dihadapkan pada satu fakta kematian Yesus saja, niscaya para pengikut-Nya akan memilih alternatif pertama atau kedua di atas. Namun, fakta bahwa Yesus yang tersalib dan mati itu ternyata belum titik! Ternyata, tiga hari kemudian Dia bangkit dan hidup kembali. Dia menampakkan diri kepada para murid-Nya (lih. mis 1 Kor 15:3-8). Yesus yang tersalib itu telah dibangkitkan Allah. Dia telah bangkit dengan mulia. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan sungguh berkenan kepada-Nya, bahwa Dia adalah benar-benar Kristus, Mesias, Al-Masih, Dia yang terurapi yang kedatangannya telah dinubuatkan oleh para nabi.

Maka pada hari Pentakosta, 50 hari setelah kebangkitan-Nya, dengan dipenuhi Roh Kudus St. Petrus berseru, “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu. […] Karena itu ia (Raja Daud) telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan. Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi. Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus" (Kis 2.23-24.32.36). Yesus yang tersalib itu mati, dan kemudian bangkit lagi; inilah yang diwartakan oleh para rasul.

Kebangkitan-Nya dari kematian membedakan Yesus dari semua tokoh sejarah yang pernah muncul dan mati, sebab mereka tidak pernah bangkit lagi. Kebangkitan Yesus dari kematian menjadi pola dan harapan kita di masa depan, bahwa setelah mati kita pun akan turut dibangkitkan untuk hidup abadi bersama-Nya. “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya” (1 Kor 15:22-23).

Kebangkitan-Nya dari kematian menjadi jaminan bagi kita akan kebenaran janji Yesus sendiri, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya” (Yoh 11:25-26). Dan sekarang Dia telah dimuliakan di surga dan telah menyediakan tempat bagi kita, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yoh 14:1-3). Dan hanya melalui Yesus-lah kita menemukan jalan untuk sampai kepada Allah Bapa yang mahakasih, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6).

Demikianlah, ketiga pihak: Yahudi - Yunani - Kristiani, mengakui fakta bahwa Yesus mati di kayu salib. Hanya saja mereka mempunyai penafsiran yang berbeda-beda atas peristiwa tersebut. Pihak Kristiani mengartikan makna dari kematian Kristus dalam terang kebangkitan-Nya, seperti yang secara singkat akan kita lihat pada bagian berikutnya. Sementara orang Yahudi menyangkal fakta kebangkitan Yesus. Seandainya para pemimpin Yahudi mengakui fakta kebangkitan Yesus, otomatis mereka juga akan mengakui Yesus sebagai Kristus-Mesias. Bila hal demikian yang terjadi, maka semua orang Yahudi akan mengakui Yesus Kristus pula. Tentu hal demikian akan menggoyang kemapanan posisi para pemimpin Yahudi. Maka saat para serdadu yang menjaga kubur Yesus melaporkan bahwa Yesus telah bangkit, mereka pun segera dibungkam dengan suap dan diminta menyebarkan berita bohong: Di saat para serdadu sedang tidur, para murid Yesus datang untuk mencuri jenazah-Nya (Mat 28:11-15). Tetapi, bagaimana mungkin mereka tahu bahwa para murid yang mencuri, bukankah mereka sendiri tertidur? Namanya juga berita bohong, jadi harap maklum bila ada lobang-lobangnya.


B. SELAYANG PANDANG TEOLOGI SALIB

Para murid Yesus menyaksikan dua fakta: Yesus, Guru mereka, mati di kayu salib. Dan tiga hari kemudian Dia telah dibangkitkan Allah dan kemudian menampakkan diri kepada mereka. Dengan membangkitkan Yesus dari kematian, berarti Tuhan Allah telah membenarkan hidup, karya, dan kematian Yesus. Dia sungguh-sungguh utusan Allah. Dia adalah Mesias yang telah dinubuatkan oleh para nabi.

Namun, satu hal menjadi pergumulan iman mereka: mengapa Yesus harus mati di kayu salib? Kenapa Mesias ini malahan harus menderita? Untuk apa Yesus rela sengsara dan wafat di kayu salib padahal Dia tidak bersalah dan tidak berbuat dosa? Dalam aneka penampakan-Nya, Tuhan Yesus membuka pikiran-hati para murid tentang Mesias yang telah dinubuatkan para nabi dan mengapa Dia harus sengsara dan mati di kayu salib. Kepada dua murid yang dalam perjalanan ke Emaus, Yesus yang bangkit menampakkan diri dan mengomentari pembicaraan mereka, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?" Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi” (Luk 24:25-27). Para malaikat pun menegur wanita-wanita yang berziarah ke kubur Yesus, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga” (Luk 24:5-7). Bukankah semestinya para murid ini mengingat dan mempercayai apa yang telah tiga kali dikatakan-Nya selama Dia mengajar mereka, yakni tentang masa depan Yesus sendiri, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit" (lih. Misalnya Mrk 8:31; 9:31; 10:33-34 dan paralelnya).

Memang tidak seluruh nubuat para nabi tentang Mesias yang akan datang dipegang teguh oleh orang Yahudi. Mereka hanya mengingat Mesias jaya yang akan mengembalikan kemuliaan dan kejayaan takhta Raja Daud melawan penguasa-penguasa asing. Bahwa nanti bangsa-bangsa dari segala ujung bumi akan datang untuk membawa upeti dan memberI hormat kepada Mesias rajawi ini. Tulis Nabi Yesaya tentang kemuliaan Yerusalem kelak, “Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu. Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyhur TUHAN. Sungguh, bangsa dan kerajaan yang tidak mau mengabdi kepadamu akan lenyap; bangsa-bangsa itu akan dirusakbinasakan” (Yes 60:2-3.6.12).

Namun, orang Yahudi tidak pernah memperhatikan, bahwa para nabi juga telah menubuatkan penderitaan Mesias. Nubuat tentang Mesias yang menderita itu kurang populer karena tidaklah menarik. Nabi Yesaya telah menubuatkan demikian, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah. Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya” (Yes 53:3.7-9).

Kalau dia tidak bersalah, lalu untuk apa Mesias ini harus menderita? Ternyata Nabi Yesaya juga sudah memberikan alasan mengapa Mesias itu harus menderita, “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (Yes 53:4-6). Maka pertanyaan atas penderitaan Mesias, bukanlah mengapa? Melainkan untuk siapa Mesias menderita? Dia memang tidak bersalah, tetapi menderita di kayu salib untuk menjadi “korban penebus salah” atas dosa dan kesalahan kita. “Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya” (Yes 53:10). Nubuat Yesaya ini terpenuhi, Yesus taat sampai mati di kayu salib, maka Dia pun dibangkitkan dan akhirnya bisa melihat “keturunannya”, bukan keturunan fisik, melainkan “keturunan rohani” yakni para pengikut-Nya sepanjang masa, “umur lanjut” juga terpenuhi karena sekarang Dia telah bangkit dengan mulia dan hidup abadi.

Yesus telah mati sebagai “Korban Penebus Salah” atas kesalahan dan pemberontakan manusia. Maka benarlah apa yang telah dinubuatkan oleh St. Yohanes Pemandi (Yahya): "Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia. Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: Kemudian dari padaku akan datang seorang, yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku” (Yoh 1:29-30). Kita ingat peristiwa Paskah pertama di Mesir, bagaimana Tuhan “melewati” rumah-rumah yang jenang pintunya diolesi dengan darah anak domba paskah, sebaliknya pada rumah yang tiada tanda demikian, Tuhan pun memasukinya dan lalu membunuh anak sulung dalam rumah itu (Kel 12:31-30). Demikian pula dalam tradisi Yahudi, mereka mengadakan korban penebus salah dengan mempersembahkan domba atau lembu yang tidak bercacat dan mereka yakin dengan percikan darah korban binatang ini kesalahan dan dosa mereka diampuni Tuhan. Maka tiap kali bersalah, mereka harus membawa korban kepada Tuhan.

Maka melalui darah Kristus, darah Anak Domba yang tak bercela, kita menerima pengampunan atas dosa-dosa kita. “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat” (1 Ptr 1:18-19). Di kayu salib itu Yesus, sekali untuk selamanya, bertindak sekaligus sebagai imam yang membawa korban persembahan, yakni darah mulia-Nya sendiri untuk pengampunan dan penebusan dosa dunia. “Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup” (Ibr 9:13-14). Dialah Imam Agung kita yang membawa korban darah-Nya sendiri (Ibr 9:12). Kata-Nya pada malam perjamuan terakhir, “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Mat 26:28).

Karena Darah mulia Yesus kita menerima pengampunan atas dosa dan pelanggaran kita. Yesus - Mesias - Almasih - Kristus ini telah menjadi penebus bagi kita. Dialah yang telah mengambil alih hukuman yang semestinya kita panggul sendiri. “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes 53:5). Dia menderita dan menumpahkan darah-Nya di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia.

Sebab sejak kejatuhan Adam - Hawa dalam dosa, semua manusia mewarisi dosa asal, yakni kecenderungan untuk berbuat dosa. Maka dengan kekuatannya sendiri manusia tidak akan mampu mencapai keselamatan, apalagi untuk berbahagia selamanya bersama Tuhan. Amal - kebaikan - persembahan korban persembahan kita tidak akan pernah cukup dipakai untuk “membeli tiket” masuk sorga. Namun, karena Tuhan itu mahakasih dan menghendaki keselamatan kita semua, maka Tuhan menjanjikan kelak datangnya seorang penebus. Kepada ular - Iblis yang telah memperdaya Hawa, Tuhan mengutuknya “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej 3:15). Melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, Yesus telah membayar lunas “hutang dosa” kita (bdk. 1 Kor 7:23; Kol 2:14). Penebusan demikian hanya mungkin terjadi bila dari pihak manusia ada korban yang berharga, mulia, tak bercela, dan tak bercacat. Tetapi siapakah yang murni tiada dosa? Hanya Yesus dari Nazaret-lah yang hidup tanpa cela dan sanggup melakukan korban penebusan ini. Dialah Imam Besar kita yang sanggup mempersembahkan korban penebus salah secara sempurna, sekali untuk selamanya, dengan membawa darah-Nya sendiri di kayu salib. “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr 4:15).

Misi penebusan Yesus - Almasih ini sudah diwartakan oleh Malaikat Gabriel, kepada St. Yusuf yang masih ragu-ragu mengambil St. Maria, tunangannya, yang kedapatan telah mengandung, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka" (Mat 1:20-21). Melalui garis keturunan Yusuf inilah Yesus secara hukum akan diakui sebagai keturunan Raja Daud. Ya, Mesias harus lahir dari keturunan Raja Daud dan dari kampung Betlehem (lih. 2 Sam 7:15; Mi 5:2; Yoh 7:42), dan Mesias harus dilahirkan dari seorang perawan seperti telah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya, “Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" yang berarti: Allah menyertai kita” (Mat 1:20-23; lih. Yes 7:14).


C. DIBAPTIS: MENERIMA DAN MENGIMANI YESUS SEBAGAI MESIAS - ANAK ALLAH

Maka setelah mengetahui bahwa Yesus dari Nazaret ini adalah Mesias yang telah dijanjikan Tuhan, yang penderitaan-Nya dimaksudkan sebagai penebusan atas dosa dan pelanggaran kita, apa yang harus kita lakukan? Seru St. Petrus pada hari Pentakosta itu, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita” (Kis 2:38-39). Dengan menerima pembaptisan, maka kita mengakui dan mempercayai Yesus adalah Mesias, Allah Putra yang telah diutus untuk menyelamatkan dunia (Yoh 3:16), dan dengan demikian kita menerima rahmat pengampunan dosa berkat pengorbanan Yesus di kayu salib.

Rahmat pengampunan telah ditawarkan oleh Tuhan melalui Yesus Kristus, tinggal kita sendiri mau menyambutnya, menundanya, mengabaikannya, atau malahan melecehkannya. Semua berpulang pada diri kita masing-masing karena Tuhan tidak pernah memaksa. Dia telah memberikan kehendak bebas kepada setiap orang. Tetapi berbahagialah yang menyambut rahmat yang telah Tuhan tawarkan melalui Yesus Kristus dari Nazaret ini. Dia telah menantang kita masing-masing:

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup” (Yoh 5:24).

“Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman" (Yoh 6:39-40).

Dan hanya melalui Yesus Almasih dari Nazaret yang telah menumpahkan darah-Nya di kayu salib untuk penebusan dosa dunia, kita akan sampai kepada Allah Bapa kita yang mahakasih. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). Setelah kebangkitan-Nya misi dan undangan keselamatan Yesus tidak lagi sebatas bangsa Israel (lih. Mat 10:5-6; 15:24), melainkan ditujukan kepada umat manusia seluruh dunia dan dari setiap generasi sampai akhir zaman (Mat 28:19-20; bdk. Kis 1:8), sebagaimana halnya para Majus dari Timur telah datang dan menyembah Sang Bayi Mesias (Mat 2:1-12) sehingga tergenapilah nubuat Nabi Yesaya (60:2-6) dan Simeon (Luk 2:31-32; Yesus Kristus inilah Sang Terang dari Tuhan yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa lain dan kemuliaan bagi umat Israel).


D. SALIB KRISTUS MEMBERI MAKNA BAGI SETIAP PENDERITAAN KITA

Di padang gurun Nabi Musa telah membuat dan meninggikan patung ular tembaga sehingga setiap orang yang dipagut ular tedung - karena telah memberontak terhadap kepemimpinan Musa - bisa melihat dan menjadi sembuh (Bil 21:9), demikian pula Yesus Kristus yang ditinggikan di kayu salib akan menyembuhkan setiap orang yang terpagut dosa mau datang kepada-Nya. “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:14-15).

Dan dalam terang kebangkitan-Nya, kita telah melihat makna penderitaan dan pengorbanan Yesus di kayu salib. Dia telah menderita untuk orang lain. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya“ (Yoh 15:13). Melalui salib di Golgota, kita diajak untuk mensyukuri betapa Allah telah mengasihi kita. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Dan dalam aneka penderitaan: sakit, tertekan, tak berdaya pun - dalam terang salib dan kebangkitan Kristus - kita bisa memaknai penderitaan yang saat ini kita alami: “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol 1:24). Yesus dari Nazaret tidak pernah mengalami dan merasakan penderitaan sebagai orang yang terkena stroke, jompo, cacat karena kecelakaan, cacat sejak lahir, diabet dan kolesterterol tinggi, dsb. Maka kita pun diundang untuk menyatukan penderitaan kita dengan penderitaan Kristus di kayu salib. Penderitaan yang kita tanggung dengan ikhlas dan kemudian kita satukan dengan pengorbanan Kristus di kayu salib akan menjadi silih atas dosa kita sendiri tetapi juga bagi dosa dan keselamatan orang lain.

Dan sebagaimana Yesus telah rela memanggul salib, sengsara, dan wafat demi keselamatan dan kebahagiaan kita; kita pun diundang menanggung beban penderitaan tanggung jawab kita demi orang-orang yang kita kasihi. Dalam terang salib dan kebangkitan Kristus, jerih lelah kerja dan beratnya melahirkan dan membesarkan anak tidak lagi kita lihat sebagai kutukan atas dosa Adam Hawa (lih. Kej 3:16-19), melainkan kita panggul bersama Kristus demi mereka yang kita kasihi. Bahkan dalam 1 Petrus 4:13-14 dinasihatkan, “bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.” Dan setiap orang Kristen harus siap menanggung konsekuensi sebagai pengikut Kristus, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk 9:23).


E. SEANDAINYA YESUS TIDAK DIBANGKITKAN

Apa yang terjadi seandainya Yesus tidak dibangkitkan dari kematian setelah penyaliban? Itu berarti, akan seperti kesimpulan orang Yahudi, dia bukanlah Mesias, maka kematian-Nya di kayu salib juga tidak memiliki arti apa-apa, sebab sudah banyak juga orang yang telah mati dieksekusi dengan disalib. Tetapi korban Yesus di kayu salib menjadi berarti karena Dia adalah Anak Domba Allah yang tak bercela. Dan Tuhan telah menerima persembahan korban Yesus dari Nazaret di kayu salib dengan membangkitkan-Nya pada hari ketiga. Dengan demikian tergenapilah nubuat para nabi. Dengan demikian Tuhan menyatakan Dia inilah sungguh Mesias Almasih yang telah dijanjikan sejak Adam Hawa. Dengan demikian, kuasa dosa dan maut dipatahkan!

“Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (1 Kor 15:17). Ya, jika Yesus Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah kita mengikuti nabi dari Nazaret yang mati tergantung di salib. Sia-sialah para martir menyerahkan nyawanya (berbalikan dengan yang melakukan bom bunuh diri) karena iman akan Kristus. Sia-sialah para minisonaris masuk ke pelosok pedalaman mewartakan kasih. Sia-sialah para pengikut-Nya memilih hidup selibat atau memegang ajaran perkawinan monogami dan tak terceraikan.

Tanpa kebangkitan Kristus, agama Kristen tidak akan pernah ada dan bertahan sampai hari ini. Ketika para pengikut Kristus terang-terangan mewartakan bahwa Yesus dari Nazaret itu telah bangkit dari kematian sehingga menggerogoti kemapanan para pemimpin Yahudi, maka Gamaliel menasihati teman-temanya, “Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah" (Kis 2:38-39). Ya, bila hal ini berasal dari manusia akan lenyap! Tetapi setelah 2000 tahun nubuat ini terbukti, bila berasal dari Allah tidak akan ada kuasa manusia ataupun kuasa kegelapan pun yang bisa melenyapkannya. Sabda Yesus tentang Gereja yang didirikan-Nya di atas dasar St. Simeon Petrus, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18).

Kematian Yesus di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari kematian menandakan bahwa kuasa dosa dan maut telah dikalahkan. Iblis si Ular tua telah ditakhlukkan. Namun, si Iblis tidak akan pernah jera untuk menggagalkan rencana keselamatan dari Tuhan. Dia akan terus menarik manusia dari rahmat keselamatan itu. Sabda Yesus, “Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah” (Yoh 3:19-21). Iblis akan terus menggoda dan membujuk manusia untuk tetap hidup dalam kegelapan dan menjauhi Kristus, Sang Terang Dunia (bdk. Yoh 9:5). 

Bagian II : Film The Messiah dan Penyaliban Yesus 
Bagian III: Menyimak Data-Data Sejarah Tentang Penyaliban Yesus

Sumber : http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id570.htm


Jumat, 15 Juni 2012


Penyembuhan Cakra, bolehkah?




Dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Vatikan yang berjudul, Yesus Kristus Pembawa Air Kehidupan, menyebutkan bahwa penyembuhan cakra (chakra healing) adalah salah satu hal yang diajarkan dalam paham New Age Movement (NAM), yang tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik. Dikatakan demikian, “Hubungan antara segi rohani dan jasmani pada pribadi seseorang terletak di dalam sistem kekebalan atau disebut sebagai sistem cakra India. Di dalam sudut pandang New Age, penyakit dan penderitaan datang dari pekerjaan/ perbuatan yang melawan kodrat/alam; ketika seseorang ‘in tune’ dengan kodrat, seseorang dapat mengharapkan kehidupan yang jauh lebih sehat dan bahkan kemakmuran materi; sebab menurut para penyembuh New Age, sesungguhnya kita tidak perlu untuk mati…” (lih. dokumen point 2.2.3). Untuk membaca dokumen tersebut selengkapnya, klik di sini.

Walaupun nampaknya seperti tidak berbahaya, namun teori penyembuhan cakra ini berkaitan dengan keseluruhan paham yang tidak sesuai dengan ajaran iman Kristiani. Gereja mengajarkan agar kita tidak memandang hal penyembuhan cakra ini sebagai sesuatu yang terpisah dari keseluruhan doktrin NAM. Karena Gereja menolak NAM maka, termasuk di sini adalah sistem penyembuhan cakra yang menjadi salah satu elemen dalam doktrin NAM. Dokumen tersebut mengatakan demikian (berikut ini kutipannya):

“4. Perbandingan kontras antara New Age dan Iman Kristiani

Adalah sulit untuk memisahkan hal-hal secara individual dalam paham New Age -betapapun nampaknya tidak salah- dari jangkauan kerangka kerja yang merasuki keseluruhan cara berpikir dalam gerakan New Age tersebut. Kodrat gnostik dari gerakan ini mengharuskan kita menilainya secara keseluruhan. Dari sudut pandang iman Kristiani, tidak mungkin kita mengisolasi/ memisahkan beberapa elemen paham New Age sebagai sesuatu yang dapat diterima oleh umat Kristen, sedangkan elemen lainnya ditolak. Karena gerakan New Age membuat banyak komunikasi dengan alam, tentang pengetahuan kosmik dari kebaikan universal -dengan demikian gerakan itu menyangkal isi iman Kristiani yang diwahyukan- maka gerakan NAM tidak dapat dilihat sebagai hal yang positif dan tidak berbahaya. Di lingkungan budaya yang ditandai oleh relativisme religius, adalah perlu untuk menandai sebuah peringatan terhadap usaha untuk menempatkan paham religius New Age di tingkat yang sama dengan iman Kristiani, dengan membuat perbedaan antara iman dan kepercayaan seperti sesuatu yang relatif, sehingga menciptakan kebingungan besar bagi mereka yang tidak waspada. Tentang hal ini, bergunalah untuk mengingat ajaran Rasul Paulus, “agar mereka jangan mengajarkan ajaran lain ataupun sibuk dengan dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya, yang hanya menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman.” (1Tim 1:3-4) Beberapa praktek diberi judul sebagai New Age hanya semata sebagai strategi marketing untuk membuatnya lebih laku, tapi tidak benar-benar berkaitan dengan pandangan dunia tentang NAM. Ini hanya akan menambah kebingungan. Maka perlulah diidentifikasikan secara akurat elemen-elemen yang menjadi bagian dari gerakan New Age dan yang tidak dapat diterima oleh orang-orang yang setia kepada Kristus dan Gereja-Nya.

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang menjadi kunci termudah terhadap elemen-elemen sentral dari paham New Age dan praktek dari pijakan Kristen…

* Apakah Tuhan merupakan pribadi yang kepada-Nya kita mempunyai hubungan ataukah sesuatu untuk digunakan atau sesuatu kekuatan untuk dikondisikan agar efektif hasilnya?

Konsep New Age tentang Tuhan adalah menyebar/ tercampur baur, sedangkan konsep Kristiani adalah sesuatu yang jelas. Tuhan-nya New Age adalah energi yang bukan pribadi, sebagai komponen atau sambungan khusus dari kosmos; tuhan dalam pengertian ini adalah kekuatan hidup dari jiwa dunia. Ketuhanan adalah untuk ditemukan di setiap ciptaan, di dalam gradasi “dari kristal ter-rendah dunia mineral sampai melampaui galaktis Tuhan sendiri, yang tentang-Nya kita tak dapat mengatakan apapun. Ini bukan seorang manusia tetapi sebuah Kesadaran Besar.” Di dalam beberapa tulisan New Age jelaslah bahwa manusia dimaksudkan agar berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai tuhan:…… Tuhan tidak lagi dicari melampaui dunia, tetapi di dalam diri saya sendiri. Bahkan ketika “Tuhan” adalah sesuatu yang di luar diri saya sendiri, Ia ada di sana untuk dimanipulasikan.

Ini adalah sangat berbeda dari pengertian Kristiani tentang Tuhan sebagai Pencipta langit dan buni dan sumber semua kehidupan pribadi. Tuhan sendiri adalah Pribadi, Bapa Putera dan Roh Kudus, yang menciptakan alam semesta untuk membagikan persekutuan hidup-Nya dengan pribadi-pribadi mahluk ciptaan-Nya. “Tuhan, yang tinggal di dalam terang yang tak terhampiri’, mau mengkomunikasikan kehidupan ilahi-Nya sendiri kepada manusia yang diciptakan-Nya secara bebas, agar dapat mengangkat mereka sebagai anak-anakNya di dalam Putera-Nya yang Tunggal. Dengan mewahyukan diri-Nya, Tuhan berkehendak untuk menjadikan mereka mampu untuk menanggapi-Nya dan mengenal-Nya dan mencintai-Nya, jauh melampaui kemampuan kodrati mereka sendiri.” Tuhan tidak diidentifikasikan sebagai prinsip Kehidupan yang dipahami sebagai “Roh” atau “energi dasar” dari kosmos, tetapi bahwa sebagai kasih yang secara absolut berbeda dengan dunia namun selalu hadir secara kreatif di dalam segala sesuatu dan memimpin umat manusia kepada keselamatan.

* Manusia (human being): Apakah ada satu keseluruhan “being” atau ada banyak individu?

Prinsip teknis New Age adalah untuk menghasilkan tingkat mistik menurut kehendak, seperti seolah hal bahan percobaan. Kelahiran kembali, umpan balik kehidupan, isolasi perasaan, pernafasan holotropis, hypnosis, matra, puasa, tidak tidur dan meditasi transendental adalah usaha-usaha untuk mengontrol keadaan-keadaan ini untuk mengalaminya secara terus menerus. Praktek ini semua menciptakan atmosfir kelemahan psikis dan vulnerabilitas. Ketika obyek latihan ini adalah bahwa kita harus menemukan diri kita sendiri, terdapat pertanyaan yang nyata tentang siapakah aku. “Tuhan di dalam kita” dan kesatuan holistik dengan keseluruhan kosmos menggarisbawahi masalah ini. Pribadi individu secara terpisah akan menjadi penyakit dalam pengertian New Age (khususnya psikologi transpersonal). Tetapi “bahaya nyatanya adalah pandangan holistik. Paham New Age didasari kesatuan totaliter dan inilah sebabnya mengapa paham ini berbahaya.” Lebih moderat-nya demikian: “Kita menjadi otentik ketika kita dapat ‘mengendalikan’ diri kita sendiri ‘take charge of ourselves‘, ketika pilihan kita dan reaksi-reaksi kita mengalir secara spontan dari kebutuhan-kebutuhan kita yang terdalam, ketika tingkah laku dan ekspresi perasaan kita mencerminkan keseluruhan pribadi kita.” Gerakan Potensi Manusia adalah contoh yang paling jelas akan keyakinan bahwa manusia adalah ilahi, atau mengandung percikan ilahi di dalam dirinya sendiri.

Pendekatan Kristiani berkembang dari ajaran-ajaran Kitab Suci tentang kodrat manusia; laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambaran dan rupa Allah (Kej 1:27) dan Tuhan sangat memperhatikan mereka, demikianlah sangat menakjubkan seperti disebut dalam Mazmur (Mzm 8). Pribadi manusia adalah misteri yang dinyatakan secara penuh hanya di dalam Kristus (lih. Gauduim et Spes 22) dan nyatanya menjadi manusia sejati sebagaimana mestinya di dalam hubungannya dengan Kristus melalui karunia Roh Kudus. Ini jauh berbeda dari penggambaran karikatur anthroposentris yang dihubungkan dengan Kristianitas dan ditolak oleh banyak pengarang New Age dan para praktisi.

* Apakah kita menyelamatkan diri sendiri atau keselamatan adalah karunia cuma-cuma dari Allah?

Kuncinya adalah menemukan, oleh apa atau siapa kita percaya bahwa kita diselamatkan. Apakah kita menyelamatian diri sendiri dengan perbuatan-perbuatan kita sendiri, sebagaimana dalam penjelasan New Age, atau kita diselamatkan oleh kasih Allah? Maka kata kuncinya adalah pencapaian sendiri (self-fulfilment) dan realisasi sendiri (self-realisation), penebusan sendiri (self-redemption). New Age secara mendasar menyerupai Pelagianisme dalam pemahamannya tentang kodrat manusia.

Bagi umat Kristiani, keselamatan tergantung dari partisipasi di dalam penderitaan, wafat dan kebangkitan Kristus, dan dari hubungan pribadi yang langsung dengan Tuhan, dan bukan dari teknik apapun. Keadaan manusia yang dipengaruhi oleh dosa asal dan dosa pribadi, hanya dapat diperbaiki oleh perbuatan Tuhan: dosa adalah pelanggaran terhadap Tuhan dan hanya Tuhan yang dapat mendamaikan kita dengan diri-nya. di dalam rencana keselamatan ilahi, umat manusia telah diselamatkan oleh Yesus Kristus yang, sebagai Tuhan dan manusia, menjadi satu-satunya Pengantara bagi penebusan dosa. Di dalam Kristianitas, keselamatan bukanlah pengalaman diri sendiri, sebuah tempat tinggal di dalam diri sendiri secara meditatif dan intuitif, tetapi lebih kepada pengampunan dosa, menjadi terangkat mengatasi naik turunnya/ ketidakpastian di dalam diri manusia yang mendalam, dan kebebasan dari kekuatiran kodrat oleh karunia persekutuan dengan Tuhan yang penuh kasih. Jalan keselamatan tidak ditemukan dari transformasi yang ditanamkan diri sendiri, tetapi di dalam kemerdekaan dari dosa dan konsekuensinya yang mengarahkan kita kepada perjuangan melawan dosa di dalam diri kita sendiri dan di dalam masyarakat kita. Hal ini menggerakkan kita kepada solidaritas yang penuh kasih dengan sesama kita yang membutuhkan.

* Doa dan meditasi: Apakah kita berbicara kepada diri sendiri atau kepada Tuhan?

Tendensi untuk mencampurbaurkan psikologi dan spiritualitas menyulitkan untuk tidak menekankan bahwa banyak teknik meditasi yang sekarang digunakan bukanlah doa. Teknik-teknik itu seringkali adalah persiapan yang baik untuk doa, tetapi tidak lebih, bahkan jika teknik tersebut mengarahkan kepada keadaan pikiran yang lebih menyenangkan dan kenyamanan tubuh. Pengalaman-pengalaman yang terjadi adalah pengalaman intensif yang asli, tetapi untuk tinggal di tingkat ini adalah menjadi tetap sendiri, dan belum di dalam kehadiran yang lain. Pencapaian keheningan dapat menghadapkan kita kepada kekosongan, lebih daripada keheningan dalam memandang Yang dicintai. Adalah juga benar bahwa teknik-teknik untuk mendalami jiwa seseorang, pada akhirnya adalah kekuatan untuk menarik pikiran terhadap kemampuan seseorang untuk mencapai keilahian, atau bahkan untuk menjadi ilahi: jika mereka lupa akan pencarian Tuhan terhadap hati manusia, mereka [teknik-teknik tersebut] tetap bukan doa Kristiani. Bahkan ketika digunakan sebagai sebuah penghubung dengan Energi Universal, “hubungan yang mudah sedemikian dengan Tuhan, di mana fungsi Tuhan dilihat sebagai Yang menyediakan segala kebutuhan kita, menunjukkan keegoisan di jantung hati New Age ini.”

Praktek New Age bukanlah suatu doa, sebab di dalamnya umumnya adalah masalah introspeksi atau pencampuran energi kosmis, bertentangan dengan orientasi dua arah dari doa Kristiani; yang melibatkan introspeksi , tetapi pada dasarnya adalah juga pertemuan dengan Tuhan. Jauh dari hanya merupakan usaha manusia, kehidupan doa Kristiani pada adasarnya adalah sebuah dialog yang “menerapkan sikap percakapan, suatu langkah melampaui ‘diri sendiri’ menuju ‘Engkau’ Tuhan.” “Seorang Kristen , bahkan ketika ia sendirian dan berdoa diam-diam, ia sadar bahwa ia selalu berdoa demi kebaikan Gereja di dalam kesatuan dengan Kristus, di dalam Roh Kudus dan bersama-sama dengan semua orang kudus….”

Demikianlah beberapa point yang kami kutip dari dokumen yang dikeluarkan oleh Vatikan tentang New Age, yang menyatakan bahwa sebagai umat Katolik, kita tidak dapat menerima satu elemen ajaran New Age, karena hal itu berhubungan dengan keseluruhan paham New Age yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.

Selain itu, perlu diketahui bahwa penyembuhan cakra juga yang umumnya membutuhkan peran seorang ‘master’ yang bertindak sebagai medium yang membuka ataupun menutup cakra, juga bertentangan dengan ajaran iman Katolik. Katekismus mengatakan demikian:

KGK 2116 Segala macam ramalan harus ditolak: mempergunakan setan dan roh jahat, pemanggilan arwah atau tindakan-tindakan lain, yang tentangnya orang berpendapat tanpa alasan, seakan-akan mereka dapat “membuka tabir” masa depan (Bdk. Ul 18:10; Yer 29:8). Di balik horoskop, astrologi, membaca tangan, penafsiran pratanda dan orakel (petunjuk gaib), paranormal dan menanyai medium, terselubung kehendak supaya berkuasa atas waktu, sejarah dan akhirnya atas manusia; demikian pula keinginan menarik perhatian kekuatan-kekuatan gaib. Ini bertentangan dengan penghormatan dalam rasa takwa yang penuh kasih, yang hanya kita berikan kepada Allah.

KGK 2117 Semua praktik magi dan sihir, yang dengannya orang ingin menaklukkan kekuatan gaib, supaya kekuatan itu melayaninya dan supaya mendapatkan suatu kekuatan adikodrati atas orang lain – biarpun hanya untuk memberi kesehatan kepada mereka – sangat melanggar keutamaan penyembahan kepada Allah. Tindakan semacam itu harus dikecam dengan lebih sungguh lagi, kalau dibarengi dengan maksud untuk mencelakakan orang lain, atau kalau mereka coba untuk meminta bantuan roh jahat. Juga penggunaan jimat harus ditolak. Spiritisme sering dihubungkan dengan ramalan atau magi. Karena itu Gereja memperingatkan umat beriman untuk tidak ikut kebiasaan itu. Penerapan apa yang dinamakan daya penyembuhan alami tidak membenarkan seruan kepada kekuatan-kekuatan jahat maupun penghisapan orang-orang lain yang gampang percaya.
 
 
Catatan :
Menurut Paus Yohanes Paulus II dalam bukunya “Crossing the Treshold of Hope“, NAM sebetulnya memiliki kemiripan dengan heresi/ ajaran sesat di abad pertama yaitu Gnosticism. Gnosticism kuno sebenarnya telah ada sebelum Kristus. Gnosticism tidak secara khusus mempunyai hirarki dan lembaga yang jelas, tetapi ia ‘menyusup’ pada agama-agama yang sudah ada, menggunakan struktur agama tersebut sambil mengaburkan apa yang menjadi kepercayaan agama tersebut dan ajaran aliran Gnosticism sendiri. Hal serupa terjadi pada NAM. Ciri-ciri Gnosticsm yang mencoba merasuki iman Kristiani:
Percaya pada Allah yang sama sekali tak dapat diketahui oleh orang biasa, kecuali dengan pengetahuan rahasia (‘gnosis‘). Allah ini memancarkan allah yunior (aeons) yang menjembatani antara dunia material dan Allah. Salah satu dari allah yunior ini disebut Demiurge (allah pencipta). Demiurge ini menciptakan dunia material.
 
Demiurge ini menciptakan dunia material yang jahat. Jadi kejahatan bukan akibat dosa asal, tapi karena pengaruh dunia material.
 
Menurut para gnostics, Yesus adalah salah satu dari allah yunior ini. Karena para gnostics itu membenci tubuh/ dunia material, maka mereka menolak Inkarnasi (Allah menjelma menjadi manusia/ mengambil bentuk tubuh manusia) dan kehadiran Kristus yang nyata dalam Ekaristi. Menurut mereka, Yesus datang untuk membebaskan manusia dari pengaruh Demiurge.
Karena membenci tubuh yang berupa materi, maka pengajaran yang mereka tawarkan adalah ‘pembebasan’ dari tubuh, melalui praktek Gnosticism.
Bagi mereka, pengajaran Yesus hanya diberikan kepada sebagian pengikut-Nya, dan keselamatan diperoleh bukan dengan rahmat Tuhan, melainkan dengan mempelajari ‘pengetahuan rahasia’ tersebut.

Pada jaman para rasul, sudah ada pengaruh Gnosticism yang ingin ‘mengaburkan’ kebenaran Injil. Maka pada surat kepada jemaat di Kolose Rasul Paulus memperingati mereka untuk tidak mengikuti ‘roh-roh dunia’/ cosmic powers (Kol 2:8), dan Rasul Yohanes juga memperingatkan jemaat terhadap ajaran sesat yang tidak mengakui bahwa Kristus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia (1Yoh 4:2).

Sekarang ini prinsip Gnosticism terdapat dalam NAM, yang sesungguhnya berakar dari agama-agama Timur, terutama Hindu Pantheism dan Buddha. Kepercayaan NAM adalah bahwa segala sesuatu adalah Satu (Brahman) dan Satu adalah Tuhan. Dunia yang kita ketahui sekarang adalah ilusi. Jadi tujuan hidup bagi penganut NAM adalah untuk menemukan kesatuan dan keilahian di dalam segala sesuatu. Maka tujuan dari latihan rohani NAM adalah untuk menemukan keilahian dalam setiap orang, bahwa setiap kita adalah Tuhan! Maka setiap kita akan kehilangan jati diri sebagai individu, dan terserap di dalam kesatuan yang disebut Nirwana. Kesatuan tersebut bukan pribadi, namun suatu Energi universal. Jadi Allah di sini digambarkan sebagai Energi.

Bagaimana mengatur/ mengarahkan ‘energi’ inilah yang diajarkan oleh reiki, dan juga sesungguhnya oleh yoga, dengan aneka gerakan. Pada tahap awal, mempelajari gerakan-gerakan ini sepertinya tidak berbahaya, namun pada tahap lanjut mengarah kepada suatu meditasi pengosongan diri dan mantra-mantra tertentu. Praktek seperti demikian tidak sesuai dengan ajaran Kristiani, dan karenanya sesungguhnya tidak boleh diikuti oleh umat Katolik. Sesungguhnya mengikuti gerakan yoga sebatas olah raga tidak menjadi masalah, asalkan jangan sampai mendalami ke tahap yang lebih dalam. Namun jika dapat dihindari, tentunya hal itu lebih baik; sebab sesungguhnya dapat saja dipilih bentuk olah raga yang lain yang tidak mengarah kepada NAM. Karena semakin yoga/ reiki dituruti, semakin ada tingkatan tertentu yang jika diikuti terus tidak sesuai dengan iman Katolik, sebab: 
 
Kita percaya bahwa Allah bukan merupakan “Energi”, tetapi merupakan “Pribadi” dalam hal ini Pribadi Trinitas Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Jangan lupa bahwa bagaimanapun dashyatnya energi, tetaplah kapasitasnya berada di bawah mahluk spiritual. Jadi adalah semacam kontradiksi, jika manusia diciptakan oleh “energi”, yang tidak dapat berpikir, tak dapat merasa, apalagi mengasihi. Bagi kita, tidak mungkin manusia yang merupakan mahluk spiritual diciptakan oleh “Energi”, berdasarkan prinsip akal sehat, bahwa tidak mungkin sesuatu yang lebih rendah menciptakan yang lebih tinggi, atau seseorang tak mungkin memberikan sesuatu yang tidak lebih dahulu dipunyainya. (Lihat artikel: Bagaimana membuktikan bahwa Tuhan itu ada)
 
NAM percaya akan adanya kesatuan yang abstrak, yang mengarah pada tidak adanya individu lagi, tidak ada lagi perbedaan antara yang jahat dan baik, semua dipandang sebagai ilusi. Hitler akan dipandang sama saja dengan Bunda Teresa. Tentu saja hal ini bertentangan dengan akal sehat; dan sama saja dengan menolak akal sehat.
 
Iman Kristiani tidak pernah mengajarkan bahwa tubuh (dunia material) itu jahat (evil), bahkan dikatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus (lihat 1 Kor 6:19; 3:16). Maka ajaran NAM agar kita membebaskan diri dari tubuh adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan iman Kristen.
Iman Kristiani malah mengajarkan kebangkitan badan pada akhir jaman nanti, di mana tubuh akan bersatu kembali dengan jiwa. Jadi ajaran NAM berupa ‘pembebasan’ manusia dari tubuh sebagai prinsip keselamatan juga tidak sesuai dengan ajaran iman Kristen.
 
Dengan mengikuti latihan-latihan NAM, seperti yoga dan reiki, apalagi jika mencapai tingkatan tertentu, maka pusat dan fokus latihan rohani adalah diri sendiri, dan bukannya Allah. Jika pada awalnya mungkin seolah-olah diperbolehkan untuk merenungkan Allah, namun pada tahap tertentu tidak demikian lagi halnya.
 
Tanpa disadari, mereka yang mengikuti latihan-latihan tersebut akan lebih mengandalkan latihan pengaturan ‘energi’ tersebut daripada bersandar pada doa dan menimba kekuatan dari Tuhan sendiri.
 
 
 
Sumber : katolisitas.org 
 
 

Jumat, 01 Juni 2012


 

 
P Gabriel Amorth: Pakar Eksorsisme 
Gereja Katolik


“Kristologi yang mengabaikan setan adalah timpang dan tak akan pernah mampu memahami keagungan nilai penebusan.” ~ P. Gabriele Amorth

“Ingat, ketika kita menertawakan setan dan mengatakan pada diri kita sendiri bahwa ia tidak ada, saat itulah setan paling berbahagia.” ~ P. Gabriele Amorth




TANYA-JAWAB DENGAN P. GABRIELE AMORTH


Pastor Gabriele Amorth dilahirkan pada tanggal 1 Mei 1925 di Modena, Italia utara, sebagai anak dan cucu pengacara. Di kemudian hari, sementara saudara laki-lakinya mantap memilih profesi sebagai hakim, Gabriel yang mengambil kuliah hukum di universitas akhirnya memilih untuk menjawab panggilannya menjadi seorang imam Katolik. Berikut wawancara dengan beliau:

1. Bagaimana akhirnya Romo memilih menjadi seorang imam Katolik?

Sejak usia 15 tahun, saya tahu itu adalah panggilan saya yang sesungguhnya. Devosi saya yang teristimewa adalah kepada Santa Perawan Maria. Selama bertahun-tahun saya menjadi editor majalah Madre di Deo (Bunda Allah). Apabila saya mendengar orang mengatakan, “Kalian orang-orang Katolik terlalu menghormati Maria,” maka saya akan menjawab, “Kita tak akan pernah cukup menghormatinya.”

2. Bagaimana asal-mulanya hingga Romo menjadi seorang eksorsis?

Saya tak mengerti sama sekali eksorsisme - saya bahkan tak pernah memikirkannya - hingga pada tanggal 6 Juni 1986, Kardinal Poletti, yang pada waktu itu menjabat sebagai Vikaris Roma, meminta saya untuk menemuinya. Pada waktu itu di Roma ada seorang eksorsis terkenal, satu-satunya, yaitu Pastor Candido; tetapi beliau sakit-sakitan dan Kardinal Poletti meminta saya untuk menjadi asistennya. Saya belajar segalanya dari Pastor Candido. Ia adalah guru yang hebat. Segera saja saya menyadari betapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan dan betapa sedikit eksorsis yang ada untuk melakukannya. Sejak hari itu, saya meninggalkan semuanya dan membaktikan diri sepenuhnya pada eksorsisme.

3. Apakah yang menjadi dasar eksorsisme dalam Gereja Katolik?

Yesus melakukan eksorsisme. Ia mengusir roh-roh jahat, membebaskan jiwa-jiwa dari kerasukan setan; dari Yesus Sendiri-lah Gereja menerima kuasa dan tugas pengusiran setan. Eksorsisme sederhana dilakukan Gereja dalam setiap pembaptisan, tetapi eksorsime yang lebih berat hanya dapat dilakukan oleh seorang imam yang mendapatkan wewenang khusus dari bapa uskup. Saya telah melakukan lebih dari 50.000 eksorsisme. Terkadang suatu eksorsisme membutuhkan waktu hanya beberapa menit saja, tetapi terkadang hingga berjam-jam lamanya. Sungguh suatu pekerjaan yang melelahkan.

4. Bagaimanakah Romo mengenali bahwa seseorang kerasukan setan?

Tidak mudah. Ada banyak tingkat kerasukan setan. Setan tak hendak dikenali, jadi ada orang-orang yang kerasukan yang berhasil menyembunyikannya. Ada kasus-kasus di mana mereka yang kerasukan menderita sakit fisik yang luar biasa hingga mereka tak dapat bergerak.

Amatlah penting untuk tidak mencampuradukkan antara kasus kerasukan setan dengan penyakit biasa. Gejala-gejala kerasukan setan seringkali meliputi sakit kepala yang hebat dan kejang perut; orang harus selalu pergi ke dokter terlebih dahulu sebelum datang pada seorang eksorsis. Ada banyak orang datang kepada saya, padahal mereka sama sekali tidak kerasukan; mereka menderita ayan atau schizophrenia atau masalah kejiwaan lainnya. Dari ribuan pasien yang saya temui, hanya sekitar seratus atau lebih yang sungguh kerasukan setan.

5. Bagaimana Romo dapat mengetahuinya?

Melalui penolakan mereka yang hebat terhadap sakramen dan segala hal yang kudus. Jika diberkati, mereka akan naik pitam. Jika dihadapkan pada salib, mereka takluk.

6. Tidakkah seorang yang histeris dapat mereka-reka gejala yang sama?

Kita dapat mengenali yang hasil rekaan. Kita melihat ke dalam mata mereka. Sebagai bagian dari eksorsisme, di saat-saat tertentu dalam doa, dengan dua jari kita membuka kelopak mata pasien. Hampir selalu, dalam kasus-kasus di mana roh jahat ada, bola mata sepenuhnya tampak putih. Bahkan dengan bantuan kedua tangan, kita nyaris tak dapat melihat apakah pupil mata mengarah ke atas atau ke bawah mata. Jika pupil mata mengarah ke atas, roh jahat yang merasukinya adalah scorpio; jika mengarah ke bawah adalah ular.

7. Dapatkah Romo menggambarkan ritual eksorsisme?

Idealnya, seorang eksorsis membutuhkan seorang imam lain untuk membantunya dan sekelompok orang yang akan mendukung imam lewat doa-doa mereka. Ritual tidak menetapkan sikap tubuh seorang eksorsis; sebagian berdiri, sebagian duduk. Ritual hanya mengatakan bahwa ritual dimulai dengan kata-kata “Ecce crucem Domini” (“Lihatlah Salib Tuhan”); imam hendaknya menjamah leher orang yang kerasukan dengan ujung stolanya dan meletakkan tangannya ke atas kepala kurban. Roh jahat akan berusaha untuk menyembunyikan diri. Tugas kita adalah membuatnya muncul, lalu menghalaunya keluar. Ada banyak cara untuk memaksa mereka memperlihatkan diri. Meski ritual tidak menyebutkannya, pengalaman mengajarkan bahwa minyak dan air suci, juga garam, dapat sangat efektif.

Roh-roh jahat sangat berhati-hati untuk tidak berbicara dan kita harus memaksanya berbicara. Apabila roh-roh jahat dengan suka hati berceloteh, maka itu adalah tipuan guna memperdaya eksorsis. Hendaknya kita tidak mengajukan pertanyaan yang tak berguna, yang timbul karena rasa ingin tahu; melainkan haruslah kita menanyainya dengan hati-hati. Kita selalu mulai dengan menanyakan nama roh jahat itu.

8. Apakah ia menjawab?

Ya, melalui kurban, tetapi dalam suara yang aneh dan tak wajar. Jika itu adalah iblis sendiri, ia akan mengatakan, “Aku setan, atau Lucifer, atau Beelzebul.” Kita tanyakan apakah ia sendirian atau adakah yang lain bersamanya. Biasanya ada dua atau lima, duapuluh atau tigapuluh. Kita harus mengetahui jumlahnya. Kita tanyakan bilamana dan bagaimana ia masuk ke dalam tubuh kurban. Kita mencari tahu apakah kehadiran mereka dikarenakan suatu kutukan dan jenis kutukan yang mana.

Selama eksorsisme, roh jahat dapat muncul perlahan-lahan atau muncul dengan ledakan yang tiba-tiba. Ia tak hendak memperlihatkan diri; ia akan murka dan ia amat kuat. Dalam suatu eksorsisme, saya melihat seorang anak berusia sebelas tahun yang dicengkeram oleh empat orang dewasa yang kuat, dan anak itu mencampakkan keempat-empatnya dengan mudah. Ada pula seorang anak laki-laki berumur sepuluh tahun yang mengangkat suatu meja yang sangat besar dan berat. Sesudahnya, saya memeriksa otot-otot lengan anak itu. Ia tak mungkin dapat melakukannya dari dirinya sendiri; ada kekuasatn iblis di dalamnya. Tak ada dua kasus yang sama. Sebagian pasien harus dibelenggu di atas tempat tidur. Mereka meludah; mereka muntah. Pertama-tama setan akan berusaha menjatuhkan mental eksorsis, lalu ia akan berusaha menakut-nakutinya, dengan berkata, “Malam ini aku akan menempatkan seekor ular di bawah tempat tidurmu. Esok aku akan memakan hatimu.”

9. Apakah terkadang Romo takut?

Tidak pernah; saya punya iman. Saya akan menertawakannya dan berkata, “Ada Santa Perawan di sampingku. Aku Gabriel. Pergi dan lawanlah Malaikat Agung St Gabriel jika kau mau.” Biasanya itu akan membungkam mereka.

Rahasianya adalah menemukan titik kelemahan roh jahat itu. Sebagian roh jahat tak dapat tahan apabila imam membuat Tanda Salib dengan stola pada bagian tubuh yang sakit, sebagian lainnya tak dapat tahan hembusan napas di wajah; yang lainnya berjuang sekuat tenaga melawan berkat dengan air suci.

Meringankan pasien selalu mungkin, tetapi menghalau roh jahat sepenuhnya dari kurban dapat dibutuhkan banyak eksorsisme selama bertahun-tahun. Sebab, bagi roh jahat, meninggalkan tubuh yang dirasukinya dan kembali ke neraka berarti mati untuk selamanya dan selanjutnya sama sekali kehilangan kemampuan untuk mencelakai manusia. Ia akan mengungkapkan keputusasaannya dengan mengatakan, “Aku mati, aku mati. Engkau membunuhku; engkau menang. Semua imam adalah pembunuh!”

10. Bagaimana asal mulanya hingga orang dapat dirasuki setan?

Saya yakin, terkadang Tuhan memilih jiwa-jiwa tertentu untuk mengalami suatu ujian khusus akan ketahanan rohani, tetapi, yang lebih sering terjadi adalah orang membuat dirinya rentan dirasuki iblis dengan bermain-main dengan black magic. Sebagian terjebak dalam praktek-praktek setanisme. Yang lainnya merupakan kurban suatu kutukan.

11. Apakah yang dimaksud kutukan itu seperti ketika Yasser Arafat mengatakan 'Go to Hell' kepada Ehud Barak, dan ia bersungguh-sungguh dengan perkataannya itu?

Bukan. Itu hanyalah sekedar sumpah serapah spontan. Sesungguhnya, amatlah sulit membuat kutukan. Diperlukan seorang imam setan untuk melakukannya dengan sempurna. Tentu saja, seperti kalian dapat menyewa seorang pembunuh jika kalian membutuhkannya, kalian pun dapat menyewa seorang tukang sihir laki-laki untuk mengucapkan kutuk atas nama kalian. Sebagian besar tukang sihir adalah palsu, tetapi saya khawatir ada beberapa tukang sihir sesungguhnya yang masih ada.

12. Mengapa tampaknya lebih banyak kaum perempuan yang dirasuki setan daripada kaum laki-laki?

Ah, hal itu kita tidak tahu. Mungkin kaum perempuan lebih rentan dirasuki sebab, dalam kenyataannya, lebih banyak perempuan daripada laki-laki yang tertarik pada ilmu gaib. Atau mungkin, itu adalah cara iblis untuk menjatuhkan laki-laki, seperti ia menjatuhkan Adam melalui Hawa. Yang kita tahu pasti adalah keadaannya semakin memburuk saja. Iblis berada di atas angin. Kita hidup dalam abad di mana iman semakin lemah. Jika kalian meninggalkan Tuhan, maka iblis akan mengambil alih tempat-Nya.

13. Adakah eksorsisme di luar Gereja Katolik?

Segala kepercayaan, segala kebudayaan, memiliki eksorsisme, tetapi hanya eksorsisme Kristiani yang memiliki kuasa sejati untuk mengusir roh-roh jahat melalui teladan dan kuasa dari Kristus.

14. Romo kurang setuju dengan ritus eksorsisme baru yang baru saja diterbitkan Vatican. Mengapa?

Mereka mengatakan bahwa kami tidak dapat melakukan eksorsisme kecuali jika kami tahu dengan pasti bahwa roh jahat ada di sana. Hal itu sungguh menggelikan. Hanya melalui eksorsisme saja kita dapat memaksa roh jahat untuk menyatakan diri. Eksorsisme tak akan pernah mencelakai siapapun.

15. Bagaimana dengan Bapa Suci?

Bapa Suci [Yohanes Paulus II] tahu bahwa iblis masih hidup dan aktif dalam dunia. Beliau sendiri melakukan eksorsisme. Pada tahun 1982, ia melakukan eksorsisme khidmad atas seorang gadis dari Spoletto. Gadis itu menjerit dan bergulung-gulung di atas tanah. Mereka yang melihatnya merasa ngeri. Paus mendatangkan pembebasan sementara untuknya.

Di lain kesempatan, pada tanggal 6 September, saat audiensi mingguan di St Petrus, seorang perempuan muda dari sebuah desa dekat Monza mulai menjerit-jerit saat Paus hendak memberkatinya. Ia meneriakkan kata-kata kotor kepada Bapa Suci dalam suara yang aneh. Paus memberkatinya dan membebaskannya, tetapi iblis masih ada dalam diri perempuan itu. Sesudahnya, ia menjalani eksorsisme seminggu sekali di Milan dan sekarang ia menemui saya sebulan sekali. Butuh waktu lama untuk menyembuhkannya, tetapi kita harus berusaha. Pekerjaan seorang eksorsis adalah meringankan penderitaan, membebaskan jiwa-jiwa dari siksaan, membawa yang lain semakin dekat pada Tuhan.

16. Apakah eksorsisme penting bagi pewartaan dan pelayanan Kristiani?

Ketika Petrus mengajar Kornelius mengenai Kristus, ia tidak menyebutkan suatu mukjizat selain dari kenyataan bahwa Yesus “menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis” (Kis 10:38). Maka, kita mengerti mengapa kuasa pertama yang Yesus berikan kepada para rasul-Nya adalah mengusir roh-roh jahat (Mat 10:1). Kita dapat membuat pernyataan yang sama bagi segenap umat beriman, “Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku” (Mrk 16:17).

17. Apakah kejahatan memang diciptakan oleh Tuhan? Apakah Tuhan menciptakan neraka?

Kita harus memperjelas hal ini: kejahatan, penderitaan, maut dan neraka tidak diciptakan oleh Tuhan. Saya hendak menceritakan sesuatu mengenai hal ini. Suatu hari P Candido sedang mengusir keluar roh jahat. Di akhir eksorsisme, imam berpaling kepada roh jahat dan dengan keras menghardiknya, “Keluar dari sini! Tuhan telah menyiapkan suatu tempat tinggal yang nyaman, dengan api yang berkobar-kobar untukmu!” Mendengar itu, roh jahat menjawab, “Kau tak tahu apa-apa! Bukan Dia [Tuhan] yang menciptakan neraka; tetapi kami. Ia bahkan tak pernah memikirkannya.” Serupa dengan itu, dalam kesempatan lain, ketika saya sedang menanyai roh jahat untuk mengetahui apakah ia terlibat dalam penciptaan neraka, roh jahat menjawab, “Kami semua terlibat.”

18. Apakah sebagian orang memang ditakdirkan untuk masuk neraka?

Saya biasa menjawab dengan empat kebenaran yang dinyatakan Kitab Suci bagi kita: Tuhan menghendaki agar semua orang diselamatkan; tak seorang pun ditakdirkan masuk ke neraka; Yesus wafat bagi semua orang; dan tiap-tiap orang telah dianugerahi rahmat yang cukup agar beroleh keselamatan. (lih “Apakah Neraka Pilihan yang Kita Tentukan di Dunia?” oleh P. William P Saunders)

19. Apakah Yesus lebih berkuasa dari roh-roh jahat?

Apabila saya mengucapkan kata-kata ini, “dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,” saya berlutut, semua orang yang hadir berlutut, dan selalu, orang yang kerasukan roh-roh jahat pun akan terpaksa berlutut. Sungguh suatu saat yang menggetarkan hati dan penuh daya kuasa.

20. Apakah Romo menonton “The Exorcist”, film horror terkenal tahun 1973?

[Ternyata itu adalah film favoritnya!]. Tentu saja, spesial efeknya berlebihan, tetapi suatu film yang bagus dan pada pokoknya benar, berdasarkan novel yang baik yang didasarkan pada suatu kisah nyata. Orang perlu tahu apa yang kami lakukan.


“KUASA SETAN” MENURUT P. GABRIELE AMORTH

Pastor Gabriele Amorth membagikan pengalamannya dalam sebuah buku yang menjadi best seller, dan yang telah dicetak ulang 17 kali di Italia, “An Exorcist Tells His Story” dan juga “An Exorcist: More Stories”. Kutipan berikut diambil dari buku “An Exorcist Tells His Story”:

Sekarang kita akan melanjutkan dengan Kristus, pusat dari alam semesta. Segala sesuatu diciptakan bagi-Nya dan demi Kedatangan-Nya, baik di surga (para malaikat) dan di bumi (dunia yang nyata, terutama manusia). Sungguh amat menyenangkan berbicara mengenai Kristus saja, tetapi hal itu tidak akan selaras dengan segala pengajaran dan karya-Nya, dan kita tidak akan pernah mampu memahami-Nya. Kitab Suci berbicara kepada kita mengenai Kerajaan Allah, namun juga mengenai kerajaan setan; mengenai kuasa Allah, Pencipta dan Tuhan semesta alam, namun juga mengenai kuasa kegelapan; mengenai anak-anak Allah, namun juga anak-anak setan. Mustahil memahami karya keselamatan oleh Kristus jika kita mengabaikan karya kebinasaan oleh setan.

Setan adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh tangan-tangan Allah. Kuasa dan superioritas yang diberikan Allah kepadanya atas para malaikat yang lain telah dimaklumi oleh semuanya, sebab itu ia beranggapan bahwa ia memiliki kuasa yang sama atas segala sesuatu yang diciptakan Tuhan. Setan berusaha memahami segenap ciptaan, namun gagal, sebab segala rancangan penciptaan ditujukan pada Kristus. Hingga Kristus datang ke dalam dunia, rancangan Tuhan tak akan dapat disingkapkan sepenuhnya. Itulah pemberontakan setan. Ia ingin terus menjadi yang mutlak utama, pusat dari segala ciptaan, bahkan jika itu berarti menentang rancangan Tuhan. Sebab itulah mengapa setan terus-menerus berusaha menguasai dunia (“seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat”, 1 Yoh 5:19). Sejak dari leluhur kita, setan berusaha memperbudak manusia dengan menjadikannya taat pada dirinya sendiri dan melawan Allah. Ia berhasil dengan leluhur kita, Adam dan Hawa, dan ia bermaksud melanjutkannya dengan segenap umat manusia, dengan bantuan “sepertiga dari para malaikat”, yang, menurut Kitab Wahyu, mengikutinya dalam memberontak melawan Allah.

Tuhan tidak pernah menolak makhluk ciptaan-Nya. Karenanya, walau mereka melawan Allah, setan dan para malaikatnya tetap memiliki kuasa dan kedudukan (takhta, penguasa, keutamaan, kekuatan, dstnya) walau mereka mempergunakannya untuk maksud-maksud jahat. St Agustinus tidaklah berlebihan ketika ia mengatakan bahwa, jika Tuhan memberikan kepada setan tangan yang bebas, maka “tak satu manusia pun akan dibiarkannya hidup.” Karena setan tak dapat membunuh kita, ia berusaha “menjadikan kita pengikutnya dalam melawan Tuhan, seperti ia sendiri melawan Tuhan.”

Kebenaran dari keselamatan adalah ini: Yesus datang “supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu” (1 Yoh 3:8), supaya Ia membebaskan manusia dari perbudakan setan, dan supaya Ia mendirikan Kerajaan Allah setelah menghancurkan kuasa setan. Namun demikian, antara kedatangan Kristus yang pertama dengan Parousia (kedatangan Kristus yang kedua kalinya dengan jaya sebagai hakim), iblis berusaha membujuk sebanyak mungkin orang untuk berada di pihaknya. Inilah peperangan yang diperjuangkannya dengan keputusasaan dari ia yang tahu bahwa ia telah dikalahkan, tahu “bahwa waktunya sudah singkat” (Why 12:12). Sebab itu, Paulus dengan berterus-terang mengatakan kepada kita bahwa “perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef 6:12).

Kitab Suci mengatakan bahwa para malaikat dan roh-roh jahat (secara khusus saya hendak menyebut setan) adalah makhluk-makluk rohani, tetapi mereka juga adalah pribadi-pribadi dengan inteligensi, kehendak, kebebasan dan inisiatif. Para teolog modern yang mengidentifikasikan setan dengan gagasan kejahatan yang abstrak sungguh sama sekali keliru. Gagasan mereka itu sesat; yaitu, terang-terangan berlawanan dengan Kitab Suci, para Bapa dan Magisterium Gereja. Kebenaran tentang setan tidak pernah diragukan di masa lampau; sebab itu, tak ada definisi dogmatis mengenainya, terkecuali pernyataan berikut dari Konsili Lateran Keempat, “Setan dan roh-roh jahat lain menurut kodrat memang diciptakan baik oleh Allah, tetapi mereka menjadi jahat karena kesalahan sendiri.” Barangsiapa mengingkari setan juga berarti mengingkari dosa dan tak lagi memahami karya-karya Kristus.

Marilah kita perjelas hal ini: Yesus menaklukkan setan melalui Kurban-Nya. Namun demikian, Yesus juga menaklukkan setan sebelum wafat-Nya, yaitu melalui ajaran-ajarannya, “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Luk 11:20). Yesus adalah Ia yang terkuat, yang mengikat setan (Mrk 3:27), yang merampasinya dan yang membagi-bagi kerajaannya, yang adalah kesudahannya (Mrk 3:26). Yesus pertama-tama memberikan kuasa untuk mengusir roh-roh jahat kepada para rasul-Nya; kemudian Ia memperluas kuasa itu kepada ketujuhpuluh dua murid, dan akhirnya Ia memberikannya kepada mereka semua yang percaya kepada-Nya.

Kisah Para Rasul menceritakan kepada kita bahwa setelah turunnya Roh Kudus, para rasul terus melanjutkan pengusiran roh-roh jahat, dan segenap umat Kristiani melakukannya seturut teladan mereka. Para Bapa Gereja awali, seperti Yustinus dan Irenaeus, dengan jelas menyatakan pemikiran Kristiani mengenai setan dan mengenai kuasa untuk mengusirnya. Para Bapa yang lain, teristimewa Tertulianus dan Origen, sependapat dengan mereka. Keempat Bapa Gereja ini saja dapat mematahkan pemikiran banyak teolog modern yang, dengan segala tujuan, entah tidak percaya akan iblis atau sepenuhnya mengabaikannya.

Konsili Vatikan Kedua dengan berwibawa mengingatkan kita akan ajaran Gereja yang lestari ini, “Sebab seluruh sejarah manusia sarat dengan perjuangan sengit melawan kekuasaan kegelapan. Pergulatan itu mulai sejak awal dunia” (Gaudium et Spes, no. 37). “Akan tetapi manusia, yang diciptakan oleh Allah dalam kebenaran, sejak awal mula sejarah, atas bujukan si Jahat, telah menyalahgunakan kebebasannya. Ia memberontak melawan Allah, dan ingin mencapai tujuannya di luar Allah. Meskipun orang-orang mengenal Allah, mereka tidak memuliakan-Nya sebagai Allah; melainkan hati mereka yang bodoh diliputi kegelapan, dan mereka memilih mengabdi makhluk dari pada Sang Pencipta” (no. 13). “Allah telah memutuskan untuk secara baru dan definitif memasuki sejarah bangsa manusia dengan mengutus PuteraNya dalam daging kita. Allah bermaksud merebut manusia dari kuasa kegelapan dan setan” (Ad Gentes, no. 3). Bagaimana mungkin mereka yang menyangkal keberadaan dan karya-karya setan dapat memahami karya keselamatan Kristus? Bagaimanakah mereka dapat memahami nilai dari wafat Kristus yang menyelamatkan? Berdasarkan Kitab Suci, Konsili Vatikan Kedua menegaskan bahwa “Putra Allah dengan wafat dan kebangkitan-Nya telah membebaskan kita dari kuasa setan” (Sacrosanctum Concilium, no. 6). Dan “dunia, yang memang berada dalam perbudakan dosa, tetapi telah dibebaskan oleh Kristus yang disalibkan dan bangkit, sesudah kuasa si jahat dihancurkan” (Gaudium et Spes, no. 2).

Setan, yang ditaklukkan Kristus, bangkit melawan para pengikut-Nya. “Pergulatan itu [antara manusia melawan roh-roh jahat] mulai sejak awal dunia, dan menurut amanat Tuhan akan tetap berlangsung hingga hari kiamat” (no. 37). Sepanjang masa itu, setiap orang ada dalam keadaan siaga bertempur sebab hidup di dunia merupakan pencobaan kesetiaan terhadap Tuhan. “Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya” (2 Kor 5:9). Kita mengenakan perlengkapan perang Tuhan agar kita mampu bertahan menghadapi tipu muslihat setan dan bertahan pada hari penganiayaan …. “Sebab, sebelum memerintah bersama Kristus dalam kemuliaan-Nya, kita semua akan menghadapi `tahta pengadilan Kristus, supaya masing-masing menerima ganjaran bagi apa yang dijalankannya dalam hidup ini, entah itu baik atau jahat' (2 Kor 5:10)” (Lumen Gentium, no. 48).

Bahkan jika pertempuran melawan setan ini menyangkut segenap manusia dan segenap masa, tak diragukan lagi bahwa kuasa setan terasa semakin dahsyat dalam periode-periode sejarah ketika kejahatan masyarakat semakin nyata. Sebagai contoh, ketika saya melihat dekadensi Kekaisaran Romawi, saya dapat melihat adanya kemerosotan moral pada periode itu dalam sejarah. Sekarang kita berada pada tingkat dekadensi yang sama, sebagian sebagai akibat dari penyalahgunaan media massa (media itu sendiri tidaklah jahat) dan sebagian karena konsumerisme dan materialisme Barat, yang telah meracuni masyarakat kita.

Saya yakin bahwa Paus Leo XIII, dalam suatu penglihatan (lihat “Doa kepada Malaikat Agung St Mikhael”) menerima suatu nubuat peringatan mengenai serangan iblis ini pada masa kita. Bagaimanakah iblis melawan Tuhan dan Juruselamat kita? Dengan menuntut bagi dirinya sendiri sembah sujud yang diperuntukkan bagi Tuhan dan dengan mengolok-olok lembaga-lembaga Kristiani. Sebab itu, setan adalah anti-Kristus dan anti-Gereja. Setan mempergunakan kemesuman seks, yang memerosotkan nilai tubuh manusia menjadi suatu sarana dosa, melawan Inkarnasi Sabda yang menebus umat manusia dengan menjadi manusia. Setan mempergunakan gereja-gereja setan, pemujaan-pemujaan setan, penyembahan-penyembahan setan (kerapkali `dikuduskan' dengan perjanjian darah), para pemujanya, mereka yang terikat perjanjian dengannya, untuk memperolok sembah sujud kepada Tuhan. Sama seperti Kristus memberikan kepada para rasul-Nya dan para pengikut-Nya kuasa-kuasa istimewa demi kebajikan tubuh dan jiwa, demikian pula setan memberikan kuasa-kuasa istimewa kepada para pengikutnya demi kebinasaan tubuh dan jiwa.

Saya akan menyebutkan satu hal lagi dalam masalah ini. Sama seperti adalah salah menyangkal keberadaan setan, demikian pula adalah salah menerima pendapat umum bahwa ada makhluk-makhluk rohani lain yang tidak disebutkan dalam Kitab Suci. Makhluk-makhluk rohani ini adalah ciptaan para dukun spiritisme, para pengikut ilmu-ilmu gaib, mereka yang mendukung reinkarnasi, atau mereka yang percaya akan “jiwa-jiwa yang gentayangan”. Tak ada makhluk rohani baik yang lain selain dari para malaikat; tak ada makhluk rohani jahat yang lain selain roh-roh jahat. Dua Konsili Gereja (Lyons dan Florence) mengajarkan kepada kita bahwa jiwa-jiwa mereka yang meninggal akan segera menuju surga atau neraka atau api penyucian. Jiwa-jiwa orang mati yang muncul pada saat pemanggilan arwah atau jiwa-jiwa orang mati yang masuk ke dalam tubuh orang-orang hidup untuk menyiksa mereka tak lain dan tak bukan adalah roh-roh jahat. Tuhan mengijinkan suatu jiwa kembali ke dunia hanya dalam kesempatan-kesempatan khusus yang sangat langka saja, tetapi kita tahu bahwa masalah ini masih diliputi misteri.

Sebagian orang terheran-heran akan kemampuan roh-roh jahat untuk mencobai manusia dan bahkan menguasai tubuh manusia (tetapi roh-roh jahat tak akan pernah dapat menguasai jiwa manusia, terkecuali jika manusia secara sukarela memberikannya) melalui fenomena kerasukan setan (= possessio diabolica) dan penindasan setan (= oppressio diabolica). Kita patut ingat akan apa yang ditulis dalam Kitab Wahyu (12:7 dst), “Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga. Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya…. Dan ketika naga itu sadar, bahwa ia telah dilemparkan di atas bumi, ia memburu perempuan yang melahirkan Anak laki-laki itu [yaitu “perempuan berselubungkan matahari” yang daripadanya Yesus dilahirkan; sangat jelas bahwa kita sedang berbicara tentang Santa Perawan Maria yang Tersuci].” Ketika setan menyadari bahwa segala upayanya telah gagal, “Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus.”

Pada tanggal 24 Mei 1987, saat kunjungannya ke Kapel Malaikat Agung St Mikhael, Paus Yohanes Paulus II mengatakan, “Pertempuran melawan setan, yang merupakan tugas utama Malaikat Agung Santo Mikhael, masih terus berlangsung hingga hari ini, karena setan masih hidup dan aktif dalam dunia. Kejahatan yang mengepung kita pada masa kini, kekacauan yang menimpa masyarakat kita, kebimbangan serta kehancuran manusia, bukan hanya diakibatkan oleh dosa asal semata, melainkan juga hasil campur tangan dan perbuatan jahat setan.”

Dalam Kitab Kejadian dikisahkan secara jelas kutukan Tuhan terhadap si ular, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej 3:15). Apakah setan sudah berada di neraka? Bilamanakah pertempuran antara para malaikat dan para iblis ini terjadi? Kita tak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini; perlu kita camkan dalam akal budi kita bahwa neraka lebih merupakan keadaan daripada tempat.

Kitab Wahyu menceritakan bahwa roh-roh jahat dilemparkan ke bumi; sebab itu kebinasaan akhir mereka belum terjadi, meski tak dapat dibatalkan. Artinya, mereka masih memliki kuasa yang diberikan Tuhan kepada mereka, walau “waktunya sudah singkat”. Sebab itulah mereka bertanya kepada Yesus, “Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?” (Mat 8:29). Kristus adalah satu-satunya Hakim; Ia akan mempersatukan Tubuh MistikNya dengan Dirinya. Maka, beginilah seharusnya kita menafsirkan pernyataan Paulus kepada umat di Korintus, “Tidak tahukah kamu, bahwa kita akan menghakimi malaikat-malaikat?” (1 Kor 6:3). Ketika “legion” roh-roh jahat yang merasuki laki-laki dari Gerasa itu memohon kepada Kristus untuk “jangan memerintahkan mereka masuk ke dalam jurang maut” (Luk 8:31-32), mereka sedang berusaha mempertahankan kuasa mereka. Bagi roh jahat, meninggalkan tubuh orang yang mereka rasuki dan masuk ke dalam neraka merupakan hukuman mati yang tak dapat dibatalkan kembali; sebab itulah mengapa roh-roh jahat berjuang mempertahankannya hingga titik terakhir. Namun demikian, siksa abadinya akan bertambah hebat sesuai dengan aniaya yang ia timbulkan di dunia. St Petrus mengatakan kepada kita bahwa roh-roh jahat belum dihukum secara definitif, “Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman” (2 Pet 2:4). Kemuliaan para malaikat juga akan semakin bertambah seturut perbuatan-perbuatan baik mereka; sebab itu, sungguh amat berguna memnohon bantuan mereka.

Malapetaka apakah yang dapat ditimbulkan setan kepada mereka yang hidup?

Aktivitas Biasa. Ini adalah “pencobaan” yang merupakan aktivitas roh-roh jahat yang paling umum dan diarahkan kepada segenap manusia. Ketika Yesus membiarkan setan mencobai Diri-Nya, Ia menerima keadaan manusiawi kita. Saya tak hendak membahas usaha-usaha setan yang umum ini, melainkan membahas “aktivitas luar biasa” setan, yang hanya dapat terjadi jika Tuhan mengijinkannya.

Aktivitas Luar Biasa Setan dapat dibagi dalam enam bentuk:

1. Sakit fisik eksternal yang diakibatkan oleh setan. Kita tahu akan bentuk ini dari riwayat hidup banyak santa dan santo. Kita tahu bahwa St Paulus dari Salib, St Yohanes Maria Vianney, St Padre Pio, dan banyak lagi yang lainnya dihajar, didera, dan ditinju oleh roh-roh jahat. Bentuk aniaya eksternal ini tidak mempengaruhi jiwa; sebab itu dalam bentuk aniaya ini tak dibutuhkan eksorsisme, hanya doa.

2. Kerasukan setan (= possessio diabolica). Hal ini terjadi ketika setan mengendalikan sepenuhnya tubuh manusia (bukan jiwa); setan berbicara dan bertindak tanpa sepengetahuan ataupun sepersetujuan kurban, yang karena itu secara moral tak bersalah. Bentuk ini merupakan bentuk aniaya setan yang paling mengerikan dan paling spektakuler, yang menarik perhatian para produser film seperti The Exorcist. Menurut Ritual Eksorsisme, beberapa tanda kerasukan setan meliputi: memperlihatkan daya kekuatan yang di luar batas normal, dan menyingkapkan hal-hal yang tersembunyi. Orang Gerasa yang kerasukan setan merupakan contoh jelas kerasukan setan dalam Injil. Menetapkan suatu “model” yang baku bagi kasus kerasukan setan merupakan suatu kesalahan serius; aniaya ini menyangkut keseluruhan gejala dan kedahsyatannya. Sebagai contoh, saya menangani dua orang kerasukan yang tetap diam dan tenang sama sekali sepanjang eksorsisme. Saya dapat menyebutkan banyak contoh lain dengan berbagai macam gejala yang berbeda.

3. Penindasan setan (= oppressio diabolica). Gejala-gejalanya berbeda dari kemalangan yang sangat serius hingga ke yang ringan. Tak ada kerasukan, kehilangan kesadaran ataupun berbicara dan bertindak di luar kehendak. Kitab Suci memberikan banyak contoh penindasan setan; salah satu di antaranya adalah Ayub. Ia tidak dirasuki, tetapi ia kehilangan seluruh anak-anaknya laki-laki dan perempuan, harta bendanya, juga kesehatannya. Perempuan yang bongkok dan laki-laki yang bisu tuli yang disembuhkan Yesus tidak ditindas sepenuhnya, tetapi ada kehadiran setan yang menyebabkan gangguan fisik. St Paulus sudah pasti tidak kerasukan roh jahat, tetapi ia mengalami penindasan setan yang mengakibatkan aniaya atasnya, “Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku” (2 Kor 12:7). Tak diragukan lagi bahwa iblislah yang menjadi sumber aniayanya itu.

Walau kasus kerasukan setan relatif jarang terjadi pada masa kini, kami, para eksorsis, menangani sejumlah besar orang yang diserang iblis melalui kesehatan, pekerjaan atau hubungan pribadi mereka. Perlu kita perjelas bahwa mendiagnosa dan menyembuhkan penyakit akibat penindasan setan tidak lebih mudah dari mendiagnosa dan menyembuhkan orang yang sepenuhnya kerasukan setan. Tingkat keparahannya mungkin berbeda, tetapi kesulitannya dalam mendiagnosis dan banyaknya waktu yang tercurah demi penyembuhannya adalah sama.

4. Penghambatan setan (= obsessio diabolica). Gejalanya meliputi serangan mendadak, terkadang terus-menerus, akan pikiran-pikiran obsesi, terkadang bahkan secara logika tak masuk akal, tetapi begitu rupa hingga kurban tak dapat membebaskan diri. Orang yang mengalami fenomena ini hidup terus-menerus dalam keadaan tak berdaya, putus asa, dan berusaha melakukan bunuh diri. Hampir selalu obsesi ini mempengaruhi mimpi. Sebagian orang akan mengatakan bahwa hal ini merupakan bukti sakit mental, karenanya membutuhkan penanganan psikiatris atau psikolog. Hal yang sama dapat dikatakan dalam fenomena-fenomena gangguan setan lainnya. Namun demikian, beberapa gejala begitu tidak konsisten dengan penyakit yang dapat dikenali hingga gangguan tersebut secara pasti menunjuk pada asal-usulnya yang jahat. Hanya mata yang berpengalaman serta terlatih baik yang dapat mengenali perbedaan-perbedaannya yang paling mendasar.

5. Pendudukan setan (= infestatio diabolica). Pendudukan terhadap rumah, barang atau binatang. Saya hanya ingin menegaskan bahwa saya tidak pernah mempergunakan istilah ini apabila menyangkut manusia. Mengenai manusia, saya akan selalu berbicara mengenai kerasukan, penindasan dan obsessio.

6. Takluk pada setan. Orang akan terjerumus dalam fenomena ini apabila mereka secara sukarela menyerahkan diri kepada setan. Dua bentuk penyerahan diri yang paling umum adalah perjanjian darah dengan setan dan mempersembahkan diri kepada setan.

Bagaimanakah kita dapat menjauhkan diri dari segala bentuk kejahatan ini? Pada pokoknya, apabila tidak didapati fenomena gangguan setan, kita dapat menggunakan sarana-sarana biasa yang mendatangkan rahmat Tuhan, yakni doa, sakramen-sakramen, amal kasih, mengamalkan hidup Kristiani, mengampuni, memohon pertolongan dari Tuhan kita, Bunda Maria, para kudus, serta para malaikat.

Sekarang saya akan membahas sedikit mengenai para malaikat. Dengan gembira saya mengakhiri bab mengenai setan ini, musuh bebuyutan Kristus, dengan berbicara mengenai para malaikat. Malaikat adalah sekutu kita yang hebat. Kita berhutang banyak pada mereka, dan sungguh keliru begitu jarang membicarakan mereka seperti yang kita lakukan. Masing-masing kita mempunyai seorang malaikat pelindung, sahabat paling setia yang menyertai kita duapuluh empat jam sehari, sejak dari saat kita dikandung hingga wafat. Tak henti-hentinya ia melindungi kita, tubuh dan jiwa, sementara kita, sebagian besar dari kita, tak pernah mengindahkannya. Kita juga tahu bahwa setiap negara mempunyai seorang malaikat pelindung tertentu, dan mungkin, setiap komunitas dan keluarga, walau kita tak yakin akan dua hal yang terakhir ini. Namun demikian, kita tahu bahwa malaikat sangat banyak jumlahnya, dan kerinduan mereka untuk menolong kita lebih hebat dari kerinduan setan untuk membinasakan kita.

Kitab Suci seringkali mengisahkan kepada kita tentang perutusan-perutusan yang Tuhan percayakan kepada para malaikat-Nya. Kita tahu nama pemimpin para malaikat, yaitu St Mikhael. Ada hierarki di antara para malaikat berdasarkan kasih, yang dibimbing oleh akal budi ilahi “yang dalam kehendak-Nya kita beroleh damai,” seperti dikatakan Dante. Kita juga tahu nama-nama dari dua malaikat agung yang lain:

Gabriel dan Rafael. Apokrif menambahkan nama keempat, Uriel. Para malaikat dibedakan ke dalam sembilan paduan suara: serafim, kerubim, takhta, penguasa, keutamaan, kekuatan, kerajaan, malaikat agung dan malaikat. Orang percaya yang hidup di hadirat Tritunggal Mahakudus dan yakin bahwa hidupnya dalam Dia, tahu bahwa ia juga mempunyai seorang bunda, Bunda Allah Sendiri, yang tak kunjung henti menolongnya. Ia tahu bahwa ia senantiasa dapat mengandalkan pertolongan para malaikat dan para kudus; sebab itu, bagaimana mungkin ia dapat merasa sebatang kara, ditinggalkan atau ditindas oleh iblis? Dalam hidup orang percaya ada penderitaan, sebab itulah Jalan Salib yang menyelamatkan kita, namun tak ada ruang bagi kesedihan. Ia yang percaya senantiasa siap untuk memberikan kesaksian kepada mereka yang bertanya kepadanya mengenai pengharapan yang menopangnya (lih 1 Pet 3:15)

Jelas pula bahwa orang percaya wajib setia kepada Allah dan takut akan dosa. Inilah dasar kekuatan kita, seperti dikatakan St Yohanes, “Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya” (1 Yoh 5:18). Jika terkadang kelemahan-kelemahan kita menyebabkan kita jatuh, kita harus segera bangkit dengan anugerah belas kasih Allah yang luar biasa itu: tobat dan pengakuan dosa.


Sumber: 1. “An Interview With Fr Gabriele Amorth - The Church's Leading Exorcist by Gyles Brandreth of The Sunday Telegraph (October 2000); 2. “An Exorcist Tells His Story”; www.ignatiusinsight.com; 3. “The Reality of Evil - An Exorcist Relates His Experience”; www.catholic-forum.com/churches/cathteach

Disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”