Kamis, 02 Mei 2024

 Apakah Neraka Pilihan yang Kita Tentukan di Dunia?

oleh: P. William P. Saunders *



Baru-baru ini seorang teman menantang keyakinan saya akan neraka. Ia menggambarkan neraka sebagai suatu keadaan di mana Tuhan senantiasa hadir, mengasihi mereka yang terkutuk, sementara para pendosa beku oleh dosa-dosa mereka hingga keadaan murni tanpa dosa menjadi tidak menarik bagi mereka. Ketika disambut ke dalam surga, mereka malahan memilih untuk tinggal di neraka hingga pada akhirnya mereka dapat menerima Tuhan. Bagaimanakah ajaran Gereja mengenai neraka? Apakah neraka merupakan pilihan yang kita tentukan di dunia?
~ seorang pembaca di Alexandria

Kitab Suci dengan jelas menyebutkan adanya suatu tempat siksa abadi yang disebut neraka atau terkadang disebut sebagai Gehenna. Beberapa di antaranya: Yesus mengatakan bahwa setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus “diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala” (Mat 5:22). Kristus memperingatkan “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat 10:28). Lagi, Yesus bersabda, “Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan;” (Mrk 9:43). Dengan mempergunakan suatu perumpamaan tentang lalang di antara gandum untuk menggambarkan pengadilan terakhir, Yesus mengatakan, “Semuanya [mereka yang jahat] akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.” (Mat 13:42). Demikian juga halnya ketika Yesus berbicara tentang pengadilan terakhir di mana domba-domba akan dipisahkan dari kambing-kambing, Ia akan berkata kepada mereka yang jahat, “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.” (Mat 25:41). Dan yang terakhir, dalam Kitab Wahyu dicatat bahwa setiap orang akan dihakimi menurut perbuatannya dan mereka yang jahat akan dicampakkan ke dalam “lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua” (Why 20:13-14; 21:8).

Sekedar keterangan, Gehenna adalah sebuah lembah di sebelah selatan Yerusalem yang terkenal akan kurban berhala di mana anak-anak dibakar dalam api. Nabi Yeremia mengutuk tempat itu dan meramalkannya menjadi tempat kematian dan kebinasaan. Dalam literatur rabiah sesudahnya, istilah Gehenna diidentifikasikan sebagai tempat penghukuman abadi dengan siksa dan api yang tak terpadamkan bagi mereka yang jahat.

Oleh karena itu, Gereja secara konsisten mengajarkan bahwa neraka sungguh ada. Jiwa-jiwa yang meninggal dalam keadaan dosa berat segera turun untuk siksa abadi di neraka. Hukuman neraka yang terutama adalah terpisahnya jiwa dari Tuhan untuk selama-lamanya. Di neraka jiwa menderita perasaan kehilangan - kehilangan kasih Allah, kehilangan hidup bersama Tuhan, dan kehilangan kebahagiaan: kasih, kehidupan dan kebahagiaan sejati berasal dari Tuhan, dan setiap manusia merindukannya. Namun demikian, hanya dalam Dia manusia akan menemukan pemenuhannya (bdk Katekismus Gereja Katolik no. 1035).

Jiwa yang dikutuk juga menderita siksa. Dengan gambaran “api” konstitusi apostolik Benedictus Deus (1336) oleh Paus Benediktus XII menyatakan bahwa jiwa akan “menderita siksa neraka,” dan Konsili Florensia (1439) memaklumkan bahwa jiwa akan “dihukum dengan hukuman yang berbeda-beda.”

Beberapa orang kudus dianugerahi penglihatan akan neraka. St Faustina menggambarkan neraka sebagai berikut: “Pada hari ini aku dibimbing oleh seorang malaikat ke jurang neraka. Suatu tempat siksa yang dahsyat; alangkah mencengangkan besarnya dan luasnya! Macam-macam siksa yang aku lihat: Siksa pertama yang merupakan neraka adalah perasaan kehilangan Tuhan; kedua adalah sesal batin yang tak kunjung henti; ketiga adalah kondisi jiwa yang tak akan pernah berubah; keempat adalah api yang akan membakar jiwa tanpa membinasakannya - sungguh suatu siksa yang amat mengerikan, bagaikan suatu kobaran api rohani murni, yang menyala-nyala karena murka Allah; siksa kelima adalah kegelapan terus-menerus dan bau busuk yang amat memuakkan, dan meskipun keadaan gelap, para iblis dan jiwa-jiwa terkutuk saling melihat satu sama lain dan semua yang jahat, baik yang lain maupun diri sendiri; siksa keenam adalah kehadiran iblis yang terus-menerus; siksa ketujuh adalah keputusasaan yang mengerikan, kebencian terhadap Tuhan, kata-kata umpatan, kutuk serta hujat. Siksa-siksa inilah yang diderita oleh mereka semua yang terkutuk secara bersama-sama, tetapi itu bukanlah akhir dari siksa. Ada siksa-siksa khusus yang diperuntukkan bagi jiwa-jiwa tertentu. Inilah siksa rasa. Tiap-tiap jiwa mengalami siksa dahsyat yang tak terlukiskan sehubungan dengan dosa yang dilakukannya. Ada gua-gua dan ruang-ruang penyiksaan di mana siksa yang satu berbeda dengan yang lainnya. Pastilah aku mati seketika begitu melihat siksa-siksa itu jika penyelenggaraan Ilahi tidak menopang aku. Biarlah para pendosa tahu bahwa ia akan disiksa untuk selama-lamanya dalam keabadian dengan cara ia berbuat dosa. Aku menuliskan ini atas perintah Tuhan, agar tak satu pun jiwa dapat mengelak dengan mengatakan bahwa tidak ada neraka, atau bahwa tak seorang pun pernah ke sana, sehingga tak seorang pun dapat mengatakan seperti apa neraka itu.”

Patutlah kita ingat bahwa Tuhan tidak menentukan terlebih dulu apakah seseorang harus pergi ke neraka ataupun menghendaki siapa pun dikutuk. Tuhan dengan penuh kasih menganugerahkan rahmat aktual kepada kita guna menerangi akal budi dan meneguhkan kehendak agar kita dapat melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat. Namun demikian, manusia dengan pengetahuan dalam akal budinya dan dengan kehendak bebasnya dapat memilih untuk melakukan yang jahat, berbuat dosa berat, dan karenanya berpaling dari Tuhan. Jika manusia tidak bertobat atas dosa berat yang dilakukannya, tidak menyesal dan tetap bersikeras dalam keadaan tersebut, maka penolakannya terhadap Tuhan akan berlanjut di kehidupan kekal. Dengan kata lain, manusia menempatkan dirinya sendiri dalam neraka.

Paus Yohanes Paulus II dalam Crossing the Threshold of Hope (185-6) mengajukan pertanyaan ini, “Mungkinkah Tuhan, yang begitu mengasihi manusia, menghendaki manusia yang menolak-Nya dikutuk dalam siksa abadi?” Dengan mengutip Kitab Suci, Bapa Suci dalam jawabannya mengulangi ajaran Kristus yang tegas. Beliau juga mengingatkan kita bahwa Gereja tidak pernah mengutuk seseorang tertentu ke neraka, bahkan tidak pula Yudas; sebaliknya, Gereja menyerahkan segala penghakiman kepada Tuhan. Tetapi, Sri Paus, lewat serangkaian pertanyaan, menegaskan bahwa Allah yang adalah Kasih, juga adalah Allah Keadilan; yang menuntut pertanggungjawaban kita atas dosa-dosa yang kita lakukan dan menghukumnya dengan adil.

Sepatutnyalah kita berdoa mohon rahmat melawan pencobaan dan mengikuti jalan Tuhan, sementara pada saat yang sama, kita senantiasa mohon pengampunan-Nya atas kelemahan dan kegagalan kita. Berbicara mengenai perjalanan Gereja yang Berziarah, Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja no. 48 menasehatkan, “Tetapi karena kita tidak mengetahui hari maupun jamnya, atas anjuran Tuhan kita wajib berjaga terus-menerus, agar setelah mengakhiri perjalanan hidup kita di dunia hanya satu kali saja, kita bersama dengan-Nya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan pada mereka yang diberkati, dan supaya janganlah kita seperti hamba yang jahat dan malas diperintahkan enyah ke dalam api yang kekal, ke dalam kegelapan di luar, di tempat `ratapan dan kertakan gigi'”. Karena itu, dalam Doa Syukur Agung I kita berdoa, “Terimalah dengan rela persembahan umat-Mu. Bimbinglah jalan hidup kami, dan selamatkanlah kami dari hukuman abadi agar tetap menjadi umat kesayangan-Mu.”

“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”

Rabu, 24 April 2024

 DASAR IMAN KATOLIK


Hampir semua denominasi Protestan mengatakan Hanya Alkitab sumber Iman Kristiani (Sola Scriptura) tetapi tidak untuk gereja Katolik. Lalu apakah dengan ini gereja Katolik tidak menghargai kitab suci? oh tentu tidak sebab alkitab sendiri ditetapkan oleh gereja Katolik maka adalah aneh jika justru Katolik tidak menghargai kitab suci (untuk lebih jelasnya baca Sejarah Alkitab). Gereja Katolik menerima Kitab suci sebagai dasar iman tetapi bukan satu-satunya dasar iman. mengapa? sebab masih ada 2 hal yang lain yaitu:

Hak Mengajar Gereja (Magisterium)

Mengapa Gereja memiliki wewenang mengajar? sebab Gereja adalah Pondasi kebenaran "...jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran" (1 tim 3:15) dan juga karena Yesus sendiri memberikan wewenang itu kepada Petrus secara pribadi (Mat 16:18-19)(untuk lebih jelasnya lihat tentang kePausan) dan kepada Para Rasul yang lain (Mat 18:18; Lk 10:16) atas dasar inilah maka jemaatawal taat pada pengajaran para rasul (Kis 2:42). lalu apakah hak mengajar ini hanya untuk para rasul atau diwariskan kepada para penggantinya? tentu saja hak mengajar ini diwariskan sebab Yesus menjanjikan Gereja-Nya akan bertahan sampai sepanjang masa (Matius 28:20), kita tahu para rasul tidak akan bertahan sepanjang masa karena mereka adalah manusia tentu secara akal sehat pastilah wewenang itu diwariskan supaya gereja dengan pola yang sama seperti dahulu (Apostolik) tetap bertahan sepanjang masa.

 Tradisi Suci.

Tradisi Suci adalah ajaran yang tidak tertulis seperti yang diungkapkan dalam:Kis 2:42 di mana dikatakan bahwa jemaat kristen perdana bertekun dalam pengajaran para rasul, jauh sebelum tulisan-tulisan Perjanjian Baru sendiri lahir. Jadi kehidupan iman Gereja tidak terbatas pada buku saja,tetapi juga pada ajaran lisan para pemimpin suci yang ditetapkan oleh Tuhan.
1Kor 15:3 di mana dikatakan oleh Paulus bahwa kebenaran tentang Yesus Kristus dia terima sendiri (jelas secara lisan)
2Tes 2:15 dimana Paulus menasehati umatnya: "Berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik itu secara lisan maupun secara tertulis." Ajaran-ajaran yang tidak tertulis semacam itulah yang kita sebut Tradisi.
Yoh 21:25 yang berbunyi: "Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat Yesus, tetapi jikalau sernuanya itu harus dituliskan satu per satu. maka agaknya dunia ini tidak memuat semua kitab yang harus ditulis itu." Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan penulisan injilnya bukanlah untuk mendaftar semua ajaran kristen atau membuat daftar lengkap dari ucapan dan perbuatan Yesus. Yang dia tulis hanyalah hal-hal yang paling mendasar untuk keselamatan manusia. Hal yang sama kiranya berlaku untuk kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya.
"Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang." (Yoh 16:12-13) Bagaimana Roh Kudus akan membimbing kepada keseluruhan kebenaran jika karyanya dibatasi oleh Tradisi yang sudah dibukukan dalam alkitab

Apakah Tradisi ini terjamin kebenarannya karena tidak tertulis?. Tradisi terjamin kebenarannya karena dipelihara oleh Gereja yang adalah tiang Pondasi kebenaran "...jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran" (1 tim 3:15). Contoh Tradisi Suci adalah masalah Maria diangkat ke Surga ini sebenarnya adalah Tradisi Apostolik karena paham ini berkembang sejak jaman dahulu ketika masih dekat dengan masa Para Rasul seperti yang diungkapkan oleh: St. Gregory (594 AD), bishop of Tours, declared that "the Lord . . . commanded the body of Mary be taken in a cloud into paradise; where now, rejoined to the soul, Mary reposes with the chosen ones." St. Germaine I (+732 AD), Patriarch of Constantinople, speaks thusly to Mary, "Thou art . . . the dwelling place of God . . . exempt from all dissolution into dust." And St. John Damascene asserted, "He who had been pleased to become incarnate (of) her . . . was pleased . . . to honor her immaculate and undefiled body with incorruption . . . prior to the common and universal resurrection.".............. hingga akhirnya paham ini dijadikan dogma secara resmi tahun 1 November 1950 oleh Paus Pius XII dan paham ini juga dapat digali dalam alkitab (lihat pada Maria sebagai Tabut perjanjian, Maria dikandung tanpa Noda dosa & Maria diangkat ke Surga) dari contoh jelas Alkitab dan Tradisi saling menunjang bahkan sebenarnya Alkitab adalah Tradisi yang Tertulis seperti yang diungkapkan dalam Lukas 1:1-4 yang bila kita baca prolog injil tsb maka alurnya akan tampak seperti ini: pada mulanya adalah ajaran lisan yang disampaikan orang-orang yang merupakan saksi mata apa yang diperbuat Yesus dan "Pelayan Firman" lalu Penulis injil lukas membukukan semuanya setelah diselidiki kebenarannya supaya memperkuat keyakinan bahwa apa yang sudah diterima (secara Lisan) adalah benar adanya.
(uraian sekilas tentang Tradisi Suci, lihat artikel singkat tentang Tradisi Suci)

Dari uraian mengenai Tradisi - Kitab Suci - Magisterium jelaslah bahwa Dari uraian di atas nampak betapa eratnya hubungan Tradisi dan Alkitab. Oleh karena itu Alkitab harus ditafsirkan dalam konteks dan dalam kesatuan dengan Tradisi. Sulit membayangkan penafsiran Alkitab lepas dari Tradisi, sebab sebelum Alkitab ditulis, Sabda Allah itu sudah lebih dahulu dihayati dalam Tradisi. Sebaliknya, karena penulisan Alkitab itu ada di bawah pengaruh Roh Kudus sendiri, maka Tradisi yang dihayati Gereja di segala jaman itu harus dikontrol dalam terang Alkitab. dan dalam menafsirkan Tradisi & Alkitab Gereja Yesus Kristuslah yang mendapat wewenang untuk mengajar dan wewenang untuk mengajar soal-soal iman dan susila ada di tangan para uskup sebagai pewaris sah para rasul dengan Paus sebagai pemimpin, yakni pengganti Petrus. mengapa? sebab dalam 2 Pet 3:15-16 diingatkan bahwa Alkitab sangat sulit untuk dimengerti sehingga butuh wewenang khusus untuk menafsirkannya dan wewenang itu ada ditangan Gereja yang sudah diberi wewenang oleh Yesus sendiri.

Sumber :https://www.imankatolik.or.id/dasariman.html