Selasa, 19 Juli 2011

Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus (Bagian 3)

Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus
mistikus, stigmatis, visionaris (1774 - 1824)



“THE DOLOROUS PASSION OF OUR LORD JESUS CHRIST
FROM THE MEDITATIONS OF ANNE CATHERINE EMMERICK”
as recorded in the journal of Clemens Brentano
 
 
Bab V
Sekilas Tentang Yerusalem


Doa-doa dan persiapan-persiapan sesuai adat untuk merayakan hari raya telah selesai dilakukan. Sebagian besar penduduk kota Yerusalem yang padat, juga orang-orang asing yang berkumpul di sana, sedang terlelap dalam tidur yang pulas setelah melewatkan hari-hari yang melelahkan, ketika, sekonyong-konyong, penangkapan Yesus dimaklumkan. Semua orang bangun dari tidur mereka, baik para sahabat-Nya maupun para musuh-Nya. Banyak orang bergegas menjawab panggilan imam besar, meninggalkan rumah mereka untuk berkumpul di balai pengadilan. Di beberapa bagian kota, sinar bulan memampukan mereka mengayunkan langkah dengan aman menyusuri jalan-jalan kota yang suram dan remang-remang; di bagian yang lain mereka harus mempergunakan suluh. Hanya sedikit saja rumah-rumah yang dibangun dengan jendela menghadap ke arah jalanan, dan, terus terang, pintu-pintu mereka terletak di bagian dalam, menjadikan jalanan semakin tampak suram dari yang sesungguhnya pada jam itu. Langkah-langkah kaki semuanya diarahkan menuju Sion. Mereka yang mendengarkan dengan seksama mungkin mendengar derap langkah orang-orang yang berhenti di rumah-rumah kerabat mereka, mengetuk untuk membangunkan mereka - lalu bergegas melanjutkan langkah, lalu berhenti lagi untuk menanyai yang lain, dan akhirnya, berangkat kembali dengan tergesa menuju Sion. Para pesuruh dan para hamba bergegas mencari kabar pasti mengenai apakah yang telah terjadi, agar mereka dapat kembali dan menyampaikan berita kepada mereka yang tinggal di rumah. Suara orang mengunci dan memasang palang pintu terdengar jelas, sebab banyak orang cemas dan takut akan terjadinya huru-hara. Seribu satu pernyataan berbeda dilontarkan dan pendapat-pendapat dikemukakan, seperti berikut ini: - “Lazarus dan saudari-saudarinya akan segera tahu siapakah gerangan lelaki ini yang kepada-Nya mereka percaya. Yohana, Khuza, Susana, Maria - ibunda Markus, dan Salome, mereka akan menyesali kebodohan mereka, tetapi semuanya sudah terlambat. Serafia, isteri Sirakh, sekarang akan terpaksa mohon ampun dari suaminya, sebab suaminya itu telah sering menegurnya perihal sikapnya yang memihak Orang Galilea itu. Pengikut-pengikut Orang yang fanatik ini, pemicu pemberontakan ini, berpura-pura berbelas kasihan terhadap semua orang yang memandang segala sesuatu dalam terang yang berbeda dari mereka, dan sekarang mereka tidak akan tahu di mana harus menyembunyikan muka mereka. Sekarang tak akan ada lagi orang yang menghamparkan pakaiannya dan menebarkan ranting-ranting zaitun di hadapan-Nya. Orang-orang munafik itu, yang menganggap diri jauh lebih baik daripada orang-orang lain, akan menerima hukuman yang setimpal, karena keterlibatan mereka semua dengan Orang Galilea itu. Masalah ini jauh lebih serius dari yang diduga semula. Aku ingin tahu bagaimana Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea dapat meloloskan diri dari perkara ini, imam-imam besar telah menaruh curiga terhadap mereka sejak beberapa waktu ini; mereka bergaul dengan Lazarus; tetapi mereka sungguh licik. Bagaimanapun, sekarang semuanya akan menjadi jelas.”

Pernyataan-pernyataan seperti di atas diucapkan oleh orang-orang yang dengki, bukan hanya terhadap para murid Yesus, tetapi juga terhadap para perempuan kudus yang memenuhi kebutuhan sehari-hari-Nya, dan secara terang-terangan serta gagah berani menyatakan rasa hormat mendalam pada ajaran-ajaran-Nya dan percaya akan misi Ilahi-Nya.

Walau banyak orang berbicara mengenai Yesus dan para pengikut-Nya dengan sikap sinis seperti ini, ada juga mereka yang mempunyai pendapat yang amat berbeda. Sebagian dari mereka ini diliputi ketakutan, sebagian lainnya, karena dikuasai kesedihan, mencari para sahabat kepada siapa mereka dapat mencurahkan isi hati, dan kepada siapa mereka dapat, tanpa takut-takut, meluahkan perasaan mereka. Tetapi, jumlah mereka yang cukup berani secara terang-terangan mengakui kekaguman mereka terhadap Yesus sungguh sangat sedikit.

Hanya di bagian-bagian kota Yerusalem saja keributan-keributan ini terjadi - di bagian-bagian kota di mana para pesuruh diutus oleh para imam besar dan kaum Farisi untuk mengundang para angota sidang dan untuk memanggil saksi-saksi. Aku melihat perasaan dengki dan murka meledak di bagian-bagian kota yang berbeda, dalam bentuk nyala api. Nyala-nyala api melayang di jalan-jalan, saling menggabungkan diri dengan yang lainnya yang mereka jumpai dan bergerak menuju Sion. Semakin lama semakin besarlah bola api itu hingga akhirnya tiba dan berhenti di bawah balai pengadilan Kayafas, di mana mereka tinggal, menyatu membentuk suatu bola api yang besar.

Para prajurit Romawi tidak ikut ambil bagian dalam apa yang terjadi. Mereka tidak mengerti gejolak perasaan rakyat, tetapi mereka melipatgandakan penjagaan. Mereka menyusun pasukan dan mengawasi dengan seksama. Sungguh, ini merupakan suatu hal yang biasa pada masa perayaan Paskah, mengingat besarnya jumlah orang asing yang pada waktu-waktu itu datang ke Yerusalem. Orang-orang Farisi berusaha keras menghindarkan diri dari penjagaan setempat, khawatir kalau-kalau para pengawas itu mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka, dan kalau-kalau timbul ketegangan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Para imam besar telah mengirimkan suatu pesan kepada Pilatus guna menjelaskan alasan-alasan mereka menempatkan penjaga-penjaga di sekitar Ophel dan Sion. Tetapi Pilatus menaruh curiga terhadap mereka, oleh sebab sikap saling curiga antara bangsa Romawi dengan bangsa Yahudi. Pilatus tidak dapat tidur. Hampir sepanjang malam ia berjalan mondar-mandir, mendengarkan laporan masuk yang bermacam-macam dan mengeluarkan perintah sesuai dengan apa yang ia dengar. Isterinya sedang tidur, tetapi tidurnya terganggu oleh mimpi-mimpi buruk, dan ia mengerang serta menangis dengan sedihnya.

Di segenap penjuru Yerusalem, penangkapan Yesus tidaklah mengakibatkan dukacita yang sedemikian memilukan seperti yang dirasakan penduduk Ophel yang miskin. Sebagian besar penduduk Ophel adalah pekerja harian, dan sisanya pada umumnya bekerja sebagai buruh kasar bagi Bait Allah. Berita penangkapan Yesus sungguh mengejutkan mereka. Untuk beberapa saat mereka meragukan kebenaran berita tersebut. Mereka bimbang antara harap dan cemas. Tetapi, melihat pemandangan itu, Guru mereka, Penolong mereka, Penghibur mereka, yang diseret sepanjang jalan-jalan kota, dengan tubuh-Nya terkoyak, memar, dan dianiaya dengan cara yang tak terbayangkan oleh mereka, mereka diliputi kengerian. Dukacita mereka semakin bertambah-tambah ketika melihat Bunda-Nya yang berduka berjalan diam-diam menyusuri jalan-jalan kota dengan ditemani para perempuan kudus, sembari berusaha mendapatkan kabar berita mengenai Putra Ilahinya. Para perempuan kudus ini seringkali terpaksa bersembunyi di sudut-sudut jalan dan di balik pintu-pintu gerbang karena takut terlihat oleh para musuh Yesus. Walau sudah demikian berhati-hati, seringkali mereka tak luput dari cemooh dan dianggap sebagai perempuan-perempuan hina - hati mereka pedih mendengar kata-kata keji itu, pun ungkapan-ungkapan kemenangan orang-orang Yahudi yang kejam. Jarang sekali, hampir-hampir tak pernah, kata-kata penghiburan atau belas kasihan sampai ke telinga mereka. Mereka sepenuhnya letih jiwa raga sebelum tiba di tempat perlindungan mereka. Tetapi, para perempuan kudus ini berusaha menghibur serta menguatkan satu sama lain. Mereka menyelubungkan kerudung-kerudung tebal ke atas kepala mereka. Ketika akhirnya tiba dan duduk, mereka mendengar ketukan tiba-tiba di pintu. Semuanya mendengarkan dengan napas tertahan - ketukan berulang, bunyinya lembut, sebab itu mereka yakin bahwa bukan musuh yang datang - namun demikian, mereka membuka pintu dengan sangat berhati-hati, khawatir akan tipu muslihat. Sungguh, seorang sahabat yang datang; dengan penuh semangat mereka menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan. Sayang, tak ada kata-kata penghiburan meluncur dari mulutnya. Sebab itu, karena tak dapat beristirahat lebih lama lagi, mereka pergi keluar dan berjalan-jalan sebentar, lalu kembali lagi ke tempat pengungsian mereka - dengan hati yang lebih remuk-redam dari sebelumnya.    

Sebagian besar para rasul dicekam kengerian yang hebat. Mereka mengembara di lembah-lembah yang mengelilingi Yerusalem. Sekali waktu mereka berlindung dalam gua-gua di bawah Bukit Zaitun. Mereka berangkat jika berpapasan satu dengan yang lain, berbicara dengan suara-suara gemetar, dan segera berpisah begitu mendengar suara mencurigakan selirih apapun. Pada mulanya mereka menyembunyikan diri di sebuah gua dan kemudian di gua yang lain, lalu mereka berusaha untuk kembali ke kota, sementara sebagian lainnya mendaki menuju puncak Bukit Zaitun dan mengarahkan pandangan was-was ke suluh-suluh yang menyala, sumber cahaya dengan mana mereka dapat melihat samar-samar kota Sion. Mereka mendengarkan dengan seksama suara-suara di kejahuan, dengan seribu satu bayangan terlintas dalam benak mereka. Lalu, mereka kembali ke lembah dengan harapan mendapatkan kabar berita yang pasti.

Jalan-jalan di sekitar balai pengadilan Kayafas tampak terang-benderang oleh lentera-lentera dan suluh. Sementara semakin banyak khalayak ramai berkerumun di sana, hiruk-pikuk dan kekacauan semakin bertambah. Bercampur-baur dengan suara riuh-rendah ini, terdengar pula suara lenguhan hewan-hewan yang ditambatkan di luar tembok-tembok Yerusalem, pun suara domba-domba mengembik sedih. Ada satu yang lebih meluluhkan hati dari embikan domba-domba ini yang akan dikurbankan keesokan harinya di Bait Allah, - yaitu Anak Domba yang akan segera menyerahkan DiriNya Sendiri dengan rela hati sebagai kurban. Ia tidak membuka mulut-Nya, seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya. Dan Anak Domba itu adalah Anak Domba Allah - Anak Domba Tanpa Cela - Anak Domba Paskah sejati - Yesus Kristus Sendiri.

Langit tampak kelam, suram serta menakutkan - bulan merah, berselimutkan selubung kelabu, seakan-akan ngeri mencapai kepenuhannya, sebab Pencipta-nya akan segera wafat.

Lalu, aku mengarahkan pandanganku ke luar kota. Dekat gerbang selatan, aku melihat sang pengkhianat, Yudas Iskariot, berkeliaran seorang diri, menjadi kurban deraan hati nuraninya dengan perasaan bersalah. Ia bahkan takut akan bayangannya sendiri. Banyak iblis mengikutinya. Mereka berusaha mengalihkan perasaan sesalnya menjadi keputusasaan yang ngeri. Beribu-ribu roh jahat menyibukkan diri di segenap penjuru. Pertama-tama mereka mencobai manusia dengan satu dosa, lalu menghantarnya ke dosa yang lain. Tampaknya seolah-olah pintu gerbang neraka terbuka lebar, dan setan berjuang mati-matian dengan mengerahkan segala daya upayanya untuk memperberat beban dosa yang akan ditanggungkan Anak Domba Tanpa Cela ke atas DiriNya Sendiri. Para malaikat terombang-ambing antara sukacita dan dukacita. Mereka berkobar dalam kerinduan untuk merebahkan diri (= prostratio) di hadapan tahta Allah, guna diperkenankan membantu Yesus. Tetapi, pada saat yang sama, mereka dikuasai keterpukauan, dan hanya dapat bersembah sujud di hadapan mukjizat Keadilan Ilahi dan belas kasihan yang telah ada di surga untuk selama-lamanya, dan yang sekarang akan segera digenapi kepenuhannya. Sebab, para malaikat, seperti kita,  percaya akan Allah Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi; dan akan Yesus Kristus, PutraNya yang Tunggal, Tuhan kita; yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria; yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus, wafat dan dimakamkan; yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati; yang naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa; dari situ Ia akan datang mengadili orang yang hidup dan mati. Begitu juga para malaikat percaya akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang Kudus, persekututan para kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan, kehidupan kekal.


Bab VI
Yesus di Hadapan Hanas


Menjelang tengah malam ketika Yesus tiba di istana Hanas. Para pengawal segera menggiring-Nya ke suatu aula yang sangat luas, di mana Hanas, dengan dikelilingi oleh duapuluh delapan penasehat, duduk di suatu podium yang sedikit lebih tinggi dari permukaan lantai dan menghadap pintu masuk. Para prajurit yang tadi menangkap Yesus sekarang menyeret-Nya dengan kasar ke kaki balai pengadilan. Ruangan itu tampak penuh dengan para prajurit, para hamba Hanas, sejumlah kelompok yang diperkenankan masuk, dan juga saksi-saksi palsu yang kemudian dipindahkan ke ruangan Kayafas.

Hanas merasa senang dengan pemikiran bahwa Kristus akan segera dibawa ke hadapannya. Ia menunggu-nunggu kedatangan-Nya dengan amat tidak sabar. Ekspresi wajahnya sungguh menyebalkan. Gurat-gurat wajahnya memperlihatkan bukan hanya kegembiraan neraka yang meliputinya, melainkan juga segala kelicikan dan kebusukan hatinya. Ia adalah pemimpin suatu pengadilan yang ditetapkan guna memeriksa orang-orang yang dituduh mengajarkan ajaran-ajaran palsu. Jika pengadilan membuktikan bahwa tuduhan tersebut benar, tertuduh selanjutnya akan diajukan ke hadapan imam besar.   

Yesus berdiri di hadapan Hanas. Ia tampak kehabisan tenaga dan kusut. Jubah-Nya berlumur lumpur, kedua tangan-Nya dibelenggu, kepala-Nya terkulai, dan Ia tidak berbicara sepatah kata pun. Hanas adalah seorang tua yang kurus bertampang jahat dengan jenggot tipis. Ia luar biasa sombong dan angkuh. Sementara duduk, ia tersenyum sinis, berpura-pura tak tahu apa-apa dan sungguh terkejut mengetahui bahwa tahanan yang dibawa ke hadapannya tak lain adalah Yesus dari Nazaret. “Mungkinkah ini,” katanya, “mungkinkah Engkau Yesus dari Nazaret? Di manakah gerangan para murid-Mu, pengikut-Mu yang banyak itu? Di manakah kerajaan-Mu? Aku khawatir persoalan tidak menjadi seperti yang Engkau harapkan. Para penguasa, aku pikir, merasa bahwa sudah saatnyalah menghentikan segala sepak terjang-Mu, tidak hormat pada Allah dan para imam-Nya, dan melanggar kekudusan hari Sabat. Murid-murid macam apa yang ada pada-Mu. Ke mana mereka semuanya? Kau diam saja! Berbicaralah, penipu! Berbicaralah Kau, pemicu pemberontakan! Bukankah Engkau makan anak domba Paskah dengan cara yang tidak sah, di luar waktu yang ditetapkan, dan di tempat yang tidak layak? Bukankah Engkau hendak menyebarkan ajaran-ajaran baru? Siapa yang memberi-Mu hak untuk berkhotbah? Di mana Kau belajar? Katakan, apa ajaran agama-Mu?”

Yesus kemudian mengangkat kepala-Nya yang lunglai, menatap Hanas dan mengatakan, “Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi. Mengapakah engkau menanyai Aku? Tanyailah mereka, yang telah mendengar apa yang Kukatakan kepada mereka; sungguh, mereka tahu apa yang telah Kukatakan.”

Mendengar jawaban Yesus ini, wajah Hanas memerah karena berang dan murka. Seorang hamba dari tingkat yang paling rendah, yang berdiri dekat situ, melihat hal ini, serta-merta ia menampar wajah Kristus dengan sarung tangan besinya, sembari berseru, “Begitukah jawab-Mu kepada Imam Besar?” Yesus hampir-hampir roboh karena kerasnya tamparan itu. Ketika para pengawal lainnya ikut-ikutan memaki serta memukuli-Nya, Ia jatuh terkapar, darah menetes dari wajah-Nya membasahi lantai. Tawa riuh-rendah, hinaan, dan kata-kata cercaan menggema di seluruh ruangan. Para prajurit pembantu menyeret dan membangkitkan-Nya kembali dengan kasar. Dengan tenang Yesus menjawab, “Jikalau kata-Ku itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kata-Ku itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?”    

Murka Hanas semakin menjadi-jadi melihat sikap Yesus yang demikian tenang. Ia berpaling kepada saksi-saksi dan menghendaki mereka mengajukan dakwaan-dakwaan terhadap-Nya. Mereka semuanya serentak berbicara: “Ia menyebut DiriNya sebagai raja; Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya; bahwa kaum Farisi adalah orang-orang munafik. Ia memicu pemberontakan di antara rakyat; Ia menyembuhkan orang sakit dengan kuasa setan pada hari Sabat. Penduduk Ophel mengerumuni-Nya beberapa waktu yang lalu dan menyebut-Nya dengan gelar Juruselamat dan Nabi. Ia membiarkan DiriNya disebut sebagai Putra Allah; Ia mengatakan bahwa Ia diutus oleh Allah; Ia menubuatkan kehancuran Yerusalem. Ia tidak berpuasa; Ia makan bersama orang-orang berdosa, bersama orang-orang kafir, dan bersama para pemungut cukai, serta bergaul dengan para perempuan berdosa. Beberapa waktu berselang, kepada seseorang yang memberi-Nya minum di pintu gerbang Ophel, Ia mengatakan bahwa Ia akan memberinya air hidup yang kekal, setelah meminumnya, ia tidak akan haus lagi. Ia menyesatkan orang banyak dengan kata-kata bermakna ganda,” dst. dst.

Segala tuduhan ini diteriakkan serempak. Sebagian dari saksi-saksi berdiri di hadapan Yesus, mereka menghina-Nya sementara berbicara dengan gerakkan tubuh yang  mengejek. Para prajurit pembantu bertindak lebih jauh, bahkan dengan menyerang-Nya seraya berkata, “Berbicaralah, mengapa Engkau tidak menjawab?” Hanas dan para pengikutnya menambahkan olok-olok untuk mengejek-Nya. Setiap kali terdapat jeda dalam tuduhan-tuduhan itu mereka berteriak, “Jadi, ini ajaran-Mu, bukan begitu? Apa jawab-Mu tentang hal ini? Keluarkan titah-Mu, Raja agung, utusan Allah, buktikan perutusan-Mu.” “Siapakah Engkau?” lanjut Hanas dengan nada mencemooh, “siapakah yang telah mengutus-Mu? Adakah Engkau putera seorang tukang kayu dusun, atau adakah Engkau Elia, yang diangkat ke surga dalam kereta berapi? Katanya ia masih hidup, dan aku dengar Engkau dapat membuat DiriMu Sendiri kasat mata apabila Engkau menghendakinya. Mungkinkah Engkau Nabi Maleakhi, yang perkataannya kerap Engkau kutip? Beberapa orang mengatakan bahwa bapanya adalah seorang malaikat dan bahwa ia juga masih hidup. Seorang penipu ulung seperti Engkau pastilah tak memiliki kesempatan yang lebih baik dalam mengelabui orang selain dari menyamar sebagai nabi ini. Katakan tanpa berbelit-belit lagi, dari kerajaan manakah Engkau berasal? Engkau lebih besar dari Salomo - setidak-tidaknya Engkau berpura-pura demikian, dan Engkau bahkan ingin orang percaya akan hal itu. Tenanglah, aku tak akan lagi menolak gelar dan lambang kekuasaan-Mu itu, yang memang amat tepat untuk-Mu.”

Hanas kemudian meminta selembar perkamen, kira-kira satu yard panjangnya (± 91 cm) dan enam inci lebarnya (± 15 cm). Di atasnya ia menulis serangkaian kata-kata dalam huruf-huruf yang besar. Setiap kata mewakili tuduhan-tuduhan berbeda yang diajukan terhadap Kristus. Lalu, ia menggulungnya, memasukkannya ke dalam sebuah tabung kecil yang kosong, menutupnya dengan cermat, menyerahkan tabung itu kepada Yesus seraya menyeringai lebar, “Lihatlah tongkat lambang kerajaan-Mu. Di dalamnya terdapat gelar-gelar-Mu, catatan kehormatan yang berhak Engkau peroleh, dan juga hak-Mu atas tahta. Bawalah ini kepada imam besar, agar ia dapat mengenali martabat kebangsawanan-Mu dan memperlakukan Engkau sesuai martabat-Mu. Ikatlah tangan raja ini, dan bawalah Dia ke hadapan imam besar.”

Kedua tangan Yesus, yang tadi telah dilepaskan dari ikatan, sekarang diikat menyilang di dada-Nya begitu rupa agar Ia dapat membawa tongkat kekuasaan olok-olok yang berisi tuduhan-tuduhan Hanas. Yesus digiring ke Pengadilan Kayafas, di tengah segala makian, teriak, dan pukulan bertubi-tubi yang dilancarkan ke tubuh-Nya oleh khalayak ramai yang brutal.

Kediaman Hanas tak lebih dari tiga ratus langkah dari kediaman Kayafas. Terdapat tembok-tembok tinggi dan rumah-rumah biasa di setiap sisi jalan, yang diterangi suluh dan lentera-lentera yang digantungkan pada tiang-tiang. Banyak sekali orang Yahudi berkerumun di jalanan berbicara dengan amarah yang meluap-luap. Para prajurit hampir-hampir tak dapat menerobos kerumunan orang banyak . Mereka yang bertindak begitu tercela terhadap Yesus di Pengadilan Hanas meneruskan cercaan dan penganiayaan terhadap-Nya sepanjang perjalanan ke kediaman Kayafas. Aku melihat uang dibagi-bagikan kepada mereka yang bersikap sangat jahat terhadap Yesus oleh orang-orang bersenjata dari pengadilan. Aku melihat para prajurit mengusir mereka semua yang menaruh belas kasihan kepada-Nya. Sementara mereka yang bersikap kejam terhadap-Nya diijinkan masuk ke Pengadilan Kayafas.


Bab VII
Pengadilan Kayafas


Untuk masuk ke dalam ruang pengadilan Kayafas, orang harus melewati suatu halaman bertembok yang luas, yang dapat disebut sebagai pengadilan bagian luar. Dari sana, orang masuk ke dalam pengadilan bagian dalam, yang meliputi seluruh bangunan. Bangunan itu sendiri jauh lebih panjang daripada lebarnya. Di bagian depannya terdapat semacam serambi terbuka yang pada ketiga sisinya dikelilingi oleh tiang-tiang yang tak terlalu tinggi. Pada sisi keempat tiang-tiangnya lebih tinggi dan di belakangnya terdapat sebuah ruangan yang luasnya hampir seluas serambi itu sendiri. Dalam ruang tersebut, kursi-kursi bagi para anggota sidang ditata di atas semacam podium berbentuk setengah lingkaran, sedikit lebih tinggi dari permukaan lantai. Kursi yang diperuntukkan bagi imam besar terletak lebih tinggi dari kursi-kursi lainnya. Terdakwa yang diadili berdiri di tengah kursi-kursi yang berbentuk setengah lingkaran itu. Para saksi dan para penggugat berdiri di samping atau di belakang terdakwa. Terdapat tiga pintu di belakang kursi-kursi para hakim yang menuju ke suatu ruangan lain yang juga dipenuhi kursi. Ruangan ini dipergunakan sebagai tempat konsultasi rahasia. Pintu-pintu masuk yang ditempatkan di sisi kanan dan sisi kiri ruangan ini terbuka ke pengadilan bagian dalam, yang berbentuk bulat, seperti bagian belakang bangunan. Mereka yang meninggalkan ruangan lewat pintu sisi kanan akan melihat di sebelah kiri pengadilan, pintu gerbang yang menuju ke penjara bawah tanah yang digali di bawah ruangan. Ada banyak kamar-kamar penjara bawah tanah di sana. Di salah satu penjara inilah di kemudian hari Petrus dan Yohanes dikurung sepanjang malam, ketika mereka menyembuhkan seorang yang lumpuh di Bait Allah sesudah Pentakosta. Baik rumah maupun balai pengadilan dipenuhi suluh dan lentera-lentera, yang menjadikannya terang-benderang bagaikan siang hari. Ada suatu perapian besar dinyalakan di tengah beranda, di masing-masing sisinya terdapat pipa-pipa yang berfungsi sebagai cerobong asap. Di sekeliling perapian berdirilah para prajurit, hamba-hamba rendahan, para saksi dari kalangan rendah yang telah menerima suap untuk memberikan kesaksian-kesaksian palsu. Beberapa perempuan juga ada di sana, tugasnya adalah menuangkan sejenis minuman merah bagi para prajurit dan memanggang roti, dengan melakukan pekerjaan ini mereka menerima sedikit upah.

Sebagian besar dari para hakim telah duduk di sekitar Kayafas, sementara yang lain menyusul tak lama kemudian. Serambi hampir penuh sesak, antara saksi-saksi benar dan saksi-saksi palsu, sementara banyak orang lainnya berusaha masuk guna memuaskan rasa ingin tahu, tetapi mereka tidak diperkenankan masuk. Petrus dan Yohanes masuk ke pengadilan bagian luar dengan berpakaian bagaikan seorang pesuruh, sesaat sebelum Yesus digiring masuk. Yohanes berhasil menerobos ke pengadilan bagian dalam dengan bantuan seorang hamba yang ia kenal. Pintu langsung ditutup tepat di belakangnya. Sebab itu Petrus, yang agak sedikit di belakang, tertinggal di luar. Ia mohon pada seorang hamba perempuan untuk membukakan pintu baginya, tetapi perempuan itu menolak meskipun Petrus dan Yohanes telah memohon dengan sangat kepadanya. Petrus akan terpaksa tinggal di luar seandainya Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea, yang datang tepat pada saat itu, tidak membawanya masuk bersama mereka. Kedua rasul itu kemudian mengembalikan mantol pinjaman mereka dan menempatkan diri di suatu tempat di mana mereka dapat melihat para hakim dan mendengarkan segala sesuatu yang terjadi.

Kayafas duduk di tengah podium yang agak tinggi, dan tujuhpuluh anggota Sanhedrin ada di sekelilingnya, sementara para pejabat, para ahli Taurat dan para tua-tua berdiri di kanan kirinya serta saksi-saksi palsu di belakang mereka. Prajurit-prajurit ditempatkan mulai dari kaki podium hingga ke pintu serambi di mana Yesus akan digiring masuk. Wajah Kayafas serius menyeramkan, tetapi keseriusannya disertai pula dengan tanda-tanda pasti dendam terpendam dan maksud-maksud jahat. Kayafas mengenakan mantol panjang berwarna merah kusam, dengan sulaman bunga-bunga dan jumbai-jumbai emas yang diikatkan di bahu dan dada, juga jumbai-jumbai di bagian depan dengan gesper-gesper emas. Hiasan kepalanya tinggi, berhiaskan pita-pita yang terjuntai, sisi-sisinya terbuka, agak serupa dengan mitra uskup. Kayafas bersama para anggota sidang agung telah menunggu beberapa waktu lamanya. Ia begitu tak sabar hingga beberapa kali bangkit berdiri, pergi ke bagian luar pengadilan dengan jubah kebesarannya, dan bertanya dengan marah apakah Yesus dari Nazaret akan datang atau tidak. Ketika melihat arak-arakan datang mendekat, ia pun segera kembali ke tempat duduknya.


Bab VIII
Yesus di Hadapan Kayafas


Yesus digiring masuk ke balai pengadilan. Khalayak ramai menyambut-Nya dengan sorak cemooh. Ketika Yesus berjalan melewati Petrus dan Yohanes, Ia melihat mereka dengan ekor mata-Nya, tanpa memalingkan wajah-Nya, agar jangan terungkap identitas mereka. Begitu Ia tiba di ruang sidang, Kayafas berseru dengan suara lantang, “Engkau datang juga akhirnya, Kau musuh Allah, Kau si penghujat, yang mengganggu ketenangan malam yang kudus ini!” Tabung yang berisikan tuduhan-tuduhan Hanas, lambang kekuasaan olok-olok yang ada di tangan Yesus, segera dibuka dan dibaca.

Kayafas berbicara menggunakan kata-kata yang paling menghina. Lagi, para prajurit pembantu menyiksa serta menganiaya Tuhan kita seraya berteriak, “Jawab segera! Berbicaralah! Apakah Kau bisu?” Kayafas, yang perangainya luar biasa congkak dan sombong, menjadi lebih murka daripada Hanas. Ia mencecar-Nya dengan seribu satu pertanyaan. Tetapi, Yesus berdiri di hadapannya diam membisu dengan mata-Nya memandang ke lantai. Para prajurit pembantu berusaha memaksa-Nya berbicara dengan pukulan yang bertubi-tubi. Seorang anak yang jahat, menekankan ibu jarinya ke atas bibir Yesus, sembari mengejek menantang-Nya untuk menggigit. Lalu, para saksi-saksi dipanggil. Pertama adalah saksi-saksi dari kalangan terendah, yang tuduhan-tuduhannya sama kacaunya dan sama berubah-ubahnya seperti yang mereka ajukan di hadapan pengadilan Hanas. Tak satu pun dari tuduhan tersebut dapat dipergunakan oleh sidang. Sebab itu, Kayafas berpaling kepada saksi-saksi utama, yakni kaum Farisi dan kaum Saduki, yang telah berkumpul dari segala penjuru negeri. Para saksi ini berusaha berbicara dengan tenang, tetapi ekspresi wajah dan sikap mereka mengungkapkan rasa iri dan dengki yang memenuhi hati mereka. Terus-menerus mereka mengulang dan mengulang lagi tuduhan-tuduhan yang sama, yang telah dijawab-Nya berulang kali: “Bahwa Ia menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan dengan bantuan setan - bahwa Ia mencemarkan hari Sabat - menghasut rakyat untuk memberontak - menyebut kaum Farisi sebagai keturunan ular beludak dan orang-orang munafik - menubuatkan kehancuran Yerusalem - bergaul dengan para pemungut cukai dan orang-orang berdosa - mengumpulkan rakyat dan menyatakan diri sebagai raja, nabi dan Putra Allah.” Mereka mengajukan kesaksian “bahwa Ia senantiasa berbicara tentang kerajaan-Nya - bahwa Ia melarang perceraian - menyebut DiriNya sebagai Roti Hidup, dan mengatakan bahwa barangsiapa tidak makan daging-Nya dan minum darah-Nya tidak akan memiliki hidup yang kekal.”

Begitulah mereka memutarbalikkan serta menyalahartikan sabda-sabda yang diucapkan-Nya, pengajaran-pengajaran yang diajarkan-Nya, dan perumpamaan-perumpamaan dengan mana Ia menerangkan pengajaran-Nya, menyampaikan kepada mereka persamaannya dengan kejahatan mereka. Namun demikian, para saksi ini saling bertentangan dalam pernyataan mereka. Satu orang mengatakan, “Ia menyebut DiriNya raja,” dan segera orang kedua menyanggahnya dengan mengatakan, “Tidak, Ia membiarkan orang menyebut-Nya demikian, tetapi, begitu mereka berusaha menjadikan-Nya raja, Ia melarikan diri.” Yang lain mengatakan, “Ia memaklumkan DiriNya sebagai Putra Allah,” tetapi, orang keempat menyelanya dengan mengatakan, “Tidak, Ia hanya menyebut diri sebagai Putra Allah sebab Ia melakukan kehendak Bapa SurgawiNya.” Beberapa dari para saksi mengatakan bahwa Ia telah menyembuhkan mereka, tetapi penyakit mereka itu kambuh kembali dan bahwa penyembuhan-Nya yang bohong-bohongan itu dilakukan melalui sihir. Begitu pula yang mereka katakan mengenai penyembuhan seorang yang lumpuh di kolam Betsaida, tetapi dengan memutarbalikkan fakta guna mengajukan tuduhan serupa. Namun, bahkan dalam tuduhan-tuduhan ini pun, mereka saling tak setuju, saling bertentangan satu sama lain. Kaum Farisi dari Seforis, dengan siapa Ia pernah berdebat perihal perceraian, menuduh-Nya mengajarkan ajaran-ajaran sesat. Seorang pemuda Nazaret, yang pernah ditolak-Nya sebagai murid, juga cukup keji untuk mengajukan kesaksian melawan Dia.

Sesungguhnya, sama sekali mustahil membuktikan kebenaran satu tuduhan pun. Tampaknya, para saksi maju ke hadapan sidang semata-mata untuk menghina Yesus, lebih daripada membuktikan kebenaran tuduhan-tuduhan mereka. Sementara mereka saling berselisih satu sama lain, Kayafas dan beberapa anggota sidang lainnya menyibukkan diri dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Yesus dan membelokkan jawaban yang disampaikan-Nya menjadi bahan olok-olok. “Keturunan raja manakah Engkau? Buktikan kuasa-Mu! Panggillah pasukan malaikat yang Kau sebut-sebut di Taman Zaitun itu! Apakah yang telah Kau-lakukan dengan uang yang diserahkan kepada-Mu oleh para janda dan orang-orang tolol lainnya yang Engkau tipu dengan ajaran-ajaran palsu-Mu? Jawab segera; berbicaralah, - apakah Kau bisu? Adalah jauh lebih bijaksana jika Engkau tutup mulut sementara berada di antara khalayak ramai yang dungu: di sana, malahan Engkau berbicara terlalu banyak.”

Segala pertanyaan ini disertai pukulan bertubi oleh para hamba rendahan dari para anggota pengadilan. Andai Tuhan kita tak ditopang dari atas, pastilah Ia tak akan bertahan hidup karena perlakuan yang demikian. Beberapa saksi yang tak bermoral berusaha membuktikan bahwa Ia adalah anak haram; tetapi yang lain memaklumkan bahwa BundaNya adalah seorang Perawan yang saleh, perawan Bait Allah, dan bahwa sesudahnya mereka menyaksikannya bertunangan dengan seorang yang takut akan Allah. Para saksi mencela Yesus dan para murid-Nya karena tidak mempersembahkan kurban di Bait Allah. Memang benar bahwa aku tidak pernah melihat, baik Yesus maupun para murid-Nya, mempersembahkan kurban di Bait Allah, selain dari anak domba Paskah. Tetapi, St. Yosef dan St. Anna, semasa hidup mereka, seringkali mempersembahkan kurban atas nama Kanak-kanak Yesus. Tetapi, bahkan tuduhan ini pun tampak konyol, sebab kaum Esseni tidak pernah mempersembahkan kurban, dan tak seorang pun beranggapan mereka bukan orang-orang baik karena tidak melakukannya. Para musuh Yesus masih terus menuduh-Nya sebagai seorang tukang sihir, dan Kayafas pun beberapa kali menegaskan bahwa keruwetan dalam pernyataan-pernyataan para saksi ini semata-mata disebabkan oleh ilmu sihir.

Beberapa orang menuduh-Nya makan anak domba Paskah sehari sebelum yang ditetapkan, karenanya bertentangan dengan hukum, dan bahwa tahun sebelumnya Ia mengadakan perubahan-perubahan dalam tata-cara upacara Paskah. Tetapi para saksi saling berselisih pendapat satu sama lain sampai ke tahap yang begitu rupa, hingga Kayafas dan para pengikutnya mendapati, dengan sangat mendongkol dan geram, bahwa tak satu tuduhan pun dapat sungguh dibuktikan. Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea dipanggil dan diperintahkan untuk menjelaskan bagaimana mungkin mereka membiarkan-Nya makan anak domba Paskah pada hari yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan, di salah satu ruangan milik mereka. Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea berhasil membuktikan dari tulisan-tulisan kuno bahwa sejak masa silam, orang-orang Galilea diperkenankan makan Paskah sehari sebelumnya dari bangsa Yahudi lainnya. Mereka juga menambahkan bahwa setiap bagian upacara telah dilakukan sesuai ketentuan hukum, dan bahwa orang-orang dari Bait Allah hadir pada perjamuan itu. Hal ini cukup membingungkan para saksi. Nikodemus semakin menambah geram para musuh Yesus dengan menerangkan secara gamblang bagian dari dokumen-dokumen tersebut yang membuktikan hak orang-orang Galilea, dan menjelaskan mengapa hak istimewa ini diberikan. Maksudnya begini: segala kurban tidak akan mungkin terselesaikan hingga hari Sabat jika sedemikan banyak orang yang berkumpul bersama untuk merayakan Paskah, seluruhnya diwajibkan untuk menyelenggarakan upacara pada hari yang sama; dan meskipun orang-orang Galilea tidak senantiasa mempergunakan hak istimewa ini, namun adanya ketentuan tersebut dapat dibuktikan secara meyakinkan oleh Nikodemus. Murka kaum Farisi semakin meluap-luap oleh pernyataannya bahwa para anggota sidang telah dilecehkan begitu rupa oleh pertentangan-pertentangan yang menyolok dalam pernyataan para saksi, dan bahwa cara mereka menangani keseluruhan perkara ini, yang dilakukan dengan darurat serta tergesa-gesa, menunjukkan bahwa maksud jahat dan iri hati merupakan satu-satunya motivasi yang merasuki hati para pendakwa; mendorong mereka untuk mengajukan perkara tepat pada saat semua orang sedang sibuk mempersiapkan perayaan yang paling agung sepanjang tahun. Mereka memandang Nikodemus dengan amat gusar, tetapi tak mampu menjawab, melainkan melanjutkan menanyai para saksi dengan sikap terlebih lagi tergesa dan sembrono.

Akhirnya, tampil dua saksi yang mengatakan, “Orang ini mengatakan, `Aku akan merobohkan Bait Allah ini yang dibuat oleh tangan manusia, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia.'” Tetapi, bahkan kesaksian ini pun menimbulkan pertentangan pendapat di antara para saksi, sebab seorang mengatakan bahwa si Tertuduh hendak mendirikan suatu Bait Allah yang baru, dan bahwa Ia makan perjamuan Paskah di suatu tempat yang tak lazim, sebab Ia menghendaki robohnya Bait Allah yang lama. Tetapi, yang lain lagi mengatakan, “Bukan begitu, rumah di mana Ia makan perjamuan Paskah dibangun oleh tangan-tangan manusia, karenanya pastilah bukan itu yang Ia maksudkan.”

Geram dan murka Kayafas tak terlukiskan, sebab perlakuan keji yang diderita Yesus, kesabaran ilahi-Nya yang sungguh mengagumkan, dan saling pertentangan di antara para saksi, sudah mulai membangkitkan kesan mendalam pada banyak orang yang hadir. Beberapa sorak cemooh terhadap sidang terdengar, dan hati sebagian orang telah begitu tersentuh hingga mereka tak mampu lagi mengabaikan suara hati nurani mereka. Sepuluh orang prajurit meninggalkan pengadilan dengan dalih sakit, namun sesungguhnya mereka dikuasai oleh perasaan mereka. Ketika berjalan melewati tempat di mana Petrus dan Yohanes berdiri, mereka berkata, “Ketenangan Yesus dari Nazaret, di tengah perlakuan yang begitu keji, sungguh di luar batas manusiawi; mampu mencairkan hati baja sekali pun. Yang mengherankan adalah bumi tidak terbuka dan menelan orang-orang lalim seperti para pendakwa-Nya itu. Katakanlah, kemanakah kami harus pergi?” Kedua rasul tidak mempercayai kata-kata para prajurit itu dan beranggapan bahwa mereka sekedar mencari cara untuk menyingkapkan identitas mereka. Mungkin juga mereka khawatir kalau-kalau dikenali oleh mereka yang ada di sekitar sana dan dilaporkan sebagai murid Yesus. Jadi, mereka hanya menjawab dengan nada sedih, “Jika kebenaran memanggilmu, ikutilah, maka segala sesuatu akan datang dengan sendirinya.” Segera para prajurit itu keluar pengadilan dan meninggalkan Yerusalem tak lama sesudahnya. Mereka bertemu dengan orang-orang di pinggiran kota, yang mengarahkan mereka ke gua-gua yang terhampar di selatan Yerusalem, di seberang Bukit Sion, di mana banyak dari para rasul menyembunyikan diri. Para rasul pada mulanya sangat terkejut melihat orang-orang asing memasuki tempat persembunyian mereka. Tetapi, para prajurit itu segera melenyapkan segala ketakutan mereka dan menceritakan kepada para rasul mengenai sengsara Yesus.

Murka Kayafas, yang telah membuatnya frustrasi, mulai meledak oleh pernyataan-pernyataan kedua saksi terakhir yang saling bertentangan itu. Ia bangkit dari kursinya, menghampiri Yesus dan berkata, “Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?”

Yesus tidak mengangkat muka-Nya ataupun memandang pada imam besar. Hal ini membuat Kayafas naik pitam hingga puncaknya. Para prajurit pembantu menangkap isyarat ini. Mereka menjambak rambut Tuhan kita, menarik kepala-Nya ke belakang, lalu mendaratkan pukulan-pukulan di bawah dagu-Nya. Tetapi, tetap saja Yesus menatap ke lantai. Kayafas mengedangkan kedua tangannya dan berseru penuh amarah, “Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.”  

Terjadilah suatu jeda yang hening dan tegang beberapa saat lamanya. Lalu, Yesus dalam suara yang agung dan ilahi menjawab, “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.” Sementara Yesus mengucapkan kata-kata ini, aku melihat suatu sinar terang menyelubungi-Nya. Surga terbuka di atas kepala-Nya. Aku melihat Bapa yang Kekal, tetapi tak ada kata-kata manusia yang dapat menggambarkan pemandangan gerak batin yang kala itu menguasaiku dalam penyerahan diri total kepada-Nya. Aku juga melihat malaikat-malaikat dan doa orang-orang benar membubung naik ke hadapan tahta Allah.

Pada saat yang sama, aku merasa jurang neraka menganga lebar bagaikan sebuah meteor yang bernyala-nyala di kaki Kayafas. Jurang itu penuh dengan setan-setan mengerikan, hanya suatu kabut tipis saja yang tampak memisahkan Kayafas dari kegelapan neraka. Aku dapat melihat angkara murka iblis yang menguasai hatinya, dan seluruh kediamannya tampak bagiku bagaikan neraka. Pada saat Tuhan kita mengucapkan kata-kata khidmad, “Akulah Kristus, Putra Allah yang hidup,” tampak neraka bergoncang hebat dari satu sisi ke sisi lainnya, lalu, seolah meledak dan membanjiri setiap orang dalam rumah Kayafas dengan perasaan benci yang berlipat terhadap Kristus. Hal-hal seperti ini senantiasa diperlihatkan kepadaku dalam rupa obyek jasmaniah, yang menjadikannya lebih mudah dimengerti dan menanamkannya secara lebih jelas dan kuat dalam benak. Sebab, kita sendiri pun adalah makhluk-makhluk jasmaniah, fakta-fakta lebih mudah dijelaskan kepada kita jika dinyatakan melalui sarana ini. Keputusasaan dan angkara murka yang diakibatkan oleh kata-kata ini terhadap neraka, digambarkan kepadaku dalam rupa ribuan sosok menyeramkan di berbagai penjuru. Aku ingat melihat, di antara hal-hal mengerikan lainnya, sejumlah sosok hitam kecil, bagaikan anjing dengan cakar-cakarnya, yang berjalan dengan kaki-kaki belakang mereka. Aku tahu pada waktu itu kejahatan apa yang dinyatakan oleh penglihatan ini, tetapi aku tak dapat mengingatnya lagi sekarang. Aku melihat sosok-sosok menjijikkan ini memasuki tubuh sebagian besar mereka yang hadir di sana, atau bertengger di atas kepala atau pundak mereka. Juga, pada waktu itu aku melihat iblis-iblis mengerikan muncul dari makam-makam di seberang Sion. Aku percaya mereka adalah roh-roh jahat. Aku melihat di sekitar Bait Allah banyak penglihatan-penglihatan lain, yang menyerupai para tahanan yang dibelenggu dengan rantai-rantai. Aku tidak tahu apakah mereka adalah iblis, atau jiwa-jiwa yang dikutuk untuk tinggal di bagian bumi tertentu, dan lalu pergi ke limbo, yang oleh hukuman mati yang dijatuhkan atas Tuhan kita, telah terbuka bagi mereka.

Sungguh sulit menjelaskan fakta-fakta ini, khawatir kalau-kalau menggoncang iman mereka yang tidak memiliki pengertian akan hal-hal demikian. Tetapi, orang-orang yang melihat merasakannya dan hal-hal ini seringkali mengakibatkan bulu kuduk merinding. Aku pikir Yohanes melihat sebagian dari penglihatan-penglihatan ini, sebab aku mendengarnya berbicara tentang hal ini sesudahnya. Semua orang, yang hatinya tidak rusak sama sekali, merasakan kengerian dahsyat atas peristiwa-peristiwa ini. Tetapi, mereka yang keras hati, tak merasakan apa-apa, selain dari meningkatnya kebencian dan murka terhadap Tuhan kita.

Kayafas kemudian bangkit berdiri dan, didorong oleh setan, menjumput ujung mantolnya, lalu mengoyakkannya dengan pisau, serta merobekkannya dari ujung ke ujung, seraya berseru dengan suara nyaring, “Ia menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya. Bagaimana pendapat kamu?” Semua yang hadir di sana bangkit berdiri dan berseru dengan kejahatan yang mencengangkan, “Ia harus dihukum mati!”

Sepanjang peristiwa ngeri ini, para iblis berada dalam puncak kegembiraan. Tampaknya mereka sepenuhnya memegang kendali atas, bukan hanya para musuh Yesus, tetapi juga para pengikut dan pendukungnya yang pengecut. Tampak padaku, kuasa kegelapan memaklumkan kemenangannya atas terang. Sedikit di antara yang hadir, yang dalam hatinya masih tersisa seberkas cahaya samar, dihinggapi ketakutan luar biasa hingga mereka segera beranjak pergi dengan menyelubungi kepala mereka. Saksi-saksi dari kalangan yang lebih tinggi tak sekeras yang lain, hati nurani mereka terkoyak oleh sesal mendalam. Mengikuti jejak orang-orang terdahulu, mereka meninggalkan pengadilan sesegera mungkin. Sisanya berkerumun sekeliling perapian di serambi, makan dan minum setelah menerima upah penuh atas apa yang telah mereka lakukan. Imam besar kemudian berkata kepada para prajurit pembantu, “Aku serahkan raja ini ke dalam kuasa kalian. Berikan kepada si penghujat ini ganjaran yang setimpal bagi-Nya.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia mengundurkan diri bersama para anggota sidang ke dalam ruangan bundar di belakang ruangan pengadilan, yang tak terlihat dari serambi.

Di tengah dukacita pahit yang meliputi hati Yohanes, pikirannya melayang kepada Bunda Yesus. Ia khawatir kalau-kalau berita ngeri hukuman mati atas diri Putranya disampaikan kepadanya dengan tiba-tiba, atau bahkan mungkin para musuh menyampaikannya dengan cara yang keji tanpa perasaan. Sebab itu, ia menatap Yesus dan berkata dengan suara lirih, “Tuhan, Engkau tahu mengapa aku meninggalkan-Mu.” Pergilah ia bergegas mencari Santa Perawan, sebab ia diutus oleh Yesus Sendiri. Petrus dikuasai oleh perasaan cemas dan duka, yang menyatu dalam tubuhnya yang penat letih, membuatnya menggigil. Sebab itu, sementara dinginnya fajar mulai merayap, ia pergi ke perapian di mana banyak orang berdiang menghangatkan diri. Sedapat mungkin ia menyembunyikan kesedihan hatinya dari hadapan mereka, sebab ia tak dapat memutuskan untuk pulang dan meninggalkan Guru-nya terkasih seorang diri.


Bab IX
Penghinaan yang Diderita Yesus
dalam Pengadilan Kayafas


Segera setelah Kayafas dan para anggota sidang lainnya meninggalkan ruang pengadilan, segerombolan orang jahat - yang paling keji dari antara manusia - mengerubungi Yesus bagaikan sekawanan tawon yang marah. Mereka mulai melancarkan kepada-Nya segala bentuk penghinaan yang ada dalam benak mereka. Bahkan selama jalannya sidang, sementara saksi-saksi berbicara, para prajurit pembantu dan beberapa yang lain tak dapat menahan diri untuk melampiaskan kebrutalan mereka. Mereka menjambaki rambut-Nya, mencabuti jenggot-Nya, meludahi wajah-Nya, menghujani-Nya dengan tinju dan pukulan mereka, melukai tubuh-Nya dengan tongkat-tongkat berujung runcing, dan bahkan menusukkan jarum-jarum ke tubuh-Nya. Tetapi, ketika Kayafas meninggalkan aula, kebiadaban mereka tak terbatas lagi. Pertama-tama mereka mengenakan sebuah mahkota dari jerami dan kulit kayu di atas kepala-Nya. Lalu mereka melepaskannya, sekaligus menyalami-Nya dengan ejek penghinaan, seperti, “Lihatlah, Putra Daud mengenakan mahkota ayahandanya.” “Seorang yang lebih besar dari Salomo ada di sini; inilah raja yang mempersiapkan perjamuan nikah bagi puteranya.” Begitulah mereka menjadikan bahan ejekan segala kebenaran abadi yang telah Ia ajarkan dalam bentuk perumpamaan kepada mereka, padahal Ia datang dari surga demi keselamatan mereka. Sembari mengulang kata-kata cemooh ini, mereka terus melancarkan tinju dan pukulan tongkat mereka serta meludahi wajah-Nya. Lalu, mereka mengenakan sebuah mahkota buluh di atas kepala-Nya, menanggalkan jubah-Nya, lalu mengenakan di atas pundak-Nya sehelai mantol usang yang telah koyak, yang panjangnya tak sampai ke lutut-Nya. Di sekeliling leher-Nya, mereka mengalungkan sebuah rantai besi yang panjang, dengan sebuah cincin besi di masing-masing ujungnya; permukaan cincin dipasangi ujung-ujung runcing, yang merobek serta mengoyak kedua lutut-Nya sementara Ia berjalan. Lagi, mereka membelenggu kedua tangan-Nya, menyisipkan sebatang buluh dalam genggaman-Nya dan membasahi wajah Ilahi-Nya dengan ludah. Mereka telah melemparkan segala jenis kotoran ke atas rambut-Nya, juga ke dada-Nya, pula ke atas mantol usang-Nya. Mereka menyelubungi kedua mata-Nya dengan selembar lap kotor, memukuli-Nya, seraya berseru dengan suara lantang, “Cobalah katakan kepada kami, hai Mesias, siapakah yang memukul Engkau?” Ia tak menjawab sepatah kata pun, hanya mendesah, dan berdoa dalam hati-Nya bagi mereka.

Setelah begitu banyak olok-olok dan penghinaan, mereka merenggut rantai yang tergantung pada leher-Nya, lalu menyeret-Nya ke ruang di mana para anggota sidang mengundurkan diri. Dengan tongkat-tongkat, mereka memaksa-Nya masuk sambil berteriak riuh-rendah, “Majulah, hai Engkau Raja Jerami! Tampilkan DiriMu di hadapan sidang dengan lambang kerajaan-Mu, kami takluk pada-Mu.” Sebagian besar anggota sidang, dengan Kayafas sebagai pemimpin, masih berada dalam ruangan. Mereka menyaksikan adegan memalukan yang dilakonkan ini dengan gembira dan sukaria, melihat dengan senang upacara-upacara yang paling kudus dijadikan bahan ejekan. Para pengawal yang tak berperikemanusiaan itu menaburi-Nya dengan lumpur dan meludahi-Nya, dengan lagak serius mereka berkata, “Terimalah urapan nabi - urapan kerajaan.” Lalu, dengan kurangajar mereka menirukan upacara pembaptisan dan juga meniru-nirukan tindakan saleh Magdalena ketika menuangkan minyak wangi ke atas kepala-Nya. “Bagaimana Engkau berpikir,” kata mereka, “dapat menghadap sidang dalam keadaan seperti ini? Engkau membersihkan orang lain, tapi DiriMu Sendiri tidak Engkau bersihkan. Baiklah, kami akan segera membersihkan-Mu.” Mereka mengambil sebuah baskom berisi air kotor yang mereka siramkan ke wajah dan bahu-Nya, sementara mereka berlutut di hadapan-Nya seraya berseru, “Lihatlah, urapan-Mu yang kudus. Lihatlah minyak wangi seharga tigaratus dinar. Engkau telah dibaptis di kolam Betsaida.” Dengan bertingkah demikian, mereka bermaksud mengejek sikap hormat dan sembah sujud yang dilakukan oleh Magdalena, saat ia menuangkan minyak narwastu yang mahal ke atas kepala-Nya, di rumah orang Farisi.

Melalui kata-kata cemooh mereka mengenai pembaptisan-Nya di kolam Betsaida, mereka menunjukkan, walau secara tak sengaja, persamaan antara Yesus dan anak domba Paskah. Sebab anak-anak domba Paskah dibersihkan terlebih dahulu di suatu kolam dekat gerbang Probatica, lalu dibawa ke kolam Betsaida, di mana mereka menjalani suatu upacara pemurnian lagi, sebelum akhirnya dibawa ke Bait Allah untuk dikurbankan. Para musuh Yesus juga menyinggung orang yang lumpuh selama tigapuluh delapan tahun, yang disembuhkan Yesus di kolam Betsaida. Sebab, aku melihat orang ini mungkin dibasuh atau dibaptis di sana. Aku katakan mungkin dibasuh atau dibaptis, sebab aku tidak ingat persis peristiwa itu.

Mereka kemudian menyeret Yesus keliling ruangan di hadapan segenap para anggota sidang yang terus berkata-kata kepada-Nya dengan kata-kata yang mencela serta menghina. Setiap wajah tampak diliputi kekejian dan murka iblis, semua tampak gelap, ruwet serta mengerikan. Sebaliknya, Tuhan kita, sejak dari saat Ia memaklumkan Diri sebagai Putra Allah, senantiasa diselubungi oleh sinar halo. Banyak dari para anggota sidang yang tampaknya bingung atas kenyataan ini. Mereka diliputi kengerian hebat mendapati bahwa baik kekejian maupun penghinaan tak dapat mengubah ekspresi agung yang terpancar dari wajah-Nya.   

Sinar halo yang bercahaya di sekeliling Yesus sejak saat Ia memaklumkan Diri sebagai Kristus, Putra Allah yang Hidup, semakin mengobarkan amarah para musuh-Nya. Sinar itu begitu cemerlang, hingga mereka tak sanggup melihatnya. Aku percaya bahwa tujuan mereka menyelubungi kepala-Nya dengan lap kotor adalah untuk memadamkan cahaya-Nya.

Bersambung...........


Sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”