Rabu, 30 September 2015

YESUS BERDOA DI WAKTU MALAM 
 


5 November 1944

Aku melihat Yesus keluar dari rumah Petrus di Kapernaum, sebisa mungkin tanpa menimbulkan suara. Jelas Ia menginap di sana hanya demi membuat Petrus senang.

Malam sunyi senyap. Langit bagai sebuah canopy penuh bintang. Danau samar-samar memantulkan kemilau langit dan, tanpa melihat, orang akan berpikiran bahwa danau yang tenang ada di sana tengah tidur di bawah bintang-bintang, sebab hempasan lembut air pada pantai berbatu.

Yesus membiarkan pintu setengah terbuka, memandangi langit, danau dan jalanan. Ia merenung. Kemudian Ia mulai berjalan, bukan sepanjang pesisir danau, melainkan ke arah desa. Ia melintasi sebagian wilayahnya menuju pedesaan. Ia masuk ke pedesaan, menyusuri sebuah jalan kecil yang menghantar pada permukaan turun naik yang pertama dari sebuah hutan kecil zaitun. Ia masuk dalam kehijauan, kedamaian yang tenang, dan prostratio dalam doa.

Suatu doa yang teramat khusuk! Ia berdoa dengan berlutut, dan lalu, seolah Ia dikuatkan, Ia berdiri tegak, wajah-Nya terarah ke Surga, sebentuk wajah yang menjadi lebih rohaniah oleh terbitnya terang fajar musim panas yang jernih. Ia berdoa dengan tersenyum sekarang, sementara sebelumnya, Ia menghela napas panjang, mungkin karena dukacita moral. Kedua tangan-Nya sepenuhnya terentang. Ia kelihatan bagai sebuah salib malaikat yang tinggi dan hidup, begitu lembut dalam perilaku-Nya. Ia tampaknya memberkati seluruh negeri, hari yang baru, bintang-bintang yang memudar dan danau, yang sekarang menjadi kelihatan.

"Guru! Kami mencari-Mu di mana-mana! Kami melihat pintu setengah terbuka, kala kami kembali dengan ikan, dan kami pikir Engkau telah pergi. Tapi kami tak dapat menemukan-Mu. Hingga akhirnya, seorang petani, yang sedang memuat dagangannya ke dalam keranjang untuk membawanya ke kota, memberitahu kami. Kami memanggil: 'Yesus, Yesus!', dan dia mengatakan: 'Apakah kalian mencari Rabbi Yang berbicara kepada orang banyak? Ia lewat jalan itu, naik ke pegunungan. Ia pasti ada di hutan kecil zaitun Mikha, sebab Ia sering ke sana. Aku melihat-Nya di sana sebelumnya.' Ia benar. Mengapakah Engkau keluar pagi-pagi sekali, Guru? Mengapa Engkau tidak beristirahat? Apakah tempat tidurnya tidak nyaman?…"

"Tidak, Petrus. Tempat tidurnya nyaman dan kamarnya bagus. Tetapi Aku sering melakukannya. Untuk mengangkat roh-Ku dan bersatu dengan Bapa. Doa adalah kekuatan bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Kita memperoleh segalanya dengan doa. Jika kita tidak menerima rahmat, yang tidak selalu Bapa anugerahkan - dan janganlah kita berpikir itu karena kurangnya kasih, sebaliknya kita harus percaya bahwa itu adalah kehendak Tata Tertib yang menguasai takdir setiap manusia untuk suatu tujuan baik. Doa pasti memberi kita damai dan kepuasan, memungkinkan kita untuk menanggung begitu banyak hal yang menyakitkan, tanpa keluar dari jalan kekudusan. Kau tahu, Petrus, mudah sekali punya pikiran yang kacau dan hati yang risau karena apa yang terjadi di sekeliling kita! Dan bagaimana dapat pikiran yang kacau atau hati yang risau merasakan Allah?"

"Itu benar. Tetapi kami tidak tahu bagaimana berdoa! Kami tidak bisa mendaraskan kata-kata indah seperti yang Kau ucapkan."

"Ucapkan saja kata-kata yang kalian tahu, sebaik yang kalian dapat. Bukan kata-kata, melainkan perasaan dengan mana kata-kata itu diucapkan yang menjadikan doa kalian berkenan kepada Bapa."

"Kami ingin berdoa seperti Engkau berdoa."

"Aku akan mengajarkan kepada kalian juga berdoa. Aku akan mengajarkan kepada kalian doa yang paling suci. Tapi, demi menghindarkannya dari menjadi sekedar rumusan kosong di bibirmu, Aku ingin hatimu memiliki setidaknya sedikit kekudusan, terang dan kebijaksanaan… Itulah sebabnya mengapa Aku mengajar kalian. Kelak, Aku akan mengajarkan kepada kalian doa suci itu. Mengapakah kalian mencari-Ku, adakah yang kalian inginkan dari-Ku."

"Tidak, Guru. Tetapi ada banyak yang menginginkan begitu banyak dari-Mu. Sudah ada orang-orang yang datang dari Kapernaum, dan mereka miskin, sakit, malang, orang-orang berkehendak baik yang antusias mendengarkan pengajaran. Ketika mereka menanyakan Engkau, kami menjawab: 'Guru lelah, Ia sedang tidur. Pergilah dan kembalilah hari Sabat mendatang.'"

"Tidak, Simon. Kau tak boleh berkata begitu. Bukan hanya satu hari saja untuk belas-kasihan. Aku adalah Kasih, Terang dan Kesehatan setiap hari dalam pekan."

"Tapi… selama ini Engkau berbicara hanya pada hari Sabat ."

"Sebab Aku masih belum dikenal. Tetapi setelah Aku dikenal, setiap hari akan ada aliran Kasih Karunia dan rahmat. Aku dengan sungguh-sungguh mengatakan kepada kalian bahwa saatnya akan tiba ketika bahkan rentang waktu yang diberikan kepada seekor burung pipit untuk beristirahat pada sebuah dahan dan makan beberapa bulir kecil biji-bijian tidak akan diberikan kepada Putra manusia untuk beristirahat dan makan."

"Tetapi Engkau akan jatuh sakit! Kami tak akan membiarkan itu terjadi. Kebaikan hati-Mu jangan sampai membuat-Mu menderita."

"Dan apakah kau pikir itu dapat membuat-Ku menderita? Oh! Andai seluruh dunia datang kepada-Ku untuk mendengarkan-Ku, untuk meratapi dosa-dosanya dan penderitaannya pada hati-Ku, untuk disembuhkan dalam tubuh dan jiwanya, dan Aku kehabisan tenaga karena berbicara, dan mengampuni dan mencurahkan kuasa-Ku, Aku akan sangat bahagia, Petrus, hingga Aku bahkan tak akan menyesali Surga, di mana Aku ada dalam Bapa! Darimanakah mereka yang datang kepada-Ku?"

"Dari Khorazim, Betsaida, Kapernaum, dan sebagian bahkan dari Tiberias dan Gherghesa, juga dari ratusan desa sekitar kota-kota itu."

"Pergi dan katakan kepada mereka bahwa Aku akan berada di Khorazim, Betsaida dan desa-desa sekitarnya."

"Mengapa tidak di Kapernaum?"

"Sebab Aku datang untuk semua orang dan semua orang harus memiliki Aku, dan lalu… ada Ishak tua yang menunggu-Ku. Kita tidak boleh mengecewakan pengharapannya."

"Jadi, apakah Kau akan menunggu kami di sini?"

"Tidak, Aku akan pergi dan kalian tinggal di Kapernaum untuk menghantar orang banyak kepada-Ku; Aku akan kembali kemudian."

"Kita akan di sini sendirian..." Petrus sedih.

"Janganlah sedih. Ketaatan seharusnya membuatmu bahagia, pula keyakinan bahwa kau seorang murid yang berguna. Hal yang sama berlaku bagi yang lain."

Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes bergembira. Yesus memberkati mereka, dan mereka berpisah.

Penglihatan pun berakhir demikian. 
 
 
Sumber : yesaya.indocell.net
 
 
 

Selasa, 01 September 2015


Gua Maria Kerep Ambarawa jadi mercusuar iman bagi umat Katolik, Muslim 


Kehadiran Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA) yang terletak di Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah, menjadi daya tarik khusus bukan hanya bagi umat Katolik tapi juga umat Islam seperti Susilo.

“Awalnya saya ke sini untuk cari ketenangan pikiran dan batin. Ternyata cocok,” kata pria berusia 36 tahun itu.

Susilo yang masih bujang tinggal bersama orangtuanya di sebuah rumah yang terletak di seberang GMKA. Dulu ia mengunjungi GMKA hanya sesekali saja. Namun sejak tiga bulan terakhir, ia mengunjungi GMKA setiap malam.

“Saya sampai GMKA sekitar jam 23.30 WIB, pulang sekitar jam 1.00 WIB. Pulang mengikuti kata hati,” kata buruh bangunan itu. “Kalau saya ke GMKA biasanya berdoa menurut keyakinan saya. Saya cuma meminjam tempat untuk berdoa. Doa yang saya sering panjatkan adalah untuk keluarga.”

Susilo yakin bahwa semua doa yang dipanjatkan dengan tulus akan dikabulkan.

“Banyak teman saya bilang doa-doa mereka terkabul,” katanya, seraya menambahkan bahwa ia akan tetap mengunjungi GMKA untuk berdoa sampai doa-doanya dikabulkan.

Selain Susilo, setiap hari ada banyak umat non-Katolik yang mengunjungi GMKA untuk berdoa atau sekedar jalan-jalan.

“Kalau yang non-Katolik sekitar 15-50 orang datang ke sini setiap hari,” kata Yohanes Aris Widyatmoko, kepala kantor sekretariat GMKA.

Menjadi magnet

GMKA yang bernaung di bawah Keuskupan Agung Semarang (KAS) telah menjadi magnet wisata rohani sejak diberkati oleh Monsignor Albertus Soegijapranata SJ yang saat itu menjabat sebagai vikaris apostolik Semarang pada 15 Agustus – Hari Raya Maria Diangkat ke Surga – tahun 1954.

“Banyak anak muda (datang ke sini) karena di sini ada magnet yaitu taman GMKA. Jadi mereka biasa menghabiskan waktu di sana. Meskipun mereka berkerudung, mereka sudah merasa tidak tabu,” kata Widyatmoko.

Salah satunya adalah Marwiyah, seorang perempuan Muslim yang bekerja sebagai pengasuh untuk seorang wanita lanjut usia Katolik yang tinggal di Kota Semarang. Ia biasa menemani majikannya saat mengunjungi GMKA sekali dalam seminggu.

“Saya berjilbab, tapi saya merasa nyaman masuk ke sini. Saya punya agama sendiri, mereka punya agama sendiri. Jadi saya merasa menghormati,” katanya.

Tapi bukan hanya taman GMKA yang menjadi magnet wisata rohani. GMKA yang berdiri di atas lahan seluas 5,5 hektar juga memiliki ruang doa, 14 stasi Jalan Salib dan sebuah kapel serta beberapa fasilitas lain seperti enam unit gedung transit berlantai dua, aula, toko devosional, kantin dan lahan parkir.

“Yang membuat saya tertarik untuk datang adalah patung Bunda Maria. Kalau dilihat, Bunda Maria itu tersenyum, cantik. Dia seperti dewi. Hati saya merasa tenang, senang,” kata Putrimah, seorang wanita Muslim berusia 51 tahun yang tinggal di Dusun Ngampon.

Ibu dari empat anak yang bekerja sebagai tukang pijat itu mengunjungi GMKA setidaknya sekali dalam sebulan. Terkadang ia membawa serta anak-anaknya.

“Saya tidak tahu soal Bunda Maria. Cuma saya senang melihat Bunda Maria,” katanya.

Uskup Agung Semarang Monsignor Johannes Maria Trilaksyanta Pujasumarta tidak keberatan jika GMKA dianggap sebagai sebuah tempat wisata rohani.

“Boleh dikatakan sebagai wisata rohani. Baik, justru ini yang kita harapkan. Ada berbagai cara untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Masing-masing agama mempunyai habitus sendiri, punya tata ibadah sendiri. Kita tidak menutup untuk diri kita sendiri,” katanya.

 
Lebih dari 7.500 peziarah mengikuti upacara pemberkatan ikon baru -patung Maria Assumpta pada 15 Agustus 2015



Devosi

Bagi umat Katolik seperti Rosalina Budi Astuti, 54, GMKA menjadi tempat yang paling tepat untuk melakukan devosi. Ia rutin mengunjungi GMKA sejak setahun lalu.

“Kalau ke sini setiap malam Selasa kliwon dan malam Jumat kliwon. Pasti ke sini sama Bapak (suami). Saya berdoa Rosario,” kata umat Paroki St. Paulus di Sendangguwo, Semarang, itu.

Menurut Monsignor Pujasumarta, iman umat Katolik setempat bisa dilihat dari devosi mereka yang begitu kuat terhadap Bunda Maria.

KAS sendiri, misalnya, memiliki 32 Gua Maria: delapan di Kevikepan Semarang, tiga di Kevikepan Kedu, 12 di Kevikepan Surakarta, dan sembilan di Kevikepan Yogyakarta.

Di tingkat nasional, Gua Maria yang paling populer adalah Gua Maria Sendangsono yang diberkati pada 8 Desember 1929. Gua Maria ini dikelola oleh Paroki St. Maria Lourdes di Promasan, Yogyakarta.

Sendangsono berasal dari kata “sendang” yang berarti mata air dan “sono” yang merupakan nama pohon. Sendangsono, atau mata air di bawah pohon, merupakan tempat di mana benih-benih pertama iman Katolik ditaburkan lebih dari 100 tahun lalu di Jawa. Pada 14 Desember 1904, Pastor Frans van Lith SJ memberkati mata air itu dan menggunakannya untuk membaptis 171 umat Katolik Jawa yang pertama.

Namun alasan geografis membuat banyak umat Katolik lebih memilih untuk mengunjungi GMKA dan bukan Gua Maria Sendangsono.

“GMKA menjadi besar karena dikunjungi banyak orang. Dibandingkan Sendangsono, GMKA banyak dikunjungi. Alasannya mudah dicapai, geografis,” kata Monsignor Pujasumarta.

 
Rosalina Budi Astuti berdoa Rosario di depan Gua Maria di GMKA


Ikon baru

Semakin banyak peziarah nampaknya akan mengunjungi GMKA khususnya setelah tanggal 15 Agustus tahun ini ketika sebuah patung Maria Assumpta setinggi 30,7 meter yang dibangun di GMKA diberkati oleh Monsignor Pujasumarta.

Untuk pemberkatan patung itu sendiri yang berlangsung pada Sabtu sore, sekitar 7.500 peziarah dari berbagai wilayah di Indonesia dan bahkan dari negara tetangga seperti Malaysia memadati GMKA.

“Ada keinginan supaya kawasan ini ada ikon yang memukau. Lalu salah satunya adalah memanfaatkan momentum ulang tahun setiap tanggal 15 Agustus. Itu adalah Hari Raya Maria Diangkat ke Surga. Itu menjadi pelindung dari GMKA ini. Supaya bisa didatangi orang, harus ada sesuatu yang mengikat,” kata Monsignor Pujasumarta.

Tiga pemahat Katolik membutuhkan waktu selama setahun untuk menyelesaikan pembuatan patung yang terbuat dari pasir silika dan resin itu. Ketiganya adalah kakak-beradik.

“Patung itu wujud dari kami bertiga untuk persembahan,” kata Nugroho Adi Prabowo, salah seorang pemahat. Kedua pemahat lainnya adalah Koentjoro Budi Pranoto dan Hartanto Agung Yuwono.

Ada alasan historis mengapa ikon baru tersebut dibangun di GMKA.

“GMKA diberkati berkaitan dengan peringatan 100 tahun dogma ‘Maria Terkandung Tanpa Noda’ pada tahun 1954. Tahun itu pula merupakan tahun syukur Gua Maria Lourdes Sendangsono yang diresmikan pada 8 Desember 1929, yang berarti juga 50 tahun setelah peristiwa pembaptisan 171 orang di Kalibawang oleh Romo Frans van Lith SJ,” kata Monsignor Pujasumarta.

Pemberkatan Patung Maria Assumpta disusul dengan prosesi replika patung dan lilin bernyala. Lalu Misa Kudus untuk memperingati Ulang Tahun GMKA ke-61 digelar dan dilanjutkan dengan adorasi Sakramen Mahakudus.

“Kami tahu (soal pemberkatan itu) dari YouTube. Kami merasa bahagia,” kata Levita Michael, seorang peziarah dari Sabah, Malaysia.

Arfiana, 23, seorang remaja Muslim asal Kalimantan Timur, mengunjungi GMKA untuk melihat ikon baru tersebut menjelang pemberkatan. “Saya tahu tempat ini dari teman. Lumayan bagus tempatnya, patungnya,” katanya.

Ikon baru itu diharapkan mampu meningkatkan kerukunan antaragama khususnya antara umat Katolik dan Islam di masa yang akan datang.

“Kehadiran Patung Maria Assumpta GMKA bukan langkah mundur dialog antar-umat beragama lain, sebaliknya menjadi tonggak kokoh untuk memajukan dialog antar-umat beragama untuk membangun persaudaraan sejati berdasarkan cinta kasih, pokok pengalaman akan Allah pada setiap orang beragama,” kata Monsignor Pujasumarta.

 
Uskup Agung Semarang Mgr Johannes Maria Trilaksyanta Pujasumarta
menaiki crane saat memberkati patung Maria Assumpta
 



Kerukunan antaragama

Terletak di Ambarawa, satu dari 19 kecamatan di Kabupaten Semarang yang memiliki polulasi sekitar 970.000 jiwa dan 87 persennya adalah Muslim, GMKA telah menawarkan berbagai kegiatan antaragama sejak diberkati 61 tahun lalu.

“Salah satunya Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KAS setiap enam bulan sekali mengadakan temu kebatinan di sini. Panitia banyak mengundang narasumber dari Muslim,” kata Widyatmoko.

Suhadi Maskur, seorang tokoh Muslim dari Mesjid Agung Palagan Ambarawa, tidak pernah melarang umat Islam untuk mengunjungi GMKA.

“Saya tidak masalah jika ada umat Islam yang datang ke tempat ziarah GMKA. Umat Islam mau datang ke sana, ya silakan. Tapi jangan mengganggu,” katanya.

Menurutnya, kehadiran GMKA turut membantu meningkatkan kerukunan antaragama di wilayah itu.

“Tidak pernah ada masalah antaragama di sini. Take and give, menerima dan memberi. Itu bentuk kerukunan antaragama di sini. Kasih sayang antarumat beragama modalnya,” kata pria berusia 86 tahun itu.

Sementara itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Semarang Sinwani mengatakan bahwa ketegangan yang sering muncul biasanya berkaitan dengan pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk tempat ibadah.

Bukan hanya di wilayah itu, Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah telah menciptakan sejumlah masalah di berbagai wilayah di Indonesia.

“Tidak pernah ada konflik. Masalah itu pendek tapi terselesaikan. Di sini tidak ada konflik, adanya perbedaan. Perbedaan itu tidak sampai menimbulkan konflik yang besar, bisa kami tangani. Perbedaan itu indah. Dalam Islam, perbedaan itu rahmat,” katanya.
Katharina R. Lestari, Kerep
Sumber : http://indonesia.ucanews.com/