Kamis, 27 Oktober 2016

Beato Ignatios Shukrallah Maloyan ICPB (1869-1915): Uskup Agung Martir Gereja Armenia



Paus Fransiskus didampingi Patriark Cilicia, Grégoire Pierre XX (Krikor) Ghabroyan melihat lukisan Beato Ignatios Shukrallah Maloyan saat mengunjungi Gereja Katolik Armenia, Turki. 
[mupinterest.com]


Pada masa penganiayaan, ia dikenal sebagai sosok yang mampu membangkitkan iman Gereja Katolik Armenia, Turki. Ia pun wafat karena setia pada imannya.

Sejauh mata memandang, tak ada tanda-tanda kehidupan. Padang pasir menghampar luas. Panas siap menyengat setiap orang yang melintas. Demikian situasi Gurun Suriah. Tempat ini selalu menghadirkan kisah seram. Umat Katolik Armenia punya sejarah pahit di tempat ini. Tahun 1915, para pemeluknya dibakar hiduphidup di situ.

Di antara umat Katolik Armenia yang pernah meregang nyawa di sekitar Gurun Suriah, ada Mgr Ignatios Shukrallah Maloyan, Uskup Agung Mardin, Turki. Ia dibunuh karena menolak menanggalkan imannya akan Kristus. Sebelum dibunuh, ia mengajak umat merayakan Ekaristi. Perayaan iman itu menjadi Ekaristi terakhirnya. Ia wafat sebagai Martir Kristus bersama pada imam dan umatnya.

Shukrallah atau Choukrallah (Turki) lahir di Mardin, Turki, 15 April 1869. Orangtuanya bernama Melkon dan Faridé Maloyan. Sedari kecil, ayah dan ibunya meletakkan dasar iman yang kuat dalam dirinya. Shukrallah terbiasa berdoa dan berdevosi. Perlahan namun pasti, ia ingin
mengabdikan diri dan hidupnya hanya untuk Tuhan.

Provinsi Mardin, tempat lahir Shukrallah, merupakan salah satu provinsi di Turki Tenggara. Mardin cukup tersohor karena beberapa daerah cukup dikenal saat itu, seperti Kızıltepe, Midyat, Nusaybin, Derik, Dargeçit, Yeşilli dan Ömerli. Orang Kurdi sering menyebut Provinsi Mardin dengan sebutan Parêzgeha Mêrdînê atau “Tempat Aman”. Kini, daerah Mardin menjadi pusat pelatihan bagi Kurdistan
Workers Party (PKK).

Hidup Nomaden
Di masa kecilnya, Shukrallah terpaksa hidup nomaden karena situasi perang. Tercatat, tiga kali ia pindah dari Midyat, Derik, dan terakhir menetap di Dargeçit. Bukan saja perang yang ia alami, tetapi juga sisa-sisa kepercayaan Jahiliyah–zaman kebodohan atau kegelapan dimana tatanan sosial dan akhlak tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Perubahan tata sosial yang diadopsi dari daerah-daerah Jazirah Arab sangat kental dengan kehidupan keras, hidup berkelompok berdasarkan suku dan suka berperang. Kondisi inilah yang mewarnai kehidupan awal Shukrallah. Maka, demi mempertahankan iman, keluarganya terpaksa hidup berpindah-pindah ke tempat yang bisa menjamin keamanan hidup mereka. Terkadang ia harus bersembunyi untuk berdoa dan berdevosi. Ketika di Dargeçit, pastor parokinya melihat bahwa Shukrallah punya tabiat iman yang sangat kuat. Pastor itu pernah berujar, “Kelak anak ini menjadi orang kudus.”

Saat berumur 14 tahun, Shukrallah masuk Biara Bzommar dan membulatkan tekad menjadi anggota Institute Patriarchal Congregation of Bzommar (ICPB) di Lebanon, 1896. ICPB didirikan tahun 1749 ketika Patriark Cilicia, Kepala Gereja Katolik Armenia mendirikan Katedral di Bzommar. Salah satu anggota ICPB yang terkenal adalah Patriark Hovhannes Bedros XVIII Kasparian ICPB (1927-2011).

Di mata para sahabatnya, Shukrallah adalah seorang yang saleh. Ia berhati mulia dan gemar membantu. Di tengah kehidupan iman yang rumit, Shukrallah tampil sebagai motivator bagi rekan-rekannya. Banyak koleganya angkat topi. Shukrallah ditahbiskan menjadi imam pada 12 Juli 1896 kala berusia 27 tahun. Saat itu, ia memakai nama biara, Ignatios. Nama ini diangkat dari refleksi keteladanan St Ignatius dari Antiokhia (†108).

Ragam Tantangan
Tugas perdananya sebagai imam adalah menjadi pastor paroki di Alexandria dan Kairo, Mesir (1897-1910). Saat itu, parokinya mengalami aneka kesulitan. Banyak orang meninggalkan Gereja karena tekanan dari umat Muslim. Banyak orang-orang Kristen hidup tanpa akses ke semua layanan sosial-kemasyarakatan.

Kondisi ini membuat Pastor Ignatios memutar otak untuk menyelamatkan umatnya. Cara yang dipilih adalah menjalin kerjasama dengan umat Muslim. Konon, ia pernah membangun dialog dengan Aliran Salafi-Wahabi, sebuah aliran Muslim garis keras yang didirikan Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi, tahun 1713 di Irak. Kerja keras dan perjuangannya membuahkan hasil. Umat yang dulunya jauh dari Gereja perlahan-lahan kembali ke Gereja.

Keberhasilan Ignatios sebagai imam yang sanggup membangkitkan gairah iman umatnya membuat Patriark Boghos Bédros (Paulus Petrus) XIII Terzian (1855-1931), Patriark Cilicia dari Gereja Katolik Armenia kala itu, mengangkatnya menjadi utusan khusus di Mardin pada 1904. Saat bertugas, ia mengalami gangguan pernapasan dan penglihatan. Ia terpaksa kembali ke Mesir. Pasca kondisinya membaik, ia kembali menjalani tugas pastoral di Keuskupan Mardin.

Tiba di Mardin, ia menyaksikan Gereja diobrak-abrik umat Muslim Turki. Pastoral bawah tanah menjadi salah satu pilihan Gereja Katolik Armenia. Pastor Ignatios juga melakukan hal yang sama di Mardin. Perlahan-lahan Gereja Mardin tumbuh mekar dengan model pastoral ini.

Pastor Ignatios semakin tenar. Tahun 1911, dalam sebuah Sinode Para Uskup di Roma, ia ditunjuk menjadi Uskup Agung Mardin pada 1 Oktober 1911. Ia menerima tahbisan episkopal pada 22 Oktober 1911, dengan pentahbis utama Patriark Cilicia, Boghos Bédros XIII Terzian dan pentahbis pendamping, Uskup Agung Keuskupan Marasc, Mgr Avedis Bédros XIV Arpiarian dan Uskup Agung Emeritus Mardin, Mgr Hussig Gulian.

Setelah tiga tahun menjadi uskup, pecah Perang Dunia I (1914-1918). Sepanjang sejarah, Armenia pernah ditaklukkan oleh bangsa Yunani, Romawi, Persia, Bizantium, Mongolia, Arab dan Rusia. Praktis, Gereja Armenia mendapat tekanan dari bangsa-bangsa tersebut. Pun dari Kesultanan Ustmaniyah (Ottoman); sebuah imperium lintas benua yang didirikan suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey atau Osman I (1258-1326) di barat laut Anatolia pada 1299.

Sejak abad XVII hingga masa Perang Dunia I, sebagian besar tanah orang Armenia dikuasai oleh bangsa Turki Ottoman. Akibatnya, orang Armenia mendapat perlakuan diskriminatif, penganiayaan, dan beban pajak yang sangat tinggi. Kehadiran Ottoman menjadi momok menakutkan bagi Armenia. Banyak perempuan dan anak-anak diasingkan, juga para pelayan pastoral ditangkap dan dipaksa melakukan perjalanan ke sekitar Gurun Suriah. Jumlah korban tewas kala itu mencapai 1,5 juta jiwa.

Pertahankan Iman
Pada 30 April 1915, tentara Ottoman mengepung Keuskupan Mardin dengan tuduhan menyembunyikan senjata. Mgr Ignatios ditangkap bersama 25 imam dan 862 umat. Mereka dirantai dan dijebloskan ke dalam penjara. Hari-hari mereka lalui dengan siksaan berat. Tiba-tiba mereka ditawari oleh kepala pasukan Mahmdouh Bey untuk menjadi mualaf. Tetapi Mgr Ignatios menolak. Katanya, “Saya tidak akan mengkhianati Kristus dan Gereja-Nya.” Karena itu, Mgr Ignatios digiring bersama para tawanan lain ke daerah dekat Desa Çinar, Diyarbakir, Turki.

Pada 10 Juni 1915 jadi hari yang paling mengerikan. Mgr Ignatios, para imam dan umat berbaris di ladang pembantaian. Lagi-lagi mereka diminta untuk berpindah keyakinan. Tapi Mgr Ignatios menolak. Akhirnya pembataian dimulai. Pakaian mereka dilucuti, kemudian disiram minyak dan dibakar hidup-hidup. Mgr Ignatios menjadi tawanan terakhir yang dibunuh. Sebelum timah panas bersarang di tubuhnya, ia memekik, “Oh Tuhan, kasihanilah aku. Tuhan, berilah aku kekuatan-Mu.”

Mgr Ignatios wafat di Diyarbakir, 11 Juni 1915. Menurut kesaksian, tubuhnya mengeluarkan cahaya selama tiga hari. Jazadnya kemudian dimakamkan di sekitar desa tersebut. Pada 24 April 2001, Bapa Suci Yohanes Paulus II (1920-2005) menggelarinya venerabilis, lalu beato pada 7 Oktober 2011. Dalam homili beatifikasi, Bapa Suci Yohanes Paulus II mengatakan, “Pada zaman sekarang kita membutuhkan iman yang kuat seperti Ignatios. Di tengah derita, ia merayakan Ekaristi sebagai sumber kehidupan.” Beato Ignatios dikenang setiap 11 Juni.

Yusti H. Wuarmanuk


Sumber : http://majalah.hidupkatolik.com/


WONDERFUL INDONESIA


Borobudur Temple-Jawa Tengah, Indonesia 

Prambanan Temple-Jawa Tengah, Indonesia 

Raja Ampat-Papua Barat, Indonesia 

Rammang Maros-Sulawesi, Indonesia 

Bromo Mountain-Jawa Timur, Indonesia 

Pekalen-Jawa Timur, Indonesia 

Conservation Of Sibolangit-Sumatera Utara, Indonesia 

Crater Lake Of Rinjani-NTB, Indonesia 

Waterfall of Lembah Anai-Sumatera Barat, Indonesia 

Beras Basah Island-Kalimantan Timur, Indonesia 

Image result for Labuan Cermin Lake-Kalimantan Timur-Indonesia
Labuan Cermin Lake-Kalimantan Timur-Indonesia

Pancur Aji Sanggau Waterfall-Kalimantan Barat-Indonesia

Banda Island-Maluku Tengah-Indonesia

Marine Park of Bunaken-Sulawesi Utara-Indonesia


Embeh Island-Sulawesi Utara-Indonesia


Beratan Bedugul Lake-Bali-Indonesia

Tanah Lot-Bali-Indonesia


Tanjung Tinggi Beach-Belitung-Indonesia











Tidak ada komentar: