Kamis, 08 Oktober 2020

"KAMU TIDAK PERNAH MENJADI YATIM PIATU. 
KAMU TIDAK PERNAH TERLANTAR."



Seorang laki-laki berumur yang gempal datang ke pintu rumah dan bergegas menghampiri Yesus. "Suatu kehormatan besar, Guru, bisa bertemu dengan-Mu!" dia berseru menyapa-Nya.

Yesus menyalaminya, "Damai sertamu," dan menambahkan, "Hari sudah mulai gelap dan hujan akan segera turun. Aku mohon kepadamu untuk memberikan tempat berteduh dan sepotong roti untuk-Ku dan murid-murid-Ku."

"Masuklah, Guru. Rumahku adalah rumah-Mu. Pelayan baru saja hendak mengeluarkan roti dari oven. Aku senang bisa menawarkannya kepada-Mu dengan keju dari domba-dombaku dan buah-buahan dari kebunku. Masuklah, sebab anginnya dingin dan lembab..." dan dia dengan ramah memegangi pintu agar terbuka dan membungkuk ketika Yesus lewat. Namun sekonyong-konyong nada bicaranya berubah sementara berkata-kata kepada seseorang yang dilihatnya, dan dia berkata dengan berang, "Kau masih di sini? Pergi. Tidak ada apa-apa untukmu. Pergi. Apa kau mengerti? Tidak ada tempat di sini untuk gelandangan..." Dan dia bergumam, "dan... dan mungkin pencuri sepertimu."

Suara tangis lirih menjawab, "Kasihanilah, Tuan. Setidaknya sepotong roti untuk adik kecilku. Kami lapar..."

Yesus, Yang telah masuk ke dalam dapur yang besar, yang nyaman sebab ada perapian besar yang juga berfungsi sebagai penerangan, datang ke ambang pintu. Wajah-Nya telah berubah. Dengan ekspresi serius dan sedih Ia bertanya, bukan kepada si tuan rumah, tetapi secara umum. Ia tampak seolah bertanya kepada halaman yang sunyi, pohon ara yang meranggas, sumur yang gelap, "Siapa yang lapar?"

"Aku, Tuan. Aku dan saudaraku. Hanya sepotong roti saja, dan kami akan pergi."

Yesus sekarang berada di luar, di mana hari semakin gelap karena senja telah tiba dan hujan yang akan segera turun. "Kemarilah," kata-Nya.

"Aku takut, Tuan!"

"Aku berkata, kemarilah. Jangan takut pada-Ku."

Gadis kecil yang malang itu muncul dari balik sudut rumah. Adik laki-lakinya memegangi pakaian lusuhnya. Mereka menatap dengan malu-malu pada Yesus dan dengan ketakutan di mata mereka pada si tuan tanah, yang melemparkan tatapan jahat pada mereka dan berkata, "Mereka gelandangan, Guru. Dan pencuri. Baru beberapa saat yang lalu aku mendapatinya mengais-ngais dekat penggilingan minyak. Dia pasti ingin pergi dan mencuri sesuatu. Entah dari mana mereka datang. Mereka bukan penduduk sini."

Yesus tidak terlalu atau sama sekali tidak memedulikannya. Dia menatap pada wajah kurus gadis kecil itu dengan dua kuncir yang dikepang acak-acakan di samping telinganya, dan diikat di ujung-ujungnya dengan tali kumal. Wajah Yesus melembut sementara Ia menatap pada anak-anak malang itu. Ia sedih, tapi Ia tersenyum untuk membesarkan hati anak itu. "Apa benar bahwa kau ingin mencuri? Katakan yang sebenarnya pada-Ku."

"Tidak, Tuan. Aku minta sedikit roti, karena aku lapar. Mereka sama sekali tidak memberiku. Aku melihat kerak roti yang berminyak di sana, di tanah, dekat penggilingan minyak dan aku pergi ke sana untuk memungutnya. Aku lapar, Tuan. Aku hanya diberi sepotong roti kemarin dan aku menyimpannya untuk Matias... Mengapa mereka tidak memasukkan kami ke dalam kubur bersama ibu kami?" Gadis kecil itu menangis pilu dan adik laki-lakinya ikut menangis.

"Jangan menangis." Yesus menghibur dengan membelainya dan menariknya dekat pada-Nya. "Katakan pada-Ku: dari mana kau?"

"Dari dataran Esdraelon."

"Dan kau sudah datang dari sebegitu jauh?"

"Ya, Tuan."

"Apa ibumu sudah lama meninggal? Apa kamu tidak punya ayah?"

"Ayahku meninggal karena sengatan matahari pada waktu panen dan ibuku meninggal bulan lalu... dan bayi yang dilahirkannya meninggal bersamanya..." Dia semakin tenggelam dalam tangis.

"Apa kamu tidak punya sanak saudara?"

"Kami datang dari jauh! Kami tidak miskin... Kemudian ayahku harus bekerja sebagai pelayan. Tapi dia sekarang sudah meninggal dan ibu bersamanya."

"Siapa tuannya?"

"Ismael, orang Farisi."

"Ismael, orang Farisi! (Adalah tidak mungkin menggambarkan bagaimana Yesus mengulangi nama itu). Apa kau pergi atas kemauanmu sendiri, atau apa dia mengusirmu?"

"Dia mengusirku, Tuan. Dia katakan: 'Jalanan adalah tempat untuk anjing-anjing yang kelaparan."

"Dan kau, Yakub, mengapa kau tidak memberikan sedikit roti kepada anak-anak ini? Sedikit roti, sedikit susu dan sedikit jerami di atas mana mereka bisa mengistirahatkan tubuh mereka yang letih?..."

"Tapi… Guru… Aku hanya punya cukup roti untuk diriku sendiri… dan hanya ada sedikit susu di rumah… Mereka seperti binatang yang tersesat. Jika Engkau memperlakukan mereka dengan baik, mereka tidak mau pergi lagi..."

"Dan kau tidak punya tempat dan makanan untuk dua anak malang ini? Bisakah kau mengatakannya dengan jujur? Panenan yang melimpah, anggur yang banyak, minyak yang meruah dan buah-buahan yang membuat perkebunanmu termashyur tahun ini, mengapa semua itu datang kepadamu? Apa kau ingat? Tahun sebelumnya hujan es menghancurkan panenanmu dan kau cemas akan hidupmu di masa mendatang… Aku datang dan Aku meminta sedikit roti. Kau pernah mendengar-Ku berbicara dan kau tetap setia kepada-Ku... dan dalam kesusahanmu kau buka hatimu dan rumahmu untuk-Ku dan kau memberi-Ku roti dan tempat berteduh. Dan apakah yang Aku katakan kepadamu saat Aku pergi keesokan paginya? 'Yakub, kau sudah mengerti Kebenaran. Selalu berbelas kasihanlah dan kau akan menerima belas kasihan. Karena roti yang kau berikan kepada Putra Manusia, maka ladang-ladang ini akan memberimu panenan yang melimpah dan pohon zaitunmu akan sarat dengan zaitun laksana butiran pasir di pantai, dan cabang-cabang pohon apelmu akan merunduk sampai ke tanah.' Kau menerima semua itu, dan tahun ini kau adalah orang terkaya di daerah ini. Dan kau menolak memberikan sepotong roti kepada dua orang anak!..."

"Tapi, Engkau adalah Rabbi..."

"Dan karena Aku adalah Rabbi, aku bisa saja mengubah batu menjadi roti. Mereka tidak bisa. Sekarang Aku katakan kepadamu: kau akan melihat suatu mukjizat baru dan Engkau akan sangat menyesalinya... Tetapi, tebahlah dadamu dan lalu katakan: 'Aku pantas mendapatkannya.'"

Yesus berbalik kepada anak-anak,"Jangan menangis. Pergi ke pohon itu dan petiklah buahnya."

"Tapi pohon itu gundul, Tuan," sanggah gadis kecil itu.

"Pergilah."

Gadis itu pergi dan kembali dengan gaunnya terangkat dan penuh dengan apel-apel merah yang elok.

"Makanlah itu dan ikutlah dengan-Ku," dan kepada para rasul, "Mari kita pergi dan bawa dua anak kecil ini kepada Yohana Khuza. Dia ingat kebaikan-kebaikan yang dia terima dan karena kasih dia berbelas kasihan kepada mereka yang berbelas kasihan kepadanya. Ayo kita pergi."

Laki-laki yang terpana dan merasa malu itu berusaha untuk dimaafkan. "Ini malam, Guru. Mungkin akan hujan sementara Engkau dalam perjalanan. Kembali masuklah ke dalam rumahku. Ada pelayan yang akan mengeluarkan roti dari oven... Aku akan memberi-Mu sebagian juga untuk mereka."

"Itu tidak perlu. Kau akan memberikannya karena takut akan hukuman yang Aku janjikan padamu, bukan karena kasih."

"Jadi bukan ini mukjizatnya?" (dan dia menunjuk pada buah-buah apel yang dipetik dari pohon yang gundul dan yang dimakan dengan rakus oleh kedua anak yang kelaparan itu).

"Bukan." Yesus sangat serius.

"Oh! Tuhan, kasihanilah aku! Aku mengerti. Engkau ingin menghukumku lewat panenan! Kasihanilah, Tuhan!"

"Tidak semua orang yang menyebut-Ku 'Tuhan' akan mendapatkan-Ku, sebab kasih dan hormat tidak dibuktikan dengan perkataan, tetapi dengan perbuatan. Kau akan menerima belas kasihan yang dulu kau miliki."

"Aku mengasihi-Mu, Tuhan-ku."

"Itu tidak benar. Dia yang mengasihi Aku adalah dia yang mengasihi sesamanya. Itulah apa yang Aku ajarkan. Kau hanya mengasihi dirimu sendiri. Saat kau mengasihi Aku seperti yang Aku ajarkan, Tuhan akan datang kembali. Aku sekarang pergi. Kediaman-Ku adalah melakukan yang baik, menghibur yang menderita, menghapus airmata anak-anak yatim piatu. Seperti induk ayam merentangkan sayap-sayapnya di atas anak-anak ayam yang tidak berdaya, demikianlah Aku merentangkan kuasa-Ku atas mereka yang menderita dan tersiksa. Ayo, anak-anak. Kamu akan segera punya rumah dan roti. Selamat tinggal, Yakub."

Dan tidak puas dengan sekedar pergi, Ia memerintahkan para rasul untuk menggendong gadis yang letih itu. Andreas menggendongnya dan membungkusnya dalam mantolnya, sementara Yesus membawa si anak laki-laki kecil, dan demikianlah mereka menyusuri jalanan yang sekarang gelap, dengan beban mereka yang malang yang tidak lagi menangis.

Petrus berkata, "Guru! Anak-anak ini sungguh sangat beruntung bahwa Engkau datang. Tapi untuk Yakub!... Apakah yang akan Engkau lakukan, Guru?"

"Keadilan. Dia tidak akan kelaparan, karena lumbung-lumbungnya punya cukup persediaan untuk jangka waktu yang lama. Tetapi dia akan menderita kekurangan, karena benih yang ditaburnya tidak akan menghasilkan gandum dan pepohonan zaitun dan pepohonan apelnya akan diselimuti dedaunan saja. Anak-anak yang tak berdosa ini sudah menerima roti dan naungan dari Bapa, bukan dari-Ku. Karena BapaKu adalah Bapa anak-anak yatim piatu juga. Dan Ia memberikan sarang dan makanan pada burung-burung di hutan. Anak-anak ini dan bersama mereka semua yang malang, orang-orang malang yang adalah 'anak-anak-Nya yang tak berdosa dan penuh kasih' bisa mengatakan bahwa Tuhan menempatkan makanan di tangan mereka yang kecil dan memimpin mereka dengan kasih kebapakan ke rumah yang memberi tumpangan."

Sumber : http://yesaya.indocell.net/

Tidak ada komentar: