Rabu, 10 April 2013

Gambaran Mengenai Neraka
oleh Suster Josefa Menendez (1890 ~ 1923)



Artikel berikut dikutip dari buku "Jalan Kasih Ilahi" ("Way of Divine Love") tulisan Suster Josefa Menendez yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1938 di Perancis dan dengan cepat menyebarluas ke seluruh dunia. Kardinal Eugenio Pacelli, kelak menjadi Paus Pius XI, memberikan berkat pada edisi pertama ini.

Suster Josefa adalah seorang biarawati Spanyol dari Serikat Hati Kudus yang hidup hanya selama empat tahun sebagai seorang religius di Biara Les Feuillants di Poitiers, Perancis, di mana ia wafat dalam usia 33 tahun. "Jalan Kasih Ilahi" sebagian besar terdiri dari catatannya, yang ia tulis di bawah ketaatan kepada Tuhan kita, dengan wahyu-wahyu dari Hati KudusNya, ditambah biografinya.

Tuhan kita Yesus Kristus kerap menampakkan diri kepada Sr Josefa antara rentang waktu tahun 1921 hingga 1923. Beberapa kali Ia mengatakan kepadanya bahwa Ia ingin mempergunakannya untuk "melakukan rancangan-Nya" (9 Februari 1921) demi "keselamatan banyak jiwa yang sangat amat Ia kasihi" (15 Oktober 1920). Pada malam 24 Februari 1921 Yesus menyatakan secara terlebih jelas panggilannya pada waktu ia melakukan Jam Suci: "Dunia tidak mengenal kerahiman HatiKu." "Aku bermaksud menerangi mereka melalui engkau ...  Aku ingin engkau menjadi rasul kasih dan kerahiman-Ku. Aku akan mengajarkan kepadamu apa artinya itu; melupakan diri sendiri." Dan sebagai jawaban atas ketakutan yang dirasakan Josefa, Yesus mengatakan: "Kasih dan jangan takut apapun. Aku menginginkan apa yang tidak kau inginkan, tetapi Aku bisa melakukan apa yang tidak bisa kau lakukan. Bukan engkau yang memilih, engkau hanya perlu berserah diri ke dalam TanganKu."

Beberapa bulan kemudian, pada hari Senin tanggal 11 Juni 1921, beberapa hari sesudah Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus, ketika Josefa telah menerima banyak rahmat, Yesus mengatakan: "Ingatlah kata-kata-Ku dan percayalah. HatiKu memiliki hanya satu kerinduan, yakni membenamkanmu di dalamnya, memilikimu dalam kasih-Ku, dan lalu menjadikan kelemahan dan ketakberdayaanmu suatu saluran untuk menyampaikan kerahiman bagi banyak jiwa yang akan diselamatkan melalui saranamu. Kemudian, Aku akan menyingkapkan kepadamu rahasia-rahasia penting HatiKu dan banyak jiwa akan beroleh manfaat darinya. Aku ingin kau menulis dan menyimpan semua yang Aku katakan kepadamu. Tulisan itu akan dibaca apabila engkau telah di surga. Janganlah berpikir bahwa Aku mempergunakanmu karena jasa-jasamu, melainkan Aku menghendaki jiwa-jiwa menyadari betapa Kuasa-Ku mempergunakan alat-alat yang malang dan tak berdaya." Josefa bertanya apakah dia harus memberitahukannya kepada Moeder Superior, dan Yesus menjawab: "Tulislah; tulisan itu akan dibaca sesudah kematianmu."

Jadi secara perlahan Tuhan kita menyingkapkan rancangan-Nya: Josefa dipilih oleh-Nya, bukan hanya untuk menjadi korban bagi jiwa-jiwa, terutama untuk jiwa-jiwa yang telah dikonsekrasikan, tetapi melalui dia Pesan Kasih dan Kerahiman Kristus dapat sampai kepada dunia. Sebuah misi ganda - Korban dan Utusan.

Lebih dari sekali, Josefa dibawa ke neraka guna menyaksikan dan secara pribadi merasakan penderitaan neraka. Ketika ia dibawa ke dalam neraka, atau ketika ia kembali ke keadaan sadar setelah suatu ekstasi, para superiornya hadir; mereka mencatat dengan seksama kata-kata yang terlontar dari mulut Josefa pada saat-saat itu. Apabila Josefa berkomunikasi dengan jiwa-jiwa di api penyucian yang datang memohon doa, maka nama, tanggal yang tepat, dan tempat kematian mereka, jika diberikan, selalu didapati benar pada waktu penyelidikan. Tak ada keraguan yang mungkin ada sehubungan dengan penculikan paksa Josefa oleh setan, yang terjadi di depan mata para Superior yang tak berdaya untuk mencegahnya. Pula dampak api yang membakarnya terlihat pada pakaian dan dagingnya; potongan-potongan kainnya yang hangus masih disimpan.

Suster Josefa enggan menulis mengenai neraka, dan melakukannya semata demi memenuhi keinginan Tuhan kita. Pada tanggal 25 Oktober 1922 Bunda Maria mengatakan kepadanya: "Segala sesuatu yang Yesus ijinkan engkau lihat dan derita mengenai siksaan neraka, adalah .. agar engkau memaklumkannya. Jadi, lupakan dirimu sepenuhnya, dan pikirkan hanya kemuliaan ... keselamatan jiwa-jiwa."

Suster Josefa berulang kali tinggal dalam apa yang ia gambarkan sebagai siksaan neraka yang paling ngeri, yaitu ketidakmampuan jiwa untuk mengasihi. Salah satu dari jiwa-jiwa terkutuk itu berteriak: "Inilah siksaanku ... bahwa aku rindu mengasihi tapi tak bisa, tak ada yang tersisa padaku selain dari kebencian dan keputusasaan. Andai salah seorang dari kami bisa melakukan satu saja tindakan kasih ... Tapi kami tidak bisa, kami hidup dalam kebencian dan kedengkian ... " (23 Maret 1922).

Ia mencatat juga dakwaan-dakwaan terhadap diri sendiri yang dilakukan jiwa-jiwa yang tak bahagia ini: "Sebagian berteriak-teriak karena penderitaan tangan-tangan mereka. Mungkin mereka adalah pencuri, sebab mereka mengatakan: 'Di manakah jarahan kita sekarang? ... Tangan-tangan terkutuk ...' Sebagian lain mengutuk lidah mereka, mata mereka ... apa pun yang adalah penyebab dosa ... 'Sekarang, oh tubuh, kau membayar harga kenikmatan yang kau berikan kepada dirimu sendiri! ... dan kau melakukannya dengan kehendak bebasmu sendiri ... '" (2 April 1922).

"Aku melihat beberapa jiwa jatuh ke dalam neraka, dan di antara mereka adalah seorang kanak-kanak berusia limabelas tahun; gadis itu mengutuki orangtuanya sebab tidak mengajarinya takut akan Allah maupun bahwa ada neraka. Hidupnya singkat, katanya, namun penuh dosa, karena ia telah menyerahkan diri pada semua yang dikehendaki tubuh dan nafsunya di jalan kenikmatan ... " (22 Maret 1923).

"Jiwaku jatuh ke kedalaman yang tak terperi, yang bagian bawahnya tak dapat dilihat, karena sangat luar biasa. . . ; Lalu aku didorong masuk ke dalam salah satu relung berapi dan ditindas, seolah, di antara papan-papan berapi, dan paku-paku tajam serta besi-besi merah-membara tampaknya menembusi dagingku. Aku merasa seakan mereka berupaya mencabut lidahku, namun tak dapat. Aniaya ini membuatku tersiksa hebat begitu rupa hingga mataku tampaknya mulai keluar dari rongganya. Aku rasa ini adalah karena api yang membakar dan membakar . . . . tak seujung jari kuku pun terhindar dari siksaan-siksaan yang mengerikan, dan sepanjang waktu orang tak dapat bergerak bahkan menggerakkan jari sekalipun demi  mendapatkan sedikit kelegaan, posisi tak berubah, karena tubuh tampaknya diratakan dan [namun] digandakan dua. Suara hiruk-pikuk dan hujatan tak berhenti barang sekejap. Bau busuk memuakkan menyesakkan dan merusak semuanya, seperti bakaran daging busuk, bercampur dengan ter dan belerang . . . suatu campuran yang tak ada bandingannya di bumi . . . meski siksaan-siksaan itu dahsyat, siksaan akan dapat ditanggung jika jiwa dalam damai. Tetapi jiwa menderita tak terlukiskan . . .  Semua yang aku tulis," katanya, "hanyalah sekedar bayangan dari apa yang diderita jiwa, sebab tak ada kata-kata yang dapat mengungkapkan siksaan yang begitu mengerikan" (4 September 1922).

"Tampak bagiku bahwa mayoritas mendakwa diri mereka sendiri karena dosa ketidakmurnian, mencuri, perdagangan yang tidak adil; dan bahwa sebagian besar dari mereka yang terkutuk berada di neraka karena dosa-dosa ini." (6 April 1922).

"Aku melihat banyak orang duniawi jatuh ke dalam neraka, dan tak ada kata-kata yang dapat mengungkapkan seruan mereka yang menakutkan serta mengerikan: "Terkutuk selamanya ... aku menipu diriku sendiri; aku binasa ... aku di sini selamanya ... Tak ada obat yang mungkin ... kutukan menimpaku ... '

"Sebagian mendakwa orang-orang lain, sebagian keadaan, dan semuanya menghujat penyebab kebinasaan mereka" (September 1922).

"Hari ini, aku melihat sejumlah besar orang jatuh ke dalam lubang api yang bernyala-nyala . . . Mereka tampaknya materialis dan suara roh jahat berseru lantang: "Dunia telah ranum untukku . . . Aku tahu bahwa cara terbaik untuk mencengkeram jiwa-jiwa adalah dengan membangkitkan hasrat mereka akan kenikmatan . . . Nomor satukan aku . . . aku sebelum yang lainnya . . . tak ada kerendahan hati untukku! tapi biarkan aku menyenangkan diriku sendiri . . . Hal macam ini menjamin kemenanganku . . . dan mereka tersandung jatuh ke dalam neraka'" (4 Oktober 1923).

"Aku mendengar roh jahat, dari siapa suatu jiwa berhasil meloloskan diri, dipaksa untuk mengakui ketakberdayaannya,  'Kacau semuanya ... bagaimana begitu banyak jiwa berhasil meloloskan diri dariku? Mereka itu milikku' (dan ia mencelotehkan dosa-dosa mereka) ... 'Aku bekerja keras, namun mereka lolos dari cengkeramanku ... Seseorang pastilah menderita dan menjadi silih bagi mereka'" (15 Januari 1923).

"Malam ini," tulis Josefa, "aku tidak turun ke dalam neraka, tetapi dibawa ke suatu tempat di mana semuanya kabur, tetapi di tengah ada api merah membara. Mereka menelentangkanku dan mengikatku begitu rupa hingga aku tak bisa bergerak barang sedikit pun. Sekelilingku ada tujuh atau delapan orang; tubuh hitam mereka telanjang, dan aku bisa melihat mereka hanya lewat pantulan api. Mereka duduk dan berbincang bersama.

Yang satu mengatakan: "Kita harus sangat berhati-hati untuk tidak diketemukan, sebab kita dapat dengan mudah ditemukan."
"Iblis menjawab: 'menyusuplah dengan membujukkan ketidakpedulian dalam diri mereka ... tetapi tetaplah di belakang, supaya kau tidak diketahui ... dengan semakin meningkatnya ketidakpeduliaan, mereka akan menjadi tak berbelas-kasihan, dan kau akan dapat mencondongkannya pada kejahatan. Cobailah orang-orang ini dengan ambisi, kepentingan diri sendiri, mendapatkan kekayaan tanpa bekerja, entah itu halal atau tidak. Pada sebagian orang bangkitkan hasrat sensualitas dan cinta kenikmatan. Biar butakan mereka ...' (di sini mereka menggunakan kata-kata cabul).

"'Sementara yang lainnya ... masuklah melalui hatinya ... kau tahu kecondongan hati mereka ... buat mereka mencintai ... mencintai dengan nafsu ... bekerja keras ... tanpa istirahat … tanpa belas-kasihan; dunia harus menuju kebinasaan ... dan jangan biarkan jiwa-jiwa ini lolos diriku.'

"Dari waktu ke waktu para pengikut setan menjawab: 'Kami adalah budak-budakmu ... kami akan bekerja tanpa henti, dan meski banyak yang berperang melawan kami, kami akan bekerja siang dan malam. Kami tahu kuasamu!'

"Mereka semua berbicara bersama, dan dia yang aku anggap sebagai setan menggunakan kata-kata penuh kengerian. Di kejauhan aku bisa mendengar kegaduhan seperti pesta, dentingan gelas-gelas ... dan dia berseru: 'Biarkan mereka menjejali diri dengan makanan! Itu akan membuat semuanya lebih mudah bagi kita ... Biarkan mereka melanjutkan pesta-pora mereka. Cinta kenikmatan adalah pintu melalui mana kalian akan mendapatkan mereka ... '

"Dia menambahkan hal-hal yang begitu mengerikan hingga tak mungkin dituliskan atau dikatakan. Lalu, seolah tenggelam dalam suatu pusaran asap, mereka lenyap" (3 Februari 1923).

"Yang jahat meratapi lolosnya suatu jiwa: 'Isi jiwanya dengan ketakutan, hantar dia pada keputusasaan. Semua itu akan hilang jika jiwa menempatkan kepercayaannya pada kerahiman... " (di sini mereka menggunakan kata-kata hujat untuk Tuhan). 'Aku kehilangan; tapi tidak, hantar dia pada keputusasaan; jangan tinggalkan dia barang sesaat, di atas semua itu, buat dia putus asa.'

"Lalu neraka kembali bergema dengan teriakan-teriakan hiruk-pikuk, dan ketika akhirnya iblis melemparkanku keluar dari jurang, ia terus mengancamku. Di antaranya ia mengatakan: 'Apakah mungkin orang yang begitu lemah ini memiliki kekuatan lebih dari aku, yang perkasa ... Aku harus menyembunyikan kehadiranku, bekerja dalam gelap; setiap sudut bisa jadi tempat dari mana mencobai mereka ... dekat dengan telinga … dalam helaian-helaian sebuah buku ... di bawah tempat tidur ... sebagian tidak memperhatikanku, tapi aku akan bicara dan bicara ... dan dengan bujuk rayu, sesuatu akan tinggal ... Ya, aku harus bersembunyi di tempat-tempat yang tak terduga'" (7,8 Februari 1923).

Lagi, ia menulis: "Jiwa-jiwa mengutuki panggilan yang mereka terima, namun tidak mereka ikuti … panggilan mereka telah hilang, karena mereka tak bersedia mengamalkan hidup yang tersembunyi dan bermatiraga ..." (18 Maret 1922).

"Pada satu kesempatan ketika aku berada di neraka, aku melihat banyak imam, kaum religius dan biarawati, mengutuki kaul mereka, ordo mereka, superior mereka dan semua yang dapat memberi mereka terang dan rahmat yang mereka hilangkan ...

"Aku melihat juga beberapa pembesar klerus. Salah seorang mengutuki diri karena telah mempergunakan harta milik Gereja secara tidak sah ... " (28 September 1922).

"Imam -imam mendatangkan kutuk atas lidah mereka yang telah dikonsekrasikan, atas jari-jari mereka yang menggenggam Tubuh Suci Tuhan kita, atas absolusi yang telah mereka berikan sementara mereka kehilangan jiwa mereka sendiri, dan atas kesempatan melalui mana mereka telah jatuh ke dalam neraka" (6 April 1922).

"Seorang imam mengatakan: 'Aku makan racun, sebab aku menggunakan uang yang bukan uangku sendiri ... uang yang diserahkan kepadaku untuk Misa-misa yang tidak aku persembahkan. "

"Yang lain berkata bahwa ia tergabung dalam suatu serikat rahasia yang mengkhianati Gereja dan agama, dan ia telah disuap untuk berkomplot atas profanasi dan sakrilegi yang mengerikan.

"Lagi, yang lain mengatakan bahwa dia dikutuk karena membantu dalam tindakan-tindakan profanasi, di mana sesudahnya ia tidak diperbolehkan mempersembahkan Misa ... dan bahwa ia melewatkan sekitar tujuh tahun dalam keadaan demikian."

Josefa melihat bahwa kebanyakan para religius yang dicampakkan ke dalam api neraka berada di sana karena dosa-dosa ngeri melawan kemurnian ... dan karena dosa-dosa melawan kaul kemiskinan ... karena secara tidak sah menggunakan barang-barang komunitas ... karena kecondongan melawan cinta kasih (cemburu, antipati, benci, dll), karena suam-suam kuku dan kemalasan, juga karena membiarkan diri menikmati kesenangan-kesenangan yang menghantar pada dosa-dosa yang terlebih berat ....

Berikut adalah teks lengkap dari catatan Josefa mengenai "neraka jiwa-jiwa yang dikonsekrasikan." (Biografi: Bab VII - 4 September 1922).

"Meditasi hari itu adalah mengenai Pengadilan Khusus jiwa-jiwa religius. Aku tak dapat membebaskan benakku dari memikirkannya, kendati penindasan yang aku rasakan. Sekonyong-konyong, aku merasa diriku terbelenggu dan dihimpit oleh suatu beban yang sangat berat, hingga dalam sekejap aku melihat dengan terlebih jelas dari sebelumnya bagaimana luar biasanya kekudusan Allah dan kebencian-Nya terhadap dosa.

"Aku melihat dalam suatu kilasan keseluruhan hidupku sejak pengakuan dosaku yang pertama hingga hari ini. Semuanya dihadirkan secara jelas di hadapanku: dosa-dosaku, rahmat-rahmat yang telah aku terima, hari aku masuk kehidupan religius, pakaianku sebagai seorang novis, kaul pertamaku, bacaan-bacaan rohani, dan waktu-waktu doaku, nasehat yang disampaikan kepadaku, dan segala pertolongan dalam kehidupan religius. Mustahil menggambarkan segala kekacauan dan rasa malu yang dirasakan jiwa pada saat itu, ketika jiwa menyadari: 'Semuanya sia-sia, dan aku terkutuk selamanya."

Seperti dalam peristiwa turunnya Josefa ke dalam neraka sebelumnya, Josefa tidak pernah mendakwa diri atas suatu dosa tertentu yang mungkin telah menghantarnya ke malapetaka yang demikian. Tuhan kita bertujuan agar dia hanya merasakan seperti apa konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi, jika ia mendapatkan ganjaran hukuman yang demikian. Dia menulis:

"Seketika aku mendapati diriku di neraka, tetapi tidak dengan diseret ke sana seperti sebelumnya. Jiwa mencampakkan dirinya sendiri ke sana, seolah-olah untuk bersembunyi dari Allah agar bebas untuk membenci dan mengutuki-Nya.

"Jiwaku jatuh ke kedalaman yang tak terperi, yang bagian bawahnya tak dapat dilihat, karena sangat luar biasa ... serta-merta, aku mendengar jiwa-jiwa lain mencemooh dan bersukacita melihatku ambil bagian dalam siksaan mereka. Sungguh suatu siksaan mendengar kutukan-kutukan ngeri dari segala penjuru, namun apakah yang dapat dibandingkan dengan rasa haus untuk mengutuk yang menguasai suatu jiwa, dan semakin jiwa mengutuk, semakin ia ingin melakukannya lagi. Belum pernah aku merasa seperti itu sebelumnya. Sebelumnya jiwaku telah dihimpit kepiluan mendengar hujatan-hujatan ngeri ini, sekalipun tak dapat melakukan bahkan satu tindakan kasih. Tetapi hari ini sebaliknya.

"Aku melihat neraka seperti biasanya, koridor-koridor panjang yang gelap, relung-relung, api ... aku mendengar hujatan-hujatan dan kutukan-kutukan yang sama, sebab - dan mengenai ini aku telah menulis sebelumnya - meskipun tak ada bentuk-bentuk badani terlihat, siksaan dirasakan seolah mereka ada, dan jiwa-jiwa saling mengenal satu sama lain. Beberapa berteriak, 'Halo, kau di sini? Adakah kau seperti kami? Kami bebas untuk mengucapkan kaul-kaul itu atau tidak ... tapi tidak!' dan mereka mengutuki kaul-kaul mereka.

"Kemudian aku didorong masuk ke dalam salah satu dari relung-relung berapi dan dihimpit, seolah, di antara papan-papan yang terbakar, dan paku-paku tajam serta besi-besi merah-membara tampaknya menembusi dagingku."

Di sini Josefa mengulang berbagai siksa aniaya di mana tak satu anggota tubuh pun dikecualikan:

"Aku merasa seakan mereka berupaya mencabut lidahku, namun tak dapat. Aniaya ini membuatku tersiksa hebat begitu rupa hingga mataku tampaknya mulai keluar dari rongganya. Aku rasa ini adalah karena api yang membakar dan membakar . . . . tak seujung jari kuku pun terhindar dari siksaan-siksaan yang mengerikan, dan sepanjang waktu orang tak dapat bergerak bahkan menggerakkan jari sekalipun demi  mendapatkan sedikit kelegaan, posisi tak berubah, karena tubuh tampaknya diratakan dan [namun] digandakan dua.

"Semua ini aku rasakan seperti sebelumnya, dan meski siksaan-siksaan itu dahsyat, siksaan akan dapat ditanggung jika jiwa dalam damai. Tetapi jiwa menderita tak terlukiskan. Sampai saat ini, apabila aku turun ke neraka, aku pikir bahwa aku telah dikutuk karena meninggalkan kehidupan religius. Tapi kali ini berbeda. Aku memiliki tanda khusus, suatu tanda bahwa aku adalah seorang religius, suatu jiwa yang mengenal dan mengasihi Allah, dan ada yang lain-lain juga yang memiliki tanda yang sama. Aku tak dapat mengatakan bagaimana aku mengenalinya, mungkin karena cara penghinaan khusus dengan mana roh-roh jahat dan jiwa-jiwa terkutuk lainnya memperlakukan mereka. Ada banyak imam juga di sana. Penderitaan khusus ini aku tak dapat menjelaskannya. Penderitaan ini sangat berbeda dari apa yang aku alami di waktu-waktu yang lalu, sebab jika jiwa-jiwa mereka yang tinggal di dunia sudah sangat menderita, sungguh terlebih parah tak terperi siksa aniaya bagi mereka yang religius.

Terus-menerus  tiga kata, Kemiskinan, Kemurnian dan Ketaatan, dituliskan pada jiwa dengan penyesalan memilukan.

"Kemiskinan: Engkau bebas dan engkau berikrar! Jadi, mengapa, engkau mencari kenikmatan itu? Mengapa bertaut pada obyek yang bukan milikmu? Mengapakah kau memberikan kesenangan itu pada tubuhmu? Mengapakah membiarkan dirimu sendiri mengingini milik komunitas? Tidakkah engkau tahu bahwa kau tak lagi berhak memiliki sesuatu apapun itu, bahwa engkau telah dengan sukarela menyangkal penggunaan barang-barang itu ... Mengapakah engkau bersungut-sungut apabila ada yang engkau inginkan, atau ketika engkau menganggap dirimu diperlakukan kurang baik dibandingkan yang lain? Kenapa?

"Kemurnian: Engkau sendiri mengikrarkannya secara sukarela dan dengan pengetahuan penuh akan konsekuensinya ... engkau mengikat dirimu sendiri … engkau menghendakinya ... dan bagaimanakah kau melaksanakannya? Dan jika demikian, mengapakah engkau tidak tinggal di mana adalah sah bagimu untuk memberikan kesenangan dan kesukaan bagi dirimu?

"Dan jiwa yang tersiksa menanggapi: "Ya, aku mengikrarkannya; aku bebas ... Aku bisa saja tidak mengucapkan kaul, tapi aku mengucapkannya dan aku bebas ...' Kata-kata apakah yang dapat mengekspresikan derita dari penyesalan yang demikian, "tulis Josefa, "dan sepanjang waktu terus disertai cemoohan dan hinaan dari jiwa-jiwa terkutuk lainnya.

"Ketaatan: Tidakkah engkau sepenuhnya menjaga diri untuk taat pada Peraturan dan Superiormu? Jadi, mengapakah engkau menimbang-nimbang peraturan yang diberikan kepadamu? Mengapakah engkau tidak mentaati Peraturan? Mengapakah engkau mengecualikan diri dari hidup bersama? Ingatlah bagaimana manisnya Peraturan ... dan engkau tak hendak mentaatinya ... dan sekarang," seru suara-suara setan," kau harus mentaati kita bukan untuk satu hari atau satu tahun, atau satu abad, melainkan selama-lamanya; sepanjang kekekalan masa ... Perbuatanmu sendiri ... engkau bebas.

"Jiwa terus-menerus mengenangkan bagaimana ia telah memilih Allah-nya sebagai Mempelai-nya, dan bahwa dulu ia mengasihi-Nya melampaui segala sesuatu ... bahwa bagi-Nya ia telah menyangkal kesenangan yang paling sah dan segala yang ia cintai di bumi, bahwa pada awal kehidupan religiusnya ia telah merasakan segala kemurnian, kemanisan dan kekuatan dari kasih ilahi ini, dan bahwa untuk hasrat yang tak terkendali ... sekarang ia harus untuk selamanya membenci Allah yang telah memilihnya untuk mengasihi-Nya.

"Kebencian hebat ini merupakan dahaga yang menguasainya ... tak ada sukacita masa lalu yang dapat melegakannya barang sedikitpun." "Salah satu dari siksanya yang terbesar adalah aib," tambah Josefa. "Tampak baginya mereka semua yang terkutuk mengelilinginya sembari terus-menerus mengejeknya dengan mengatakan: 'Bahwa kami yang tiada pernah mendapatkan pertolongan seperti yang kau nikmati itu binasa tidaklah mengherankan ... tapi kau ... apakah yang kurang? Engkau yang tinggal dalam istana Raja ... yang berpesta di kalangan kaum terpilih.'

"Semua yang aku tulis," katanya, "hanyalah sekedar bayangan dari apa yang diderita jiwa, sebab tak ada kata-kata yang dapat mengungkapkan siksaan yang begitu mengerikan" (4 September 1922).


Pada tahun 1926, setelah pemeriksaan seksama atas tulisan-tulisan Suster Josefa, seorang Konsultor dari Kongregasi Ritus Suci menyimpulkan laporannya dengan kata-kata berikut: "Saya berdoa kepada Allah agar kiranya hal-hal ini dapat diketahui demi kemuliaan Allah, dan demi memperteguh iman mereka yang jiwanya bimbang dan ragu, dan juga agar si religius suci dari Hati Kudus yang menulisnya dimuliakan."

Sumber : yesaya.indocell.net

Tidak ada komentar: