Senin, 15 April 2013

Segala Sesuatu yang Ingin Kalian Ketahui tentang Para Imam
Bagian 1
editor: Romo Gregorius Kaha, SVD



1. Apa yang dilakukan seorang imam setiap hari?

Dalam karya pastoral, sebagian besar dari kami mempunyai satu tugas utama, misalnya mengajar, pastor paroki, kerja sosial, bekerja di rumah sakit, yang semuanya mempunyai jam-jam kerja yang tetap dan tuntutan-tuntutan pekerjaan yang dapat diperkirakan.

Hal-hal tak terduga juga menarik serta menantang. Biasanya berkisar sekitar memenuhi kebutuhan umat: mereka yang sakit, menjelang ajal, tua, marah, terluka, lapar, di penjara, bersemangat, gembira. Bersama mereka kami saling berbagi pengertian, semangat, dan dukungan. Kami bersukacita, kami menangis, kami merasakan apa yang mereka rasakan. Peristiwa-peristiwa seperti itu menyakitkan sekaligus mendatangkan kepuasan, melelahkan sekaligus menggugah perasaan.  

2. Berapa pentingkah doa dalam kehidupan seorang imam?

Oleh sebab kami telah memilih jalan hidup di mana pada dasarnya Tuhan adalah yang paling utama, maka doa menjadi pusat hidup kami. Doa adalah berkomunikasi dengan Tuhan yang kami kasihi - dan bagi kami, doa sama pentingnya seperti komunikasi penting bagi dua orang sahabat yang mengharapkan persahabatan mereka terus berlanjut. Dapatkah kalian membayangkan memiliki seorang sahabat yang tidak pernah kalian sapa?

Karena doa begitu penting bagi kami, sebagian besar imam menghabiskan kurang lebih dua jam setiap hari untuk berdoa. Sebagian dari waktu tersebut dilewatkan dengan berdoa bersama-sama dengan yang lain, dalam Misa dan dalam doa lisan. Sebagian lagi dilewatkan seorang diri dengan membaca dan merenung. Mungkin manfaat utama dari doa adalah doa menjadikan kami lebih peka terhadap karya Tuhan dalam diri orang-orang, peristiwa-peristiwa serta kejadian-kejadian setiap hari.

3. Apakah berdoa itu selalu mudah bagi seorang imam?

Tentu saja tidak! Ada banyak kesempatan di mana kami merasa enggan berdoa, sebagaimana juga ada saat-saat tertentu di mana kami merasa enggan melakukan hal-hal lain yang pada dasarnya penting bagi kami - sama seperti seorang atlit tidak selalu bersemangat dalam berlatih; seorang murid tidak selalu bersemangat dalam belajar; seorang pekerja tidak selalu bersemangat dalam bekerja, dsb. Namun demikian, dalam semua kasus tersebut di atas, oleh karena doa, permainan, nilai maupun pekerjaan adalah penting, maka kami bertindak lebih berdasarkan motivasi daripada perasaan, dan kami mengerjakan hal-hal yang kami tahu perlu dilakukan oleh karena komitmen kami kepada Tuhan dan kepada umat-Nya.

Usaha-usaha kami tidaklah selalu sempurna, tetapi kami yakin bahwa kami sangat membutuhkan pertolongan Tuhan, sehingga kami terus berusaha berdoa, tanpa mempedulikan perasaan kami. Kami percaya bahwa Tuhan melihat serta menanggapi usaha-usaha kami untuk berkomunikasi dengan-Nya.

4. Apakah para imam mempunyai masa liburan dan apa yang dilakukan pada masa itu?

Kami memiliki masa liburan yang lamanya kurang lebih sama dengan liburan orang dewasa pada umumnya. Pada masa liburan, kami bebas melakukan apa saja, selama tidak melanggar peraturan, moral dan pantas dilakukan seorang dewasa dalam keadaan kami. Tentu saja, karena setiap imam adalah pribadi yang unik, kami semua tidak akan memilih satu jenis kegiatan rekreasi yang sama, dan tak seorang pun dari kami yang setiap kali memilih kegiatan yang sama. Beberapa aktivitas yang biasanya dipilih adalah olah raga, nonton film, TV, membaca, kumpul-kumpul bersama teman, menikmati kegiatan di luar rumah.

5. Apakah orang bersikap lain ketika tahu bahwa seseorang ternyata adalah imam?        

Sebagian orang memperlakukan kami secara berbeda karena kami adalah imam. Kami tidak ingin dihormati ataupun ditolak hanya karena panggilan hidup kami, tetapi hal-hal seperti ini memang kadang kala terjadi.

6. Apa beda imam diosesan dan imam religius?

Seorang imam diosesan pada umumnya melayani Gereja dalam suatu wilayah tertentu yang disebut Diosis atau Keuskupan. Imam diosesan biasanya melayani umat sebagai pastor paroki, tetapi ia dapat juga terlibat dalam hampir semua bentuk karya kerasulan lainnya, misalnya mengajar, pastor rumah sakit, pastor penjara, pastor mahasiswa, dsbnya. Sebaliknya, seorang imam religius adalah anggota suatu komunitas religius yang karya kerasulannya tidak terikat pada batas wilayah geografis suatu keuskupan.  

7. Apa beda bruder dan imam?

Bruder adalah seorang biarawan yang mempersembahkan dirinya kepada Kristus dengan kaul kemiskinan, kemurnian dan ketaatan. Ia tinggal dalam suatu komunitas religius dan bekerja hampir di segala bidang lapangan pekerjaan: guru, tukang listrik, juru masak, pengacara, ahli mesin, artis, dll. Peran khas imam adalah melayani sakramen-sakramen, yaitu: merayakan Ekaristi, Baptis, Tobat. Imam juga melakukan berbagai macam pelayanan lainnya, tetapi pelayanan sakramen merupakan pusat hidupnya.

8. Siapa itu diakon?

Diakon adalah seorang pria berumur 35 tahun ke atas, menikah ataupun tidak, yang berkeinginan untuk melayani Gereja dalam berbagai macam pelayanan Liturgi, pewartaan Sabda, serta pelayanan umat lainnya. Seorang calon diakon wajib menempuh pendidikan teologi, pastoral dan spiritual selama tiga tahun sebelum ditahbiskan sebagai diakon, dan kemudian melanjutkan dengan pelatihan khusus pada tahun keempat. Pelatihan ini dilakukan sementara ia melanjutkan panggilan hidup dan pekerjaannya sehari-hari. Diakon adalah salah satu tingkatan tahbisan (Diakon - Imam - Uskup). Dalam hal pelayanan sakramen, seorang diakon dapat menerimakan Sakramen Baptis dan Sakramen Perkawinan.  

9. Berapa lamakah waktu yang diperlukan untuk menjadi seorang imam diosesan?

Lamanya waktu yang diperlukan untuk menjadi seorang imam hampir sama dengan waktu yang diperlukan untuk memperoleh suatu profesi tertentu, yaitu sekitar empat tahun sesudah perguruan tinggi atau delapan tahun sesudah SMA (lebih lanjut lih SEMINARI: Apa Ini Apa Itu?).

10. Berapakah batas usia memasuki suatu seminari?

Usia para seminaris berkisar antara 18 hingga 45 tahun. Tidak ada batasan umur - semuanya ditentukan kasus per kasus sesuai dengan batas-batas yang wajar.

11. Apa saja yang dipelajari seorang seminaris?

Ada empat bidang studi utama dan pengembangan dalam pendidikan di seminari: kemanusiaan, spiritual, karya pastoral (melayani dan bekerjasama dengan orang lain) dan akademik. Bidang spiritual, yaitu pendidikan tentang doa dan pengembangan hubungan pribadi dengan Tuhan, sebagian besar ditempuh secara pribadi, di mana seorang seminaris bertemu dengan seorang pastor pembimbing. Kemampuan berpastoral dikembangkan melalui program-program terbimbing. Jika seseorang kuliah di suatu seminari tinggi, ia akan memperoleh pelajaran yang sama dengan pelajaran yang diberikan di perguruan tinggi biasa dengan tambahan pelajaran dalam bidang Filsafat, Eccelesiologi dan Ketuhanan. Setelah seminari tinggi, seminaris akan melanjutkan pendidikan Teologi, di mana ia akan mempergunakan waktunya untuk mempelajari Kitab Suci, ajaran-ajaran Gereja dan segala kecakapan lain yang akan diperlukannya sebagai seorang imam.        

12. Apakah untuk menjadi seminaris, seseorang harus pandai?

Kecerdasan seorang seminaris haruslah rata-rata atau di atas rata-rata. Imam tidak harus memiliki “otak cemerlang”, namun demikian seorang imam haruslah memiliki kemampuan yang memadai untuk menyelesaikan pendidikan di seminari agar dapat melayani komunitas Katolik dengan baik.

13. Apakah kehidupan di seminari itu berat?

Kehidupan di seminari tidak lebih berat daripada kehidupan di sekolah tinggi atau universitas, tetapi tentu saja berbeda. Seminaris mempunyai tanggung jawab tambahan untuk berkembang menjadi manusia pendoa dan pengemban Kabar Gembira. Pergaulan dengan teman-teman, baik lelaki maupun perempuan, memang dianjurkan, tetapi berpacaran bukanlah bagian dari kehidupan seorang seminaris. Sebab, seorang seminaris mempersiapkan diri untuk hidup selibat, tidak menikah. Para seminaris mempunyai tanggung jawab seperti mahasiswa lain manapun, yaitu menunaikan tanggung jawab yang adalah bagian dari persiapan mereka untuk panggilan hidup yang telah mereka pilih.

14. Apakah para seminaris diajar untuk menulis homili?

Para seminaris wajib belajar menulis dan menyampaikan homili. Begitu seorang seminaris ditahbiskan sebagai diakon (± 6 bulan sebelum ditahbiskan sebagai imam), secara berkala ia akan menyampaikan homili dalam perayaan Misa di seminari dan di paroki-paroki. Selama masa diakonat ini, ia akan menerima kritik dan saran atas khotbah-khotbah yang disampaikannya dari umat dalam Misa dan dari imam yang mempersembahkan Misa.

15. Bagaimana seseorang menjadi imam?

Seseorang menjadi imam dengan melewati beberapa tahap. Tahap-tahap ini dapat sedikit berbeda antara keuskupan yang satu dengan keuskupan lainnya dalam lamanya waktu dan prosedurnya. Tahap-tahap di bawah ini disampaikan sebagai gambaran umum:

KONTAK: Seseorang yang tertarik untuk menjadi imam, tetapi masih mencari jawab atas pertanyaan “Apa yang Tuhan inginkan dari saya?” dapat ikut serta dalam program “kontak” dengan keuskupan. Biasanya melalui pastor paroki atau melalui Panitia Pendaftaran Panggilan. Program ini pada umumnya sangat fleksibel, di mana orang tersebut bertemu dengan pastor dan / atau kelompok orang-orang lain yang berminat menjadi imam secara teratur dan membagikan pengalaman doa dan kehidupan komunitas.  

CALON: Hubungan lebih lanjut dengan keuskupan terjadi ketika seseorang telah menjadi calon. Pada masa ini calon mulai menjalani proses wawancara dan menghadap para anggota tim panggilan keuskupan di bawah pimpinan Direktur Panggilan.

SEMINARIS: Calon, dengan sponsor dari keuskupan, masuk seminari untuk mulai diarahkan sebagai imam dan menerima pendidikan teologi. Mulai saat itu, calon disebut seminaris atau frater.

DIAKON CALON IMAM: Sekitar enam bulan hingga satu tahun sebelum ditahbiskan sebagai imam, seminaris ditahbiskan sebagai Diakon Calon Imam (dinamakan demikian sebab ia akan menjadi seorang imam, dan untuk membedakannya dari Diakon Tetap). Ia mengucapkan janji selibat dan ketaatan pada Bapa Uskup.

IMAM: Setelah melewati banyak perjuangan dan dengan banyak doa, Diakon Calon Imam ditahbiskan sebagai Imam Yesus Kristus dengan menerima Sakramen Imamat.

Catatan: Calon Imam Religius pada umumnya menempuh tahap yang sama. Bedanya dengan Calon Imam Diosesan, sebelum ia ditahbiskan sebagai Diakon, ia harus mengucapkan kaul kekal dalam tarekatnya.

16. Apa itu kaul?

Kaul adalah janji kebiaraan di mana seseorang secara sukarela menyerahkan seluruh hidupnya sebagai persembahan kepada Tuhan dalam kemiskinan, kemurnian dan ketaatan.

17. Kaul-kaul apa sajakah yang diucapkan seorang Imam Diosesan?

Imam-imam diosesan tidak mengucapkan kaul. Dalam pentahbisan, secara sukarela mereka mengucapkan janji selibat dan ketaatan pada Uskup mereka.

18. Apakah para Diakon mengucapkan kaul?

Para diakon tidak mengucapkan kaul. Mereka mengucapkan janji ketaatan pada Uskup mereka. Jika mereka masih bujang, mereka berjanji untuk tidak menikah; jika mereka menikah, mereka berjanji untuk tidak menikah lagi seandainya pasangan mereka meninggal dunia.

19. Bagaimana dengan uang yang diterima seorang imam diosesan?

Karena seorang imam diosesan tidak mengucapkan kaul kemiskinan, ia menerima gaji pribadi yang besarnya sesuai dengan standard hidup lokal, yang memungkinkannya membiayai hidupnya: kesehatan, mobil, buku-buku, hiburan, rekreasi dan sumbangan amal kasih. Kebutuhan-kebutuhan dasar disediakan oleh paroki dimana ia berkarya. Besarnya jumlah uang yang diterima seorang imam tidaklah begitu penting. Para imam diosesan telah memilih untuk hidup sederhana, tanpa mengumpulkan banyak barang-barang materi agar memungkinkan mereka lebih mudah memusatkan hidup pada Yesus serta melayani umat-Nya.

20. Bolehkah imam berpacaran?

Tidak, karena berpacaran dimaksudkan untuk menghantar orang pada perkawinan, dan sebagai selibater, kami berencana untuk tidak menikah. Tetapi, kami boleh dan kami mempunyai teman-teman dari lawan jenis.

21. Pernahkah imam tertarik pada seseorang dari lawan jenisnya?

Ya, pernah. Tidak ada hal luar biasa yang meniadakan kebutuhan manusiawi, perasaan, kerinduan, ketika kami masuk seminari. Sebagai kaum selibat, kami memilih untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan mengungkapkan cinta kasih kepada sesama dengan cara-cara yang lebih luas daripada ungkapan fisik yang dilarang dan hanya sesuai bagi hidup perkawinan.

22. Apakah yang dilakukan imam jika ia jatuh cinta?

Tanggung jawab pokok dalam situasi seperti itu adalah mempertahankan komitmen semula, yang ada (tetap hidup sebagai seorang imam) dan melakukan segala hal yang perlu untuk itu. Imam wajib memutuskan untuk mengembangkan hubungan tersebut dalam batas-batas dan tanggung jawab terhadap komitmennya untuk hidup selibat, atau sama sekali memutuskan hubungan dengan orang tersebut. Keputusan-keputusan semacam itu tidak selalu mudah dilakukan, tetapi bukan berarti hal itu tidak mungkin dilakukan, dan seringkali pengalaman tersebut akan menjadikan imam lebih kuat dalam panggilannya.

23. Pernahkan imam berangan-angan tentang kehidupan berumah tangga dan memiliki anak-anak?
Ya, merupakan hal yang wajar bahwa sekali waktu imam memikirkan keindahan kehidupan rumah tangga. Namun demikian, kami mengakui juga keindahan serta kebahagiaan jalan hidup yang kami pilih, dan kami dengan sukarela memilih untuk tetap selibat demi Kerajaan Allah.

24. Pernahkah imam merasa kesepian?

Sama seperti panggilan hidup lainnya, ada saat-saat di mana seorang imam merasa kesepian.   

25. Apakah seorang harus perjaka untuk menjadi seorang imam?
Tidak. Masa lalu seseorang bukanlah masalah yang utama. Pertanyaannya adalah: Apakah aku bersedia dan sekarang rela hidup dan mengasihi sebagai seorang selibat demi melayani sesama?

26. Pernahkah imam berkelahi dengan sesama imam?

Semoga, kata “berkelahi” merupakan kata yang terlalu keras; mungkin lebih tepat dikatakan berselisih pendapat. Hal ini wajar, normal serta sehat dalam hidup bersama. Mengandaikan kematangan pihak-pihak yang terlibat, sebagian besar selisih pendapat bisa diselesaikan sesuai kepentingan dan kebaikan semua pihak. Para imam terlibat dalam pekerjaan mengembangkan seni komunikasi dan hal ini membutuhkan kepercayaan, keterbukaan dan kerelaan untuk hidup di dalam ketegangan yang mungkin timbul dalam menyelesaikan suatu selisih pendapat.  

27. Mengapa seseorang mau menjadi imam?

Saya memilih panggilan hidup sebagai imam karena saya merasa inilah panggilan Tuhan bagi saya. Sementara saya semakin mengenal diri saya sendiri, mengenali bakat-bakat serta kemampuan yang Ia anugerahkan kepada saya, dan melihat kebutuhan-kebutuhan dunia, saya semakin yakin bahwa inilah cara terbaik saya dapat menanggapi cinta-Nya pada saya. Saya selalu ingin dapat menolong orang lain, dan dengan menjadi seorang imam dorongan untuk menolong orang lain semakin kuat. Jadi, saya memutuskan untuk setidak-tidaknya mencoba memberikan yang terbaik.

28. Bagaimana reaksi keluarga dan teman-teman terhadap keputusan seseorang untuk menjadi imam?

Sebagian besar dari kami beruntung memiliki keluarga yang mendorong kami untuk melakukan apa saja yang dapat menjadikan kami bahagia. Mereka mendukung pilihan kami tanpa mendesak kami - dan dalam usaha mereka memberikan dukungan, mereka memberondong kami dengan pertanyaan-pertanyaan yang membantu kami berpikir lebih matang tentang apa yang kami pilih.

Reaksi teman-teman sangat bervariasi, mulai dari mengolok-olok, menerka-nerka berapa lama kami dapat bertahan, menolak membicarakannya, cukup mendukung, sangat antusias. Tentu saja, sebagian dari reaksi-reaksi tersebut terasa berat diterima karena datang dari para sahabat yang pendapatnya kami hargai. Kadang kala, kami berkecil hati juga atas pilihan kami karena reaksi teman-teman kami itu, dan kami sungguh berterima kasih kepada mereka yang mengatakan, “Lakukan apa yang terbaik bagimu.”

29. Apakah para imam merasa lebih unggul dari kaum awam?

Tidak. Para imam tidak lebih unggul dari kaum awam. Segala bentuk panggilan merupakan anugerah dari Tuhan dan sama berharganya.

30. Dapatkah imam pensiun dari jabatannya?

Usia pensiun diterapkan bagi para imam. Kami dapat pensiun dari karya kerasulan aktif, tetapi sebagian besar imam akan melibatkan diri dalam karya kerasulan paruh waktu atau pelayanan sukarela lainnya. Para imam tidak dapat pensiun dari jabatan imamat. Para imam tidak pernah pensiun / berhenti mengasihi sesama ataupun berhenti berkarya demi keselamatan orang banyak.

31. Dapatkah imam dipecat dari jabatannya?

Apabila karya seorang imam dianggap tidak memenuhi syarat, ia dapat dipindahtugaskan. Para imam tidak dapat dipecat dari jabatan imamatnya, tetapi ia bisa dilarang untuk melakukan pelayanan publik apabila ia menimbulkan soal-soal besar.

32. Mengapa terjadi penurunan dalam jumlah orang yang menjadi imam?

Menghubungkan berkurangnya jumlah orang yang menjadi imam dengan suatu alasan tertentu akan tampak terlalu menyederhanakan masalah dan juga tak masuk akal. Alasan penyebabnya sangat beragam dan kompleks. Beberapa faktor di antaranya adalah lajunya perkembangan dunia, keengganan banyak orang untuk mengikatkan diri dalam suatu komitmen tetap pada seseorang atau maksud tertentu, kesalahpahaman tentang imamat dan banyaknya kesempatan pewartaan / pelayanan yang sekarang tersedia bagi mereka yang menikah.

Mungkin alasan yang lain adalah panggilan Tuhan jarang sekali bergaung keras, melainkan lebih sering berupa bisikan lembut. Hidup kita sekarang ini sering kali sibuk dan bising, mungkin terlalu bising untuk dapat siap mendengarkan jikaTuhan memanggil. Oleh sebab itu, jika kalian merasa bahwa Tuhan mungkin menghendaki kalian menjadi imam, datanglah pada pastor paroki. Bersama pastor paroki, kalian dapat menembus kebisingan dan melihat rencana Tuhan bagi kalian.

33. Sejujurnya, apakah imam menikmati kehidupan imamatnya?

Ya, benar! Menjadi imam mendatangkan kepuasan mendalam dan sukacita luar biasa dengan berkarya bersama dan bagi umat dengan pelayanannya. Sebagai pewarta Injil, imam menyentuh intisari hidup umatnya. Imam berusaha menyampaikan kasih Yesus yang amat mengagumkan itu kepada manusia, melihat orang-orang menangkap cinta-Nya dan hidup di dalamnya - itulah yang sungguh membuat kami bertahan. Memang, ada saat-saat kami kurang bersemangat, kecewa dan letih - semua orang pasti mengalaminya juga. Tetapi, seandainya saja saya harus mengulangi hidup saya kembali, saya akan memilih panggilan hidup yang sama.
Sumber : yesaya.indocell.net 

Tidak ada komentar: