Rabu, 27 Februari 2013

Penglihatan-Penglihatan Para Kudus


Jamak kita ketahui bersama bahwa para kudus seringkali dianugerahi oleh Sang Maha Kudus dengan berbagai anugerah Adikodrati, salah satunya adalah anugerah penglihatan atau nubuatan. Berikut adalah sebagian kisah penglihatan yang sekiranya mampu menginspirasi kita semua untuk berjuang hidup dalam kesucian sehingga Allah pun berkenan atas diri kita.


St Padre Pio dari Pietrelcina

Sejak usia lima tahun, Francesco ( berganti nama menjadi Broeder Pio saat masuk novisiat Biarawan Kapusin di Morcone), dianugerahi penglihatan-penglihatan surgawi dan juga mengalami penindasan-penindasan setan; ia melihat dan berbicara dengan Yesus dan Santa Perawan Maria, juga dengan malaikat pelindungnya; sayangnya, kehidupan surgawi ini disertai pula oleh pengalaman tentang neraka dan setan.

Seringkali ia tampak tenggelam dalam doa-doa yang khusuk. Ia melewatkan siang hari dan sebagian besar malam hari dalam percakapan mesra dengan Tuhan. Padre Pio akan mengatakan, “Dalam kitab-kitab kita mencari Tuhan, dalam doa kita menemukan-Nya. Doa adalah kunci yang membuka hati Tuhan.” Iman membimbingnya senantiasa untuk menerima kehendak Allah yang misterius.

Pada tanggal 20 September 1918, sementara berdoa di depan sebuah Salib di kapel tua, sekonyong-konyong suatu sosok seperti malaikat memberinya stigmata. Stigmata itu terus terbuka dan mencucurkan darah selama limapuluh tahun.

Padre Pio mulai mendapatkan penampakan semenjak ia masih seorang kanak-kanak. Francesco kecil tidak menceritakannya sebab ia yakin bahwa penampakan demikian merupakan hal yang biasa terjadi pada semua orang. Penampakan tersebut meliputi para malaikat, para kudus, Yesus dan Bunda Maria, tetapi, terkadang juga akan setan

Seperti penglihatan yang dialaminya pada hari-hari terakhir bulan Desember 1902, sementara ia merenungkan panggilannya, Francesco mendapatkan suatu penglihatan. Inilah cerita yang beberapa tahun kemudian ia sampaikan kepada bapa pengakuannya. “Francesco melihat di sampingnya seorang laki-laki agung yang elok mempesona, bercahaya bagaikan matahari; Ia memegang tangannya dan membesarkan hatinya dengan undangan ini: `Sungguh baik jika engkau bersama-Ku dan bertempur bagaikan seorang ksatria.' Francesco dibimbing ke suatu negeri yang luas, di antara khalayak ramai laki-laki yang terbagi menjadi dua kelompok: di sisi yang satu adalah para laki-laki dengan wajah-wajah elok, berpakaian putih bagaikan salju. Di sisi yang lain adalah para laki-laki dengan wajah-wajah menyeramkan, berpakaian hitam; mereka tampak bagaikan bayangan-bayangan gelap. Francesco ditempatkan di antara kedua kelompok penonton ini dan ia melihat seorang laki-laki yang sangat tinggi, begitu tinggi hingga ia dapat menyentuh awan-awan dengan dahi dan wajahnya yang jelek; laki-laki itu datang menghampirinya. Tokoh yang bercahaya mendesak Francesco untuk maju melawan tokoh raksasa itu. Francesco berdoa agar terhindar dari amuk tokoh aneh itu, tetapi tokoh yang bercahaya tidak menghilang, `Penolakanmu sia-sia belaka. Sungguh baik jika engkau melawan tokoh jahat ini. Mari, percayalah dan majulah ke medan pertempuran dengan gagah berani. Aku akan berada di dekatmu; Aku akan menolongmu dan tak akan membiarkannya mengalahkanmu.' Francesco menyanggupi-Nya dan sungguh sengitlah pertarungan. 
 
Dengan pertolongan tokoh bercahaya yang senantiasa ada di dekatnya, Francesco berhasil memenangkan pertempuran. Tokoh raksasa itu terpaksa melarikan diri dan ia membawa bersamanya himpunan besar khalayak dengan wajah-wajah menyeramkan itu, di antara lolongan, kutuk dan raungan. Khalayak yang lain, para laki-laki dengan wajah-wajah yang elok gegap gempita dengan sorak-sorai dan puji-pujian bagi Dia yang telah menolong Francesco yang malang dalam pertarungan sengit itu. Tokoh agung yang bercahaya, yang lebih kemilau dari matahari, menempatkan di atas kepala Francesco yang menang, sebuah mahkota yang amat mengagumkan hingga tak terlukiskan. Tetapi, kemudian mahkota dilepaskan dari kepala Francesco dan tokoh yang baik itu berkata, `Suatu mahkota lain, yang lebih indah dari ini, telah Ku-persiapkan bagimu jika engkau bersedia bertempur dengan tokoh dengan siapa engkau sekarang bertarung. Ia akan selalu datang kembali menyerang; engkau akan melawannya tanpa sedikit pun meragukan pertolongan-Ku. Jangan khawatir akan kekuatannya; Aku akan senantiasa berada di dekatmu; Aku akan selalu menolongmu, dan engkau akan berhasil menang.'” Penglihatan-penglihatan tersebut berlanjut dengan pertempuran-pertempuran yang sesungguhnya dengan si Iblis. Padre Pio berkali-kali bertempur melawan “musuh keji jiwa-jiwa” sepanjang hidupnya. Sesungguhnya, salah satu tujuan utama Padre Pio adalah merenggut jiwa-jiwa dari cengkeraman Iblis.

 
St Faustina Kowalska

Pada bulan Juli 1924 terjadi suatu peristiwa yang menggoncang jiwa Helena (Nama sebelum masuk biara):

“Suatu ketika aku berada di sebuah pesta dansa dengan salah seorang saudariku. Sementara semua orang berpesta-pora, jiwaku tersiksa begitu hebat. Ketika aku mulai berdansa, sekonyong-konyong aku melihat Yesus di sampingku; Yesus menderita sengsara, nyaris telanjang, sekujur tubuh-Nya penuh luka-luka; Ia berkata kepadaku: “Berapa lama lagi Aku akan tahan denganmu dan berapa lama lagi engkau akan mengabaikan-Ku” Saat itu hingar-bingar musik berhenti, orang-orang di sekelilingku lenyap dari penglihatan; hanya ada Yesus dan aku di sana. Aku mengambil tempat duduk di samping saudariku terkasih, berpura-pura sakit kepala guna menutupi apa yang terjadi dalam jiwaku. Beberapa saat kemudian aku menyelinap pergi, meninggalkan saudari dan semua teman-temanku, melangkahkan kaki menuju Katedral St Stanislaus Kostka.

Lampu-lampu sudah mulai dinyalakan; hanya sedikit orang saja ada dalam katedral. Tanpa mempedulikan sekeliling, aku rebah (= prostratio) di hadapan Sakramen Mahakudus dan memohon dengan sangat kepada Tuhan agar berbaik hati membuatku mengerti apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Lalu aku mendengar kata-kata ini: “Segeralah pergi ke Warsawa, engkau akan masuk suatu biara di sana.”

Setelah ditolak di banyak biara, akhirnya Helena tiba di biara Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih. Kongregasi ini membaktikan diri pada pelayanan kepada para perempuan yang terlantar secara moral. Sejak awal didirikannya oleh Teresa Rondeau, kongregasi mengaitkan misinya dengan misteri Kerahiman Ilahi dan misteri Santa Perawan Maria Berbelas Kasih.

“Ketika Moeder Superior, yaitu Moeder Jenderal Michael yang sekarang, keluar untuk menemuiku, setelah berbincang sejenak, ia menyuruhku untuk menemui Tuan rumah dan menanyakan apakah Ia mau menerimaku. Seketika aku mengerti bahwa aku diminta menanyakan hal ini kepada Tuhan Yesus. Dengan kegirangan aku menuju kapel dan bertanya kepada Yesus: “Tuan rumah ini, apakah Engkau mau menerimaku? Salah seorang suster menyuruhku untuk menanyakannya kepada-Mu.”

Segera aku mendengar suara ini: “Aku menerimamu; engkau ada dalam Hati-Ku.” Ketika aku kembali dari kapel, Moeder Superior langsung bertanya, “Bagaimana, apakah sang Tuan menerimamu?” Aku menjawab, “Ya.” “Jika Tuan telah menerimamu, maka aku juga akan menerimamu.” Begitulah bagaimana aku diterima dalam biara.”

Setelah tinggal di biara, Helena terkejut melihat kehidupan para biarawati yang sibuk sekali hingga kurang berdoa. Karenanya, tiga minggu kemudian Helena bermaksud meninggalkan biara dan pindah ke suatu biara kontemplatif yang menyediakan lebih banyak waktu untuk berdoa. Helena yang bingung dan bimbang rebah dalam doa di kamarnya. “Beberapa saat kemudian suatu terang memenuhi bilikku, dan di atas tirai aku melihat wajah Yesus yang amat menderita. Luka-luka menganga memenuhi WajahNya dan butir-butir besar airmata jatuh menetes ke atas seprei tempat tidurku. Tak paham arti semua ini, aku bertanya kepada Yesus, “Yesus, siapakah gerangan yang telah menyengsarakan-Mu begitu rupa?” Yesus berkata kepadaku: “Engkaulah yang yang akan mengakibatkan sengsara ini pada-Ku jika engkau meninggalkan biara. Ke tempat inilah engkau Ku-panggil dan bukan ke tempat lain; Aku telah menyediakan banyak rahmat bagimu.” Aku mohon pengampunan pada Yesus dan segera mengubah keputusanku.”

Pada tanggal 30 April 1926, Helena menerima jubah biara dan nama baru, yaitu Sr Maria Faustina; di belakang namanya, seijin kongregasi ia menambahkan “dari Sakramen Mahakudus”. Dalam upacara penerimaan jubah, dua kali Sr Faustina tiba-tiba lemas; pertama, ketika menerima jubah; kedua, ketika jubah dikenakan padanya. Dalam Buku Catatan Harian, St Faustina menulis bahwa ia panik sekaligus tidak berdaya karena pada saat itu ia melihat penderitaan yang harus ditanggungnya sebagai seorang biarawati. Dalam biara, tugas yang dipercayakan kepadanya sungguh sederhana, yaitu di dapur, di kebun atau di pintu sebagai penerima tamu. Semuanya dijalankan Sr Faustina dengan penuh kerendahan hati.

 
St. Yohanes Bosco

Suatu Hari Don Bosco berdoa Kepada Bunda Maria demi anak-anak asuhnya yang berjumlah 150 orang,

“Bunda Penghibur orang-orang berduka,” keluh Don Bosco,”engkau tahu bahwa sekarang aku sudah tidak mempunyai seorang ibu …. Padahal aku mempunyai demikian banyak anak. Bersediakah engkau menjadi pengganti ibuku? Jagalah anak-anakku, ya Bunda Maria!”

Seringkali ketika Don Bosco memasuki Oratorionya, ia melihat Bunda Maria mengenakan mahkota dari bintang-bintang yang cemerlang berdiri di atas sebuah gereja yang besar. Melihat Bunda Maria di sana, Don Bosco akan berteriak kepada anak-anak:

“Tidakkah kamu melihatnya. Ia ada di atas kubah. Bunda Pertolongan Orang-orang Kristen, dengan mahkotanya dari bintang-bintang?"

Tetapi mereka tidak melihat apa-apa kecuali langit: tidak ada kubah, tidak ada Bunda Maria.

Don Bosco harus menunggu beberapa tahun ketika pada akhirnya sebuah gereja besar dibangun untuk dipersembahkan kepada Bunda Maria. Di atas kubah gereja ditempatkan patung Santa Perawan Maria Pertolongan Orang Kristen, persis seperti yang dilihatnya dalam penglihatan.

Awal tahun 1862 setan mulai mengganggu waktu tidurnya yang amat sempit itu dengan cara yang sangat aneh dan tak tertahankan. Suara ribut dan gaduh, badai mengamuk, derap prajurit, suara kapak menghantam kayu tak henti-henti, perabotan menari-nari secara ajaib. Tempat tidurnya diguncang-guncang dan dibalikkan, kain seprei terkoyak-koyak, lidah-lidah api berlompatan dari perapian yang mati. Setan duduk di atasnya, mencengkeram pundaknya dan menyeretnya, menyapukan sikat es ke wajahnya, menginjak-injaknya, melepaskan binatang-binatang liar: beruang, harimau, ular, monster. Anak-anak asuhnya yang setia menjaga di pintu kamarnya, tetapi sebentar saja mereka akan menjadi panik dan lari.


B. Anna Katharina Emmerick

Anna Katharina Emmerick dilahirkan pada tanggal 8 September 1774 di Flamsche, wilayah Keuskupan Münster, Westphalia, Jerman. Ketika usianya duapuluh delapan tahun (1802) ia masuk biara Agustinian di Agnetenberg, Dülmen. Dalam biara ini, ia puas diperlakukan sebagai yang terendah dalam biara.

Pada tanggal 29 Desember 1811, pukul tiga sore, Yesus yang tersalib menampakkan diri kepadanya dengan luka-luka-Nya memancarkan sinar cahaya. Sinar itu menembusi kedua tangan, kaki dan lambungnya bagaikan panah. Stigmata di kepalanya, yang dianugerahkan kepadanya saat usianya 24 tahun, juga mulai meneteskan darah hingga ia harus membalut kepalanya dengan perban. Pada tahun 1812, tanda salib muncul di dadanya. Karunia stigmata yang diterimanya disertai juga dengan karunia inedia, yaitu hidup tanpa makanan, hanya dari Komuni Kudus saja, sepanjang hidupnya. Anna Katharina berusaha menyembunyikan luka-lukanya, tetapi kabar mengenai hal itu akhirnya tersebar juga, dan Bapa Vikaris Jenderal menetapkan dilakukannya suatu penelitian yang panjang serta terperinci.

Ketika seorang penulis bernama Clemens Brentano mengunjunginya, Anna Katharina mengatakan bahwa ia telah melihatnya dalam suatu penglihatan dan bahwa Clemens akan menuliskan catatan tentang penglihatan-penglihatan serta nubuat-nubuat yang diterimanya. Demikianlah, setiap hari selama lima tahun, Clemens mencatat pesan-pesan, serta menerjemahkan catatan tersebut dari dialek Westphalian, dialek Anna Katharina, ke bahasa Jerman.

Santa Katarina Dei Ricci, Perawan Katarina lahir di Florence, Italia pada tanggal 23 April 1322. Ia dipermandikan dengan nama Aleksandrina Dei Ricci. Semenjak kecil, ia sudah menunjukkan minta besar terhadap hal-hal kerohanian seperti berdoa dan kewajiban agama lainnya. Cita-citanya hanya satu, yakni menjadi seorang biarawati. Ketika berusia 13 tahun, ia menjadi anggota Ordo ketiga Santo Dominikus di desa Prato dengan nama baru: Katarina Dei Ricci.

Di dalam ordo ini, Katarina mengalami perkembangan hidup rohani yang sangat mendalam. Ia mengalami banyak penglihatan Ilahi. Pada masa puasa 1542, ia mengalami penglihatan ajaib yang menggambarkan Kristus yang disalibkan. Penglihatan itu sungguh mengharukan hatinya hingga menyebabkan ia sakit selama 3 minggu. Ia sembuh kembali ketika mengalami penglihatan kedua pada malam Paskah tentang Yesus yang bangkit dan menampakkan diri kepada Maria Magdalena. Penglihat-penglihatannya yang dialaminya setiap hari Jumat berlangsung terus selama 12 tahun. Kecuali itu, Katarina pun dianugerahi lima lukaYesus pada kedua tangan dan kakinya serta lambungnya. Stigmata itu menjadi tanda Ilahi yang terus menggerakkan dia untuk selalu merenungkan makna penderitaan Yesus bagi keselamatan umat manusia. Renungan-renungan ini menjadikan dia seorang pencinta dan pendoa bagi jiwa-jiwa di api penyucian.


Catalina

Catalina mendapatkan anugerah kunjungan dari Tuhan Yesus dan Bunda Maria, dan memperoleh bimbingan dari Sang Ilahi mengenai segala hal tentang Ekaristi. Saat Ekaristi berlangsung, Catalina diberikan penglihatan adikodrati seperti terlihatnya beberapa figur yang sebelumnya tidak ia lihat, Seolah dari setiap sisi orang yang hadir di Katedral, muncul seorang lainnya, dan segera saja Katedral dipenuhi oleh makhluk-makhluk muda yang menawan. Mereka mengenakan jubah yang sangat putih bersih. Mereka mulai bergerak ke lorong tengah gereja, dan lalu menuju Altar.

Bunda Maria mengatakan: “Lihatlah. Mereka adalah Malaikat Pelindung dari setiap orang yang ada di sini. Inilah saat di mana para malaikat pelindung kalian menyampaikan persembahan dan doa-doa kalian di hadapan Altar Tuhan.”

Pemandangan selama prosesi begitu indah, hingga sulitlah membandingkannya dengan yang lain. Segenap makhluk surgawi itu membungkuk hormat di hadapan Altar, sebagian meninggalkan persembahan mereka di lantai, sebagian lainnya prostratio dengan kepala nyaris mencium tanah. Dan sesampainya di Altar, mereka segera lenyap dari pandanganku.

Ketika kami hendak mendaraskan Bapa Kami, Tuhan berbicara untuk pertama kalinya sepanjang perayaan itu; Ia mengatakan:

“Tunggu, Aku menghendaki kalian mendoakannya dengan sekhidmad mungkin. Pada saat ini, Aku menghendaki kalian memikirkan seseorang atau orang-orang yang telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupmu, agar engkau dapat memeluk mereka erat-erat, dan mengatakan kepada mereka dari lubuk hatimu: `Dalam Nama Yesus, aku mengampunimu dan memberikan damaiku bagimu. Dalam Nama Yesus, aku mohon pengampunanmu dan mengharapkan damaimu bagiku.' Jika orang tersebut pantas mendapatkan damai, maka ia akan menerimanya dan mendapatkan banyak rahmat darinya; jika orang itu tidak dapat membuka hati bagi damai, maka damai akan kembali ke dalam hatimu. Tetapi Aku tidak menghendaki kalian menerima atau menawarkan damai kepada yang lain apabila kalian tidak dapat mengampuni dan merasakan damai itu terlebih dahulu dalam hatimu.

Berhati-hatilah akan apa yang kalian lakukan,” lanjut Tuhan, “kalian mengulang dalam doa Bapa Kami: ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami. Jika kalian dapat mengampuni tetapi tidak melupakan, seperti dikatakan sebagian orang; kalian menempatkan prasyarat atas pengampunan Tuhan. Kalian mengatakan: Engkau mengampuniku hanya karena aku dapat mengampuni, tidak lebih dari itu.”

Ketika Catalina pergi menyambut komuni, Yesus mengatakan: “Perjamuan Malam Terakhir adalah saat keakraban teragung dengan DiriKu Sendiri. Pada jam kasih itu, Aku menetapkan apa yang di mata umat manusia mungkin dipandang sebagai kegilaan terbesar, yakni menjadikan DiriKu Sendiri seorang Tawanan Cinta. Aku menetapkan Ekaristi. Aku rindu tinggal bersama kalian hingga akhir waktu sebab Kasih-Ku tidak sanggup membiarkan kalian, yang Aku kasihi lebih dari Nyawa-Ku Sendiri, ditinggalkan sendirian sebagai yatim piatu….”



Sumber : Yesaya.indocell

Tidak ada komentar: