Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus (Bagian 7)
Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus

dari Meditasi B. Anna Katharina Emmerick
mistikus, stigmatis, visionaris (1774 - 1824)

“THE DOLOROUS PASSION OF OUR LORD JESUS CHRIST
FROM THE MEDITATIONS OF ANNE CATHERINE EMMERICK”
as recorded in the journal of Clemens Brentano
Bab XVIII

Asal-mula Jalan Salib
Sepanjang
peristiwa yang baru saja kita bicarakan, Bunda Yesus bersama Magdalena
dan Yohanes berdiri di suatu tempat tersembunyi di forum. Mereka
diliputi dukacita yang begitu hebat, yang semakin lama semakin dahsyat
karena segala yang mereka dengar dan saksikan. Ketika Yesus digiring ke
hadapan Herodes, Yohanes membimbing Santa Perawan dan Magdalena melewati
tempat-tempat yang telah dikuduskan oleh jejak-jejak kaki-Nya. Lagi,
mereka melayangkan pandangan ke kediaman Kayafas, kediaman Hanas, Ophel,
Getsemani, dan Taman Zaitun. Mereka berhenti dan merenung di setiap
tempat di mana Ia jatuh, atau di mana Ia menderita suatu sengsara
tertentu. Mereka menangis diam-diam, membayangkan segala yang telah Ia
derita. Santa Perawan kerap kali berlutut serta mencium tanah di mana
Putranya jatuh, sementara Magdalena meremas-remas tangannya dalam duka
yang pedih. Yohanes, meskipun tak kuasa membendung airmatanya, berusaha
keras menghibur kedua perempuan kudus itu, menopang serta membimbing
mereka. Demikianlah devosi kudus “Jalan Salib” pertama kali dilakukan;
demikianlah Misteri Sengsara Yesus pertama kali dihormati, bahkan
sebelum Sengsara itu selesai digenapi. Santa Perawan, teladan kemurnian
yang tak bercela, dialah yang pertama mengungkapkan penghormatan
mendalam yang dirasakan Gereja terhadap Tuhan Yesus terkasih. Betapa
manis dan menghibur hati mengikuti teladan Bunda yang Tak Bernoda ini,
melangkahkan kaki kian kemari dan membasahi tempat-tempat kudus dengan
airmatanya. Tetapi, ah! siapakah gerangan yang dapat menggambarkan
tajamnya pedang dukacita yang menembusi hatinya yang lemah lembut? Ia,
yang dulu mengandung Juruselamat dunia dalam rahimnya yang perawan, dan
menyusui-Nya begitu lama, - ia yang dengan sesungguhnya mengandung Dia
yang adalah Sabda Allah, dalam Allah yang kekal sepanjang segala masa,
dan yang sungguh Allah, - ia yang hatinya penuh rahmat, kepada siapa Ia
berkenan tinggal selama sembilan bulan lamanya, yang merasakan-Nya hidup
di dalam dirinya sebelum Ia tampil di antara umat manusia guna
menganugerahkan rahmat keselamatan dan mengajarkan ajaran-ajaran
surgawi-Nya. Ia menderita bersama Yesus, ia berbagi bersama-Nya, bukan
hanya derita Sengsara-Nya yang pahit, melainkan juga kerinduan yang
berkobar untuk menebus umat manusia yang berdosa, dengan wafat-Nya yang
keji, di mana Ia menyerahkan nyawa-Nya.
Dengan
cara yang amat menyentuh hati inilah Santa Perawan yang tersuci dan
terkudus menetapkan dasar devosi yang disebut Jalan Salib. Demikianlah,
di setiap perhentian yang ditandai oleh sengsara Putranya, ia menyimpan
dalam hatinya jasa-jasa tak kunjung habis Sengsara-Nya, dan mengumpulkan
semuanya bagaikan intan permata atau bunga-bunga yang harum mewangi
untuk dipersembahkan sebagai persembahan yang paling berharga kepada
Bapa yang Kekal atas nama segenap umat beriman.
Dukacita
Magdalena begitu dahsyat hingga membuatnya nyaris bagaikan seorang yang
telah kehilangan akal. Kasih suci yang tak terhingga, yang ia
persembahkan bagi Tuhan kita, mendorongnya untuk menjatuhkan diri di
depan kaki-Nya; di sanalah ia meluahkan segala perasaan hatinya (seperti
ia menumpahkan minyak narwastu yang berharga ke atas kepala-Nya
sementara Ia duduk sekeliling meja). Tetapi, saat hendak melaksanakan
dorongan hatinya ini, suatu jurang yang gelap tampak menghalangi antara
dirinya dengan Dia. Rasa sesal yang ia rasakan atas dosa-dosanya begitu
hebat, begitu pula rasa syukur atas pengampunan dosanya. Tetapi, saat ia
rindu mempersembahkan tindakan kasih dan syukur sebagai wangi-wangian
yang berharga di kaki Yesus, ia melihat-Nya dikhianati, menanggung
sengsara, dan akan segera wafat demi silih atas segala pelanggarannya,
yang diambil alih dan ditanggungkan-Nya atas DiriNya. Penglihatan ini
meliputinya dengan perasaan ngeri, hingga nyaris meluluh-lantakkan
hatinya dengan perasaan kasih, tobat dan syukur. Penglihatan akan
kedurhakaan mereka bagi siapa Ia akan segera wafat, melipatgandakan
kepiluan hatinya sepuluh kali lipat; setiap langkah, setiap kata,
ataupun setiap gerak-gerik mengungkapkan sengsara jiwanya.
Hati
Yohanes diliputi kasih. Ia berduka hebat, namun tak mengucapkan sepatah
kata pun. Ia menopang Bunda Guru-nya yang terkasih dalam ziarahnya yang
pertama melewati perhentian-perhentian Jalan Salib, dan membantunya
mewariskan teladan devosi ini, yang sejak itu dilakukan dengan semangat
yang sungguh oleh para anggota Gereja Kristiani.
Bab XIX

Pilatus dan Isterinya

Ketika
orang-orang Yahudi menggiring Yesus ke istana Herodes, aku melihat
Pilatus pergi menemui isterinya, Claudia Procles. Isterinya bergegas
menjumpainya dan berdua mereka pergi ke suatu pondok taman kecil yang
berada di salah satu serambi belakang istana. Claudia tampak sangat
gelisah dan diliputi ketakutan. Ia seorang perempuan yang tinggi
perawakannya dan cantik parasnya, walau teramat pucat. Rambutnya dijalin
dengan sedikit hiasan, tetapi sebagian besar tertutup oleh kerudung
panjang yang jatuh dengan anggun di atas pundaknya. Ia mengenakan
anting-anting, seuntai kalung, dan gaunnya yang panjang dan
berlipat-lipat diikat oleh semacam gesper. Ia berbicara lama dengan
Pilatus dan memohonnya dengan sangat untuk tidak melukai Yesus, sang
Nabi, yang Mahakudus dari yang Kudus. Ia juga menceritakan mimpi-mimpi
atau penglihatan-penglihatan luar biasa yang ia alami malam sebelumnya
tentang Dia.
Sementara
Claudia berbicara, aku melihat sebagian besar penglihatan-penglihatan
itu: yang berikut ini adalah yang paling menggoncangkan hati. Pertama,
peristiwa-peristiwa utama dalam kehidupan Kristus - kabar sukacita,
kelahiran, sembah sujud para gembala dan para majus, nubuat Simeon dan
Hana, pengungsian ke Mesir, pembunuhan Kanak-kanak Suci, dan pencobaan
Yesus di padang gurun. Juga diperlihatkan kepadanya dalam mimpi
peristiwa-peristiwa yang paling menonjol dalam kehidupan Yesus di depan
publik. Yesus senantiasa tampak kepadanya berselubungkan suatu sinar
kemilau, tetapi para musuh-Nya yang jahat dan keji tampak dalam rupa
yang paling mengerikan serta menjijikkan yang dapat dibayangkan. Ia
melihat sengsara-Nya yang dahsyat, ketenangan-Nya, dan kasih-Nya yang
tak habis-habisnya, pula ia melihat dukacita Bunda-Nya dan penyerahan
diri total sang Bunda kepada Allah. Penglihatan-penglihatan ini meliputi
hati isteri Pilatus dengan kegelisahan serta kengerian luar biasa,
teristimewa karena penglihatan-penglihatan tersebut disertai pula dengan
lambang-lambang yang membuatnya mengerti segala maknanya. Hatinya yang
lemah-lembut tersiksa oleh penglihatan-penglihatan yang begitu ngeri. Ia
menderita karenanya sepanjang malam. Terkadang, mimpi-mimpi itu tampak
samar, tetapi seringkali tampak jelas dan nyata. Ketika fajar
menyingsing, dan ia terjaga karena suara hiruk-pikuk khalayak ramai yang
menyeret Yesus untuk diadili, ia melihat arak-arakan dan segera
mengenali bahwa kurban yang lemah-lembut tanpa melawan sedikitpun di
antara orang banyak itu, yang dibelenggu, yang menderita sengsara, dan
yang diperlakukan di luar batas perikemanusiaan hingga hampir tak dapat
dikenali lagi, tak lain adalah Ia yang bercahaya dan mulia yang begitu
sering muncul di hadapan matanya dalam penglihatan-penglihatan di waktu
malam. Hatinya begitu trenyuh demi melihat Yesus; segera ia memanggil
Pilatus serta menceritakan kepadanya segala sesuatu yang terjadi
padanya. Ia berbicara dengan berapi-api dan penuh emosi, dan walau ada
banyak hal dalam apa yang dilihatnya itu, yang tidak dapat
dimengertinya, namun demikian, ia memohon dan meminta dengan sangat
kepada suaminya, dengan tutur-kata yang paling menyentuh hati, agar
mengabulkan permohonannya.
Pilatus
tercengang, sekaligus menjadi gelisah karena perkataan isterinya. Ia
memperbandingkan apa yang diceriterakan isterinya itu dengan segala
sesuatu yang ia dengar sebelumnya mengenai Yesus. Ia memikirkan
dalam-dalam rasa dengki orang-orang Yahudi, ketenangan agung Juruselamat
kita, dan perkataan-perkataan misterius yang Ia berikan sebagai jawab
atas pertanyaannya. Ia bimbang beberapa saat lamanya. Akhirnya, tergerak
oleh permohonan isterinya, Pilatus mengatakan kepadanya bahwa ia telah
memaklumkan pernyataan Yesus tidak bersalah, dan bahwa ia tak akan
menjatuhkan hukuman mati atas-Nya, sebab ia melihat tuduhan-tuduhan yang
diajukan terhadap Yesus hanyalah dusta yang dibuat-buat oleh para
musuh-Nya. Pilatus menceriterakan perkataan Yesus kepada dirinya dan
berjanji kepada isterinya bahwa tak akan ada suatu pun yang dapat
mempengaruhinya untuk menjatuhkan hukuman atas Orang Benar ini; ia
bahkan memberikan cincin kepada isterinya sebelum mereka berpisah
sebagai tanda bahwa ia tak akan ingkar.
Pilatus
adalah seorang yang bermoral bejat dan bimbang, perangainya yang
terburuk adalah kesombongan yang luar biasa dan kelicikan, yang
membuatnya tak segan melakukan tindakan yang tidak adil, jika itu
menguntungkan kepentingannya. Ia amat percaya takhyul, dan dalam
saat-saat sulit biasa menggunakan jimat dan sihir. Ia sungguh bingung
dan gelisah menghadapi perkara Yesus. Aku melihatnya berjalan kian
kemari, membakar dupa dari satu dewa ke dewa lainnya, mohon agar mereka
membantunya. Tetapi, setan mengisi benaknya dengan kekalutan yang
terlebih lagi. Pertama, setan menanamkan suatu gagasan jahat dalam
benaknya, lalu gagasan jahat berikutnya. Pilatus lalu berusaha
mendapatkan pertolongan dari salah satu praktek takhayul kegemarannya,
yaitu menyaksikan ayam-ayam keramat makan, tetapi sia-sia belaka -
benaknya tetap tertutup kabut gelap, dan ia menjadi semakin lebih
bimbang dari sebelumnya. Pertama ia berpikir akan membebaskan
Juruselamat kita, yang ia tahu pasti tak bersalah, tetapi kemudian ia
takut membangkitkan murka dewa-dewa berhalanya, sebab ia membayangkan
mungkin Yesus semacam setengah dewa yang merupakan musuh bebuyutan para
dewa. “Mungkin saja,” katanya dalam hati, “bahwa Orang ini sungguh raja
orang Yahudi yang kedatangannya telah dinubuatkan oleh begitu banyak
nabi. Kepada raja orang Yahudilah para Majus datang dari Timur untuk
bersembah sujud. Mungkin Ia seorang musuh rahasia, baik bagi dewa-dewa
maupun bagi kaisar; jika demikian, alangkah cerobohnya aku jika
menyelamatkan nyawa-Nya. Siapa tahu kematian-Nya merupakan kemenangan
bagi dewa-dewa?” Lalu, teringatlah ia akan mimpi-mimpi menakjubkan yang
diceritakan oleh isterinya yang belum pernah berjumpa dengan Yesus.
Pikirannya berubah lagi; ia memutuskan akan lebih aman jika tidak
menjatuhkan hukuman atas-Nya. Ia berusaha membujuk dirinya bahwa ia
menghendaki suatu hukuman yang adil, tetapi ia menipu diri, sebab ketika
ia bertanya pada dirinya, “Apakah kebenaran itu?” ia
tidak menanti jawabnya. Pikirannya sama sekali kacau, ia bingung tak
tahu harus berbuat apa. Satu-satunya keinginannya adalah untuk tidak
mendatangkan resiko atas dirinya sendiri.
Bab XX

Yesus di Hadapan Herodes

Istana Herodes, raja wilayah, dibangun di sebelah utara forum, di kota baru, tak jauh dari istana Pilatus. Sepasukan prajurit Romawi, sebagian besar berasal dari bagian negeri itu yang terletak antara Switzerland dan Italia, bergabung dalam arak-arakan. Para musuh Yesus sungguh berang bahwa mereka harus dilemparkan ke sana sini, karenanya mereka melampiaskan amarah mereka kepada Yesus. Utusan Pilatus telah pergi mendahului arak-arakan, sebab itu Herodes menantikan kedatangan mereka. Ia duduk di atas timbunan bantal, yang ditumpuk begitu rupa membentuk semacam tahta, di suatu ruangan yang luas, dikelilingi para bangsawan dan prajurit. Imam-imam kepala masuk dan mengambil tempat di samping Herodes, sementara Yesus mereka tinggalkan di pintu masuk. Herodes merasa tersanjung dan senang karena dengan demikian Pilatus memaklumkan kekuasaan Herodes di hadapan umum dalam mengadili orang-orang Galilea. Ia juga gembira akan melihat Yesus, yang tidak berkenan muncul di hadapannya, sekarang telah direndahkan hingga begitu nista dan hina. Rasa ingin tahu Herodes begitu besar karena kata-kata pujian Yohanes Pembaptis dalam memaklumkan kedatangan Yesus. Ia juga telah banyak mendengar tentang-Nya dari kaum Herodian, dan dari banyak mata-mata yang ia utus ke berbagai penjuru. Sebab itu ia bergirang hati mendapat kesempatan menginterogasi-Nya di hadapan para bangsawan dan para imam Yahudi. Ia berharap dapat memamerkan wawasan dan pengetahuannya. Pilatus mengiriminya pesan, “tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya.” Herodes menyimpulkan bahwa kata-kata ini dimaksudkan sebagai isyarat bahwa Pilatus menghendaki agar ia memandang rendah, serta jangan menaruh kepercayaan pada para pendakwa. Sebab itu, Herodes menyapa mereka dengan cara yang seangkuh mungkin, dan karenanya angkara murka para imam kepala semakin meluap hingga tak terlukiskan lagi.
Mereka semua serempak menyerukan tuduhan-tuduhan mereka, yang hampir-hampir tak diindahkan Herodes, sebab perhatiannya semata-mata ditujukan untuk memuaskan rasa ingin tahunya dengan memandang penuh selidik kepada Yesus, yang telah lama ingin dilihatnya. Tetapi, saat ia melihat-Nya setengah telanjang, hanya berbalut sisa-sisa mantol-Nya, nyaris tak dapat berdiri tegak, wajah-Nya sama sekali rusak karena pukulan dan tinju, belepotan lumpur dan kotoran yang dilemparkan orang banyak ke kepala-Nya, maka raja gemerlap yang setengah banci itu memalingkan wajahnya dengan perasaan jijik, menyebut nama Tuhan, dan berkata kepada para imam dengan nada bercampur antara kasihan dan jijik, “Segera bawa Ia pergi dari sini dan jangan bawa Dia lagi ke hadapanku dalam keadaan yang begitu memuakkan.” Para prajurit membawa Yesus ke pengadilan bagian luar, mengambil
Sementara itu, Herodes mengecam para imam sama kerasnya seperti yang dilakukan Pilatus. “Perilaku kalian sungguh mirip jagal,” katanya, “dan kalian membantai korban kalian cukup dini.” Para imam kepala segera mengajukan tuduhan-tuduhan mereka. Ketika Yesus dibawa masuk kembali ke hadapannya, Herodes berpura-pura menaruh belas kasihan dan menawarkan segelas anggur kepada-Nya guna memulihkan kekuatan-Nya. Tetapi, Yesus memalingkan wajah-Nya, menolak meringankan penderitaan-Nya dengan itu.
Herodes kemudian mulai berbicara dengan gencar serta panjang lebar tentang segala yang telah ia dengar mengenai Yesus. Ia mengajukan seribu satu pertanyaan dan mendesak Yesus untuk melakukan suatu mukjizat di hadapannya. Tetapi Yesus tak menjawab sepatah kata pun, melainkan berdiri di hadapannya dengan mata memandang ke lantai. Hal ini membangkitkan kejengkelan dan kekecewaan Herodes, walau ia berusaha untuk menekan amarah dan meneruskan interogasi. Pertama-tama, ia mengungkapkan keterkejutannya menggunakan kata-kata yang membujuk. “Benarkah ini Yesus dari Nazaret,” serunya, “bahwa Engkau Sendiri ada di hadapanku sebagai seorang penjahat? Aku telah mendengar perbuatan-perbuatan-Mu yang banyak dibicarakan orang. Mungkin Engkau tidak menyadari bahwa Kau telah sungguh menghinaku dengan membebaskan para tahanan yang aku kurung di Thirza, tetapi mungkin tujuan-Mu baik. Gubernur Romawi sekarang mengirimkan-Mu kepadaku untuk diadili; jawab apakah yang dapat Kau-berikan atas segala tuduhan ini? Engkau diam saja? Aku telah mendengar banyak mengenai kebijaksanaan-Mu dan juga mengenai agama yang Engkau ajarkan, jadi, biarkan aku mendengar jawab-Mu dan membungkam para musuh-Mu. Apakah Engkau raja orang Yahudi? Apakah Engkau Putra Allah? Siapakah Engkau? Kata orang, Engkau melakukan mukjizat-mukjizat yang mengagumkan; lakukanlah satu perbuatan ajaib sekarang di hadapanku. Aku berkuasa untuk membebaskan-Mu. Sungguhkah Engkau mencelikkan mata orang buta, membangkitkan Lazarus dari mati, dan memberi makan dua atau tiga ribu orang dari hanya sedikit roti saja? Mengapa Kau tidak menjawab? Aku nasehatkan agar Kau segera melakukan suatu mukjizat sekarang di hadapanku; mungkin Engkau akan bersukacita nanti setelah memenuhi keinginanku.”
Yesus tetap diam saja, dan Herodes terus menanyai-Nya bahkan dengan lebih gencar.
“Siapakah Engkau?” tanyanya. “Darimanakah kuasa-Mu berasal? Bagaimana mungkin Engkau tak lagi memilikinya? Adakah Engkau Dia yang kelahirannya dinubuatkan dengan begitu menakjubkan? Raja-raja dari Timur datang kepada ayahku untuk menjumpai raja orang Yahudi yang baru dilahirkan; benarkah Engkau adalah bayi itu? Apakah Engkau melarikan diri ketika begitu banyak kanak-kanak dibunuh, dan bagaimana mungkin Engkau bisa lolos? Mengapa selama bertahun-tahun Engkau tak dikenal? Jawab pertanyaanku! Apakah Engkau seorang raja? Penampilan-Mu jelas bukan seorang raja. Aku dengar Engkau diarak ke Bait Allah dengan jaya beberapa waktu yang lalu; apa maksudnya? - Bicaralah! - Jawab!”
Herodes terus mencecar Yesus dengan pertanyaan yang bertubi, tetapi Kristus tidak membuka mulut sama sekali. Ditunjukkan kepadaku (seperti yang telah aku ketahui) bahwa Yesus diam membisu karena Herodes berada dalam keadaan eks-komunikasi, baik karena perkawinan zinahnya dengan Herodias, maupun karena mengeluarkan perintah untuk mengeksekusi St. Yohanes Pembaptis. Hanas dan Kayafas, yang melihat bagaimana mendongkolnya Herodes atas kebisuan Yesus, segera berusaha mengambil kesempatan dalam murkanya. Mereka menyampaikan tuduhan-tuduhan mereka, mengatakan bahwa Yesus menyebut Herodes sebagai serigala; bahwa ambisi utama-Nya selama bertahun-tahun adalah menyingkirkan keluarga Herodes; bahwa Ia berusaha menetapkan suatu agama baru, dan bahwa Ia merayakan Paskah sehari sebelum yang ditentukan. Walau Herodes sungguh gusar atas sikap Yesus, ia tidak kehilangan visi tujuan politik yang hendak dicapainya. Ia bertekad untuk tidak menjatuhkan hukuman mati kepada Kristus, baik karena ia mengalami suatu perasaan ngeri yang misterius serta tak dapat diungkapkan saat berada di hadapan-Nya, maupun karena ia masih merasa menyesal telah membunuh Yohanes Pembaptis. Di samping itu ia benci kepada para imam besar yang tidak mengijinkannya ambil bagian dalam kurban karena hubungan perzinahannya dengan Herodias.
Tetapi, alasan utama dari keputusannya untuk tidak menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus adalah bahwa ia ingin membalas penghormatan Pilatus, dan ia beranggapan cara terbaik untuk membalasnya adalah dengan menunjukkan rasa hormat atas keputusan dan persetujuan atas pendapatnya. Tetapi, ia berbicara dengan nada sangat menghina Yesus. Berpaling kepada para pengawal dan para hamba yang mengelilingi-Nya, yang berjumlah sekitar dua ratus orang, ia berkata, “Bawa pergi orang tolol ini dan berilah ganjaran yang setimpal bagi-Nya. Lebih tepat dikatakan Ia ini seorang gila daripada seorang penjahat.”
Tuhan kita segera dibawa ke sebuah halaman yang luas, di mana segala penghinaan dan penganiayaan dilampiaskan terhadap-Nya. Halaman ini terletak di antara dua sayap istana, dan Herodes berdiri menyaksikannya dari atas podium untuk beberapa waktu lamanya. Hanas dan Kayafas ada di sampingnya, terus berusaha membujuknya untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Juruselamat kita. Tetapi usaha mereka tak membuahkan hasil, dan Herodes menjawab dengan suara yang cukup keras hingga dapat didengar oleh para prajurit Romawi, “Tidak, aku bertindak salah jika aku menghukum-Nya.” Maksudnya ialah bahwa adalah salah menjatuhkan hukuman atas seseorang yang oleh Pilatus dinyatakan tak bersalah, meskipun Pilatus telah memberikan kehormatan padanya untuk menentukan keputusan terakhir.
Ketika para imam besar dan para musuh Yesus yang lain mendapati bahwa Herodes telah berketetapan untuk tidak memenuhi keinginan mereka, mereka mengirimkan utusan-utusan ke bagian kota yang disebut Acre, yang mayoritas penduduknya adalah kaum Farisi, guna memberitahukan bahwa mereka harus berkumpul di sekitar istana Pilatus, mengumpulkan khalayak ramai, menyuap mereka untuk mengadakan huru-hara serta menuntut dijatuhkannya hukuman mati atas Tuhan kita. Mereka juga mengirimkan utusan-utusan rahasia guna menggelisahkan rakyat dengan ancaman-ancaman murka ilahi jika mereka tidak mendesak agar Yesus, yang mereka sebut sebagai penghujat Allah, dijatuhi hukuman mati. Para utusan ini juga diperintahkan untuk menakut-nakuti dengan mengintimidasi warga bahwa jika Yesus tidak dihukum mati, Ia akan berpihak kepada bangsa Romawi dan membantu mereka dalam membinasakan bangsa Yahudi, sebab itulah yang dimaksudkan-Nya saat Ia berbicara tentang kerajaan-Nya yang akan datang. Mereka berusaha menyebarluaskan berita di bagian-bagian lain kota bahwa Herodes telah menjatuhkan hukuman mati atas-Nya, namun demikian tetap dipandang perlu rakyat juga menyatakan keinginan mereka, sebab para pengikut-Nya patut diwaspadai, sebab jika Ia dibebaskan, Ia akan bergabung dengan bangsa Romawi, menimbulkan kekacauan pada hari raya, dan melakukan balas dendam yang paling biadab. Sebagian di antara mereka menyebarkan berita-berita yang sebaliknya, pula berita-berita yang mencemaskan guna menggelisahkan penduduk dan memicu pemberontakkan; sementara yang lain membagi-bagikan uang di antara para prajurit untuk menyuap mereka agar bertindak keji terhadap Yesus, hingga mengakibatkan kematian-Nya, yang begitu ingin mereka lakukan secepat mungkin, kalau-kalau Pilatus membebaskan-Nya.
Sementara kaum Farisi menyibukkan diri dengan perkara-perkara ini, Juruselamat kita yang Terberkati menderita aniaya yang paling dahsyat dari para prajurit yang brutal, kepada siapa Herodes menyerahkan-Nya agar diperolok sebagai seorang tolol. Mereka menyeret Yesus ke halaman, salah seorang dari mereka mendapatkan sebuah karung putih besar yang dulunya karung kapas, mereka membuat lubang di tengahnya dengan pedang, lalu melambung-lambungkannya ke atas kepala Yesus, setiap tindakan disertai dengan tawa riuh-rendah yang paling memuakkan. Seorang prajurit lain membawa sebuah jubah usang berwarna merah, melilitkannya sekeliling leher-Nya, sementara para prajurit yang lain berlutut di hadapan-Nya - meninju-Nya - menganiaya-Nya - meludahi-Nya - menampar pipi-Nya, sebab Ia tidak mau menjawab raja, mengolok-olok-Nya dengan berpura-pura menghaturkan sembah - melemparkan lumpur kepada-Nya - menjerat pinggang-Nya, berpura-pura mengajak-Nya menari; lalu, setelah mencampakkan-Nya, menyeret-Nya dalam sebuah selokan yang mengalir di samping halaman, mengakibatkan kepala-Nya yang kudus membentur pilar-pilar dan dinding-dinding tembok. Akhirnya mereka membuat-Nya berdiri kembali, hanya untuk melanjutkan aniaya mereka. Para prajurit dan hamba Herodes yang berkumpul di halaman ini berjumlah hingga dua ratus orang, dan semua beranggapan berbuat jasa bagi raja dengan menganiaya Yesus dengan jenis kekejian yang baru. Banyak di antara mereka yang disuap oleh para musuh Yesus agar memukul-Nya di bagian kepala dengan tongkat-tongkat mereka, dan mereka mempergunakan kesempatan dalam kekacauan dan keributan ini untuk melakukannya. Yesus memandang mereka semua dengan penuh belas kasihan. Rasa sakit yang luar biasa terkadang menyebabkan-Nya merintih dan mengerang, tetapi para musuh-Nya bersukacita atas sengsara-Nya, mengejek erangan-Nya, dan tak satu pun dari antara orang banyak itu yang memperlihatkan barang sedikit pun rasa belas kasihan. Aku melihat darah mengalir dari kepala-Nya, tiga kali pukulan yang hebat membuat-Nya jatuh terkapar. Para malaikat menangis di samping-Nya, mereka meminyaki kepala-Nya dengan balsam surgawi. Dinyatakan kepadaku bahwa jika bukan karena pertolongan surgawi ini, pastilah Ia telah mati karena luka-luka-Nya itu. Orang-orang Filistin di Gaza, yang melampiaskan murka mereka dengan menyiksa Simson malang yang buta, masih jauh dari keji dibandingkan algojo-algojo biadab Tuhan kita.
Namun demikian, para imam sudah tak sabar untuk segera kembali ke Bait Allah, sebab itu, setelah meyakinkan bahwa instruksi-instruksi mereka atas Yesus dilaksanakan, mereka kembali kepada Herodes dan berusaha membujuknya untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Tuhan kita. Tetapi, Herodes, yang telah berketetapan untuk menyenangkan hati Pilatus, menolak mengabulkan keinginan mereka dan mengirimkan Yesus kembali dengan berpakaian bagaikan seorang tolol.
Bersambung........
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar