Minggu, 20 Januari 2013

Yesus Membungkuk dan Menulis di Tanah; dan Mereka yang Berdiri Justru Pergi dengan Kepala Tertunduk
oleh: P. Gregorius Kaha, SVD


Pada zaman Yesus, masyarakat cenderung dipisahkan menurut golongannya. Orang Farisi adalah salah satu contohnya: golongan ini memisahkan diri dari rakyat kebanyakan atas nama hidup keagamaan. Mereka memposisikan diri sebagai orang-orang yang setia menjaga warisan tradisi dan lebih berhak mengajarkannya. Mereka juga cenderung melihat dan mengajarkan bahwa dosa sebagai kutukan / hukuman dari Allah. Dosa seperti virus yang menjalar, maka setiap pendosa harus dijauhkan / dikucilkan, bahkan dibinasakan.

Tetapi ketika Yesus tampil, semua pandangan macam itu dijungkirkbalikkan. Ada konflik, tetapi sikap Yesus jelas: Allah Bapa adalah Pengasih dan Penyayang. Tuhan merindukan pertobatan bagi kaum berdosa. Dalam kerangka pikir inilah kita coba memahami kisah Injil tentang orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang membawa kepada Yesus seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.

Secara hukum memang orang ini harus dirajam, tetapi kata Yesus, “Barangsiapa yang tidak berdosa hendaklah dia yang pertama melemparkan batu ke perempuan ini.” Tetapi tak ada satu pun yang melakukan; malah ketika Yesus membungkuk dan menulis di tanah, Kitab Suci katakan mereka pergi meninggalkan perempuan itu satu persatu mulai dari yang paling tua.

Beberapa orang berusaha keras menafsir apa kata-kata yang ditulis Yesus di atas tanah itu?
Lain lagi berusaha mencari tahu, dengan bahasa apa Yesus menulis?
Yesus menggunakan tangan atau alat bantu menulis?
Kenapa yang paling tua dahulu? dll

Cara ini baik juga, tetapi lebih bermanfaat kalau kita melihat apa arti simbolik dari
tindakan Yesus dengan “membungkuk dan menulis di tanah.”

Pertama, Yesus mau menunjukkan bahwa manusia itu rapuh; dia dari debu tanah dan akan kembali kepada debu tanah juga. Dalam Kitab Kejadian kerapuhan manusia selalu dilukiskan dengan debu tanah, artinya manusia itu fana dan tidak sempurna. Kerapuhan manusia ini. selalu menjadi akar manusia jatuh dalam dosa dan salah.

Kedua, Yesus mau menunjukkan bahwa karena manusia itu rapuh dan tidak sempurna, dia tidak mempunyai hak apa-apa untuk menghakimi sesamanya. Sikap menganggap diri lebih baik, lebih benar, lebih saleh, dll itu menjadi pemicu lahirnya kecenderungan selalu mempersalahkan orang lain dan tidak peduli pada kepentingan banyak orang.

Ketiga, dengan membungkuk dan menulis di tanah, Yesus mau menunjukkan bahwa dosa kesalahan manusia sebesar apa pun diampuni oleh Tuhan. Menulis sesuatu di tanah: gampang hapus dan lenyap, tidak bisa disimpan. Mengapa manusia tidak bisa memaafkan atau mengampuni satu sama lain?


Pesan untuk kita

1. Kalau kita selama ini berdiri seperti “orang Farisi dan ahli Taurat” yang suka menghakimi sesama, maka kata-kata Yesus tepat buat kita, “Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Sesudah mendengar dan melihat apa yang dilakukan Yesus, para penuduh itu melepaskan batu satu demi satu, lalu pergi sambil menundukkan kepala. Kalau masih ada “batu-batu” digenggamanmu yang siap engkau lemparkan kepada sesama, lepaskanlah itu karena pada hakekatnya, kita tidak lebih baik dari mereka.

2. Kalau kita berdiri seperti “perempuan dalam kisah Injil tadi” yang dihukum dan mau dibinasakan, tetapi dibela dan diselamatkan oleh Yesus, maka kata-kata Yesus boleh kita renungkan, “Aku pun tidak menghukum engkau, pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

Semoga di masa tobat ini, kita sanggup melepaskan sikap ingat diri kita, dan memandang kepentingan banyak orang dengan hati tulus dan jujur.
 
 
 
 Sumber : http://www.indocell.net/yesaya/pustaka/id55.htm
 
 

Tidak ada komentar: