Rabu, 15 Juni 2011

Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus(Bagian 1)



 Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus
mistikus, stigmatis, visionaris (1774 - 1824)



“THE DOLOROUS PASSION OF OUR LORD JESUS CHRIST
FROM THE MEDITATIONS OF ANNE CATHERINE EMMERICK”
as recorded in the journal of Clemens Brentano


  

Riwayat Singkat
B. Anna Katharina Emmerick



Anna Katharina Emmerick dilahirkan pada tanggal 8 September 1774 di Flamsche, wilayah Keuskupan Münster, Westphalia, Jerman.

Anna Katharina berasal dari keluarga petani miskin. Kesehatannya kurang baik semenjak ia masih kecil. Sejak kanak-kanak, Anna Katharina telah mendapat anugerah penglihatan dan nubuat. Penglihatan dan nubuat ini begitu sering, sehingga Anna Katharina kecil beranggapan bahwa semua anak dapat melihat Yesus dan Bunda Maria, para kudus, dan jiwa-jiwa di api penyucian. Ia dapat mendiagnosa penyakit dan menyarankan pengobatannya, pula ia dapat melihat dosa-dosa orang.

Anna Katharina membantu bekerja di pertanian keluarganya. Ia juga bekerja sebagai penjahit dan pembantu rumah tangga seorang organis miskin di mana ia belajar alat musik tersebut. Ketika usianya duapuluh delapan tahun (1802) ia masuk biara Agustinian di Agnetenberg, Dülmen. Dalam biara ini, ia puas diperlakukan sebagai yang terendah dalam biara.

Para biarawati lainnya amat heran dan merasa terganggu oleh kemampuannya yang aneh, kesehatannya yang buruk dan ekstase-ekstase yang dialaminya baik di gereja, di kamar tidur, maupun di tempat kerjanya. Sebab itu, ia diperlakukan dengan sikap antipati. Ketika biara ditutup atas instruksi pemerintah pada tahun 1811, Anna Katharina pindah ke rumah seorang janda miskin. Kesehatan Anna Katharina semakin memburuk, dan akhirnya, bukannya menjadi pembantu, ia malahan menjadi pasien.

Pada tanggal 29 Desember 1811, pukul tiga sore, Yesus yang tersalib menampakkan diri kepadanya dengan luka-luka-Nya memancarkan sinar cahaya. Sinar itu menembusi kedua tangan, kaki dan lambungnya bagaikan panah. Stigmata di kepalanya, yang dianugerahkan kepadanya saat usianya 24 tahun, juga mulai meneteskan darah hingga ia harus membalut kepalanya dengan perban. Pada tahun 1812, tanda salib muncul di dadanya. Karunia stigmata yang diterimanya disertai juga dengan karunia inedia, yaitu hidup tanpa makanan, hanya dari Komuni Kudus saja, sepanjang hidupnya. Anna Katharina berusaha menyembunyikan luka-lukanya, tetapi kabar mengenai hal itu akhirnya tersebar juga, dan Bapa Vikaris Jenderal menetapkan dilakukannya suatu penelitian yang panjang serta terperinci.

Bapa Vikjen bersama tiga orang ahli medis melakukan penelitian dengan cermat dan seksama hingga mereka yakin akan kekudusan “Beguine yang saleh,” demikian ia disebut, dan akan keaslian stigmata. Pada tahun 1819, pemerintah melakukan penyelidikan mereka sendiri. Dalam keadaan sakit hampir mati, Anna Katharina dipenjarakan, diancam dan ada di bawah pengawasan ketat 24 jam sehari.

Setelah tiga minggu berlalu, komisi tersebut pada akhirnya menyerah. Mereka pergi tanpa menemukan suatu pun yang mencurigakan, tak dapat membujuk Anna Katharina untuk mengubah kesaksiannya, dan gagal mempublikasikan penemuan mereka. Ketika dipaksa melapor, mereka menyatakan bahwa fenomena tersebut palsu, tetapi mereka tidak dapat menjelaskan mengapa mereka berkesimpulan demikian, atau mengapa mereka tidak mempublikasikan penemuan-penemuan mereka.

Ketika seorang penulis bernama Clemens Brentano mengunjunginya, Anna Katharina mengatakan bahwa ia telah melihatnya dalam suatu penglihatan dan bahwa Clemens akan menuliskan catatan tentang penglihatan-penglihatan serta nubuat-nubuat yang diterimanya. Demikianlah, setiap hari selama lima tahun, Clemens mencatat pesan-pesan, serta menerjemahkan catatan tersebut dari dialek Westphalian, dialek Anna Katharina, ke bahasa Jerman. Setiap kali, ia meminta Anna Katharina untuk memeriksa serta memberikan persetujuan atas tulisannya.

Sepanjang musim panas tahun 1823, kesehatan Anna Katharina semakin memburuk. Seperti biasa, ia mempersatukan segala penderitaannya dengan penderitaan Yesus, serta mempersembahkannya bagi keselamatan segenap umat manusia. Anna Katharina wafat pada tanggal 9 Februari 1824.

Oleh karena tersiar kabar angin bahwa jenazahnya dicuri orang, maka kuburnya dibuka kembali enam minggu kemudian dan didapati tubuhnya masih dalam keadaan segar, tanpa tanda-tanda kerusakan. Jenazah Anna Katharina Emmerick dipindahkan ke Gereja Salib Suci di Dülmen, Jerman pada tanggal 15 Februari 1975.

Pada tahun 1833, tulisan-tulisan yang dibuat oleh Clemens Brentano dipublikasikan sebagai “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ according to the Meditations of Anne Catherine Emmerich” (Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus dari Meditasi B. Anna Katharina Emmerick). Menyusul pada tahun 1852, “The Life of The Blessed Virgin Mary” dan tiga jilid “Life of Our Lord” dari tahun 1858 hingga 1880 (Kisah Hidup dan Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus dan BundaNya serta Misteri-misteri Perjanjian Lama). Sementara banyak karya-karya wahyu yang demikian berhubungan erat dengan sisi kerohanian dan gagasan penerima wahyu, ketiga tulisan tersebut sungguh merupakan karangan yang terus terang dan jelas dengan rincian gambaran akan peristiwa-peristiwa, dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Cukup banyak bagian dari tulisan Anna Katharina yang menjadi dasar pembuatan film “The Passion of the Christ” oleh Mel Gibson.

Vatican sendiri menganjurkan umat beriman membaca tulisan-tulisan Clemens Brentano berdasarkan kisah penglihatan biarawati Agustinian ini, sebagaimana dinyatakan dalam biografi Anna Katharina Emmerick yang dimuat secara online di situs resmi Vatican, “Kata-katanya, yang telah menjangkau begitu banyak orang yang tak terhitung banyaknya dalam berbagai macam bahasa, yang dituturkannya dari kamarnya yang sederhana di Dülmen melalui tulisan-tulisan Clemens Brentano, sungguh merupakan suatu pemakluman luar biasa Injil demi keselamatan hingga saat ini.”

Pada tanggal 24 April 2001 Anna Katharina Emmerick dimaklumkan sebagai Venerabilis (= Yang Pantas Dihormati) dan pada tanggal 3 Oktober 2004 dinyatakan sebagai Beata (= Yang Berbahagia) oleh Paus Yohanes Paulus II. Pestanya dirayakan pada tanggal 9 Februari.

“Anna Katharina Emmerick mengisahkan “dukacita sengsara Tuhan kita Yesus Kristus” dan mengamalkannya dalam tubuhnya. Kenyataan mengenai puteri petani miskin, yang dengan gigih berusaha dekat dengan Tuhan dan kemudian terkenal sebagai “Mistikus dari Tanah Münster” ini sungguh merupakan karya rahmat ilahi.”
~ Paus Yohanes Paulus II



 Pengantar kepada Meditasi
Siapa pun yang mencoba membandingkan meditasi berikut dengan kisah singkat Perjamuan Malam Terakhir seperti yang tercatat dalam Injil akan mendapati sedikit perbedaan di antara keduanya. Suatu penjelasan akan diberikan mengenai hal ini, walau tak akan pernah dapat cukup menanamkan kesan kepada pembaca bahwa tulisan-tulisan berikut sama sekali tak bermaksud menambah barang satu iota pun pada Kitab Suci seperti yang telah ditafsirkan oleh Gereja.

Sr Emmerick melihat peristiwa-peristiwa Perjamuan Malam Terakhir berlangsung dengan urut-urutan sebagai berikut: - anak domba Paskah dikurbankan dan dipersiapkan di ruang perjamuan; Tuhan kita menyampaikan pengajaran dalam peristiwa tersebut - mereka yang hadir mengenakan pakaian bagai seorang yang hendak bepergian, dan sementara berdiri, makan daging anak domba dan hidangan lain seperti yang ditentukan hukum - cawan anggur dua kali disajikan kepada Tuhan kita, tetapi Ia tidak minum pada hidangan yang kedua; Yesus membagikan anggur kepada para rasul-Nya dengan berkata: Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini, dst. Lalu mereka duduk; Yesus berbicara mengenai si pengkhianat; Petrus khawatir jangan-jangan dialah itu; Yudas menerima dari Tuhan sepotong roti yang dicelupkan, yang merupakan tanda bahwa dialah itu; persiapan dilakukan untuk pembasuhan kaki; Petrus berusaha mencegah kakinya dibasuh; lalu penetapan Ekaristi Kudus: Yudas menyambut komuni dan sesudahnya ia meninggalkan rumah; minyak-minyak dikuduskan, dan intruksi-instruksi mengenainya disampaikan; Petrus dan para rasul yang lain menerima tahbisan; Tuhan kita menyampaikan pengajaran-Nya yang terakhir; Petrus memprotes bahwa ia tidak akan pernah meninggalkan Guru-nya; dan lalu perjamuan malam berakhir. Dengan urut-urutan seperti di atas, pada awalnya, seolah-olah tulisan berikut tidak sesuai dengan Injil St Matius (26:29), dan St Markus (14:25), di mana kata-kata: Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini, dst, diucapkan sesudah konsekrasi; tetapi dalam Injil St Lukas, kata-kata tersebut diucapkan sebelum konsekrasi. Sebaliknya, dalam tulisan ini, segala sesuatu mengenai Yudas sang pengkhianat, sesuai dengan Injil St Matius dan St Markus, yakni terjadi sebelum konsekrasi; sementara dalam Injil St Lukas terjadi sesudahnya. St Yohanes, yang tidak menceriterakan kisah penetapan Ekaristi Kudus, membuat kita mengerti bahwa Yudas segera pergi sesudah Yesus memberinya roti (13:30); tetapi kemungkinan yang terjadi, seperti dalam tulisan-tulisan para Penginjil lainnya, Yudas menyambut Komuni Kudus dalam dua rupa; beberapa Bapa Gereja - St Agustinus, St Gregorius Agung, dan St Leo Agung - pula tradisi Gereja Katolik, menyatakan dengan jelas bahwa demikianlah yang terjadi. Di samping itu, jika urutan peristiwa yang disampaikan St Yohanes kita artikan secara harafiah, maka ia akan bertentangan dengan, bukan saja St Matius dan St Markus, melainkan juga dirinya sendiri, sebab dalam bab 13:2 hingga bab 13:11, dikisahkan bahwa Yudas juga dibasuh kakinya. Pembasuhan kaki terjadi sesudah makan anak domba Paskah, dan penting dicatat bahwa saat makan itulah Yesus memberikan roti kepada sang pengkhianat. Nyata di sini bahwa para Penginjil, seperti pada beberapa bagian tulisan mereka, mencurahkan perhatian mereka pada kisah suci sebagai suatu kesatuan, dan tidak merasa wajib menceritakan setiap detail peristiwa dengan urutan yang tepat sama; dengan demikian menjelaskan sepenuhnya apa yang tampaknya saling bertentangan dalam kisah-kisah Injil. Pembaca yang bijaksana akan memandang kisah-kisah berikut sebagai kisah sederhana dengan kesesuaian yang wajar dengan Injil, daripada sebagai kisah sejarah dengan mempersoalkan hal-hal kecil yang tidak penting dengan yang ada dalam Kitab Suci.


Meditasi I
Persiapan Paskah

Kamis Putih, 13 Nisan (29 Maret)

Kemarin sore merupakan perjamuan besar terakhir Tuhan kita dan para murid-Nya di depan publik; perjamuan berlangsung di rumah Simon si Kusta, di Betania; Maria Magdalena untuk terakhir kalinya mengurapi kaki Yesus dengan minyak berharga. Yudas sangat mendongkol karena peristiwa ini dan segera bergegas menuju Yerusalem lagi untuk bersekongkol dengan para imam besar untuk menyerahkan Yesus ke dalam tangan mereka. Setelah perjamuan, Yesus kembali ke rumah Lazarus, sementara sebagian dari para Rasul pergi ke penginapan yang terletak di luar Betania. Malam itu, Nikodemus datang lagi ke rumah Lazarus dan berbincang-bincang lama dengan Tuhan kita; sebelum matahari menyingsing ia kembali ke Yerusalem dengan disertai Lazarus sepanjang separuh perjalanan.

Para murid telah bertanya kepada Yesus di manakah Ia hendak merayakan Paskah. Hari ini, sebelum fajar, Tuhan kita memanggil Petrus, Yakobus dan Yohanes dan berbicara beberapa waktu lamanya dengan mereka mengenai segala sesuatu yang harus mereka persiapkan dan pesan di Yerusalem. Yesus mengatakan bahwa saat mereka mendaki Bukit Sion, mereka akan menjumpai seorang laki-laki yang membawa sebuah tempayan air. Mereka kenal baik dengan orang ini, sebab pada perjamuan Paskah terakhir di Betania, dialah yang mempersiapkan perjamuan bagi Yesus, itulah sebabnya mengapa St Matius menyebutnya: si Anu. Hendaknya mereka mengikuti dia ke rumah dan mengatakan kepadanya: “Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku” (Mat 26:18). Maka, kepada mereka akan ditunjukkan ruang perjamuan, dan mereka harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan.

Aku melihat Petrus dan Yohanes naik ke Yerusalem, menyusuri ngarai sempit yang curam, menuju selatan Bait Allah, ke arah sisi utara Sion. Di sisi selatan bukit di mana Bait Allah berdiri, terdapat beberapa deretan rumah; mereka berjalan di seberang rumah-rumah ini, mengikuti aliran air yang deras yang melintas di antara deretan rumah dan tempat mereka berada. Sesampai di puncak Bukit Sion, yang lebih tinggi dari bukit Bait Suci, mereka mengarahkan langkah kaki menuju selatan, dan, tepat pada permulaan suatu tanjakan kecil, bertemu dengan orang yang dimaksud oleh Guru mereka; mereka mengikutinya dan mengatakan kepadanya seperti yang diperintahkan Yesus. Laki-laki ini sungguh bergirang hati mendengar perkataan mereka, dan menjawab bahwa suatu perjamuan telah diminta agar dipersiapkan di rumahnya (mungkin oleh Nikodemus), tetapi ia tidak tahu untuk siapa, karenanya ia senang mengetahui bahwa perjamuan tersebut diperuntukkan bagi Yesus. Nama orang ini adalah Heli; ia adalah saudara ipar Zakharia dari Hebron, di rumahnyalah Yesus pada tahun sebelumnya memaklumkan wafat St Yohanes Pembaptis. Heli hanya mempunyai seorang putera, yang adalah seorang Lewi dan sahabat St Lukas sebelum St Lukas dipanggil Tuhan kita; di samping itu ia mempunyai lima orang puteri yang semuanya belum menikah. Bersama para pembantunya, setiap tahun Heli pergi untuk merayakan Paskah; ia menyewa sebuah ruangan dan mempersiapkan Paskah bagi orang-orang yang tidak mempunyai teman tempat menumpang di kota. Tahun ini, ia menyewa sebuah ruang perjamuan milik Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea. Ia menunjukkan kepada kedua rasul itu tempat dan tata ruang perjamuan.


Meditasi II
Ruang Perjamuan

Di sebelah selatan Bukit Sion, tak jauh dari reruntuhan Benteng Daud dan pasar yang diadakan di jalan naik menuju benteng, ke arah timur, berdiri sebuah bangunan kuno yang kokoh, di antara deretan pohon yang lebat, di tengah suatu halaman yang luas, yang dikelilingi tembok-tembok yang tebal. Di sebelah kanan dan kiri pintu masuknya, terlihat bangunan-bangunan lain menempel pada temboknya, teristimewa di sebelah kanan, di mana berdiri tempat tinggal major-domo, dan di dekatnya, rumah di mana Santa Perawan dan para perempuan kudus menghabiskan sebagian besar waktu mereka setelah wafat Yesus. Ruang perjamuan, yang dulunya lebih besar, pada mulanya ditinggali oleh para kapten Daud yang gagah berani, yang belajar mempergunakan perangkat senjata di sana.

Sebelum Bait Allah dibangun, Tabut Perjanjian disimpan di sana untuk jangka waktu yang sangat lama, bekas-bekasnya masih dapat ditemukan di suatu ruang bawah tanah. Aku juga melihat Nabi Maleakhi bersembunyi di bawah atap yang sama ini: di sana ia menulis nubuat-nubuatnya mengenai Sakramen Mahakudus dan Kurban Perjanjian Baru. Salomo menaruh hormat terhadap rumah ini, dan melangsungkan di dalamnya tindakan-tindakan simbolis yang mengandung perlambang, yang telah terlupakan olehku. Pada waktu sebagian besar Yerusalem dihancurkan oleh bangsa Babilon, rumah ini tidak ikut dimusnahkan. Aku melihat banyak hal lain mengenai rumah ini, tetapi aku hanya ingat apa yang sekarang aku sampaikan.

Bangunan ini dalam keadaan bobrok dan terbengkalai saat jatuh ke tangan Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea, yang kemudian menata bangunan utama dengan sangat serasi, dan menjadikannya suatu ruang perjamuan bagi orang-orang asing yang datang ke Yerusalem dengan tujuan untuk merayakan Paskah. Demikianlah Tuhan kita mempergunakan ruangan ini tahun sebelumnya. Di samping itu, rumah dan bangunan-bangunan sekitarnya berfungsi sebagai gudang untuk monumen dan batu-batu lainnya, dan sebagai bengkel bagi para pekerja; sebab Yusuf dari Arimatea memiliki tambang-tambang berharga di negeri asalnya, dari mana ia mendatangkan batu-batu besar agar para pekerjanya dapat membentuknya, dalam pengawasannya langsung, menjadi batu-batu makam, hiasan rumah, juga pilar-pilar untuk dijual. Nikodemus bekerjasama dengan Yusuf dari Arimatea dalam usaha ini; ia sendiri biasa menghabiskan banyak waktu senggangnya dengan memahat. Ia bekerja dalam suatu ruangan, atau suatu apartemen bawah tanah, terkecuali pada hari-hari perayaan; pekerjaan inilah yang membuatnya mengenal Yusuf dari Arimatea; mereka kemudian bersahabat dan seringkali bekerjasama dalam berbagai transaksi dagang.

Pagi ini, sementara Petrus dan Yohanes sedang bercakap-cakap dengan orang yang telah menyewa ruang perjamuan, aku melihat Nikodemus berada dalam bangunan di sebelah kiri halaman, di mana banyak sekali bebatuan ditata sepanjang lorong menuju ke ruang perjamuan. Seminggu sebelumnya, aku melihat beberapa orang sibuk menempatkan bebatuan di satu sisi, membersihkan halaman dan mempersiapkan ruang perjamuan untuk perayaan Paskah; bahkan tampak olehku sebagian dari para murid Tuhan kita ada di antara mereka, mungkin Aram dan Theme, saudara-saudara sepupu Yusuf dari Arimatea.

Ruang perjamuan, begitulah disebut, terletak hampir di tengah halaman; panjangnya lebih dari lebarnya; dikelilingi suatu barisan pilar pendek, dan jika ruang di antara pilar-pilar itu telah dibersihkan, akan membentuk suatu ruang dalam besar tersendiri, sebab seluruh bangunan besar itu terbuka, hanya biasanya, terkecuali pada kesempatan-kesempatan khusus, lorong-lorong ini ditutup. Ruangan mendapatkan cahaya dari lubang-lubang di atas tembok. Di depan, pertama-tama terdapat sebuah ruang depan dengan tiga pintu masuk, sesudahnya ruang dalam yang besar di mana beberapa lentera digantungkan dari platform; tembok-tomboknya sebagian ke atas dihias dalam rangka perayaan dengan tikar atau permadani dinding yang indah, sebuah lubang dibuat di atap, dilapisi dengan kain kasa biru transparan.

Bagian belakang ruangan ini dipisahkan dari bagian lainnya dengan sebuah tirai, juga dari kain kasa biru transparan. Pembagian ruang perjamuan menjadi tiga bagian menjadikannya serupa dengan Bait Allah - pelataran luar, Tempat Kudus, dan Tempat Yang Mahakudus dari Yang Kudus. Di bagian akhir pembagian ini, di kedua sisinya, ditempatkan pakaian dan segala keperluan lain yang diperlukan untuk perayaan. Di tengah-tengahnya terdapat semacam altar. Suatu meja batu dengan tiga anak tangga, berbentuk empat persegi panjang, muncul dari tembok: pastilah merupakan bagian atas tungku yang dipergunakan untuk memanggang anak domba Paskah, sebab hari ini anak-anak tangga itu cukup panas sepanjang perjamuan. Tak dapat aku menggambarkan secara terperinci semuanya yang ada dalam ruangan ini, tetapi segala macam persiapan dilakukan di sana untuk Perjamuan Malam Paskah. Di atas perapian atau altar ini, terdapat semacam ceruk di dinding, di depannya aku melihat gambar anak domba Paskah, dengan pisau tertancap di lehernya, dan darah tampak jatuh tetes demi tetes ke atas altar; tetapi aku tak dapat mengingat dengan jelas bagaimana hal itu dilakukan. Dalam sebuah ceruk di dinding terdapat tiga lemari dengan berbagai warna, bentuknya serupa tabernakel kita, untuk membuka atau menutup. Sejumlah bejana yang dipergunakan dalam perayaan Paskah disimpan di sana; sesudahnya, Sakramen Mahakudus yang disimpan di dalamnya.

Di ruangan-ruangan samping dari ruang perjamuan, terdapat beberapa bantalan, di mana gulungan seprei yang tebal ditempatkan; bantalan panjang ini dapat pula dipergunakan untuk tidur. Terdapat gudang-gudang bawah tanah yang luas di bawah seluruh bangunan ini. Tabut Perjanjian dulunya disimpan tepat di bawah tempat di mana perapian kemudian dibangun di atasnya. Lima saluran pembuangan, di bawah rumah, berfungsi untuk mengalirkan kotoran ke lereng bukit, di mana rumah didirikan. Sebelumnya aku melihat Yesus berkhotbah dan melakukan mukjizat-mukjizat penyembuhan di sana; para murid seringkali bermalam di ruangan-ruangan samping.


 Meditasi III
Persiapan Perjamuan Anak Domba Paskah

Ketika para murid telah selesai berbicara dengan Heli dari Hebron, Heli pulang ke rumah lewat lapangan, sementara mereka berbelok ke kanan dan bergegas menuruni sisi utara bukit, melintasi Sion. Lalu, mereka menyeberangi sebuah jembatan dan menyusuri suatu jalanan yang penuh semak duri, tiba di seberang ngarai yang terletak di depan Bait Allah, dan di sisi deretan rumah yang ada di selatan bangunan. Di sana berdirilah rumah Simeon tua, yang wafat di Bait Allah setelah Kanak-kanak Yesus dipersembahkan di sana; putera-putera Simeon, yang sebagian di antaranya secara sembunyi-sembunyi menjadi murid Yesus, tinggal di sana. Para rasul berbicara kepada seorang dari mereka: seorang lelaki berperawakan tinggi dan berkulit gelap, yang memegang jabatan di Bait Allah. Bersamanya, para rasul menuju sisi timur Bait Suci, melalui wilayah Ophel yang dilalui Yesus saat Ia masuk ke Yerusalem pada hari Minggu Palma, lalu menuju pasar hewan yang ada di kota, di sebelah utara Bait Allah. Di sebelah selatan pasar, aku melihat kandang-kandang kecil di mana anak-anak domba yang elok sedang bermain-main. Di sinilah anak-anak domba Paskah dibeli. Aku melihat putera Simeon masuk ke dalam salah satu kandang; anak-anak domba segera berloncatan sekelilingnya seolah mereka mengenalnya. Ia memilih empat ekor dari antara mereka, yang dibawa ke ruang perjamuan. Siang itu, aku melihatnya di ruang perjamuan, sibuk mempersiapkan anak domba Paskah.

Aku melihat Petrus dan Yohanes pergi ke beberapa tempat di kota dan memesan berbagai macam barang. Aku melihat mereka juga berdiri di depan pintu sebuah rumah yang terletak di sebelah utara Bukit Kalvari, di mana para murid Yesus biasa menumpang, rumah milik Serafia (yang kelak dikenal sebagai Veronica). Petrus dan Yohanes mengutus beberapa murid dari sana ke ruang perjamuan, menyampaikan beberapa arahan tugas kepada mereka, yang telah terlupakan olehku.

Mereka juga masuk ke dalam rumah Serafia, di mana mereka harus mempersiapkan beberapa hal. Suami Serafia, yang adalah seorang anggota sidang, biasanya tidak berada di tempat, sibuk dengan usahanya; tetapi walau ia di rumah, Serafia jarang bertemu dengannya. Serafia adalah seorang perempuan yang kurang lebih sebaya dengan Santa Perawan; telah lama ia berhubungan baik dengan Keluarga Kudus; pada waktu Kanak-kanak Yesus tinggal tiga hari lamanya di Yerusalem setelah perayaan, dialah yang menyediakan makanan untuk-Nya.

Dari sana, di antara berbagai barang lain, kedua rasul mengambil piala yang nantinya dipergunakan Tuhan kita dalam penetapan Ekaristi Kudus.


Meditasi IV
Piala yang Dipergunakan
pada Perjamuan Malam Terakhir

Piala yang dibawa para rasul dari rumah Veronica sungguh indah sekaligus misterius. Telah lama piala ini disimpan dalam Bait Allah di antara barang-barang antik yang berharga; kegunaan dan asal-usulnya telah dilupakan orang. Dalam tingkat tertentu, hal yang sama terjadi dalam Gereja Kristiani di mana banyak barang-barang berharga yang telah dikuduskan terlupakan dan terabaikan dengan berlalunya waktu. Bejana-bejana dan barang-barang berharga kuno yang dikubur di bawah Bait Suci, kerapkali digali, dijual ataupun dilebur. Demikianlah, dengan perkenan Tuhan, bejana kudus ini, yang tak seorang pun pernah dapat meleburnya karena terbuat dari bahan yang tak dikenali, dan yang diketemukan oleh para imam di antara harta-milik Bait Suci, di antara barang-barang lain yang tak lagi dipergunakan, telah dijual kepada para kolektor barang antik. Piala ini kemudian dibeli oleh Serafia, digunakan beberapa kali oleh Yesus dalam perayaan-perayaaan; dan, sejak Perjamuan Malam Terakhir, menjadi milik eksklusif komunitas Kristiani yang kudus. Piala ini tidak senantiasa sama keadaannya seperti saat dipergunakan oleh Tuhan kita pada Perjamuan Malam Terakhir, dan mungkin dalam peristiwa itulah berbagai bagiannya untuk pertama kalinya disatukan.

Piala besar berdiri di atas sebuah piring, darimana semacam pegangan juga dapat ditarik, dan sekelilingnya terdapat enam gelas kecil. Dalam piala besar terdapat sebuah bejana yang lebih kecil, di atasnya terdapat sebuah piring kecil, dan diatasnya lagi terdapat sebuah tutup bulat. Sebuah sendok diselipkan di kaki piala dan dapat dengan mudah ditarik apabila hendak dipergunakan. Segala macam bejana ini dibungkus dengan kain lenan yang baik mutunya, dan, jika aku tidak salah ingat, dimasukkan dalam suatu wadah yang terbuat dari kulit. Piala besar terdiri dari cawan dan kakinya; kakinya itu pastilah disatukan dengan cawan pada masa sesudahnya, sebab terbuat dari bahan yang berbeda. Cawan berbentuk seperti buah per, ukurannya besar, berwarna gelap, digosok mengkilap, dengan hiasan-hiasan emas dan dua pegangan kecil dengan mana piala dapat diangkat. Kaki piala terbuat dari piala murni, dengan ukir-ukiran, berhiaskan seekor ular dan segerombol kecil anggur, pula bertahtakan batu-batu berharga.

Piala ditinggalkan di Gereja Yerusalem, dalam tangan St Yakobus Muda; aku melihatnya masih disimpan di kota itu - piala itu akan muncul kembali suatu hari kelak, dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Gereja-gereja lain menyimpan cawan-cawan kecil yang mengelilinginya; satu cawan dibawa ke Antiokhia, dan yang lain ke Efesus. Cawan-cawan itu menjadi milik para patriark yang meneguk suatu minuman misterius darinya saat mereka menerima atau memberikan Sakramen Mahakudus, seperti yang seringkali aku lihat.

Piala besar itu pada mulanya adalah milik Abraham. Melkisedek membawa piala bersamanya dari tanah Semiramis ke tanah Kanaan, pada waktu ia mulai mendapatkan tempat tinggal di tempat di mana sesudahnya Yerusalem dibangun; pada masa itu ia mempergunakan piala untuk mempersembahkan kurban, ketika ia mempersembahkan roti dan anggur di hadapan Abraham, dan ia meninggalkannya bagi patriark (bapa bangsa) yang kudus itu. Piala yang sama ini juga disimpan dalam bahtera Nuh.


 Meditasi V
Yesus Pergi ke Yerusalem

Pagi hari, sementara para rasul sibuk mempersiapkan Paskah di Yerusalem, Yesus, yang tetap tinggal di Betania, menyampaikan salam kasih perpisahan kepada para perempuan kudus, Lazarus dan BundaNya, serta menyampaikan pesan-pesan terakhir kepada mereka. Aku melihat Tuhan kita berbicara secara pribadi kepada BundaNya. Di antara hal-hal lainnya, Ia mengatakan kepada BundaNya bahwa Ia telah mengutus Petrus, rasul iman, dan Yohanes, rasul kasih, untuk mempersiapkan Paskah di Yerusalem. Mengenai Magdalena, yang kesedihannya sungguh luar biasa, Ia mengatakan bahwa kasihnya memang sangat besar, namun dalam tingkat tertentu masih manusiawi, dan bahwa dalam peristiwa ini duka mengakibatkannya bagaikan seorang yang kehilangan akal. Ia juga berbicara mengenai persekongkolan Yudas, dan Santa Perawan berdoa dengan sungguh untuk sang pengkhianat. Yudas, lagi, meninggalkan Betania menuju Yerusalem, dengan dalih membayar hutang-hutang yang belum terlunaskan. Ia menghabiskan sepanjang hari dengan bergegas kian kemari, dari satu Farisi ke yang lainnya, mematangkan rancangan-rancangan akhir bersama mereka. Kepadanya ditunjukkan para prajurit yang dipersiapkan untuk menangkap pribadi Juruselamat Ilahi kita, dan ia menjadwalkan segala perjalanannya dari sana ke sini agar dapat menjelaskan kepergiannya. Aku melihat segala rancangan dan pikirannya yang jahat. Pada dasarnya, Yudas seorang yang penuh semangat dan sedia menolong, tetapi, sifat-sifat baik ini terhimpit oleh ketamakan, ambisi, dan dengki, nafsu-nafsu jahat yang tak pernah ia kendalikan. Apabila Tuhan kita tidak ada, ia bahkan melakukan mukjizat-mukjizat dan menyembuhkan mereka yang sakit.     

Pada waktu Tuhan kita memaklumkan kepada BundaNya apa yang akan terjadi, BundaNya mohon dengan sangat, dengan kata-kata yang amat menyentuh hati, untuk memperkenankannya mati bersama-Nya. Tetapi, Yesus mendorong Santa Perawan untuk menunjukkan ketegaran hati dalam dukacita lebih daripada para perempuan lainnya; mengatakan bahwa Ia akan bangkit kembali, dan menyebutkan nama tempat di mana Ia akan menampakkan diri kepadanya. Santa Perawan tidak banyak mencucurkan airmata, namun demikian dukacitanya tak terlukiskan, ada sesuatu yang sangat memilukan dalam tatapan matanya. Tuhan Ilahi kita menyampaikan terima kasih, sebagai seorang Putra yang terkasih, atas segala kasih sayang BundaNya kepada DiriNya, dan Ia mendekapnya erat dekat hati-Nya. Yesus juga mengatakan kepada BundaNya bahwa Ia akan mengadakan Perjamuan Malam Terakhir bersamanya, dalam roh, dan menyebutkan jam bilamana BundaNya akan menerima Tubuh dan DarahNya yang Mahasuci. Lalu sekali lagi Ia, dengan kata-kata yang menrenyuhkan hati, mengucapkan selamat tinggal kepada semuanya, dan menyampaikan kepada mereka masing-masing nasehat yang berbeda.

Kira-kira pukul duabelas siang, Yesus bersama sembilan rasul-Nya pergi dari Betania ke Yerusalem, dengan disertai pula oleh tujuh murid, yang, terkecuali Nataniel dan Silas, datang dari Yerusalem dan daerah sekitarnya. Di antara mereka adalah Yohanes, Markus, dan putera janda miskin yang pada hari Kamis sebelumnya mempersembahkan dua pesernya di Bait Allah, sementara Yesus berkhotbah di sana. Yesus mengajak serta putera janda itu dalam rombongan-Nya beberapa hari sebelumnya. Para perempuan kudus berangkat kemudian.

Yesus dan rombongan-Nya berjalan berkeliling Bukit Zaitun sekitar Lembah Yosafat, dan bahkan hingga ke Bukit Kalvari. Sepanjang perjalanan panjang itu, tak hentinya Ia menyampaikan pesan-pesan kepada mereka. Ia mengatakan kepada para rasul, di antara hal-hal lain, bahwa hingga saat itu Ia telah memberikan kepada mereka roti-Nya dan anggur-Nya, tetapi pada hari ini Ia akan memberikan kepada mereka Tubuh-Nya dan Darah-Nya, DiriNya Sendiri seutuhnya - segala yang ada pada-Nya dan segenap DiriNya. Ekspresi wajah Tuhan kita begitu menyentuh hati saat Ia mengucapkannya, hingga seolah segenap jiwa-Nya meluncur keluar dari bibir-Nya; tampaknya Ia merana dalam kasih dan kerinduan hingga saatnya Ia memberikan DiriNya kepada manusia. Para murid tidak paham akan apa yang Ia katakan; mereka beranggapan bahwa Ia sedang berbicara tentang anak domba Paskah. Tak ada kata-kata yang dapat cukup menggambarkan kasih dan penyerahan diri yang diungkapkan Tuhan kita dalam pesan-pesan-Nya yang terakhir di Betania, dalam perjalanan-Nya menuju Yerusalem.

Ketujuh murid yang telah mengikuti Tuhan kita ke Yerusalem tidak terus menyertai-Nya, melainkan mereka membawa jubah-jubah untuk keperluan upacara Paskah ke ruang perjamuan, dan lalu kembali ke rumah Maria - ibunda Markus. Ketika Petrus dan Yohanes tiba di ruang perjamuan dengan piala, segala jubah perlengkapan upacara telah ada di ruang depan, di mana para murid dan teman-teman mereka menempatkannya. Mereka juga telah menggantungkan tirai-tirai pada tembok, membersihkan lubang-lubang yang tinggi di sisi-sisinya, serta menempatkan tiga buah lentera. Petrus dan Yohanes lalu pergi ke Lembah Yosafat, memanggil Tuhan kita beserta para rasul yang lain. Para murid dan sahabat yang juga hendak merayakan Paskah di ruang perjamuan, datang sesudahnya.


Meditasi VI
Perjamuan Malam Terakhir

Yesus dan para murid-Nya makan anak domba Paskah di ruang perjamuan. Mereka terbagi atas tiga kelompok. Yesus makan anak domba Paskah bersama keduabelas rasul di ruang perjamuan, begitulah tepatnya disebut; Nataniel bersama duabelas murid lainnya di salah satu ruangan samping, dan Eliakim (putera dari Kleopas dan Maria puteri Heli), yang adalah murid Yohanes Pembaptis, dengan duabelas murid lainnya, di ruangan samping yang lain.

Tiga ekor anak domba dikurbankan bagi mereka di Bait Suci, tetapi ada anak domba keempat yang dikurbankan di ruang perjamuan, yaitu yang disantap oleh Yesus bersama para rasul-Nya. Yudas tidak ikut ambil bagian dalam peristiwa ini, sebab ia sibuk bersekongkol untuk mengkhianati Tuhan kita; ia baru kembali beberapa saat sebelum perjamuan, setelah anak domba dikurbankan. Yang paling menyentuh adalah adegan pengurbanan anak domba yang akan disantap oleh Yesus dan para rasul-Nya, yang terjadi di bagian depan ruang perjamuan. Para rasul dan murid ada di sana, memadahkan Mazmur 118. Yesus berbicara tentang suatu masa baru yang akan segera dimulai dan mengatakan bahwa kurban Musa dan figur anak domba Paskah akan segera digenapi, tetapi tepat pada saat ini, anak domba akan dikurbankan dengan cara yang sama seperti dahulu di Mesir, dan bahwa mereka sungguh akan segera keluar dari tanah perbudakan.

Bejana-bejana dan peralatan yang diperlukan dipersiapkan, kemudian para pelayan membawa masuk seekor anak domba kecil yang elok, berhiaskan sebuah mahkota; mahkota dihantarkan kepada Santa Perawan dalam ruangan di mana ia ada bersama para perempuan kudus lainnya. Anak domba itu diikatkan dengan posisi perutnya di atas sebilah papan, menggunakan seutas tali sekeliling tubuhnya, mengingatkanku akan Yesus yang diikatkan pada pilar dan didera. Putera Simeon menahan kepala anak domba; Yesus membuat suatu sayatan kecil di leher anak domba menggunakan ujung sebilah pisau, yang kemudian diserahkan-Nya kepada putera Simeon, agar ia melanjutkan menyembelih anak domba. Yesus tampaknya menyayat dengan perasaan tak tega, dan Ia melakukannya dengan cepat, meskipun raut wajah-Nya serius, dan tingkah laku-Nya begitu rupa hingga membangkitkan rasa hormat. Darah anak domba mengalir ke dalam sebuah pasu, para pelayan membawa seikat hisop yang dicelupkan Yesus ke dalam pasu. Lalu Ia pergi ke pintu ruang perjamuan, menyapukan darah anak domba pada kedua tiang pintu dan kuncinya, dan menempatkan hisop yang telah dicelupkan ke dalam darah ke ambang atas pintu. Kemudian Ia berbicara kepada para murid, dan mengatakan kepada mereka, di antaranya, bahwa malaikat pemusnah akan lewat, bahwa mereka akan bersembah sujud di ruangan itu tanpa takut ataupun was-was, bilamana Ia, Anak Domba Paskah sejati telah dikurbankan - bahwa suatu masa baru dan suatu kurban baru akan segera dimulai, yang akan berlangsung hingga akhir zaman.

Lalu mereka pergi ke bagian ruangan yang lain, dekat perapian di mana Tabut Perjanjian dulunya berdiri. Api telah dinyalakan di sana, Yesus menyiramkan sebagian darah ke atas perapian, menguduskannya sebagai altar; sisa darah dan lemak dibuang ke dalam api di bawah altar. Sesudahnya, Yesus, diikuti para rasul-Nya, berjalan mengelilingi ruang perjamuan, sambil memadahkan mazmur, dan menguduskannya sebagai suatu Bait yang baru. Semua pintu tertutup sepanjang waktu itu. Putera Simeon telah selesai mempersiapkan anak domba. Ia menembusi tubuh anak domba dengan kayu pancang, mengikatkan kaki-kaki depannya pada sebuah kayu silang dan meregangkan kaki-kaki belakangnya sepanjang kayu pancang. Sungguh amat serupa dengan Yesus di salib. Lalu, anak domba ditempatkan di atas tungku untuk dipanggang bersama tiga anak domba lainnya yang dibawa dari Bait Suci.

Anak-anak domba Paskah orang Yahudi semuanya dikurbankan di pelataran depan Bait Suci, tetapi di bagian-bagian yang berbeda, sesuai status sosial mereka yang akan menyantapnya, kaya, miskin, atau orang asing.* Anak domba Paskah milik Yesus tidak dikurbankan di Bait Suci, tetapi segala sesuatu lainnya dilakukan tepat menurut ketentuan hukum. Yesus sekali lagi berbicara kepada para murid-Nya, mengatakan bahwa anak domba hanyalah sekedar lambang, bahwa Ia Sendiri pada hari berikutnya akan menjadi Anak Domba Paskah sejati, dan hal-hal lain yang aku telah lupa.

* Di sini Sr Emmerick menjelaskan tata cara bagaimana keluarga-keluarga berkumpul bersama, dan jumlah yang ditetapkan. Tetapi kata-katanya terlupakan oleh penulis.

Ketika Yesus telah selesai menyampaikan pengajaran-Nya mengenai Anak Domba Paskah dan maknanya, tibalah saatnya, dan Yudas pun telah kembali, meja-meja dipersiapkan. Para murid mengenakan pakaian bepergian yang ada di ruang depan, mengganti sepatu, memakai jubah putih serupa kemeja, dan mantol yang pendek di bagian depan dan panjang di bagian belakang; lengan-lengan baju mereka besar dan disingsingkan, mereka menaikkan serta mengikat jubah mereka dengan ikat pinggang. Setiap kelompok pergi ke meja perjamuan masing-masing; dua kelompok murid di ruangan-ruangan samping dan Tuhan kita bersama para rasul-Nya di ruang perjamuan. Dengan tongkat di tangan, mereka pergi berdua-dua ke meja perjamuan, di mana mereka tetap berdiri, masing-masing di tempatnya, dengan tongkat tergantung pada lengannya dan tangan-tangan terangkat.

Meja perjamuan sempit, tingginya sekitar setengah kaki lebih tinggi dari lutut orang dewasa, bentuknya menyerupai tapal kuda. Di hadapan Yesus, di bagian tengah dari meja setengah lingkaran itu, terdapat ruang yang dibiarkan kosong agar para pelayan dapat menghidangkan makanan. Sejauh yang dapat aku ingat, Yohanes, Yakobus Tua, dan Yakobus Muda duduk di sebelah kanan Yesus; sesudah mereka Bartolomeus, dan kemudian, di bagian ujung yang membelok, Thomas dan Yudas Iskariot. Petrus, Andreas dan Tadeus duduk di sebelah kiri Yesus; sesudahnya Simon, dan kemudian (di bagian ujung yang membelok) Matius dan Filipus.

Anak domba Paskah dihidangkan dalam sebuah pinggan di tengah-tengah meja. Kepalanya ditempatkan di atas kaki-kaki depannya, yang diikatkan pada sebuah kayu silang, kaki-kaki belakangnya diregangkan ke belakang; pinggan dihiasi dengan bawang putih. Di sampingnya terdapat sebuah pinggan dengan daging panggang Paskah, lalu sebuah piring dengan sayur-sayuran hijau yang ditata rapi, dan sebuah piring lain dengan kantong-kantong kecil berisi sayur-sayuran pahit, yang bentuknya serupa dengan tumbuh-tumbuhan aromatik. Di hadapan Yesus juga terdapat sebuah pinggan dengan sayur-sayuran pahit yang berbeda, dan sebuah mangkok berisi kuah atau minuman berwarna coklat. Di hadapan para tamu terdapat roti-roti bundar, dan bukannya piring; mereka mempergunakan pisau-pisau gading.

Sesudah doa, major-domo meletakkan pisau untuk memotong anak domba di atas meja di hadapan Yesus. Yesus meletakkan secawan anggur dihadapan-Nya dan mengisi enam cawan lain yang masing-masing diletakkan di antara dua rasul. Yesus memberkati anggur dan minum; para rasul minum berdua-dua dari satu cawan. Kemudian Tuhan kita memotong anak domba; para rasul-Nya memberikan roti mereka secara bergantian, dan masing-masing menerima bagiannya. Mereka makan dengan tergesa, memisahkan daging dari tulangnya menggunakan pisau-pisau gading mereka, sesudah itu tulang-belulang dibakar. Mereka juga menyantap bawang putih dan sayur-sayuran hijau dengan tergesa, mencelupkannya dalam kuah. Semua ini dilakukan sementara mereka tetap berdiri, hanya bersandar sedikit pada punggung tempat duduk mereka. Yesus memecahkan salah satu ketul dari roti tak beragi, membungkus yang sebagian, dan membagikan sisanya di antara para rasul. Secawan anggur lagi dibawa masuk, tetapi Yesus tidak meneguknya: “Ambillah ini,” kata-Nya, “dan bagikanlah di antara kalian, sebab mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku” (Mat 26:29). Setelah mereka meneguk anggur, mereka memadahkan puji-pujian; lalu Yesus berdoa atau mengajar, dan mereka sekali lagi mencuci tangan mereka. Sesudah itu mereka duduk.

Tuhan kita memotong seekor anak domba lain yang dihantarkan pada para perempuan kudus di salah satu bangunan rumah besar itu, di mana mereka duduk sekeliling meja. Para rasul menyantap sedikit lagi sayur-sayuran dan selada. Raut muka Juruselamat Ilahi kita mengungkapkan ketenangan dan kekhidmadan yang tak terlukiskan, lebih dari yang pernah aku lihat. Ia meminta para rasul melupakan segala persoalan mereka. Santa Perawan juga, sementara ia duduk sekeliling meja bersama para perempuan lain, terlihat amat tenang dan damai. Ketika para perempuan lain datang dan memegangi kerudungnya agar ia berkeliling dan berbicara kepada mereka, setiap gerakannya mengungkapkan pengendalian diri yang paling manis dan ketenangan jiwa yang luar biasa.

Pada mulanya Yesus berbicara dengan penuh kasih dan tenang kepada para murid-Nya, tetapi sebentar kemudian Ia menjadi serius dan berduka, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” Kata-Nya, “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini” (Mat 26:21, 23). Yesus kemudian membagikan selada, yang hanya ada satu pinggan, kepada para rasul yang ada di samping-Nya, dan Ia memberikan kepada Yudas, yang nyaris berseberangan dengan-Nya, tugas untuk membagikannya kepada yang lain. Ketika Yesus berbicara tentang sang pengkhianat, suatu istilah yang meliputi segenap rasul dengan perasaan ngeri, Ia mengatakan, “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini” yang artinya, “salah seorang dari keduabelas rasul yang makan dan minum bersama-Ku - salah seorang dari mereka yang makan roti bersama-Ku.” Ia tidak terang-terangan menunjuk Yudas kepada yang lain dengan kata-kata-Nya ini; sebab mencelupkan tangan ke dalam pinggan yang sama merupakan suatu ungkapan yang biasa dipergunakan untuk menyatakan persahabatan yang paling akrab dan mesra. Namun demikian, Ia berharap memberikan suatu peringatan kepada Yudas, yang pada saat itu sungguh tengah mencelupkan tangannya ke dalam pinggan bersama Juruselamat kita, untuk membagikan selada. Yesus melanjutkan perkataannya, “Anak Manusia memang akan pergi,” kata-Nya, “sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan."

Para rasul sungguh amat terguncang, masing-masing dari mereka berseru, “Bukan aku, ya Tuhan?” sebab mereka semua sadar benar bahwa mereka tidak sepenuhnya paham akan perkataan Yesus. Petrus mencodongkan tubuhnya ke arah Yohanes, lewat belakang Yesus, dan membuat isyarat kepada Yohanes untuk menanyakan kepada Tuhan kita siapakah gerangan pengkhianat yang dimaksud, sebab, karena sering ditegur oleh Tuhan kita, ia gemetar kalau-kalau dialah yang dimaksud dengan pengkhianat itu. Yohanes duduk di sebelah kanan Yesus, dan karena mereka semua duduk bersandar pada tangan kiri mereka, sementara tangan kanan dipergunakan untuk makan, kepala Yohanes begitu dekat pada dada Yesus. Karenanya, ia menyandarkan kepalanya pada dada-Nya dan bertanya, “Tuhan, siapakah itu?” Aku tidak melihat Yesus mengatakan kepadanya dengan bibir-Nya, “Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.” Aku tidak yakin apakah Ia membisikkan kepadanya, tetapi Yohanes memahaminya, ketika Yesus mencelupkan roti, yang dibungkus dengan selada, dan memberikannya dengan lembut kepada Yudas, yang juga bertanya: “Bukan aku, ya Tuhan?” Yesus memandang kepadanya dengan tatapan kasih dan menjawab dengan ungkapan umum. Di kalangan bangsa Yahudi, memberikan roti yang telah dicelupkan merupakan tanda persahabatan dan kepercayaan; dalam peristiwa ini Yesus memberikan potongan roti kepada Yudas guna memperingatkan dia, tanpa menyatakan kesalahannya di hadapan yang lain. Tetapi, hati Yudas telah terbakar murka, dan sepanjang perjamuan, aku melihat suatu sosok kecil mengerikan duduk di kakinya, kadang-kadang sosok itu naik hingga ke hatinya. Aku tidak melihat Yohanes mengulangi kepada Petrus apa yang telah diketahuinya dari Yesus, tetapi sorot matanya menyatakan bahwa ia beku dicekam ketakutan.


Meditasi VII
Pembasuhan Kaki
Mereka bangkit dari meja, dan sementara mereka membenahi jubah mereka, seperti yang biasa dilakukan sebelum mendaraskan doa khidmad, major-domo masuk bersama dua pelayan untuk mengeluarkan meja. Yesus, berdiri di antara para rasul-Nya, berbicara kepada mereka panjang lebar dengan sikap yang paling khidmad. Tak dapat aku mengulangi secara tepat seluruh pengajaran-Nya, tetapi aku ingat Ia berbicara mengenai kerajaan-Nya, bahwa Ia akan pergi kepada Bapa, akan apa yang ditinggalkan-Nya kepada mereka sekarang sebab Ia akan segera diambil dari mereka, dst. Ia juga memberikan instruksi-instruksi kepada mereka mengenai penitensi, pengakuan dosa, tobat dan pendamaian kembali.

Aku merasa bahwa instruksi-instruksi ini berhubungan dengan pembasuhan kaki, dan aku melihat segenap rasul menyadari dosa-dosa mereka dan bertobat, terkecuali Yudas. Pengajaran tentang hal ini panjang dan khidmad. Ketika pengajaran berakhir, Yesus menyuruh Yohanes dan Yakobus Muda untuk mengambil air dari ruang depan; Ia meminta para rasul untuk menata kursi dalam bentuk setengah lingkaran. Ia Sendiri pergi ke ruang depan, di mana Ia mengikatkan sebuah handuk pada pinggang-Nya. Selama waktu itu, para rasul berbicara di antara mereka dan mulai mereka-reka siapakah yang akan menjadi terbesar di antara mereka, sebab Tuhan kita telah dengan jelas mengatakan bahwa Ia akan segera meninggalkan mereka dan bahwa kerajaan-Nya sudah dekat; mereka semakin kuat beranggapan bahwa Ia menyembunyikan rencana-rencana rahasia, dan bahwa Ia berbicara mengenai suatu kemenangan duniawi yang pada akhirnya akan menjadi milik mereka.

Sementara itu Yesus, di ruang depan, meminta Yohanes untuk mengambil sebuah baskom dan Yakobus sebuah tempayan berisi air, yang mereka bawa sementara mereka mengikuti-Nya masuk ke ruangan dalam di mana major-domo telah menempatkan suatu baskom lain yang kosong.

Yesus, sekembalinya kepada para murid dengan sikap yang begitu rendah hati, menyampaikan beberapa patah kata yang mencela masalah yang mereka pertengkarkan yang muncul di antara mereka; di antara hal-hal lainnya, Yesus mengatakan bahwa Ia Sendiri adalah pelayan mereka, bahwa mereka akan duduk, agar Ia membasuh kaki mereka. Karena itu, mereka semua duduk, dengan urutan yang sama seperti saat mereka duduk di meja perjamuan. Yesus menghampiri mereka seorang demi seorang, menuangkan air dari baskom yang dibawa Yohanes ke kaki masing-masing rasul, lalu menjumput ujung handuk yang diikatkan ke pinggang-Nya dan menyeka kaki-kaki mereka. Begitu penuh kasih dan lemah lembut sikap Tuhan kita sementara Ia merendahkan diri di bawah kaki para rasul-Nya.

Petrus, ketika tiba gilirannya, dengan segala kerendahan hati berusaha keras mencegah Yesus membasuh kakinya, “Tuhan,” serunya, “Engkau hendak membasuh kakiku?" Yesus menjawab, “Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak." Tampak padaku bahwa Ia berbicara kepadanya secara pribadi, “Simon, engkau beroleh kasih karunia sebab BapaKu menyatakan kepadamu siapa Aku, darimana Aku datang, dan kemana Aku akan pergi, engkau sendiri telah menyatakannya dengan jelas, sebab itu, atas engkau, Aku akan mendirikan Gereja-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kuasa-Ku akan tetap bersama para penerusmu hingga akhir jaman.”

Yesus memperlihatkan Petrus kepada para rasul yang lain dan mengatakan bahwa apabila Ia tak lagi bersama mereka, Petrus akan menggantikan kedudukan-Nya di antara mereka. Petrus mengatakan, “Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Tuhan kita menjawab, “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku." Maka, berserulah Petrus, “Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!" Jawab Yesus, “Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua."

Dengan kata-kata-Nya yang terakhir, Yesus menunjuk pada Yudas. Yesus mengatakan bahwa pembasuhan kaki melambangkan pemurnian dari dosa sehari-hari, sebab kaki, yang terus-menerus menyentuh tanah, juga terus-menerus rentan menjadi kotor, kecuali jika kita merawatnya dengan baik.

Pembasuhan kaki ini bersifat rohani dan dilakukan sebagai bentuk absolusi. Petrus, dalam semangatnya yang berkobar, tak melihat suatu pun di dalamnya, selain dari tindak perendahan diri yang begitu luar biasa dari pihak Guru-Nya; ia tidak tahu bahwa demi menyelamatkannya, Yesus, tepat pada hari berikutnya, akan terlebih lagi merendahkan diri, bahkan hingga wafat di salib dengan hina.

Ketika Yesus membasuh kaki Yudas, Yesus melakukannya dengan cara yang paling penuh cinta dan kasih sayang; Ia bahkan menundukkan wajah kudus-Nya hingga ke atas kaki sang pengkhianat, dan dengan suara lirih Ia memintanya sekarang, setidak-tidaknya, masuk ke dalam dirinya sendiri, sebab ia telah menjadi seorang pengkhianat tanpa iman sepanjang tahun lalu. Yudas tampaknya sengaja tak mengindahkan apapun yang dikatakan-Nya, dan mulai berbicara kepada Yohanes, sehingga Petrus naik pitam dan berteriak, “Yudas, Guru berbicara kepadamu!” Maka Yudas menanggapi Tuhan kita dengan suatu perkataan yang samar dan mengambang, seperti, “Ya Tuhan, jangan lakukan!” Yang lain, tidak tahu bahwa Yesus berbicara kepada Yudas, sebab perkataan-Nya diucapkan dengan sangat lirih agar tak terdengar oleh mereka, disamping itu mereka semua sibuk mengenakan kembali sepatu mereka. Tak ada dari rangkaian peristiwa Sengsara yang begitu mendukakan hati Yesus demikian hebat selain dari pengkhianatan Yudas.

Yesus akhirnya membasuh kaki Yohanes dan Yakobus

Yesus kemudian berbicara lagi mengenai kerendahan hati, mengatakan kepada mereka bahwa yang terbesar di antara mereka haruslah menjadi pelayan di antara mereka, dan bahwa mulai saat itu haruslah mereka saling membasuh kaki satu sama lain. Lalu, Yesus mengenakan kembali jubah-Nya, dan para rasul menurunkan jubah mereka, yang tadinya mereka naikkan dan ikatkan pada pinggang sebelum makan anak domba Paskah.


Meditasi VIII
Penetapan Ekaristi Kudus

Sesuai perintah Tuhan kita, major-domo sekali lagi mempersiapkan meja, yang telah dinaikkannya sedikit, lalu menempatkannya di tengah ruangan. Ia meletakkan sebuah tempayan berisi anggur dan tempayan lain berisi air di bawah meja. Petrus dan Yohanes pergi ke bagian ruangan dekat perapian untuk mengambil piala yang telah mereka bawa dari rumah Serafia, yang masih dibalut dengan pembungkusnya. Berdua mereka membawanya di antara mereka seolah membawa sebuah tabernakel, dan menempatkannya di atas meja di hadapan Yesus. Sebuah piring oval ada di sana, dengan tiga ketul roti azymous (roti tak beragi) putih yang baik diletakkan di atas sehelai kain lenan, di samping separuh bongkah roti yang disisihkan Yesus saat perjamuan Paskah; juga ada tempayan berisi anggur dan air, dan tiga buah kotak: yang pertama berisi minyak kental, yang kedua berisi minyak cair, dan yang ketiga kosong.

Di masa silam, telah menjadi kebiasaan di kalangan mereka pada waktu perjamuan, untuk makan dari roti yang sama dan minum dari cawan yang sama pada akhir perjamuan sebagai tanda kasih persahabatan dan persaudaraan, dan untuk menyampaikan selamat datang dan selamat berpisah satu dengan yang lainnya. Aku pikir pastilah Kitab Suci mencatat sesuatu tentang hal ini.

Pada Malam Perjamuan Terakhir, Yesus mengangkat kembali kebiasaan ini (yang telah menjadi tak lebih dari sekedar upacara simbolis) ke martabat Sakramen Mahakudus. Salah satu dakwaan yang diajukan di hadapan Kayafas dalam peristiwa pengkhianatan Yudas adalah bahwa Yesus telah memasukkan suatu gagasan takhyul ke dalam upacara Paskah, tetapi Nikodemus berhasil membuktikan dari Kitab Suci bahwa praktek tersebut merupakan suatu praktek kuno.

Yesus duduk di antara Petrus dan Yohanes, pintu-pintu tertutup rapat, segala sesuatu dilakukan dengan cara yang paling misterius dan mengesan. Ketika piala dikeluarkan dari pembungkusnya, Yesus berdoa, dan berbicara kepada para Rasul-Nya dengan sangat khidmad. Aku melihat-Nya menyampaikan penjelasan akan Perjamuan, dan akan keseluruhan upacara, dan aku dihantar pada ingatan akan seorang imam yang sedang mengajarkan pada imam-imam lain cara mempersembahkan Misa.

Kemudian Yesus mengambil semacam lempengan yang berlekuk-lekuk dari nampan di mana tempayan-tempayan ditempatkan, mengambil kain lenan putih yang tadinya membungkus piala, membentangkannya di atas lempengan dan nampan yang disusun menjadi satu. Lalu, aku melihat Yesus mengangkat sebuah piring bundar dari atas piala dan ditempatkan-Nya di atas lempengan. Selanjutnya, Ia mengambil roti-roti azymous dari bawah kain lenan yang menutupinya, dan menempatkan roti-roti itu di atas nampan di hadapan-Nya; lalu Ia mengambil bejana yang lebih kecil dari dalam piala, dan menata enam gelas kecil di masing-masing sisinya. Ia memberkati roti dan juga minyak, yang aku yakin, sesudah itu Ia mengangkat patena dengan roti-roti di atasnya dengan kedua tangan-Nya, mengarahkan pandangan ke atas, memanjatkan doa, menempatkan kembali patena di atas meja dan menutupinya kembali. Sesudah itu, Ia mengambil piala, meminta Petrus menuangkan anggur ke dalamnya, dan sedikit air oleh Yohanes, setelah diberkati-Nya terlebih dahulu, menambahkan ke dalamnya sedikit lagi air, yang Ia tuangkan ke dalam piala dengan sebuah sendok kecil, lalu Ia memberkati piala, mengangkatnya seraya berdoa, mempersembahkannya dan menempatkannya kembali di atas meja.

Yohanes dan Petrus menuangkan air ke atas tangan-Nya, yang dikedangkan-Nya di atas piring di mana tadinya roti-roti azymous diletakkan; lalu Ia mengambil sedikit dari air yang telah dituangkan ke atas tangan-Nya, dengan sendok yang diambil-Nya dari kaki piala, dan menuangkannya ke atas tangan mereka. Setelah itu, bejana diedarkan sekeliling meja, dan segenap rasul membasuh tangan mereka di dalamnya. Aku tidak ingat apakah begini tepatnya urut-urutan upacara dilakukan; yang aku tahu adalah bahwa semuanya mengingatkanku secara mencolok akan Kurban Kudus Misa.

Sementara itu, Tuhan Ilahi kita menjadi semakin dan semakin lebih lagi lemah lembut dan penuh kasih dalam perilaku-Nya; Ia mengatakan kepada para rasul bahwa Ia akan segera memberikan kepada mereka segala yang Ia miliki, yakni, DiriNya Sendiri seutuhnya, dan Ia tampak seolah diubah secara sempurna oleh kasih. Aku melihat-Nya menjadi transparan hingga menyerupai suatu bayangan yang bercahaya. Ia memecah-mecahkan roti menjadi beberapa bagian, yang lalu Ia letakkan di atas patena; Ia mencuil pojok potongan roti yang pertama dan memasukkannya ke dalam piala. Pada saat Ia sedang melakukannya, aku seakan-akan melihat Santa Perawan menerima Sakramen Mahakudus secara rohani, meskipun ia sendiri tidak hadir dalam ruang perjamuan. Aku tidak tahu bagaimana hal itu terjadi, tetapi, aku pikir aku melihat Santa Perawan masuk ke dalam ruangan tanpa menyentuh tanah, dan datang ke hadapan Tuhan kita untuk menerima Ekaristi Kudus; sesudah itu, aku tak melihatnya lagi. Yesus telah mengatakan kepada BundaNya pagi itu di Betania bahwa Ia akan merayakan Paskah bersamanya secara rohani, dan Ia telah menyebutkan saat bilamana Bunda Maria harus masuk dalam doa guna menerima-Nya dalam roh.

Lagi, Yesus berdoa dan mengajar; sabda-Nya meluncur keluar dari bibir-Nya laksana api dan cahaya, masuk ke dalam tiap-tiap rasul, terkecuali Yudas. Ia mengambil patena dengan potongan-potongan roti (aku tidak tahu apakah tadi Ia menempatkannya di atas piala) dan berkata: “Ambillah dan makanlah; inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu.” Ia mengulurkan tangan kanan-Nya seperti hendak memberkati, dan sementara Ia melakukannya, suatu sinar terang memancar dari-Nya, sabda-Nya bercahaya, roti masuk ke dalam mulut para rasul sebagai suatu substansi yang cemerlang, dan cahaya tampak merasuki serta meliputi mereka semua, hanya Yudas seorang yang tetap gelap. Yesus memberikan roti pertama-tama kepada Petrus, kemudian kepada Yohanes* lalu Ia memberi isyarat kepada Yudas untuk maju. Dengan demikian, Yudas adalah rasul ketiga yang menerima Sakramen Mahakudus, tetapi sabda Tuhan kita tampaknya berbalik dari mulut sang pengkhianat dan kembali kepada Pencipta Ilahi. Begitu gelisah aku dalam roh karena penglihatan ini, hingga perasaanku tak dapat dilukiskan. Yesus mengatakan kepadanya, “Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.” Lalu Yesus membagikan Sakramen Mahakudus kepada para rasul yang lain, yang maju berdua-dua.

* Sr Emmerick tidak yakin apakah Sakramen Mahakudus dibagikan sesuai urutan di atas, sebab pada kesempatan lain ia melihat Yohanes sebagai yang terakhir menerimanya.

Yesus mengangkat piala pada kedua pegangannya hingga tingginya sejajar dengan wajah-Nya dan mengucapkan kata-kata konsekrasi. Sementara melakukannya, Yesus tampak sepenuhnya dimuliakan, seolah-olah transparan, dan seakan-akan semuanya masuk ke dalam apa yang hendak Ia berikan kepada para rasul-Nya. Ia menyuruh Petrus dan Yohanes minum dari piala yang Ia pegang dalam tangan-Nya, dan kemudian meletakkan piala kembali ke atas meja. Yohanes menuangkan Darah Tuhan dari piala ke dalam gelas-gelas kecil, dan Petrus memberikannya kepada para rasul; dua rasul minum bersama dari satu cawan yang sama. Aku pikir, tetapi aku tak yakin benar, bahwa Yudas juga ambil bagian di dalamnya; ia tidak kembali ke tempatnya, melainkan segera meninggalkan ruang perjamuan; para rasul yang lain menyangka bahwa Yesus telah memberinya suatu tugas yang harus dilakukan. Ia pergi tanpa berdoa ataupun mengucap syukur, dan dengan demikian kita dapat mengetahui betapa berdosanya kita apabila kita lalai mengucap syukur baik setelah menerima santapan kita sehari-hari, ataupun setelah ambil bagian dalam Roti para Malaikat yang Memberi Hidup. Sepanjang perjamuan, aku melihat suatu sosok kecil yang mengerikan, dengan satu kakinya bagaikan sepotong tulang kering, yang tinggal dekat Yudas, tetapi ketika Yudas telah sampai ke pintu, aku melihat tiga iblis berdesak-desakan di sekitarnya; yang satu masuk ke dalam mulutnya, yang kedua mendorongnya, dan yang ketika berjalan mendahuluinya. Hari telah malam, dan tampaknya mereka menerangi jalannya, sementara ia bergegas bagaikan seorang gila.

Tuhan kita menuangkan beberapa tetes Darah Mahasuci yang masih tersisa dalam piala ke dalam bejana kecil yang telah aku bicarakan, kemudian meletakkan jari-jari-Nya di atas piala, sementara Petrus dan Yohanes menuangkan air dan anggur ke atasnya. Setelah selesai, Ia meminta mereka untuk minum lagi dari piala, dan apa yang masih tersisa dituangkan ke dalam gelas-gelas kecil dan dibagikan kepada para rasul yang lain. Lalu Yesus menyeka piala, memasukkan bejana kecil berisi sisa Darah Mahasuci ke dalam piala, meletakkan di atasnya patena dengan potongan-potongan roti yang telah dikonsekrasikan, di mana sesudahnya Ia memasang kembali tutup piala, membungkus piala dan menempatkannya di tengah keenam gelas kecil. Aku melihat para rasul menerima dalam komuni sisa Sakramen Mahakudus ini setelah Kebangkitan Kristus.

Aku tidak ingat melihat Yesus Sendiri makan dan minum dari bahan-bahan persembahan yang telah dikonsekrasikan, pula aku tidak melihat Melkisedek, ketika mempersembahkan roti dan anggur, mencicipi keduanya. Diberitahukan kepadaku mengapa para imam ambil bagian di dalamnya, meskipun Yesus Sendiri tidak.

Di sini Sr Emmerick tiba-tiba mendongak dan tampak mendengarkan. Penjelasan disampaikan kepadanya mengenai hal ini, tetapi hanya penjelasan berikut yang dapat diulanginya bagi kita, “Jika tugas membagikan komuni diserahkan kepada para malaikat, maka mereka tidak perlu ambil bagian, tetapi jika para imam tidak ambil bagian di dalamnya, Ekaristi Kudus akan lenyap - melalui partisipasi merekalah Sakramen Mahakudus terpelihara.”

Terdapat suatu kekhidmadan dan keteraturan tak terlukiskan dalam segala tindakan Yesus selama penetapan Ekaristi Kudus, dan setiap gerak-gerik-Nya sungguh teramat agung. Aku melihat para rasul membuat catatan dalam gulungan-gulungan kecil perkamen yang mereka bawa. Beberapa kali sepanjang upacara aku melihat mereka membungkuk satu sama lain, seperti yang biasa dilakukan para imam kita sekarang.


Meditasi IX
Instruksi- Instruksi Pribadi dan Pentahbisan

Yesus menyampaikan instruksi-instruksi pribadi kepada para rasul-Nya; Ia mengatakan kepada mereka bagaimana mereka harus melestarikan Sakramen Mahakudus sebagai kenangan akan Dia, bahkan hingga akhir jaman; Ia mengajarkan kepada mereka tatacara yang diperlukan untuk mengadakan serta membagikannya, dan bagaimana mereka, menurut tingkatan masing-masing, mengajar serta mewartakan misteri ini. Akhirnya Ia mengatakan kepada mereka bilamana mereka akan menerima sisa roti dan anggur yang telah dikonsekrasikan, bilamana memberikannya kepada Santa Perawan dan bagaimana mereka sendiri mengkonsekrasikannya, setelah Ia mengutus Roh Penghibur kepada mereka. Ia kemudian berbicara mengenai imamat, pengurapan, dan persiapan Krisma dan Minyak Suci.* Ada pada-Nya tiga kotak, dua di antaranya berisi campuran minyak dan balsam. Ia mengajarkan kepada mereka bagaimana membuat campuran ini, bagian-bagian tubuh mana saja yang perlu diurapi dengan minyak, dan dalam keadaan-keadaan apa saja. Aku ingat, di antara hal-hal lainnya, Yesus menyebutkan keadaan di mana Ekaristi Kudus tidak dapat diberikan; mungkin apa yang Ia katakan ada hubungannya dengan Sakramen Terakhir, sebab ingatanku akan hal ini tidak begitu jelas. Ia berbicara mengenai macam-macam pengurapan, teristimewa pengurapan raja-raja, dan Ia mengatakan bahwa sekalipun yang diurapi adalah raja-raja yang jahat, mereka beroleh daya kuasa khusus darinya. Ia menempatkan balsam dan minyak ke dalam kotak kosong, dan mencampur keduanya; tetapi tak dapat aku katakan secara pasti apakah hal ini dilakukan pada saat itu, atau pada saat konskerasi roti Ia memberkati minyak.

* Bukannya tanpa rasa terkejut bahwa editor, beberapa tahun setelah hal-hal ini dikisahkan oleh Sr Emmerick, membaca dalam Katekese Romawi edisi Latin (Mayence, Muller) mengenai Sakramen Krisma, bahwa menurut tradisi Paus Fabianus yang kudus, Yesus mengajarkan kepada para rasul-Nya cara bagaimana mereka harus mempersiapkan Krisma Kudus, setelah penetapan Sakramen Mahakudus. Dengan jelas Bapa Suci mengatakan, dalam paragraf ke-54 dari Epistula Kedua kepada Para Uskup Timur, “Para pendahulu kita menerima dari para rasul dan menyampaikan kepada kita bahwa Juruselamat kita Yesus Kristus, setelah mengadakan Perjamuan Malam Terakhir dengan para rasul-Nya serta membasuh kaki mereka, mengajarkan kepada mereka bagaimana mempersiapkan Krisma Kudus.”

Kemudian, aku melihat Yesus mengurapi Petrus dan Yohanes, yang tangan-tangannya telah Ia tuangi air yang mengalir dari tangan-Nya Sendiri, dan kepada siapa Ia memberi mereka minum langsung dari piala. Lalu, Yesus menumpangkan kedua tangan-Nya ke atas pundak dan kepala mereka, sementara mereka, bergandengan tangan dan saling menyilangkan ibu jari mereka, membungkuk dalam dengan sangat hormat di hadapan-Nya - aku tidak yakin apakah mereka bahkan tidak berlutut. Ia mengurapi ibujari dan jari telunjuk masing-masing tangan mereka, dan menandai dahi mereka dengan Krisma. Ia juga mengatakan bahwa urapan ini akan tetap ada pada mereka hingga akhir jaman.

Yakobus Muda, Andreas, Yakobus Tua dan Bartolomeus juga ditahbiskan. Aku juga melihat bahwa di dada Petrus, Yesus menyilangkan semacam stola yang dikenakan sekeliling leher, sementara pada rasul yang lain Yesus hanya menyilangkannya, dari bahu kanan ke sisi kiri. Aku tidak tahu apakah ini dilakukan pada saat penetapan Sakramen Mahakudus atau hanya untuk pengurapan.

Aku mengerti bahwa Yesus menyampaikan kepada mereka melalui pengurapan ini, sesuatu yang penting dan adikodrati, di luar kuasaku untuk menjelaskannya. Ia mengatakan kepada mereka bahwa apabila mereka telah menerima Roh Kudus, mereka yang akan mengkonsekrasikan roti dan anggur, serta mengurapi para rasul lainnya. Diperlihatkan kepadaku sesudahnya bahwa pada hari Pentakosta, Petrus dan Yohanes menumpangkan tangan mereka atas para rasul yang lain, dan seminggu sesudahnya atas beberapa murid. Setelah Kebangkitan Yesus, Yohanes memberikan Sakramen Mahakudus untuk pertama kalinya kepada Santa Perawan. Peristiwa ini diperingati sebagai suatu perayaan di kalangan para rasul. Suatu perayaan yang tak lagi dilestarikan dalam Gereja di bumi, namun aku melihatnya dirayakan dalam Gereja jaya. Pada hari-hari pertama setelah Pentakosta, aku melihat hanya Petrus dan Yohanes yang mengkonsekrasikan Ekaristi Kudus, tetapi sesudah itu yang lain juga melakukannya.

Selanjutnya Yesus memberkati api dalam sebuah bejana kuningan; perhatian khusus diberikan agar api jangan sampai padam. Lalu, api diletakkan dekat tempat di mana Sakramen Mahakudus disimpan, dalam suatu bagian dari perapian Paskah kuno. Mereka senantiasa mengambil dari sana apabila api diperlukan untuk kepentingan-kepentingan rohani.

Segala sesuatu yang dilakukan Yesus dalam peristiwa ini dilakukan secara pribadi, dan diajarkan pula secara pribadi. Gereja senantiasa melestarikan segala yang perlu dari instruksi-instruksi rahasia ini, dan, di bawah bimbingan Roh Kudus, mengembangkan serta menyesuaikannya menurut kebutuhan Gereja.

Apakah Petrus dan Yohanes keduanya ditahbiskan sebagai Uskup, atau Petrus seorang sebagai uskup dan Yohanes sebagai imam, ataupun jabatan dari keempat rasul lainnya, aku tak dapat berpura-pura mengetahuinya. Tetapi dari cara Yesus mengenakan stola secara berbeda-beda kepada mereka, tampaknya menunjukkan tingkatan-tingkatan tahbisan yang berbeda.

Ketika upacara-upacara kudus ini selesai, piala (dekat Krisma yang telah diberkati) dibungkus kembali dan Sakramen Mahakudus dibawa oleh Petrus dan Yohanes ke bagian belakang ruangan, yang dipisahkan oleh sebuah tirai, dan sejak saat itu menjadi sanctuarium. Tempat di mana Sakramen Mahakudus disimpan, tak jauh di atas perapian Paskah. Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus merawat sanctuarium ini dan juga ruang perjamuan apabila para rasul tidak di sana.

Lagi, Yesus menyampaikan pengajaran kepada para rasul-Nya untuk jangka waktu yang sangat lama, dan juga Ia berdoa beberapa kali. Kerapkali tampak Yesus berbicara dengan Bapa SurgawiNya dan dirasuki semangat dan kasih yang meluap. Para rasul juga dipenuhi sukacita dan semangat yang berkobar; mereka menanyakan kepada-Nya berbagai macam pertanyaan yang dengan segera dijawab-Nya. Pastilah Kitab Suci mencatat banyak dari pengajaran dan percakapan terakhir ini. Yesus mengatakan kepada Petrus dan Yohanes hal-hal yang berbeda guna di kemudian hari disampaikan kepada para rasul yang lain, yang pada saatnya akan menyampaikannya kepada para murid dan para perempuan kudus, sesuai kapasitas pengetahuan mereka masing-masing. Ia berbicara secara pribadi kepada Yohanes, yang dikatakan-Nya bahwa masa hidupnya akan lebih panjang dari yang lain. Ia juga berbicara kepadanya mengenai ketujuh Gereja, mahkota-mahkota dan malaikat-malaikat, dan menerangkan kepadanya makna dari figur-figur misterius tertentu, yang melambangkan, menurut keyakinanku, masa-masa yang berbeda. Para rasul yang lain agak sedikit iri akan percakapan rahasia ini yang disampaikan kepada Yohanes.

Yesus berbicara juga mengenai sang pengkhianat. “Sekarang ia sedang melakukan ini atau itu,” kata-Nya, dan aku, sesungguhnya, melihat Yudas sedang melakukan hal-hal tepat seperti yang dikatakan-Nya tentang dia. Sementara Petrus mengajukan protes dengan berapi-api bahwa ia akan senantiasa setia, Tuhan kita berkata kepadanya, “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.”

Lagi, Tuhan kita mengatakan bahwa ke mana Ia pergi, mereka tak dapat mengikuti-Nya, tetapi Petrus berseru, “Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!” Yesus menjawab, “Amin. Amin. Aku berkata kepadamu, Petrus, sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.”

Yesus, ketika memberitahukan kepada para rasul-Nya bahwa masa-masa pencobaan telah menanti mereka, mengatakan, “Ketika Aku mengutus kamu dengan tiada membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu kekurangan apa-apa?” Mereka menjawab, “Suatupun tidak.” “Tetapi sekarang ini,” lanjut-Nya, “siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang. Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi pada-Ku: IA AKAN TERHITUNG DI ANTARA PEMBERONTAK-PEMBERONTAK. Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.” Para rasul hanya memahami perkataan-Nya dalam arti harafiah; Petrus menunjukkan kepada-Nya dua buah pedang, yang pendek dan tebal, serupa belati. Yesus mengatakan, “Sudah cukup: marilah sekarang kita pergi.” Kemudian mereka menyanyikan madah syukur, meminggirkan meja, dan pergi ke ruang depan.

Di sana, Yesus berjumpa dengan BundaNya, Maria Kleopas, dan Magdalena, yang dengan sangat mohon kepada-Nya untuk tidak pergi ke Bukit Zaitun, sebab telah tersiar kabar bahwa para musuh-Nya sedang mencari kesempatan untuk membunuh Dia. Tetapi Yesus menghibur mereka dengan beberapa patah kata, lalu bergegas pergi - saat itu sekitar pukul sembilan malam. Mereka menyusuri jalan dengan mana Petrus dan Yohanes datang ke ruang perjamuan, dan melangkahkan kaki menuju Bukit Zaitun.

Aku senantiasa melihat Paskah dan penetapan Sakramen Mahakudus berlangsung sesuai urutan di atas. Setiap saat, perasaanku begitu meluap-luap dan emosiku berkobar-kobar, hingga aku tak dapat memberikan banyak perhatian pada segala detail, tetapi sekarang aku melihatnya dengan lebih jelas. Tak ada kata yang dapat mengungkapkan betapa menyakitkan dan betapa meremukkan hati menyaksikan lubuk-lubuk hati yang tersembunyi, kasih dan kesetiaan Juruselamat kita, sementara pada saat yang sama mengetahui segala yang akan menimpa Diri-Nya. Bagaimana mungkin mengamati segala yang lahiriah belaka! Hati dipenuhi kekaguman, ucapan syukur dan kasih yang berlimpah - kebutaan manusia tampaknya sungguh tak dapat dimengerti sama sekali - dan jiwa sarat dengan dukacita karena pemikiran atas rasa tidak tahu terima kasih seluruh dunia, dan atas dosa-dosanya sendiri!

Perjamuan anak domba Paskah dilakukan Yesus dengan bergegas, dan sepenuhnya sesuai dengan segala ketetapan yang berlaku. Sementara kaum Farisi biasa mengulur waktu dan menambahkan upacara-upacara takhyul.

Bersambung...


sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”
 “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”

Tidak ada komentar: