Minggu, 16 Desember 2012


PERUMPAMAAN TENTANG BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR




PERUMPAMAAN TENTANG BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR
dikutip dari penglihatan Beata Anna Katharina Emmerick

Bahkan sebagai seorang kanak-kanak, aku melihat perumpamaan ini dan perumpamaan-perumpamaan lain melintas bagai adegan-adegan nyata di hadapan mataku, dan aku biasa berpikir bahwa, di sana sini, aku mengenali sosok-sosok mereka yang sesekali terlihat dalam kehidupan sekitarku. Dan demikian juga yang terjadi dengan bendahara ini yang selalu aku lihat sebagai seorang yang bongkok dengan jenggot kemerahan, seorang penerima pendapatan. Aku biasa melihatnya lari dengan sangat cepat dan gesit di antara para penyewa, membuat mereka menandatangani kontrak dengan sebuah pena. Aku melihat bendahara yang tidak jujur tinggal dalam sebuah kemah istana, di padang gurun Arabia, tak jauh dari tempat di mana Anak-anak Israel meratap. Tuannya, yang tinggal jauh di seberang Gunung Libanus, di sini di perbatasan-perbatasan Palesina memiliki sebuah kebun ladang jagung dan zaitun. Di masing-masing sisi kebun tinggal dua orang petani kepada siapa kebun disewakan. Bendahara ini adalah seorang yang kerdil dan bongkok, amat licik dan penuh siasat. Ia berpikir: "Tuanku masih belum akan datang," dan jadi ia berpesta-pora dan membiarkan segala sesuatu terjadi begitu saja. Kedua orang petani juga kurang lebih sama perangainya; mereka menghabiskan waktu dengan bermabuk-mabukan. Sekonyong-konyong, aku melihat sang tuan datang. Jauh di atas suatu barisan pegunungan yang tinggi, aku melihat sebuah kota dan istana yang indah dari mana sebuah jalanan yang sangat indah menghantar langsung ke kebun. Kemudian aku melihat raja dan segenap pegawainya menuruni gunung dengan sebuah karavan besar yang ditarik onta-onta dan kereta-kereta perang kecil yang rendah yang ditarik oleh keledai-keledai. Aku melihat semua ini sementara aku melihat jalanan-jalanan turun dari Yerusalem surgawi. Rajanya adalah seorang raja surgawi yang memiliki sebuah ladang gandum dan zaitun di bumi ini. Akan tetapi ia datang dengan cara seperti raja-raja partriark, dengan diiringi oleh suatu rombongan besar. Aku melihatnya turun dari atas, sebab orang kerdil itu, sang bendahara, telah dilaporkan kepadanya menghambur-hamburkan pendapatan sang tuan.

Mereka yang berhutang kepada tuan ini adalah dua orang yang berbalut mantol panjang berkancing dari atas ke bawah. Sang bendahara mengenakan sebuah topi kecil. Istana sang bendahara lebih dekat ke padang gurun dibandingkan ke kebun gandum dan zaitun, di mana di masing-masing sisinya para petani tinggal. Kebun lebih ke arah tanah Kanaan, dan membentuk sebuah segitiga dengan kemah istana. Dan sekarang turunlah sang tuan ke ladang jagung. Kedua orang yang berhutang telah menghamburkan buah-buahan dari kebun bersama sang bendahara, meski terhadap orang-orang yang bergantung padanya mereka keras dan menindas. Mereka adalah dua orang imam paroki yang buruk, dan sang bendahara adalah seorang uskup yang jauh dari baik. Sang bendahara, mengetahui kedatangan tuannya sementara tuannya itu masih jauh, dikuasai kekhawatiran besar. Ia mempersiapkan sebuah pesta besar, dan menjadi sangat aktif dan giat melayani. Ketika tuannya tiba, demikianlah ia menyapa sang bendahara: "Mengapa, apakah ini yang aku dengar mengenaimu, bahwa engkau menghambur-hamburkan hartaku! Buatlah suatu pertanggung-jawaban, sebab engkau tidak lagi menjadi bendaharaku!" Kemudian aku melihat sang bendahara bergegas memanggil kedua petani. Mereka menghadirkan diri dengan membawa gulungan-gulungan, yang lalu mereka bentangkan. Ia menanyai mereka mengenai jumlah hutang-hutang mereka, sebab ia sama sekali tak tahu-menahu, dan mereka menunjukkannya kepadanya. Dengan sebuah buluh lengkung yang ia genggam di tangannya, ia menyuruh mereka cepat-cepat mengubah jumlah hutang menjadi lebih sedikit, sebab pikirnya: "Jika aku dipecat, aku akan menumpang pada mereka dan tahu di mana harus tinggal, sebab aku tak dapat bekerja."
 
 
PERUMPAMAAN TENTANG BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR
Homili : Paus Benediktus XVI, St Clement's Square, Minggu 23 September 2007  
St Lukas Penginjil, yang terlebih peduli dibandingkan yang lain dalam menunjukkan kasih Yesus kepada kaum miskin, menawarkan kepada kita berbagai gagasan sebagai refleksi mengenai bahaya kelekatan berlebihan kepada uang, kepada barang-barang dan kepada segala yang menghalangi kita mengamalkan secara penuh panggilan kita untuk mengasihi Allah dan sesama. Juga pada hari ini, melalui suatu perumpamaan yang membangkitkan dalam diri kita suatu keterkejutan sebab berbicara mengenai seorang bendahara yang tidak jujur yang dipuji (bdk Lukas 16:1-13). Suatu pengamatan yang lebih seksama menyingkapkan bahwa di sini Tuhan menyampaikan suatu pengajaran yang serius dan sangat berguna bagi kita. Sebagaimana biasa, Tuhan mengambil inspirasi dari peristiwa kehidupan sehari-hari: Ia bercerita mengenai seorang bendahara yang di saat hendak dipecat karena ketidakjujurannya dalam mengurus milik tuannya dan yang, demi menjamin masa depannya sendiri, dengan licik menyusun rencana bersama orang-orang yang berhutang kepada tuannya. Tak diragukan lagi dia tidak jujur, namun cerdik: Injil tidak menghadirkannya kepada kita sebagai seorang teladan untuk diteladani ketidakjujurannya, melainkan sebagai contoh untuk diteladani muslihatnya dalam menyiasati masa depan. Perumpamaan ini, sesungguhnya, diakhiri dengan perkataan berikut: "Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik" (Lukas 16:8).

Akan tetapi apakah yang hendak disampaikan Yesus kepada kita dengan perumpamaan ini? Dan dengan akhirnya yang mengejutkan? Penginjil melanjutkan perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur dengan serangkaian nasehat dan petuah singkat mengenai hubungan yang harus kita miliki dengan uang dan barang-barang duniawi. Ayat-ayat tersebut merupakan suatu undangan terhadap pilihan yang mengisyaratkan suatu keputusan radikal, suatu konflik batin yang terus-menerus. Hidup sungguh selalu merupakan suatu pilihan: antara jujur dan tidak jujur, antara setia dan tidak setia, antara cinta diri dan cinta sesama, antara baik dan jahat. Akhir dari perikop Injil ini tajam dan pasti: "Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain" (Lukas 16:13). Pada akhirnya, Yesus mengatakan, "Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon" (Lukas 16:13). Mamon adalah suatu istilah Phoenician yang membuat orang berpikir mengenai jaminan ekonomi dan keberhasilan dalam usaha; kita dapat mengatakan bahwa kekayaan ditunjukkan sebagai berhala dengan mana segala sesuatu dikorbankan demi mendapatkan kesuksesan materi diri sendiri; dengan demikian keberhasilan ekonomi ini menjadi berhala orang. Oleh sebab itu, adalah penting untuk membuat suatu keputusan penting antara Allah dan mamon, adalah penting untuk memilih antara alasan keuntungan sebagai kriteria utama tindakan kita, dan alasan berbagi dan solidaritas. Jika alasan keuntungan yang menang, ia akan memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin, juga meningkatkan eksploitasi yang merusak planet ini. Di lain pihak, jika alasan berbagi dan solidaritas yang menang, ada kemungkinan untuk memperbaiki dan mengarahkannya pada perkembangan yang adil demi kebaikan bersama. Pada dasarnya, adalah masalah memilih antara egois dan kasih, antara keadilan dan ketidakjujuran dan akhirnya, antara Allah dan setan. Apabila mengasihi Kristus dan sesama tidak dianggap sebagai sesuatu yang kurang penting dan polesan belaka, melainkan, sebagai tujuan sejati dan dasar dari seluruh keberadaan kita, maka adalah penting untuk mengetahui bagaimana menentukan pilihan-pilihan dasar, untuk siap membuat penyangkalan-penyangkalan radikal, jika perlu bahkan hingga ke tahap kemartiran. Hari ini, seperti kemarin, hidup Kristiani menuntut keberanian untuk melawan arus, untuk mengasihi seperti Yesus, yang bahkan sebegitu jauh hingga mengurbankan Diri-Nya Sendiri di salib.

Jadi, dapat kita katakan, dengan mengatakan kembali salah satu pemikiran St Agustinus, bahwa melalui kekayaan duniawi kita harus mendapatkan bagi diri kita sendiri kekayaan yang sejati dan abadi itu: sungguh, jika ada orang-orang yang siap untuk mengambil segala bentuk cara ketidakjujuran demi menjamin keadaan jasmani mereka sendiri yang senantiasa tak terduga, betapa terlebih lagi kita umat Kristiani harus peduli untuk mempersiapkan kebahagiaan kekal kita dengan barang-barang dari dunia ini (bdk. Risalat, 359, 10). Sekarang, satu-satunya cara untuk menghantarkan bakat-bakat dan kecakapan pribadi kita serta kekayaan yang kita miliki pada tujuan akhir kekekalan adalah dengan membagikannya pada sesama, dengan demikian menunjukkan bahwa kita adalah bendahara-bendahara yang baik dari apa yang Allah percayakan kepada kita. Yesus bersabda: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar" (Lukas 16:10).
 
 
 JANGAN KITA MENJADI BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR
Oleh : oleh: St Basilius Agung (± 330-379), Uskup & Pujangga Gereja
 
Hendaknya kalian tahu dari mana keberadaanmu sendiri berasal: napas, akal budi, dan yang terpenting dari semuanya adalah: pengetahuan akan Allah; darimana berasal pengharapan akan kerajaan surga dan akan menyaksikan kemuliaan yang, sekarang, kalian lihat hanya secara samar-samar seperti dalam sebuah cermin akan tetapi yang, kelak, akan kalian lihat dalam segala kemurnian dan kecemerlangannya (1 Kor 13:12). Dari manakah berasal bahwa engkau adalah anak Allah, ahli waris bersama Kristus (Roma 8:16-17) dan, aku berani katakan, bahwa engkau sendiri adalah allah? Dari manakah semua ini berasal, dan melalui siapa?

Lagi, berbicara mengenai hal-hal yang kurang penting, yang nyata: siapakah gerangan yang memberimu penglihatan akan keindahan langit, pergerakan matahari, perputaran bulan, bintang-bintang yang tak terbilang banyaknya, dan keharmonisan serta keteraturan dalam kesemuanya? … Siapakah gerangan yang memberi kalian hujan, kesuburan tanah, makanan, seni, hukum, kota-kota, kehidupan yang beradab, hubungan yang erat dengan orang-orang seperti dirimu sendiri?

Bukankah dari Dia yang, di atas segalanya dan sebagai balas atas segala anugerah-Nya, menuntut dari kalian untuk mengasihi sesama manusia? … Jadi, apabila Ia, Allah dan Tuhan kita, tidak malu disebut Bapa kita, adakah kita hendak menyangkal persaudaraan kita? Tidak, para saudara dan sahabatku, janganlah kita menjadi bendahara-bendahara yang tidak jujur dari segala hal baik yang dipercayakan kepada kita.


Sumber : http://yesaya.indocell.net/


Tidak ada komentar: