Apakah Roh Kudus hanya bisa dimiliki oleh orang Katolik?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dipahami terlebih dahulu beberapa prinsipnya, yaitu:
1. Pembaptisan yang sah memberikan Roh Kudus
Semua orang yang dibaptis secara sah, “dilahirkan kembali oleh air
dan Roh Kudus” (lih. Yoh 3:5), sehingga dengan demikian menerima Roh
Kudus yang memungkinkan ia masuk dalam Kerajaan Allah.
KGK 1215 Sakramen ini [Pembaptisan] juga dinamakan “permandian kelahiran kembali dan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus”
(Tit 3:5), karena menandakan dan melaksanakan kelahiran dari air dan
dari Roh, yang dibutuhkan setiap orang untuk “dapat masuk ke dalam
Kerajaan Allah” (Yoh 3: 5).
KGK 1213 Pembaptisan suci adalah dasar seluruh kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam Roh [vitae spiritualis ianua] dan menuju Sakramen-sakramen yang lain.
Oleh Pembaptisan kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali
sebagai putera-puteri Allah; kita menjadi anggota-anggota Kristus,
dimasukkan ke dalam Gereja dan ikut serta dalam perutusannya (Bdk.
Konsili Firense: DS 1314; KHK, Kann. 204 §1; 849; CCEO, can. 675 §1).
“Pembaptisan adalah Sakramen kelahiran kembali oleh air dalam Sabda”
(Catech. R. 2,2,5).
2. Pembaptisan yang sah diberikan oleh Gereja Katolik, dan dapat pula oleh gereja-gereja non Katolik, sepanjang ketentuan dipenuhi.
Baptisan ini dapat diberikan oleh Gereja Katolik atau gereja
non-Katolik, asalkan itu dilakukan sesuai dengan maksud Gereja, dan
dengan materia dan forma yang sah, yaitu dengan air dan dengan rumusan
Baptisan:. “… di dalam nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus”.
KGK 1256 Biasanya pelayan Pembaptisan
adalah Uskup dan imam dan, dalam Gereja Latin, juga diaken (Bdk. KHK,
Kan. 861 §1; CCEO, Kan. 677 §1). Dalam keadaan darurat setiap orang,
malahan juga seorang yang belum dibaptis, dapat menerimakan Pembaptisan,
asal saja ia mempunyai niat yang diperlukan: Ia harus bersedia
melakukan, apa yang dilakukan Gereja, waktu Pembaptisan, dan memakai
rumusan Pembaptisan yang trinitaris. Gereja melihat alasan untuk
kemungkinan ini dalam kehendak keselamatan Allah yang mencakup semua
orang (Bdk. 1 Tim 2:4) dan perlunya Pembaptisan (Bdk. DS 1315; 646; KHK,
Kan. 861 §2) demi keselamatan (Bdk. Mrk 16:16).
KGK 1284 Dalam keadaan darurat setiap
orang dapat membaptis, sejauh ia mempunyai niat untuk melakukan apa yang
dilakukan Gereja, dan menuangkan air di atas kepala orang yang dibaptis
dan berkata: “Aku membaptis engkau atas nama Bapa dan Putera dan Roh
Kudus”.
3. Terdapat 3 jenis/cara Baptisan disampaikan
Terdapat 3 jenis/ cara Baptisan yang diakui oleh Gereja Katolik yang
kesemuanya bersumber pada wafat dan kebangkitan Kristus: 1) Baptisan
air, yaitu Pembaptisan yang umum dilakukan; 2) Baptisan darah, yang
terjadi pada para martir yang membela iman; 3) Baptisan keinginan, yang
terjadi pada para katekumen dan mereka yang dengan tulus mencari Allah
namun yang bukan karena kesalahannya sendiri, tidak sampai mengenal
Kristus dan Gereja-Nya. Tentang Baptisan darah dan baptisan keinginan,
Katekismus mengajarkan:
KGK 1258 Gereja sudah sejak dahulu yakin bahwa orang-orang yang mengalami kematian karena iman, tanpa sebelumnya menerima Pembaptisan, telah dibaptis untuk
dan bersama Kristus oleh kematiannya. Pembaptisan darah ini demikian
pula kerinduan akan Pembaptisan menghasilkan buah-buah Pembaptisan
walaupun tidak merupakan Sakramen.
KGK 1259 Bagi para katekumen yang mati sebelum Pembaptisan,
kerinduan yang jelas untuk menerima Pembaptisan, penyesalan atas
dosa-dosanya, dan cinta kasih sudah menjamin keselamatan yang tidak
dapat mereka terima melalui Sakramen itu.
KGK 1260 “Sebab karena Kristus telah
wafat bagi semua orang, dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya
satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus
membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk bergabung dengan cara yang
diketahui oleh Allah dengan misteri Paska itu” ((GS 22) Bdk. LG 16; AG
7). Setiap manusia yang tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pemahamannya akan hal itu, dapat diselamatkan. Orang dapat mengandaikan bahwa orang-orang semacam itu memang menginginkan Pembaptisan, seandainya mereka sadar akan peranannya demi keselamatan.
4. Walaupun Allah mengikatkan rahmat keselamatan pada sakramen, namun Allah tidak terikat pada sakramen-sakramen.
Walaupun Gereja Katolik mengajarkan Pembaptisan perlu untuk
keselamatan, dan mengikatkan rahmat keselamatan pada Pembaptisan, namun Allah sendiri tidak terikat pada Sakramen-sakramen-Nya. Artinya, Allah tetap dapat berkarya di luar batas-batas sakramen- sakramen-Nya.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 1257 Tuhan sendiri mengatakan bahwa Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan
(Bdk. Yoh 3:5). Karena itu, Ia memberi perintah kepada para murid-Nya,
untuk mewartakan Injil dan membaptis semua bangsa (Bdk. Mat 28:19-20; DS
1618; LG 14; AG 5). Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan
orang-orang, kepada siapa Injil telah diwartakan dan yang mempunyai
kemungkinan untuk memohon Sakramen ini (Bdk. Mrk 16:16). Gereja tidak
mengenal sarana lain dari Pembaptisan, untuk menjamin langkah masuk ke
dalam kebahagiaan abadi. Karena itu, dengan rela hati ia mematuhi
perintah yang diterimanya dari Tuhan, supaya membantu semua orang yang dapat dibaptis, untuk memperoleh “kelahiran kembali dari air dan Roh“. Tuhan telah mengikatkan keselamatan pada Sakramen Pembaptisan, tetapi Ia sendiri tidak terikat pada Sakramen-sakramen-Nya.
5. Kuasa menguduskan diberikan Kristus kepada para Rasul.
Dengan memberikan Roh Kudus-Nya kepada para Rasul, Yesus memberikan
kuasa kepada para Rasul untuk menguduskan. Kuasa yang sama diberikan
kepada para penerus Rasul melalui jalur apostolik.
KGK 1087 Ketika Kristus yang bangkit
memberikan Roh Kudus kepada para Rasul, Ia mempercayakan wewenang
pengudusan-Nya kepada mereka (Bdk. Yoh 20:21-23) para Rasul menjadi tanda sakramental Kristus. Berkat kekuatan Roh Kudus yang sama, mereka menyerahkan wewenang pengudusan itu kepada pengganti-penggantinya.
“Suksesi apostolik” ini membentuk seluruh kehidupan liturgi Gereja.
Suksesi itu bersifat sakramental dan dilanjutkan melalui Sakramen
Tahbisan.
6. Rahmat adalah karunia Roh Kudus yang menguduskan, namun keadaan rahmat itu dapat hilang karena dosa berat (mortal sin).
Dosa berat tersebut menghilangkan rahmat, karena dosa tersebut
menghilangkan kasih. Dalam keadaan berdosa berat, manusia ‘kehilangan’
Roh Kudus, bukan karena Roh Kudus meninggalkannya, tetapi karena manusia
itu sendiri meninggalkan Roh Kudus [Dalam keadaan ini, jika ia wafat
dalam keadaan tidak bertobat, ia akan kehilangan rahmat keselamatan yang
diperolehnya melalui Baptisan]. Keadaan rahmat diperoleh kembali
melalui sakramen Pengakuan Dosa. Proses pengudusan umat beriman ini,
melibatkan para rasul dan para penerus mereka yaitu para uskup dan imam,
oleh rahmat tahbisan.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 2003 Rahmat adalah pertama-tama anugerah Roh Kudus yang membenarkan dan menguduskan kita.
Tetapi di dalam rahmat termasuk juga anugerah-anugerah yang Roh berikan
kepada kita, untuk membuat kita mengambil bagian dalam karya-Nya serta
menyanggupkan kita untuk berkarya demi keselamatan orang lain dan
pertumbuhan Tubuh Kristus, yaitu Gereja. Termasuk di dalamnya
rahmat-rahmat sakramental, artinya anugerah-anugerah khusus dalam
Sakramen yang berbeda-beda. Termasuk juga di dalamnya rahmat-rahmat
khusus, yang dinamakan karisma, sesuai dengan ungkapan Yunani yang
dipergunakan oleh santo Paulus, yang berarti kemurahan hati, anugerah
bebas, dan perbuatan baik (Bdk. LG 12). Ada berbagai macam karisma,
sering kali juga yang luar biasa seperti anugerah mukjizat atau anugerah
bahasa. Semuanya itu diarahkan kepada rahmat pengudusan dan bertujuan
pada kesejahteraan umum Gereja. Karisma itu harus mengabdi kasih, yang membangun Gereja (Bdk. 1 Kor 12).
KGK 1855 Dosa berat merusakkan kasih di dalam hati manusia oleh satu pelanggaran berat melawan hukum Allah. Di dalamnya manusia memalingkan diri dari Allah, tujuan akhir dan kebahagiaannya dan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih rendah.
KGK 1861 Dosa berat, sama seperti kasih, adalah satu kemungkinan radikal yang dapat dipilih manusia dalam kebebasan penuh. Ia mengakibatkan kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan, artinya status rahmat. Kalau
ia tidak diperbaiki lagi melalui penyesalan dan pengampunan ilahi, ia
mengakibatkan pengucilan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian
abadi di dalam neraka karena kebebasan kita mempunyai kekuasaan
untuk menjatuhkan keputusan yang definitif dan tidak dapat ditarik
kembali. Tetapi meskipun kita dapat menilai bahwa satu perbuatan dari
dirinya sendiri merupakan pelanggaran berat, namun kita harus
menyerahkan penilaian mengenai manusia kepada keadilan dan kerahiman
Allah.
KGK 1856 Karena dosa berat merusakkan prinsip hidup di dalam kita, yaitu kasih, maka ia membutuhkan satu usaha baru dari kerahiman Allah dan suatu pertobatan hati yang secara normal diperoleh dalam Sakramen Pengakuan.
KGK 1087 Ketika Kristus yang bangkit
memberikan Roh Kudus kepada para Rasul, Ia mempercayakan wewenang
pengudusan-Nya kepada mereka (Bdk. Yoh 20:21-23) para Rasul menjadi tanda sakramental Kristus. Berkat kekuatan Roh Kudus yang sama, mereka menyerahkan wewenang pengudusan itu kepada pengganti-penggantinya.
“Suksesi apostolik” ini membentuk seluruh kehidupan liturgi Gereja.
Suksesi itu bersifat sakramental dan dilanjutkan melalui Sakramen
Tahbisan.
7. Hubungan dengan saudara-saudari Kristen non-Katolik.
Berdasarkan prinsip bahwa Gereja Katolik mengakui adanya satu Roh dan
satu Baptisan (Ef 4:4) yang bersumber pada wafat dan kebangkitan
Kristus, maka Gereja Katolik mengakui adanya hubungan persaudaraan
dengan saudara-saudari Kristen non Katolik:
KGK 1271 Pembaptisan membentuk dasar persekutuan semua orang Kristen, juga dengan mereka yang belum sepenuhnya berada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik. “Sebab mereka
itu, yang beriman akan Kristus dan dibaptis dengan sah, berada dalam
suatu persekutuan dengan Gereja Katolik, sungguhpun tidak secara
sempurna. Sungguhpun begitu, karena mereka dalam baptis
dibenarkan berdasarkan iman, mereka disatu-ragakan dalam Kristus. Oleh
karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama Kristen, dan tepat
pula oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari
dalam Tuhan” (UR 3). “Baptis merupakan ikatan sakramental kesatuan
antara semua orang yang dilahirkan kembali karenanya” (UR 22).
Tentang kesatuan ini, Konsili Vatikan II mengatakan:
“Dalam satu dan satu-satunya Gereja Allah
itu sejak awal mula telah timbul berbagai perpecahan, yang oleh Rasul
dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak di hukum. Dalam abad-abad
sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas
lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari
persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik, yang seringnya karena
kesalahan orang- orang di kedua belah pihak. Tetapi mereka, yang
sekarang lahir dan di besarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat
itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan
diri. Gereja Katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara
penuh hormat dan cinta kasih. Sebab mereka itu, yang beriman akan
Kristus dan dibaptis secara sah, berada dalam suatu persekutuan dengan
Gereja Katolik, meskipun persekutuan ini tidak sempurna. Perbedaan-
perbedaan yang ada dalam derajat yang berbeda di antara mereka dan
Gereja Katolik- baik perihal ajaran dan ada kalanya juga dalam
tata-tertib, maupun mengenai tata-susunan Gereja, memang menciptakan
banyak hambatan, kadang menjadi hambatan yang serius, terhadap
persekutuan gerejawi yang penuh. Gerakan ekumenis bertujuan mengatasi
hambatan-hambatan itu. Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis
dibenarkan berdasarkan iman, mereka disaturagakan dalam Kristus. Oleh
karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama Kristen, dan tepat
pula oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari
dalam Tuhan.
“Oleh karena itu Gereja-Gereja dan
Jemaat-Jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai
oleh kekurangan-kekurangan, sama sekali bukannya tidak berarti atau
bernilai dalam misteri keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak
untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya keselamatan, yang
kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri,
yang dipercayakan kepada Gereja Katolik.
Akan tetapi saudara-saudari yang tercerai
dari kita, baik secara perorangan maupun sebagai Jemaat dan Gereja,
tidak menikmati kesatuan, yang oleh Yesus Kristus hendak dikurniakan
kepada mereka semua, yang telah dilahirkan-Nya kembali dan
dihidupkan-Nya untuk menjadi satu tubuh, bagi kehidupan yang serba baru,
menurut kesaksian Kitab suci dan tradisi Gereja yang terhormat. Sebab hanya
melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yang adalah “sarana umum untuk
keselamatan”, dapat dicapai seluruh kepenuhan sarana penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya
kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah
mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh
Kristus di dunia. Dalam tubuh itu harus disaturagakan
sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk umat Allah,
Selama berziarah di dunia, umat itu, meskipun dalam para anggotanya
tetap tidak terluputkan dari dosa, berkembang dalam Kristus, dan secara
halus dibimbing oleh Allah, menurut rencana-Nya yang penuh rahasia,
sampai akhirnya penuh kegembiraan meraih seluruh kepenuhan kemuliaan
kekal di kota Yerusalem sorgawi.” (Konsili Vatikan II, Unitatis Redintegratio 3)
Maka, walaupun Allah tetap dapat mengikutsertakan gereja-gereja
non-Katolik dalam misteri keselamatan-Nya, namun kepenuhan rahmat
misteri keselamatan Allah diperoleh di dalam Gereja Katolik. Maka
kesatuan penuh dengan Gereja Katolik diperlukan, agar seseorang
memperoleh kepenuhan sarana yang menghantar kepada keselamatan. Paus
Pius XII menjelaskan tentang hal ini demikian:
“103. As you know, Venerable
Brethren, from the very beginning of Our Pontificate, We have committed
to the protection and guidance of heaven those who do not belong to the
visible Body of the Catholic Church, solemnly declaring that after the
example of the Good Shepherd We desire nothing more ardently than that
they may have life and have it more abundantly.[194] Imploring the
prayers of the whole Church We wish to repeat this solemn declaration in
this Encyclical Letter in which We have proclaimed the praises of the
“great and glorious Body of Christ”[195] and from a heart overflowing
with love We ask each and every one of them to correspond to the
interior movements of grace, and to seek to withdraw from that state in
which they cannot be sure of their salvation. For even though by
an unconscious desire and longing they have a certain relationship with
the Mystical Body of the Redeemer, they still remain deprived of those
many heavenly gifts and helps which can only be enjoyed in the Catholic
Church. Therefore may they enter into Catholic unity and,
joined with Us in the one, organic Body of Jesus Christ, may they
together with us run on to the one Head in the Society of glorious love.
Persevering in prayer to the Spirit of love and truth, We wait for them
with open and outstretched arms to come not to a stranger’s house, but
to their own, their father’s home.” (Mystici Corporis, 103)
Terjemahannya:
“103. Sebagaimana kamu ketahui,
Saudara-saudara yang terhormat, sejak awal masa Pontifikat kami, Kami
telah berkomitmen untuk menjaga dan membimbing ke Surga mereka yang
tidak menjadi anggota Tubuh yang kelihatan dari Gereja Katolik, dengan
menyatakan dengan agung bahwa menurut teladan Sang Gembala yang Baik
[Kristus], Kami dengan sungguh menghendaki tiada lain kecuali bahwa
mereka dapat memperoleh hidup dan memperolehnya dalam kelimpahan.
Memohon doa dari seluruh Gereja, Kami hendak mengulangi deklarasi agung
ini di dalam surat ensiklik ini, di mana Kami menyatakan pujian akan
“Tubuh Kristus yang agung dan mulia”, dan dari hati yang melimpah dengan
kasih, Kami meminta kepada setiap orang dari mereka untuk menanggapi
gerakan rahmat di dalam hati dan menarik diri dari keadaan di mana
mereka tidak dapat menjadi yakin akan keselamatan mereka. Sebab
meskipun oleh kehendak dan kerinduan yang tak disadari, mereka mempunyai
hubungan tertentu dengan Tubuh Mistik Sang penebus, mereka tetap
menarik diri dari banyaknya karunia surgawi dan pertolongan yang hanya
dapat diterima di dalam Gereja Katolik. Oleh karena itu, semoga
mereka dapat masuk dalam kesatuan Katolik dan bergabung dengan Kami di
dalam Tubuh Yesus Kristus yang satu dan organik, semoga mereka bersama
dengan kita berlari kepada satu Kepala di dalam Persekutuan kasih yang
mulia. Bertekun dalam doa kepada Roh kasih dan kebenaran, Kami
menantikan mereka dengan tangan yang terbuka dan terbentang, untuk dapat
datang, tidak sebagai rumah yang asing, tetapi sebagai rumah mereka
sendiri, rumah Bapa mereka.” (Mystici Corporis, 103).
8. Kesimpulan:
Roh Kudus diberikan Allah kepada umat manusia seturut kehendak-Nya,
namun cara yang diketahui Gereja adalah melalui Pembaptisan. Pembaptisan
yang dikenal dalam Gereja Katolik disampaikan melalui sakramen Baptis
(dengan air), Baptisan darah dan Baptisan keinginan. Semua orang yang
telah dibaptis secara sah (walaupun baptisan itu diberikan tidak di
Gereja Katolik), telah menerima Roh Kudus. Namun diperlukan kondisi
rahmat untuk menjaga rahmat Baptisan tersebut, sebab jika seseorang
melakukan dosa berat, ia dapat kehilangan rahmat tersebut dan terpisah
dari Allah. Untuk mengembalikannya, diperlukan rahmat Allah yang
diterima melalui sakramen Pengakuan Dosa, dan untuk menerima rahmat
pengampunan ini diperlukan imam yang mempunyai jalur apostolik. Itulah
sebabnya walaupun saudara-saudari kita yang Kristen non- Katolik dapat
menerima Roh Kudus, mereka tetap kekurangan dalam hal rahmat yang dapat
diberikan Allah untuk kembali ke dalam keadaan rahmat, jika mereka
terjatuh di dalam dosa berat. Walaupun Tuhan dapat bekerja di luar
sakramen, tetapi kita mengetahui bahwa Allah telah mempercayakan
kepenuhan sarana untuk memberikan karunia-karunia keselamatan-Nya dalam
Gereja Katolik, terutama melalui sakramen-sakramen, yang telah
diinstitusikan oleh Kristus sendiri. Oleh karena itu, jika kita ingin
tetap tinggal di dalam keadaan rahmat karunia Roh Kudus yang menghantar
kita kepada keselamatan kekal, kita perlu untuk tetap tinggal dalam
kesatuan dengan Gereja Katolik, sebagai Gereja satu-satunya yang
didirikan oleh Kristus.
Sumber : http://katolisitas.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar