Senin, 22 Juli 2013


Maria Valtorta dan Puisi Manusia-Allah

oleh: Glenn Dallaire *

Maria Valtorta (1897-1961)


   MARIA VALTORTA - "PENA" YESUS

Maria Valtorta adalah seorang perempuan awam Italia yang luar biasa, seorang mistikus yang kepadanya dianugerahkan serangkaian penglihatan akan kehidupan Tuhan kita, dimulai sebelum kelahiran-Nya, dan berakhir dengan Kenaikan Santa Perawan Maria ke surga.

Tuhan kita memerintahkannya untuk menuliskan penglihatan-penglihatan ini, dan ia dengan penuh kasih taat, meskipun pada waktu itu (dan hingga akhir hayatnya) ia sama sekali tak dapat meninggalkan tempat tidurnya karena cedera tulang belakang, dan menderita hebat akibat komplikasi dari setidaknya dua penyakit serius lainnya. Maria mulai menuliskan penglihatan-penglihatannya pada buku-buku catatan pada tahun 1943 dan terus menuliskannya (bahkan selama perang) hingga tahun 1953. Ketika selesai, penglihatan-penglihatan itu, yang meliputi seluruh kehidupan Tuhan kita, terdiri dari sekitar sepuluh ribu halaman tulisan tangan, yang kemudian disusun dan diterbitkan menjadi sebuah karya besar berjudul "The Poem of the Man-God " ("Puisi Manusia-Allah"), Centro Editoriale Valtortiano srl, 1989.

Bersama dengan karya luar biasa Puisi Manusia-Allah, Maria juga dianugerahi tambahan limaribu halaman tulisan tangan lainnya, yang meliputi penjelasan atas ayat-ayat Kitab Suci yang disampaikan kepadanya oleh malaikat pelindungnya (bernama Azarya), bersama dengan beberapa informasi luar biasa mengenai biografi dan sejarah para martir Kristen pertama (sebagian dari mereka kemartirannya ia lihat dalam penglihatan-penglihatan yang dianugerahkan kepadanya), dan beberapa pelajaran doktrin yang disampaikan kepadanya melalui "suara batin" yang juga dikenal sebagai ungkapan batin [interior locution]. Sebagian dari karya-karya ini sekarang telah dipublikasikan dengan judul "Maria Valtorta - Buku Catatan" yang diterbitkan dalam beberapa serial buku, dan juga "Kitab Azarya" yang berisi bimbingan rohani dan informasi pencerahan yang disampaikan malaikat pelindungnya.

Maria memiliki kasih yang luar biasa kepada Allah dan kepada jiwa-jiwa. Orang sering datang mengunjunginya agar dikuatan dan disemangati oleh perkataannya dan senyumnya yang lemah lembut. Sebab dirinya sendiri telah mengalami begitu banyak penderitaan, ia mengerti rasa sakit dan penderitaan mereka, dan dapat membimbing dan mendorong mereka untuk menerima salib hidup sehari-hari. "Kerasulan Rohani" bagi jiwa-jiwa hanyalah sebagian dari hidupnya sebagai jiwa yang berkurban, yang terdiri terutama atas penyerahan penderitaannya yang banyak itu dalam persatuan dengan Yesus sebagai silih bagi para pendosa. Dalam penglihatannya, Yesus sering menyebutnya "Yohanes kecil", mengacu pada Rasul Yohanes yang dikasihi-Nya, ia yang sangat mengasihi Yesus. Hidup Maria Valtorta dapat dibagi menjadi dua tahap: Pertama, dari kelahirannya hingga ke kelumpuhan kedua kakinya pada usia 37 tahun; yang kedua dari masa kelumpuhannya, yang membuatnya sama sekali terbaring di tempat tidur hingga wafatnya pada tahun 1961, 27 tahun kemudian.


   PUISI MANUSIA-ALLAH

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, dalam kurun waktu sekitar 6 bulan, saya membaca seluruhnya dari kelima jilid buku "Puisi Manusia-Allah". Sejak itu, saya telah membaca kembali bagian-bagian tertentu beberapa kali. Saya bahkan tak dapat mulai menjelaskan dampak rohani dari karya ini atas diri saya. Betapa suatu rahmat luar biasa bisa membacanya! Orang secara harafiah "dibawa" ke zaman Yesus, berjalan bersama-Nya dan para rasul melintasi jalanan-jalanan dan kota-kota Israel. Bukan hanya orang dapat mengenal Yesus dengan cara yang paling akrab, tetapi juga orang dapat mengenal dan melihat kepribadian dari masing-masing rasul, pula beberapa murid lainnya. Dan lalu, ada Bunda Maria dan St Yosef! Betapa rahmat yang luar biasa dapat mengenal mereka! Dan lalu juga ada Maria Magdalena, Lazarus, Marta dan para murid perempuan lainnya, para gembala ... orang dapat menyebutkannya terus dan terus! Akan tetapi, cukuplah dikatakan, Puisi Manusia-Allah adalah suatu karya yang paling luar biasa. Tentu saja, karya ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan Kitab Suci, tetapi sungguh dapat melengkapinya dengan cara yang paling mengagumkan.

Berikut adalah kutipan dari "Puisi Manusia-Allah" guna memberikan suatu gambaran akan harta rohani dari karya ini:


 Penyembuhan Seorang Anak Lumpuh

[Yesus baru saja selesai berbicara kepada orang banyak] "... Orang banyak yang berkumpul meneriakkan seruan sukacita dan pujian bagi Mesias. Lalu mereka menjadi tenang dan membuka jalan untuk membiarkan lewat seorang ibu, yang membopong seorang anak yang lumpuh, seorang anak laki-laki berusia sekitar sepuluh tahun. Di kaki tangga, ia mengulurkan anak itu, seolah ia mempersembahkannya kepada Yesus.

"Ia adalah salah seorang pelayanku. Anaknya tahun lalu jatuh dari teras dan punggungnya patah. Ia akan terbaring pada punggungnya sepanjang hidupnya," jelas tuan rumah.

"Ia berharap pada-Mu sepanjang bulan-bulan ini ...." tambah nyonya rumah.

"Suruhlah ia datang kepada-Ku."

Tetapi perempuan malang itu begitu gembira, hingga nyaris lumpuh. Seluruh tubuhnya gemetaran; dalam gaun panjangnya ia berjalan mendaki anak-anak tangga yang tinggi dengan anaknya dalam bopongannya.

Maria, penuh kasih, berdiri dan turun ke bawah menyongsongnya. "Mari. Jangan takut. PutraKu mengasihimu. Berikan anakMu kepadaku. Akan lebih mudah bagimu untuk mendaki. Mari, puteriKu. Aku juga seorang Ibu," dan Ia mengambil anak itu, tersenyum ramah kepada si anak, dan lalu naik dengan beban malang dalam bopongannya. Ibu anak itu mengikutiNya sambil menangis.

Maria sekarang ada di hadapan Yesus. Ia berlutut dan berkata: "Nak! Demi Bunda ini!" Tak ada yang lain.
Yesus bahkan tidak mengajukan pertanyaan lazim: "Apakah yang engkau ingin Aku perbuat bagimu? Percayakah kau bahwa Aku dapat melakukannya?" Tidak. Hari ini Ia tersenyum dan mengatakan: "Perempuan, datanglah kemari."

Perempuan itu pergi ke samping Maria. Yesus menumpangkan tangan-Nya ke atas kepala perempuan itu dan hanya mengatakan: "Bergembiralah," dan Ia belum selesai mengucapkan kata-kata-Nya, ketika anak itu, yang sejauh ini terbaring berat dalam bopongan Maria, dengan kaki-kakinya yang menggantung, sekonyong-konyong duduk dan dengan teriakan sukacita: "Mama!", ia berlari untuk berlindung dalam pangkuan ibunya.

Teriakan Hosana tampak menembusi langit yang sekarang seluruhnya merah saat matahari terbenam.

Perempuan itu, mendekapkan puteranya ke dadanya, tak tahu harus berkata apa dan ia bertanya: "Apakah yang harus aku perbuat guna mengatakan kepada-Mu bahwa aku sangat bersyukur?" Dan Yesus, membelainya sekali lagi: "Kau harus baik dan mengasihi Allah dan mengasihi sesama dan membesarkan puteramu dalam kasih ini." Akan tetapi perempuan itu belum puas. Ia ingin ... ia ingin ... dan akhirnya ia memohon: "Kecupan dari-Mu dan dari BundaMu untuk anakku."

Yesus membungkuk dan menciumnya dan Maria melakukan hal yang sama. Dan sementara perempuan itu pergi dengan gembira, dikelilingi oleh teman-teman yang bersorak-sorai, Yesus menjelaskan kepada tuan rumah: "Tak ada lagi yang dibutuhkan. Dia ada dalam pelukan BundaKu. Bahkan tanpa sepatah kata pun Aku akan menyembuhkannya, sebab Ia bahagia apabila Ia dapat melegakan penderitaan dan Aku ingin membuat-Nya bahagia."

Dan Yesus dan Maria saling bertukar pandang yang hanya dia yang telah melihatnya bisa mengerti, tatapan mata yang begitu penuh makna mendalam.


 Penyembuhan Seorang Buta di Kapernaum

Laki-laki malang itu maju ke depan di antara Yakobus dan Yohanes. Ia memegang sebuah tongkat bantu jalan di tangannya, tetapi tidak menggunakannya saat itu. Ia berjalan lebih baik, ditopang oleh dua orang laki-laki. "Di sini, sobat, Guru ada di depanmu."

Orang buta itu berlutut: "Tuhan-ku! Kasihanilah aku!"

"Apakah kau ingin melihat? Berdirilah. Sudah berapa lama engkau buta?"

Keempat rasul berkumpul sekeliling dua yang lainnya.

"Tujuh tahun, Tuhan. Sebelumnya, ketika aku bisa melihat dengan baik, aku bekerja. Dulu aku seorang pandai besi di Kaisarea di Laut. Usahaku maju. Pelabuhan, perdagangan yang baik, mereka selalu membutuhkanku untuk satu dan lain pekerjaan. Tetapi ketika sedang menempa sepotong besi untuk membuat sebuah jangkar, dan Engkau bisa bayangkan betapa panas membaranya itu agar dapat lentur, suatu serpihan memercik, dan membakar mataku. Mataku sudah sakit karena panas tempaan. Aku kehilangan mata yang terluka, dan juga yang satunya menjadi buta sesudah tiga bulan. Aku sudah menghabiskan seluruh tabunganku, dan sekarang aku hidup dari belas kasihan ...."

"Apakah kau sendirian?"

"Aku menikah dan mempunyai tiga orang anak kecil ... Aku bahkan belum pernah melihat wajah salah seorang pun dari mereka ... dan ada padaku seorang ibu yang sudah lanjut usia. Meski demikian ibu dan istriku bekerja untuk mendapatkan sedikit roti, dan dengan apa yang mereka peroleh dan sedekah yang dibawa pulang, kami bisa bertahan tidak kelaparan. Andaikan aku sembuh! ... Aku akan kembali bekerja. Yang aku mohon hanyalah aku dapat bekerja seperti seorang Israel yang baik dan dengan demikian memberi makan mereka yang aku cintai."

"Dan kau datang kepada-Ku? Siapa yang menyuruhmu?"

"Seorang penderita kusta yang Engkau sembuhkan di kaki Gunung Tabor, ketika Engkau datang kembali ke danau setelah khotbah-Mu yang indah."

"Apa yang ia katakan kepadamu?"

"Bahwa Engkau dapat melakukan segalanya. Bahwa Engkau adalah kesehatan tubuh dan jiwa. Bahwa Engkau adalah terang bagi jiwa dan badan, sebab Engkau adalah Terang Allah. Dia, meski seorang kusta, berani berbaur dengan khalayak ramai, dengan resiko dirajam batu, sepenuhnya terbalut dalam mantolnya, sebab dia telah melihat-Mu lewat dalam perjalanan ke gunung, dan wajah-Mu telah membangkitkan harapan dalam hatinya. Dia mengatakan kepadaku: "Aku melihat sesuatu di wajah itu yang berbisik kepadaku: 'Ada kesehatan di sana. Pergilah!' Dan aku pun pergi." Kemudian ia mengulangi khotbah-Mu kepadaku dan dia katakan kepadaku bahwa Engkau menyembuhkannya, menjamahnya dengan tangan-Mu, tanpa rasa jijik sama sekali. Dia tengah datang kembali dari imam sesudah pentahirannya. Aku mengenalnya. Aku melakukan beberapa pekerjaan untuknya semasa dia memiliki sebuah toko di Kaisarea. Aku datang, menanyakan Engkau di setiap kota dan desa. Sekarang aku telah menemukan-Mu! ... Kasihanilah aku!"

"Marilah. Terang masih terlalu benderang bagi orang untuk keluar dari kegelapan."

"Jadi, apakah Engkau akan menyembuhkanku?"

Yesus membawanya ke rumah Petrus, dalam cahaya redup dari kebun dapur, Ia menempatkannya di depan-Nya Sendiri, dalam posisi begitu rupa sehingga matanya yang sembuh tidak melihat, sebagai penglihatannya yang pertama, danau yang masih berkilauan dalam cahaya. Laki-laki itu tampak seperti seorang kanak-kanak yang sangat taat; ia patuh tanpa mengajukan pertanyaan.

"Bapa! Terang-Mu bagi putera-Mu ini!" Yesus telah mengulurkan kedua tangan-Nya di atas kepala laki-laki yang berlutut itu. Ia tetap dalam sikap itu sementara waktu. Ia lalu membasahi ujung-ujung jari-jari-Nya dengan ludah dan dengan tangan kanan-Nya Ia menyentuh lembut kedua mata yang terbuka, namun mati.

Sesaat. Lalu orang itu mengejapkan matanya, menggosok kelopak matanya seolah ia baru bangun dari tidur, dan matanya kabur.

"Apakah yang kau lihat?"

"Oh! ... oh! ... oh! ... Allah yang kekal! Aku pikir ... aku pikir ... oh! bahwa aku bisa melihat ... Aku melihat mantol-Mu ... warnanya merah, bukan? Dan tangan yang putih ... dan ikat pinggang wol ... oh! Yesus yang baik ... Aku bisa melihat lebih dan lebih baik, semakin aku terbiasa melihat ... Ada rumput di tanah ... dan itu pasti sebuah sumur ... dan ada pohon anggur ..."

"Bangkitlah, sahabat-Ku."

Laki-laki yang menangis dan tertawa itu berdiri, dan setelah sejenak ragu-ragu antara hormat dan ingin, ia mengangkat wajahnya dan beradu mata dengan Yesus: Yesus tersenyum penuh cinta belas kasihan. Sungguh suatu yang indah, pulih dari penglihatanmu dan melihat wajah itu sebagai hal pertama yang dilihat! Laki-laki itu memekik girang dan merentangkan kedua tangannya. Ini suatu tindakan naluriah. Namun ia mengendalikan diri.

Akan tetapi Yesus merentangkan kedua tangan-Nya dan menarik laki-laki yang jauh lebih rendah dari-Nya itu ke dalam pelukan-Nya. "Pulanglah, sekarang, dan jadilah bahagia dan adil. Pergilah dalam damai-Ku."

"Guru, Guru! Tuhan! Yesus! Kudus! Terberkati! Terang ... Aku melihat ... Aku melihat semuanya! ... Ada danau yang biru, langit cerah, matahari terbenam, dan lalu bulan yang bertambah besar ... Tetapi adalah dalam mata-Mu aku melihat biru yang paling indah dan jernih, dan dalam Engkau aku melihat keindahan matahari yang paling sejati, dan cahaya murni bulan terberkati. Engkau adalah Bintang bagi mereka yang menderita, Terang bagi yang buta, Kerahiman yang hidup dan aktif!"

"Aku adalah Terang bagi jiwa-jiwa. Jadilah anak Terang."

"Ya, Yesus, selalu. Setiap kali aku menutup mataku yang terlahir kembali, aku akan memperbaharui ikrarku. Diberkatilah kiranya Engkau dan Yang Mahatinggi."

"Diberkatilah Bapa yang Mahatinggi! Pergilah!"

Dan laki-laki itu pergi, bahagia, percaya diri, sementara Yesus dan para rasul-Nya yang takjub masuk ke dalam dua buah perahu dan memulai perjalanan pelayaran mereka.

Dan penglihatan pun berakhir.


   RIWAYAT HIDUP MARIA VALTORTA

Maria Valtorta dilahirkan pada tanggal 14 Maret 1897 di Caserta, Italia, di mana ayahnya, Joseph, yang adalah seorang staff perwira militer, ditempatkan sementara. Ibunya, Iside Fioravanzi, seorang perempuan berpendidikan dan terkadang seorang perempuan yang sangat kejam, berperilaku seolah anaknya tidak dilahirkan baginya; dia menyewa seorang inang untuk menyusui dan mengasuh Maria. Segera sesudah kelahiran Maria, mereka pindah ke Faenza, dan kemudian pada bulan September 1901, pindah lagi ke Milan. Di sana, Maria, pada usia empat tahun lebih sedikit, mulai masuk TK yang dikelola oleh para suster Ursulin. Di sana, ia menulis: "Aku bertemu dengan wajah Allah dan kasih-Nya," (Otobiografi, hal.22) dan "aku tak pernah melepaskan-Nya" (ibid., hal.24).

Pada usia tujuh tahun, bulan Oktober 1904, Maria masuk Institute of Marcelline Sisters untuk memulai pendidikan dasarnya. Pada tanggal 30 Mei 1905 ia menerima Sakramen Krisma dari Kardinal Ferrari. Sakramen Krisma adalah, sebagaimana dikatakannya, "Pentakosta-ku" (Ibid, hal.25). Beberapa tahun kemudian, keluarganya pindah ke Voghera di mana Maria menyambut Komuni Pertama, pada usia 10 tahun, pada tanggal 5 Oktober 1908. Pada hari itu, persatuannya dengan Yesus menjadi "sempurna" (ibid, hal.72).

Selanjutnya ia masuk College of the Sisters of St. Bartolomea Capitanio di Monza pada tanggal 1 Mei 1909 pada usia duabelas tahun. Ia tinggal di sana selama empat tahun (sekolah lima tahun), dan dianggap sebagai panutan. Pada masa ini, ia diterima dalam perkumpulan Puteri-puteri Maria. Pada tahun 1911, ia memperoleh diploma dalam bidang teknik. Dua tahun berikutnya ia mengambil studi tambahan dalam bidang sastra dan sejarah berbagai negara. Keluarga Valtorta pindah lagi pada tanggal 1 Maret 1913, kali ini ke Florence; usia Maria hampir 16 tahun. Gaya hidupnya tetap seperti di college. Dua kali, pada tahun 1914 dan 1919, ibunya, untuk alasan-alasan egois, tanpa ampun dan secara brutal memutuskan pertunangan Maria dengan dua pemuda yang baik.

Sejak awal November 1917 sampai musim panas 1920, Maria dengan murah hati memberikan waktunya di rumah-rumah sakit perang bersama para perawat Samaria. Di sana ia terjangkit flu Spanyol yang ganas. Setelah sembuh dari flu, pada bulan September 1920, sepupunya - Belfanti - mengundangnya ke Reggio di Calabria. Hampir dua tahun kemudian, pada tahun 1922, ia kembali ke Florence. Pada musim semi tahun 1923, Maria Valtorta melakukan persembahan diri awal kepada Allah.

Pada bulan Oktober 1924, keluarga Valtorta tinggal menetap di Viareggio, di mana Maria tinggal hingga akhir hidupnya. Di Viareggio, pada tanggal 28 Januari 1925, seturut teladan St Theresia dari Lisieux, Maria mempersembahkan diri sebagai korban Kasih yang Maharahim. Ia memperbaharui penyerahan diri ini setiap hari sepanjang hidupnya.

Pada bulan Desember 1929, ia menggabungkan diri dalam Aksi Katolik dan bekerja penuh semangat selama tiga tahun sebagai utusan budaya kaum muda Katolik, memberikan banyak presentasi dan konferensi. Pada tanggal 1 Juli 1930, Maria mempersembahkan dirinya sebagai "korban Keadilan Ilahi." Dan, Keadilan Ilahi ini tak menyayangkannya: penderitaan jasmani dan rohani mulai datang silih berganti, dan meningkat ke tahap di mana, pada tanggal 4 Januari 1933, ia tak lagi bisa meninggalkan rumah. Dari tanggal 1 April 1934 hingga wafatnya (yakni, 27 setengah tahun), ia dipaksa tinggal di tempat tidur.

Pada tahun 1943, ia mulai mendapatkan penglihatan-penglihatan luar biasa mengenai kehidupan Tuhan kita, di mana ia diminta untuk menuliskannya, yang kemudian menjadi serial buku yang luar biasa dan tak terlupakan berjudul "Puisi Manusia-Allah". Dalam penglihatan-penglihatan yang tak terhitung banyaknya itu, ia ditempatkan di tengah-tengah penglihatan, nyaris bagai penonton, dan dengan demikian ia melihat pemandangan-pemandangan dan mencium berbagai bebauan yang ada dalam penglihatan. Penggambarannya mengenai Israel abad pertama mencakup uraian-uraian yang begitu luar biasa dan rinci, yang dipelajari oleh para arkeolog dan para ahli dari berbagai Ilmu alam lainnya, yang secara mengejutkan meneguhkan banyak fakta yang hanya dikenal dalam lingkup sangat terbatas dalam kalangan ilmu akademik.

Seperti Yesus dipaku pada kayu salib, demikian pula, selama duapuluh tujuh setengah tahun akhir hidupnya, Maria Valtorta dipaku pada tempat tidurnya oleh berbagai macam penyakit. Ia mendapatkan dukungan rohani yang efektif dalam diri Pater Romualdo Migliorini, O.S.M. Pada tanggal 25 Maret 1944, Pater Migliorini menerimanya dalam ordo ketiga Hamba-hamba Maria. Pada waktu itu Maria sudah menjadi seorang Fransiskan sekulir.

Pada musim semi tahun 1949, Maria Valtorta, demi melengkapi penyerahan diri sebelumnya, secara murah hati menyerahkan kepada Allah semua yang "secara eksklusif adalah miliknya dan yang telah ia terima dari Allah: akal budi dan kepuasan melihat karyanya diakui" (Surat kepada Moeder Teresa Maria dari St Yosef, Karmelit Tak Berkasut, 18 April 1949). Allah menerima perkataan Maria. Ia melihat rencana publikasi tulisannya dirintangi. Kemudian dari tahun 1956 hingga wafatnya, kemampuan mentalnya merosot. Ia wafat di pagi hari tanggal 12 Oktober 1961, tepat pada saat Pater Innocenzo M. Rovetti, Penyelia dari Ordo Ketiga Hamba-hamba Maria, mengucapkan kata-kata penyerahan jiwanya: "Berangkatlah dari dunia ini, wahai jiwa Kristiani."

Taat, seperti yang selalu dilakukannya, ia meninggalkan dunia menuju surga. Orang-orang melihat bahwa tangan kanannya - dengan mana ia telah menulis begitu banyak teks mulia - berbeda dari tangan kirinya, tetap mempertahankan warna, kekenyalan dan keindahan dari seseorang yang hidup dan bukannya mati. Jadi pada akhirnya, tangan yang menjadi "Pena Yesus" dihormati oleh Allah dalam suatu kesaksian yang selaras dengan kurban Maria, yang dilakukan dengan kasih dan devosi yang luar biasa.

Beberapa kata mutiara Maria Valtorta dari Otobiografinya:

 "Oh, aku sangat bahagia apabila aku menderita sangat, sangat banyak! Misiku adalah untuk menderita."

 "Semua, semuanya memiliki alasannya sendiri dalam Penciptaan, dan semua memiliki misinya sendiri yang diberikan kepadanya oleh Sang Pencipta. Dan punyaku adalah: untuk menderita, menyilih dan mengasihi. Menderita bagi mereka yang tak dapat menderita, menyilih bagi mereka yang tak dapat menyilih, dan mengasihi bagi mereka yang tak dapat mengasihi. Aku tidak memikirkan diriku sendiri. Aku katakan kepada Tuhan yang baik - 'Aku mengandalkan-Mu' dan itu saja yang aku katakan kepada-Nya."

 "Apabila kita mengasihi Allah, kehangatannya mengalir dari pusat keluar, dan dengan cara ini kita mengasihi sesama kita, bukan karena dia layak, melainkan karena dia adanya: karya Allah, yang ditebus oleh Kristus, kediaman Roh Kudus. Kita perlu mengasihinya, sebab dengan memiliki Allah dalam diri kita - karena barangsiapa memiliki cinta kasih memiliki Allah - kita memiliki belas-kasihan-Nya, yang menutupi tindakan-tindakan dasar [dosa] orang lain, dan menutupi tubuh, bahkan jika tubuh menjijikkan akibat penyakit moral, dengan jubah adikodrati."

 "... Aku tak menjadi berkecil hati apabila aku jatuh sekali lagi ke dalam ketidaksempurnaan-ketidaksempurnaan baru. Ini meningkatkan kerendahan hatiku dan syukurku ketika aku melihat betapa maharahim Yesus bagi barangsiapa yang percaya kepada-Nya. Ia adalah "Juruselamat" dan aku menyerahkan kesalahan-kesalahanku kepada-Nya jika aku melakukannya agar Ia mengakhirinya, dan melanjutkan karya-Nya sebagai Juruselamat dalam diriku .... Semakin aku menyadari bahwa aku tidak sempurna, semakin aku pergi kepada-Nya, dengan berseru 'Yesus kasihanilah aku!' Jika jiwa-jiwa tahu dengan kasih yang bagaimana Yesus mengasihi mereka, maka tak satu jiwa pun akan sesat, sebab di tiap kesalahan mereka, mereka akan lari untuk berlindung pada Hati-Nya yang Maharahim. Kesalahannya adalah bahwa orang-orang malah tak percaya, melainkan takut kepada Allah dan hukuman-Nya."

 "Tak ada kesalahan yang begitu besar hingga tak terampuni oleh Penebusan; hendaknya tak ada kenangan akan dosa-dosa atau kesalahan masa lampau yang menjadi halangan bagi kemajuan kita dalam kebaikan, dan hendaknyalah kita tak menghinakan Tuhan yang baik dengan berpikir bahwa Ia adalah Bapa yang begitu kecil, hingga lebih merupakan seorang Hakim daripada seorang Juruselamat."

Catatan: "The Poem of The Man-God" (judul dari edisi pertama bahasa Inggris) sekarang telah diganti menjadi "The Gospel as Revealed To Me" dalam edisi kedua sesuai judul aslinya dalam bahasa Italia "L'EVANGELO COME ME E STATO RIVELATO".

* Glenn Dallaire adalah webmaster dari Miracles of the Church, Mystics of the Church, Miracles of the Saints, St Paul of the Cross, St Gemma Galgani.


Sumber : yesaya.indocell.net 
 

Tidak ada komentar: