Gambaran Mengenai Neraka
oleh Suster Josefa Menendez (1890 ~ 1923)
Artikel
berikut dikutip dari buku "Jalan Kasih Ilahi" ("Way of Divine Love")
tulisan Suster Josefa Menendez yang pertama kali diterbitkan pada tahun
1938 di Perancis dan dengan cepat menyebarluas ke seluruh dunia.
Kardinal Eugenio Pacelli, kelak menjadi Paus Pius XI, memberikan berkat
pada edisi pertama ini.
Suster
Josefa adalah seorang biarawati Spanyol dari Serikat Hati Kudus yang
hidup hanya selama empat tahun sebagai seorang religius di Biara Les
Feuillants di Poitiers, Perancis, di mana ia wafat dalam usia 33 tahun.
"Jalan Kasih Ilahi" sebagian besar terdiri dari catatannya, yang ia
tulis di bawah ketaatan kepada Tuhan kita, dengan wahyu-wahyu dari Hati
KudusNya, ditambah biografinya.
Tuhan
kita Yesus Kristus kerap menampakkan diri kepada Sr Josefa antara
rentang waktu tahun 1921 hingga 1923. Beberapa kali Ia mengatakan
kepadanya bahwa Ia ingin mempergunakannya untuk "melakukan
rancangan-Nya" (9 Februari 1921) demi "keselamatan banyak jiwa yang
sangat amat Ia kasihi" (15 Oktober 1920). Pada malam 24 Februari 1921
Yesus menyatakan secara terlebih jelas panggilannya pada waktu ia
melakukan Jam Suci: "Dunia tidak mengenal
kerahiman HatiKu." "Aku bermaksud menerangi mereka melalui engkau ...
Aku ingin engkau menjadi rasul kasih dan kerahiman-Ku. Aku akan
mengajarkan kepadamu apa artinya itu; melupakan diri sendiri." Dan sebagai jawaban atas ketakutan yang dirasakan Josefa, Yesus mengatakan: "Kasih
dan jangan takut apapun. Aku menginginkan apa yang tidak kau inginkan,
tetapi Aku bisa melakukan apa yang tidak bisa kau lakukan. Bukan engkau
yang memilih, engkau hanya perlu berserah diri ke dalam TanganKu."
Beberapa
bulan kemudian, pada hari Senin tanggal 11 Juni 1921, beberapa hari
sesudah Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus, ketika Josefa telah
menerima banyak rahmat, Yesus mengatakan: "Ingatlah
kata-kata-Ku dan percayalah. HatiKu memiliki hanya satu kerinduan,
yakni membenamkanmu di dalamnya, memilikimu dalam kasih-Ku, dan lalu
menjadikan kelemahan dan ketakberdayaanmu suatu saluran untuk
menyampaikan kerahiman bagi banyak jiwa yang akan diselamatkan melalui
saranamu. Kemudian, Aku akan menyingkapkan kepadamu rahasia-rahasia
penting HatiKu dan banyak jiwa akan beroleh manfaat darinya. Aku ingin
kau menulis dan menyimpan semua yang Aku katakan kepadamu. Tulisan itu
akan dibaca apabila engkau telah di surga. Janganlah berpikir bahwa Aku
mempergunakanmu karena jasa-jasamu, melainkan Aku menghendaki jiwa-jiwa
menyadari betapa Kuasa-Ku mempergunakan alat-alat yang malang dan tak
berdaya." Josefa bertanya apakah dia harus memberitahukannya kepada Moeder Superior, dan Yesus menjawab: "Tulislah; tulisan itu akan dibaca sesudah kematianmu."
Jadi
secara perlahan Tuhan kita menyingkapkan rancangan-Nya: Josefa dipilih
oleh-Nya, bukan hanya untuk menjadi korban bagi jiwa-jiwa, terutama
untuk jiwa-jiwa yang telah dikonsekrasikan, tetapi melalui dia Pesan
Kasih dan Kerahiman Kristus dapat sampai kepada dunia. Sebuah misi ganda
- Korban dan Utusan.
Lebih
dari sekali, Josefa dibawa ke neraka guna menyaksikan dan secara
pribadi merasakan penderitaan neraka. Ketika ia dibawa ke dalam neraka,
atau ketika ia kembali ke keadaan sadar setelah suatu ekstasi, para
superiornya hadir; mereka mencatat dengan seksama kata-kata yang
terlontar dari mulut Josefa pada saat-saat itu. Apabila Josefa
berkomunikasi dengan jiwa-jiwa di api penyucian yang datang memohon doa,
maka nama, tanggal yang tepat, dan tempat kematian mereka, jika
diberikan, selalu didapati benar pada waktu penyelidikan. Tak ada
keraguan yang mungkin ada sehubungan dengan penculikan paksa Josefa oleh
setan, yang terjadi di depan mata para Superior yang tak berdaya untuk
mencegahnya. Pula dampak api yang membakarnya terlihat pada pakaian dan
dagingnya; potongan-potongan kainnya yang hangus masih disimpan.
Suster
Josefa enggan menulis mengenai neraka, dan melakukannya semata demi
memenuhi keinginan Tuhan kita. Pada tanggal 25 Oktober 1922 Bunda Maria
mengatakan kepadanya: "Segala sesuatu yang
Yesus ijinkan engkau lihat dan derita mengenai siksaan neraka, adalah ..
agar engkau memaklumkannya. Jadi, lupakan dirimu sepenuhnya, dan
pikirkan hanya kemuliaan ... keselamatan jiwa-jiwa."
Suster
Josefa berulang kali tinggal dalam apa yang ia gambarkan sebagai
siksaan neraka yang paling ngeri, yaitu ketidakmampuan jiwa untuk
mengasihi. Salah satu dari jiwa-jiwa terkutuk itu berteriak: "Inilah
siksaanku ... bahwa aku rindu mengasihi tapi tak bisa, tak ada yang
tersisa padaku selain dari kebencian dan keputusasaan. Andai salah
seorang dari kami bisa melakukan satu saja tindakan kasih ... Tapi kami
tidak bisa, kami hidup dalam kebencian dan kedengkian ... " (23 Maret
1922).
Ia
mencatat juga dakwaan-dakwaan terhadap diri sendiri yang dilakukan
jiwa-jiwa yang tak bahagia ini: "Sebagian berteriak-teriak karena
penderitaan tangan-tangan mereka. Mungkin mereka adalah pencuri, sebab
mereka mengatakan: 'Di manakah jarahan kita sekarang? ... Tangan-tangan
terkutuk ...' Sebagian lain mengutuk lidah mereka, mata mereka ... apa
pun yang adalah penyebab dosa ... 'Sekarang, oh tubuh, kau membayar
harga kenikmatan yang kau berikan kepada dirimu sendiri! ... dan kau
melakukannya dengan kehendak bebasmu sendiri ... '" (2 April 1922).
"Aku
melihat beberapa jiwa jatuh ke dalam neraka, dan di antara mereka
adalah seorang kanak-kanak berusia limabelas tahun; gadis itu mengutuki
orangtuanya sebab tidak mengajarinya takut akan Allah maupun bahwa ada
neraka. Hidupnya singkat, katanya, namun penuh dosa, karena ia telah
menyerahkan diri pada semua yang dikehendaki tubuh dan nafsunya di jalan
kenikmatan ... " (22 Maret 1923).
"Jiwaku
jatuh ke kedalaman yang tak terperi, yang bagian bawahnya tak dapat
dilihat, karena sangat luar biasa. . . ; Lalu aku didorong masuk ke
dalam salah satu relung berapi dan ditindas, seolah, di antara
papan-papan berapi, dan paku-paku tajam serta besi-besi merah-membara
tampaknya menembusi dagingku. Aku merasa seakan mereka berupaya mencabut
lidahku, namun tak dapat. Aniaya ini membuatku tersiksa hebat begitu
rupa hingga mataku tampaknya mulai keluar dari rongganya. Aku rasa ini
adalah karena api yang membakar dan membakar . . . . tak seujung jari
kuku pun terhindar dari siksaan-siksaan yang mengerikan, dan sepanjang
waktu orang tak dapat bergerak bahkan menggerakkan jari sekalipun demi
mendapatkan sedikit kelegaan, posisi tak berubah, karena tubuh
tampaknya diratakan dan [namun] digandakan dua. Suara hiruk-pikuk dan
hujatan tak berhenti barang sekejap. Bau busuk memuakkan menyesakkan dan
merusak semuanya, seperti bakaran daging busuk, bercampur dengan ter
dan belerang . . . suatu campuran yang tak ada bandingannya di bumi . . .
meski siksaan-siksaan itu dahsyat, siksaan akan dapat ditanggung jika
jiwa dalam damai. Tetapi jiwa menderita tak terlukiskan . . .
Semua yang aku tulis," katanya, "hanyalah sekedar bayangan dari
apa yang diderita jiwa, sebab tak ada kata-kata yang dapat mengungkapkan
siksaan yang begitu mengerikan" (4 September 1922).
"Tampak
bagiku bahwa mayoritas mendakwa diri mereka sendiri karena dosa
ketidakmurnian, mencuri, perdagangan yang tidak adil; dan bahwa sebagian
besar dari mereka yang terkutuk berada di neraka karena dosa-dosa ini."
(6 April 1922).
"Aku
melihat banyak orang duniawi jatuh ke dalam neraka, dan tak ada
kata-kata yang dapat mengungkapkan seruan mereka yang menakutkan serta
mengerikan: "Terkutuk selamanya ... aku menipu diriku sendiri; aku
binasa ... aku di sini selamanya ... Tak ada obat yang mungkin ...
kutukan menimpaku ... '
"Sebagian mendakwa orang-orang lain, sebagian keadaan, dan semuanya menghujat penyebab kebinasaan mereka" (September 1922).
"Hari
ini, aku melihat sejumlah besar orang jatuh ke dalam lubang api yang
bernyala-nyala . . . Mereka tampaknya materialis dan suara roh jahat
berseru lantang: "Dunia telah ranum untukku . . . Aku tahu bahwa cara
terbaik untuk mencengkeram jiwa-jiwa adalah dengan membangkitkan hasrat
mereka akan kenikmatan . . . Nomor satukan aku . . . aku sebelum yang
lainnya . . . tak ada kerendahan hati untukku! tapi biarkan aku
menyenangkan diriku sendiri . . . Hal macam ini menjamin kemenanganku . .
. dan mereka tersandung jatuh ke dalam neraka'" (4 Oktober 1923).
"Aku
mendengar roh jahat, dari siapa suatu jiwa berhasil meloloskan diri,
dipaksa untuk mengakui ketakberdayaannya, 'Kacau semuanya ...
bagaimana begitu banyak jiwa berhasil meloloskan diri dariku? Mereka itu
milikku' (dan ia mencelotehkan dosa-dosa mereka) ... 'Aku bekerja
keras, namun mereka lolos dari cengkeramanku ... Seseorang pastilah
menderita dan menjadi silih bagi mereka'" (15 Januari 1923).
"Malam
ini," tulis Josefa, "aku tidak turun ke dalam neraka, tetapi dibawa ke
suatu tempat di mana semuanya kabur, tetapi di tengah ada api merah
membara. Mereka menelentangkanku dan mengikatku begitu rupa hingga aku
tak bisa bergerak barang sedikit pun. Sekelilingku ada tujuh atau
delapan orang; tubuh hitam mereka telanjang, dan aku bisa melihat mereka
hanya lewat pantulan api. Mereka duduk dan berbincang bersama.
Yang satu mengatakan: "Kita harus sangat berhati-hati untuk tidak diketemukan, sebab kita dapat dengan mudah ditemukan."
"Iblis
menjawab: 'menyusuplah dengan membujukkan ketidakpedulian dalam diri
mereka ... tetapi tetaplah di belakang, supaya kau tidak diketahui ...
dengan semakin meningkatnya ketidakpeduliaan, mereka akan menjadi tak
berbelas-kasihan, dan kau akan dapat mencondongkannya pada kejahatan.
Cobailah orang-orang ini dengan ambisi, kepentingan diri sendiri,
mendapatkan kekayaan tanpa bekerja, entah itu halal atau tidak. Pada
sebagian orang bangkitkan hasrat sensualitas dan cinta kenikmatan. Biar
butakan mereka ...' (di sini mereka menggunakan kata-kata cabul).
"'Sementara
yang lainnya ... masuklah melalui hatinya ... kau tahu kecondongan hati
mereka ... buat mereka mencintai ... mencintai dengan nafsu ... bekerja
keras ... tanpa istirahat … tanpa belas-kasihan; dunia harus menuju
kebinasaan ... dan jangan biarkan jiwa-jiwa ini lolos diriku.'
"Dari
waktu ke waktu para pengikut setan menjawab: 'Kami adalah budak-budakmu
... kami akan bekerja tanpa henti, dan meski banyak yang berperang
melawan kami, kami akan bekerja siang dan malam. Kami tahu kuasamu!'
"Mereka
semua berbicara bersama, dan dia yang aku anggap sebagai setan
menggunakan kata-kata penuh kengerian. Di kejauhan aku bisa mendengar
kegaduhan seperti pesta, dentingan gelas-gelas ... dan dia berseru:
'Biarkan mereka menjejali diri dengan makanan! Itu akan membuat semuanya
lebih mudah bagi kita ... Biarkan mereka melanjutkan pesta-pora mereka.
Cinta kenikmatan adalah pintu melalui mana kalian akan mendapatkan
mereka ... '
"Dia
menambahkan hal-hal yang begitu mengerikan hingga tak mungkin
dituliskan atau dikatakan. Lalu, seolah tenggelam dalam suatu pusaran
asap, mereka lenyap" (3 Februari 1923).
"Yang
jahat meratapi lolosnya suatu jiwa: 'Isi jiwanya dengan ketakutan,
hantar dia pada keputusasaan. Semua itu akan hilang jika jiwa
menempatkan kepercayaannya pada kerahiman... " (di sini mereka
menggunakan kata-kata hujat untuk Tuhan). 'Aku kehilangan; tapi tidak,
hantar dia pada keputusasaan; jangan tinggalkan dia barang sesaat, di
atas semua itu, buat dia putus asa.'
"Lalu
neraka kembali bergema dengan teriakan-teriakan hiruk-pikuk, dan ketika
akhirnya iblis melemparkanku keluar dari jurang, ia terus mengancamku.
Di antaranya ia mengatakan: 'Apakah mungkin orang yang begitu lemah ini
memiliki kekuatan lebih dari aku, yang perkasa ... Aku harus
menyembunyikan kehadiranku, bekerja dalam gelap; setiap sudut bisa jadi
tempat dari mana mencobai mereka ... dekat dengan telinga … dalam
helaian-helaian sebuah buku ... di bawah tempat tidur ... sebagian tidak
memperhatikanku, tapi aku akan bicara dan bicara ... dan dengan bujuk
rayu, sesuatu akan tinggal ... Ya, aku harus bersembunyi di
tempat-tempat yang tak terduga'" (7,8 Februari 1923).
Lagi,
ia menulis: "Jiwa-jiwa mengutuki panggilan yang mereka terima, namun
tidak mereka ikuti … panggilan mereka telah hilang, karena mereka tak
bersedia mengamalkan hidup yang tersembunyi dan bermatiraga ..." (18
Maret 1922).
"Pada
satu kesempatan ketika aku berada di neraka, aku melihat banyak imam,
kaum religius dan biarawati, mengutuki kaul mereka, ordo mereka,
superior mereka dan semua yang dapat memberi mereka terang dan rahmat
yang mereka hilangkan ...
"Aku
melihat juga beberapa pembesar klerus. Salah seorang mengutuki diri
karena telah mempergunakan harta milik Gereja secara tidak sah ... " (28
September 1922).
"Imam
-imam mendatangkan kutuk atas lidah mereka yang telah dikonsekrasikan,
atas jari-jari mereka yang menggenggam Tubuh Suci Tuhan kita, atas
absolusi yang telah mereka berikan sementara mereka kehilangan jiwa
mereka sendiri, dan atas kesempatan melalui mana mereka telah jatuh ke
dalam neraka" (6 April 1922).
"Seorang
imam mengatakan: 'Aku makan racun, sebab aku menggunakan uang yang
bukan uangku sendiri ... uang yang diserahkan kepadaku untuk Misa-misa
yang tidak aku persembahkan. "
"Yang
lain berkata bahwa ia tergabung dalam suatu serikat rahasia yang
mengkhianati Gereja dan agama, dan ia telah disuap untuk berkomplot atas
profanasi dan sakrilegi yang mengerikan.
"Lagi,
yang lain mengatakan bahwa dia dikutuk karena membantu dalam
tindakan-tindakan profanasi, di mana sesudahnya ia tidak diperbolehkan
mempersembahkan Misa ... dan bahwa ia melewatkan sekitar tujuh tahun
dalam keadaan demikian."
Josefa
melihat bahwa kebanyakan para religius yang dicampakkan ke dalam api
neraka berada di sana karena dosa-dosa ngeri melawan kemurnian ... dan
karena dosa-dosa melawan kaul kemiskinan ... karena secara tidak sah
menggunakan barang-barang komunitas ... karena kecondongan melawan cinta
kasih (cemburu, antipati, benci, dll), karena suam-suam kuku dan
kemalasan, juga karena membiarkan diri menikmati kesenangan-kesenangan
yang menghantar pada dosa-dosa yang terlebih berat ....
Berikut
adalah teks lengkap dari catatan Josefa mengenai "neraka jiwa-jiwa yang
dikonsekrasikan." (Biografi: Bab VII - 4 September 1922).
"Meditasi
hari itu adalah mengenai Pengadilan Khusus jiwa-jiwa religius. Aku tak
dapat membebaskan benakku dari memikirkannya, kendati penindasan yang
aku rasakan. Sekonyong-konyong, aku merasa diriku terbelenggu dan
dihimpit oleh suatu beban yang sangat berat, hingga dalam sekejap aku
melihat dengan terlebih jelas dari sebelumnya bagaimana luar biasanya
kekudusan Allah dan kebencian-Nya terhadap dosa.
"Aku
melihat dalam suatu kilasan keseluruhan hidupku sejak pengakuan dosaku
yang pertama hingga hari ini. Semuanya dihadirkan secara jelas di
hadapanku: dosa-dosaku, rahmat-rahmat yang telah aku terima, hari aku
masuk kehidupan religius, pakaianku sebagai seorang novis, kaul
pertamaku, bacaan-bacaan rohani, dan waktu-waktu doaku, nasehat yang
disampaikan kepadaku, dan segala pertolongan dalam kehidupan religius.
Mustahil menggambarkan segala kekacauan dan rasa malu yang dirasakan
jiwa pada saat itu, ketika jiwa menyadari: 'Semuanya sia-sia, dan aku
terkutuk selamanya."
Seperti
dalam peristiwa turunnya Josefa ke dalam neraka sebelumnya, Josefa
tidak pernah mendakwa diri atas suatu dosa tertentu yang mungkin telah
menghantarnya ke malapetaka yang demikian. Tuhan kita bertujuan agar dia
hanya merasakan seperti apa konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi,
jika ia mendapatkan ganjaran hukuman yang demikian. Dia menulis:
"Seketika
aku mendapati diriku di neraka, tetapi tidak dengan diseret ke sana
seperti sebelumnya. Jiwa mencampakkan dirinya sendiri ke sana,
seolah-olah untuk bersembunyi dari Allah agar bebas untuk membenci dan
mengutuki-Nya.
"Jiwaku
jatuh ke kedalaman yang tak terperi, yang bagian bawahnya tak dapat
dilihat, karena sangat luar biasa ... serta-merta, aku mendengar
jiwa-jiwa lain mencemooh dan bersukacita melihatku ambil bagian dalam
siksaan mereka. Sungguh suatu siksaan mendengar kutukan-kutukan ngeri
dari segala penjuru, namun apakah yang dapat dibandingkan dengan rasa
haus untuk mengutuk yang menguasai suatu jiwa, dan semakin jiwa
mengutuk, semakin ia ingin melakukannya lagi. Belum pernah aku merasa
seperti itu sebelumnya. Sebelumnya jiwaku telah dihimpit kepiluan
mendengar hujatan-hujatan ngeri ini, sekalipun tak dapat melakukan
bahkan satu tindakan kasih. Tetapi hari ini sebaliknya.
"Aku
melihat neraka seperti biasanya, koridor-koridor panjang yang gelap,
relung-relung, api ... aku mendengar hujatan-hujatan dan kutukan-kutukan
yang sama, sebab - dan mengenai ini aku telah menulis sebelumnya -
meskipun tak ada bentuk-bentuk badani terlihat, siksaan dirasakan seolah
mereka ada, dan jiwa-jiwa saling mengenal satu sama lain. Beberapa
berteriak, 'Halo, kau di sini? Adakah kau seperti kami? Kami bebas untuk
mengucapkan kaul-kaul itu atau tidak ... tapi tidak!' dan mereka
mengutuki kaul-kaul mereka.
"Kemudian
aku didorong masuk ke dalam salah satu dari relung-relung berapi dan
dihimpit, seolah, di antara papan-papan yang terbakar, dan paku-paku
tajam serta besi-besi merah-membara tampaknya menembusi dagingku."
Di sini Josefa mengulang berbagai siksa aniaya di mana tak satu anggota tubuh pun dikecualikan:
"Aku
merasa seakan mereka berupaya mencabut lidahku, namun tak dapat. Aniaya
ini membuatku tersiksa hebat begitu rupa hingga mataku tampaknya mulai
keluar dari rongganya. Aku rasa ini adalah karena api yang membakar dan
membakar . . . . tak seujung jari kuku pun terhindar dari
siksaan-siksaan yang mengerikan, dan sepanjang waktu orang tak dapat
bergerak bahkan menggerakkan jari sekalipun demi mendapatkan
sedikit kelegaan, posisi tak berubah, karena tubuh tampaknya diratakan
dan [namun] digandakan dua.
"Semua
ini aku rasakan seperti sebelumnya, dan meski siksaan-siksaan itu
dahsyat, siksaan akan dapat ditanggung jika jiwa dalam damai. Tetapi
jiwa menderita tak terlukiskan. Sampai saat ini, apabila aku turun ke
neraka, aku pikir bahwa aku telah dikutuk karena meninggalkan kehidupan
religius. Tapi kali ini berbeda. Aku memiliki tanda khusus, suatu tanda
bahwa aku adalah seorang religius, suatu jiwa yang mengenal dan
mengasihi Allah, dan ada yang lain-lain juga yang memiliki tanda yang
sama. Aku tak dapat mengatakan bagaimana aku mengenalinya, mungkin
karena cara penghinaan khusus dengan mana roh-roh jahat dan jiwa-jiwa
terkutuk lainnya memperlakukan mereka. Ada banyak imam juga di sana.
Penderitaan khusus ini aku tak dapat menjelaskannya. Penderitaan ini
sangat berbeda dari apa yang aku alami di waktu-waktu yang lalu, sebab
jika jiwa-jiwa mereka yang tinggal di dunia sudah sangat menderita,
sungguh terlebih parah tak terperi siksa aniaya bagi mereka yang
religius.
Terus-menerus tiga kata, Kemiskinan, Kemurnian dan Ketaatan, dituliskan pada jiwa dengan penyesalan memilukan.
"Kemiskinan:
Engkau bebas dan engkau berikrar! Jadi, mengapa, engkau mencari
kenikmatan itu? Mengapa bertaut pada obyek yang bukan milikmu?
Mengapakah kau memberikan kesenangan itu pada tubuhmu? Mengapakah
membiarkan dirimu sendiri mengingini milik komunitas? Tidakkah engkau
tahu bahwa kau tak lagi berhak memiliki sesuatu apapun itu, bahwa engkau
telah dengan sukarela menyangkal penggunaan barang-barang itu ...
Mengapakah engkau bersungut-sungut apabila ada yang engkau inginkan,
atau ketika engkau menganggap dirimu diperlakukan kurang baik
dibandingkan yang lain? Kenapa?
"Kemurnian:
Engkau sendiri mengikrarkannya secara sukarela dan dengan pengetahuan
penuh akan konsekuensinya ... engkau mengikat dirimu sendiri … engkau
menghendakinya ... dan bagaimanakah kau melaksanakannya? Dan jika
demikian, mengapakah engkau tidak tinggal di mana adalah sah bagimu
untuk memberikan kesenangan dan kesukaan bagi dirimu?
"Dan
jiwa yang tersiksa menanggapi: "Ya, aku mengikrarkannya; aku bebas ...
Aku bisa saja tidak mengucapkan kaul, tapi aku mengucapkannya dan aku
bebas ...' Kata-kata apakah yang dapat mengekspresikan derita dari
penyesalan yang demikian, "tulis Josefa, "dan sepanjang waktu terus
disertai cemoohan dan hinaan dari jiwa-jiwa terkutuk lainnya.
"Ketaatan:
Tidakkah engkau sepenuhnya menjaga diri untuk taat pada Peraturan dan
Superiormu? Jadi, mengapakah engkau menimbang-nimbang peraturan yang
diberikan kepadamu? Mengapakah engkau tidak mentaati Peraturan?
Mengapakah engkau mengecualikan diri dari hidup bersama? Ingatlah
bagaimana manisnya Peraturan ... dan engkau tak hendak mentaatinya ...
dan sekarang," seru suara-suara setan," kau harus mentaati kita bukan
untuk satu hari atau satu tahun, atau satu abad, melainkan
selama-lamanya; sepanjang kekekalan masa ... Perbuatanmu sendiri ...
engkau bebas.
"Jiwa
terus-menerus mengenangkan bagaimana ia telah memilih Allah-nya sebagai
Mempelai-nya, dan bahwa dulu ia mengasihi-Nya melampaui segala sesuatu
... bahwa bagi-Nya ia telah menyangkal kesenangan yang paling sah dan
segala yang ia cintai di bumi, bahwa pada awal kehidupan religiusnya ia
telah merasakan segala kemurnian, kemanisan dan kekuatan dari kasih
ilahi ini, dan bahwa untuk hasrat yang tak terkendali ... sekarang ia
harus untuk selamanya membenci Allah yang telah memilihnya untuk
mengasihi-Nya.
"Kebencian
hebat ini merupakan dahaga yang menguasainya ... tak ada sukacita masa
lalu yang dapat melegakannya barang sedikitpun." "Salah satu dari
siksanya yang terbesar adalah aib," tambah Josefa. "Tampak baginya
mereka semua yang terkutuk mengelilinginya sembari terus-menerus
mengejeknya dengan mengatakan: 'Bahwa kami yang tiada pernah mendapatkan
pertolongan seperti yang kau nikmati itu binasa tidaklah mengherankan
... tapi kau ... apakah yang kurang? Engkau yang tinggal dalam istana
Raja ... yang berpesta di kalangan kaum terpilih.'
"Semua
yang aku tulis," katanya, "hanyalah sekedar bayangan dari apa yang
diderita jiwa, sebab tak ada kata-kata yang dapat mengungkapkan siksaan
yang begitu mengerikan" (4 September 1922).
Pada
tahun 1926, setelah pemeriksaan seksama atas tulisan-tulisan Suster
Josefa, seorang Konsultor dari Kongregasi Ritus Suci menyimpulkan
laporannya dengan kata-kata berikut: "Saya berdoa kepada Allah agar
kiranya hal-hal ini dapat diketahui demi kemuliaan Allah, dan demi
memperteguh iman mereka yang jiwanya bimbang dan ragu, dan juga agar si
religius suci dari Hati Kudus yang menulisnya dimuliakan."
Sumber : yesaya.indocell.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar