Segala Sesuatu yang Ingin Kalian Ketahui tentang Para Imam
Bagian 1
editor: Romo Gregorius Kaha, SVD
1. Apa yang dilakukan seorang imam setiap hari?
Dalam
karya pastoral, sebagian besar dari kami mempunyai satu tugas utama,
misalnya mengajar, pastor paroki, kerja sosial, bekerja di rumah sakit,
yang semuanya mempunyai jam-jam kerja yang tetap dan tuntutan-tuntutan
pekerjaan yang dapat diperkirakan.
Hal-hal
tak terduga juga menarik serta menantang. Biasanya berkisar sekitar
memenuhi kebutuhan umat: mereka yang sakit, menjelang ajal, tua, marah,
terluka, lapar, di penjara, bersemangat, gembira. Bersama mereka kami
saling berbagi pengertian, semangat, dan dukungan. Kami bersukacita,
kami menangis, kami merasakan apa yang mereka rasakan.
Peristiwa-peristiwa seperti itu menyakitkan sekaligus mendatangkan
kepuasan, melelahkan sekaligus menggugah perasaan.
2. Berapa pentingkah doa dalam kehidupan seorang imam?
Oleh
sebab kami telah memilih jalan hidup di mana pada dasarnya Tuhan adalah
yang paling utama, maka doa menjadi pusat hidup kami. Doa adalah
berkomunikasi dengan Tuhan yang kami kasihi - dan bagi kami, doa sama
pentingnya seperti komunikasi penting bagi dua orang sahabat yang
mengharapkan persahabatan mereka terus berlanjut. Dapatkah kalian
membayangkan memiliki seorang sahabat yang tidak pernah kalian sapa?
Karena
doa begitu penting bagi kami, sebagian besar imam menghabiskan kurang
lebih dua jam setiap hari untuk berdoa. Sebagian dari waktu tersebut
dilewatkan dengan berdoa bersama-sama dengan yang lain, dalam Misa dan
dalam doa lisan. Sebagian lagi dilewatkan seorang diri dengan membaca
dan merenung. Mungkin manfaat utama dari doa adalah doa menjadikan kami
lebih peka terhadap karya Tuhan dalam diri orang-orang,
peristiwa-peristiwa serta kejadian-kejadian setiap hari.
3. Apakah berdoa itu selalu mudah bagi seorang imam?
Tentu
saja tidak! Ada banyak kesempatan di mana kami merasa enggan berdoa,
sebagaimana juga ada saat-saat tertentu di mana kami merasa enggan
melakukan hal-hal lain yang pada dasarnya penting bagi kami - sama
seperti seorang atlit tidak selalu bersemangat dalam berlatih; seorang
murid tidak selalu bersemangat dalam belajar; seorang pekerja tidak
selalu bersemangat dalam bekerja, dsb. Namun demikian, dalam semua kasus
tersebut di atas, oleh karena doa, permainan, nilai maupun pekerjaan
adalah penting, maka kami bertindak lebih berdasarkan motivasi daripada
perasaan, dan kami mengerjakan hal-hal yang kami tahu perlu dilakukan
oleh karena komitmen kami kepada Tuhan dan kepada umat-Nya.
Usaha-usaha
kami tidaklah selalu sempurna, tetapi kami yakin bahwa kami sangat
membutuhkan pertolongan Tuhan, sehingga kami terus berusaha berdoa,
tanpa mempedulikan perasaan kami. Kami percaya bahwa Tuhan melihat serta
menanggapi usaha-usaha kami untuk berkomunikasi dengan-Nya.
4. Apakah para imam mempunyai masa liburan dan apa yang dilakukan pada masa itu?
Kami
memiliki masa liburan yang lamanya kurang lebih sama dengan liburan
orang dewasa pada umumnya. Pada masa liburan, kami bebas melakukan apa
saja, selama tidak melanggar peraturan, moral dan pantas dilakukan
seorang dewasa dalam keadaan kami. Tentu saja, karena setiap imam adalah
pribadi yang unik, kami semua tidak akan memilih satu jenis kegiatan
rekreasi yang sama, dan tak seorang pun dari kami yang setiap kali
memilih kegiatan yang sama. Beberapa aktivitas yang biasanya dipilih
adalah olah raga, nonton film, TV, membaca, kumpul-kumpul bersama teman,
menikmati kegiatan di luar rumah.
5. Apakah orang bersikap lain ketika tahu bahwa seseorang ternyata adalah imam?
Sebagian
orang memperlakukan kami secara berbeda karena kami adalah imam. Kami
tidak ingin dihormati ataupun ditolak hanya karena panggilan hidup kami,
tetapi hal-hal seperti ini memang kadang kala terjadi.
6. Apa beda imam diosesan dan imam religius?
Seorang
imam diosesan pada umumnya melayani Gereja dalam suatu wilayah tertentu
yang disebut Diosis atau Keuskupan. Imam diosesan biasanya melayani
umat sebagai pastor paroki, tetapi ia dapat juga terlibat dalam hampir
semua bentuk karya kerasulan lainnya, misalnya mengajar, pastor rumah
sakit, pastor penjara, pastor mahasiswa, dsbnya. Sebaliknya, seorang
imam religius adalah anggota suatu komunitas religius yang karya
kerasulannya tidak terikat pada batas wilayah geografis suatu keuskupan.
7. Apa beda bruder dan imam?
Bruder
adalah seorang biarawan yang mempersembahkan dirinya kepada Kristus
dengan kaul kemiskinan, kemurnian dan ketaatan. Ia tinggal dalam suatu
komunitas religius dan bekerja hampir di segala bidang lapangan
pekerjaan: guru, tukang listrik, juru masak, pengacara, ahli mesin,
artis, dll. Peran khas imam adalah melayani sakramen-sakramen, yaitu:
merayakan Ekaristi, Baptis, Tobat. Imam juga melakukan berbagai macam
pelayanan lainnya, tetapi pelayanan sakramen merupakan pusat hidupnya.
8. Siapa itu diakon?
Diakon
adalah seorang pria berumur 35 tahun ke atas, menikah ataupun tidak,
yang berkeinginan untuk melayani Gereja dalam berbagai macam pelayanan
Liturgi, pewartaan Sabda, serta pelayanan umat lainnya. Seorang calon
diakon wajib menempuh pendidikan teologi, pastoral dan spiritual selama
tiga tahun sebelum ditahbiskan sebagai diakon, dan kemudian melanjutkan
dengan pelatihan khusus pada tahun keempat. Pelatihan ini dilakukan
sementara ia melanjutkan panggilan hidup dan pekerjaannya sehari-hari.
Diakon adalah salah satu tingkatan tahbisan (Diakon - Imam - Uskup).
Dalam hal pelayanan sakramen, seorang diakon dapat menerimakan Sakramen
Baptis dan Sakramen Perkawinan.
9. Berapa lamakah waktu yang diperlukan untuk menjadi seorang imam diosesan?
Lamanya
waktu yang diperlukan untuk menjadi seorang imam hampir sama dengan
waktu yang diperlukan untuk memperoleh suatu profesi tertentu, yaitu
sekitar empat tahun sesudah perguruan tinggi atau delapan tahun sesudah
SMA (lebih lanjut lih SEMINARI: Apa Ini Apa Itu?).
10. Berapakah batas usia memasuki suatu seminari?
Usia
para seminaris berkisar antara 18 hingga 45 tahun. Tidak ada batasan
umur - semuanya ditentukan kasus per kasus sesuai dengan batas-batas
yang wajar.
11. Apa saja yang dipelajari seorang seminaris?
Ada
empat bidang studi utama dan pengembangan dalam pendidikan di seminari:
kemanusiaan, spiritual, karya pastoral (melayani dan bekerjasama dengan
orang lain) dan akademik. Bidang spiritual, yaitu pendidikan tentang
doa dan pengembangan hubungan pribadi dengan Tuhan, sebagian besar
ditempuh secara pribadi, di mana seorang seminaris bertemu dengan
seorang pastor pembimbing. Kemampuan berpastoral dikembangkan melalui
program-program terbimbing. Jika seseorang kuliah di suatu seminari
tinggi, ia akan memperoleh pelajaran yang sama dengan pelajaran yang
diberikan di perguruan tinggi biasa dengan tambahan pelajaran dalam
bidang Filsafat, Eccelesiologi dan Ketuhanan. Setelah seminari tinggi,
seminaris akan melanjutkan pendidikan Teologi, di mana ia akan
mempergunakan waktunya untuk mempelajari Kitab Suci, ajaran-ajaran
Gereja dan segala kecakapan lain yang akan diperlukannya sebagai seorang
imam.
12. Apakah untuk menjadi seminaris, seseorang harus pandai?
Kecerdasan
seorang seminaris haruslah rata-rata atau di atas rata-rata. Imam tidak
harus memiliki “otak cemerlang”, namun demikian seorang imam haruslah
memiliki kemampuan yang memadai untuk menyelesaikan pendidikan di
seminari agar dapat melayani komunitas Katolik dengan baik.
13. Apakah kehidupan di seminari itu berat?
Kehidupan
di seminari tidak lebih berat daripada kehidupan di sekolah tinggi atau
universitas, tetapi tentu saja berbeda. Seminaris mempunyai tanggung
jawab tambahan untuk berkembang menjadi manusia pendoa dan pengemban
Kabar Gembira. Pergaulan dengan teman-teman, baik lelaki maupun
perempuan, memang dianjurkan, tetapi berpacaran bukanlah bagian dari
kehidupan seorang seminaris. Sebab, seorang seminaris mempersiapkan diri
untuk hidup selibat, tidak menikah. Para seminaris mempunyai tanggung
jawab seperti mahasiswa lain manapun, yaitu menunaikan tanggung jawab
yang adalah bagian dari persiapan mereka untuk panggilan hidup yang
telah mereka pilih.
14. Apakah para seminaris diajar untuk menulis homili?
Para
seminaris wajib belajar menulis dan menyampaikan homili. Begitu seorang
seminaris ditahbiskan sebagai diakon (± 6 bulan sebelum ditahbiskan
sebagai imam), secara berkala ia akan menyampaikan homili dalam perayaan
Misa di seminari dan di paroki-paroki. Selama masa diakonat ini, ia
akan menerima kritik dan saran atas khotbah-khotbah yang disampaikannya
dari umat dalam Misa dan dari imam yang mempersembahkan Misa.
15. Bagaimana seseorang menjadi imam?
Seseorang
menjadi imam dengan melewati beberapa tahap. Tahap-tahap ini dapat
sedikit berbeda antara keuskupan yang satu dengan keuskupan lainnya
dalam lamanya waktu dan prosedurnya. Tahap-tahap di bawah ini
disampaikan sebagai gambaran umum:
KONTAK:
Seseorang yang tertarik untuk menjadi imam, tetapi masih mencari jawab
atas pertanyaan “Apa yang Tuhan inginkan dari saya?” dapat ikut serta
dalam program “kontak” dengan keuskupan. Biasanya melalui pastor paroki
atau melalui Panitia Pendaftaran Panggilan. Program ini pada umumnya
sangat fleksibel, di mana orang tersebut bertemu dengan pastor dan /
atau kelompok orang-orang lain yang berminat menjadi imam secara teratur
dan membagikan pengalaman doa dan kehidupan komunitas.
CALON:
Hubungan lebih lanjut dengan keuskupan terjadi ketika seseorang telah
menjadi calon. Pada masa ini calon mulai menjalani proses wawancara dan
menghadap para anggota tim panggilan keuskupan di bawah pimpinan
Direktur Panggilan.
SEMINARIS:
Calon, dengan sponsor dari keuskupan, masuk seminari untuk mulai
diarahkan sebagai imam dan menerima pendidikan teologi. Mulai saat itu,
calon disebut seminaris atau frater.
DIAKON CALON IMAM: Sekitar
enam bulan hingga satu tahun sebelum ditahbiskan sebagai imam,
seminaris ditahbiskan sebagai Diakon Calon Imam (dinamakan demikian
sebab ia akan menjadi seorang imam, dan untuk membedakannya dari Diakon
Tetap). Ia mengucapkan janji selibat dan ketaatan pada Bapa Uskup.
IMAM:
Setelah melewati banyak perjuangan dan dengan banyak doa, Diakon Calon
Imam ditahbiskan sebagai Imam Yesus Kristus dengan menerima Sakramen
Imamat.
Catatan:
Calon Imam Religius pada umumnya menempuh tahap yang sama. Bedanya
dengan Calon Imam Diosesan, sebelum ia ditahbiskan sebagai Diakon, ia
harus mengucapkan kaul kekal dalam tarekatnya.
16. Apa itu kaul?
Kaul
adalah janji kebiaraan di mana seseorang secara sukarela menyerahkan
seluruh hidupnya sebagai persembahan kepada Tuhan dalam kemiskinan,
kemurnian dan ketaatan.
17. Kaul-kaul apa sajakah yang diucapkan seorang Imam Diosesan?
Imam-imam
diosesan tidak mengucapkan kaul. Dalam pentahbisan, secara sukarela
mereka mengucapkan janji selibat dan ketaatan pada Uskup mereka.
18. Apakah para Diakon mengucapkan kaul?
Para
diakon tidak mengucapkan kaul. Mereka mengucapkan janji ketaatan pada
Uskup mereka. Jika mereka masih bujang, mereka berjanji untuk tidak
menikah; jika mereka menikah, mereka berjanji untuk tidak menikah lagi
seandainya pasangan mereka meninggal dunia.
19. Bagaimana dengan uang yang diterima seorang imam diosesan?
Karena
seorang imam diosesan tidak mengucapkan kaul kemiskinan, ia menerima
gaji pribadi yang besarnya sesuai dengan standard hidup lokal, yang
memungkinkannya membiayai hidupnya: kesehatan, mobil, buku-buku,
hiburan, rekreasi dan sumbangan amal kasih. Kebutuhan-kebutuhan dasar
disediakan oleh paroki dimana ia berkarya. Besarnya jumlah uang yang
diterima seorang imam tidaklah begitu penting. Para imam diosesan telah
memilih untuk hidup sederhana, tanpa mengumpulkan banyak barang-barang
materi agar memungkinkan mereka lebih mudah memusatkan hidup pada Yesus
serta melayani umat-Nya.
20. Bolehkah imam berpacaran?
Tidak,
karena berpacaran dimaksudkan untuk menghantar orang pada perkawinan,
dan sebagai selibater, kami berencana untuk tidak menikah. Tetapi, kami
boleh dan kami mempunyai teman-teman dari lawan jenis.
21. Pernahkah imam tertarik pada seseorang dari lawan jenisnya?
Ya,
pernah. Tidak ada hal luar biasa yang meniadakan kebutuhan manusiawi,
perasaan, kerinduan, ketika kami masuk seminari. Sebagai kaum selibat,
kami memilih untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan mengungkapkan cinta
kasih kepada sesama dengan cara-cara yang lebih luas daripada ungkapan
fisik yang dilarang dan hanya sesuai bagi hidup perkawinan.
22. Apakah yang dilakukan imam jika ia jatuh cinta?
Tanggung
jawab pokok dalam situasi seperti itu adalah mempertahankan komitmen
semula, yang ada (tetap hidup sebagai seorang imam) dan melakukan segala
hal yang perlu untuk itu. Imam wajib memutuskan untuk mengembangkan
hubungan tersebut dalam batas-batas dan tanggung jawab terhadap
komitmennya untuk hidup selibat, atau sama sekali memutuskan hubungan
dengan orang tersebut. Keputusan-keputusan semacam itu tidak selalu
mudah dilakukan, tetapi bukan berarti hal itu tidak mungkin dilakukan,
dan seringkali pengalaman tersebut akan menjadikan imam lebih kuat dalam
panggilannya.
23. Pernahkan imam berangan-angan tentang kehidupan berumah tangga dan memiliki anak-anak?
Ya,
merupakan hal yang wajar bahwa sekali waktu imam memikirkan keindahan
kehidupan rumah tangga. Namun demikian, kami mengakui juga keindahan
serta kebahagiaan jalan hidup yang kami pilih, dan kami dengan sukarela
memilih untuk tetap selibat demi Kerajaan Allah.
24. Pernahkah imam merasa kesepian?
Sama seperti panggilan hidup lainnya, ada saat-saat di mana seorang imam merasa kesepian.
25. Apakah seorang harus perjaka untuk menjadi seorang imam?
Tidak.
Masa lalu seseorang bukanlah masalah yang utama. Pertanyaannya adalah:
Apakah aku bersedia dan sekarang rela hidup dan mengasihi sebagai
seorang selibat demi melayani sesama?
26. Pernahkah imam berkelahi dengan sesama imam?
Semoga,
kata “berkelahi” merupakan kata yang terlalu keras; mungkin lebih tepat
dikatakan berselisih pendapat. Hal ini wajar, normal serta sehat dalam
hidup bersama. Mengandaikan kematangan pihak-pihak yang terlibat,
sebagian besar selisih pendapat bisa diselesaikan sesuai kepentingan dan
kebaikan semua pihak. Para imam terlibat dalam pekerjaan mengembangkan
seni komunikasi dan hal ini membutuhkan kepercayaan, keterbukaan dan
kerelaan untuk hidup di dalam ketegangan yang mungkin timbul dalam
menyelesaikan suatu selisih pendapat.
27. Mengapa seseorang mau menjadi imam?
Saya
memilih panggilan hidup sebagai imam karena saya merasa inilah
panggilan Tuhan bagi saya. Sementara saya semakin mengenal diri saya
sendiri, mengenali bakat-bakat serta kemampuan yang Ia anugerahkan
kepada saya, dan melihat kebutuhan-kebutuhan dunia, saya semakin yakin
bahwa inilah cara terbaik saya dapat menanggapi cinta-Nya pada saya.
Saya selalu ingin dapat menolong orang lain, dan dengan menjadi seorang
imam dorongan untuk menolong orang lain semakin kuat. Jadi, saya
memutuskan untuk setidak-tidaknya mencoba memberikan yang terbaik.
28. Bagaimana reaksi keluarga dan teman-teman terhadap keputusan seseorang untuk menjadi imam?
Sebagian
besar dari kami beruntung memiliki keluarga yang mendorong kami untuk
melakukan apa saja yang dapat menjadikan kami bahagia. Mereka mendukung
pilihan kami tanpa mendesak kami - dan dalam usaha mereka memberikan
dukungan, mereka memberondong kami dengan pertanyaan-pertanyaan yang
membantu kami berpikir lebih matang tentang apa yang kami pilih.
Reaksi
teman-teman sangat bervariasi, mulai dari mengolok-olok, menerka-nerka
berapa lama kami dapat bertahan, menolak membicarakannya, cukup
mendukung, sangat antusias. Tentu saja, sebagian dari reaksi-reaksi
tersebut terasa berat diterima karena datang dari para sahabat yang
pendapatnya kami hargai. Kadang kala, kami berkecil hati juga atas
pilihan kami karena reaksi teman-teman kami itu, dan kami sungguh
berterima kasih kepada mereka yang mengatakan, “Lakukan apa yang terbaik
bagimu.”
29. Apakah para imam merasa lebih unggul dari kaum awam?
Tidak. Para imam tidak lebih unggul dari kaum awam. Segala bentuk panggilan merupakan anugerah dari Tuhan dan sama berharganya.
30. Dapatkah imam pensiun dari jabatannya?
Usia
pensiun diterapkan bagi para imam. Kami dapat pensiun dari karya
kerasulan aktif, tetapi sebagian besar imam akan melibatkan diri dalam
karya kerasulan paruh waktu atau pelayanan sukarela lainnya. Para imam
tidak dapat pensiun dari jabatan imamat. Para imam tidak pernah pensiun /
berhenti mengasihi sesama ataupun berhenti berkarya demi keselamatan
orang banyak.
31. Dapatkah imam dipecat dari jabatannya?
Apabila
karya seorang imam dianggap tidak memenuhi syarat, ia dapat
dipindahtugaskan. Para imam tidak dapat dipecat dari jabatan imamatnya,
tetapi ia bisa dilarang untuk melakukan pelayanan publik apabila ia
menimbulkan soal-soal besar.
32. Mengapa terjadi penurunan dalam jumlah orang yang menjadi imam?
Menghubungkan
berkurangnya jumlah orang yang menjadi imam dengan suatu alasan
tertentu akan tampak terlalu menyederhanakan masalah dan juga tak masuk
akal. Alasan penyebabnya sangat beragam dan kompleks. Beberapa faktor di
antaranya adalah lajunya perkembangan dunia, keengganan banyak orang
untuk mengikatkan diri dalam suatu komitmen tetap pada seseorang atau
maksud tertentu, kesalahpahaman tentang imamat dan banyaknya kesempatan
pewartaan / pelayanan yang sekarang tersedia bagi mereka yang menikah.
Mungkin
alasan yang lain adalah panggilan Tuhan jarang sekali bergaung keras,
melainkan lebih sering berupa bisikan lembut. Hidup kita sekarang ini
sering kali sibuk dan bising, mungkin terlalu bising untuk dapat siap
mendengarkan jikaTuhan memanggil. Oleh sebab itu, jika kalian merasa
bahwa Tuhan mungkin menghendaki kalian menjadi imam, datanglah pada
pastor paroki. Bersama pastor paroki, kalian dapat menembus kebisingan
dan melihat rencana Tuhan bagi kalian.
33. Sejujurnya, apakah imam menikmati kehidupan imamatnya?
Ya,
benar! Menjadi imam mendatangkan kepuasan mendalam dan sukacita luar
biasa dengan berkarya bersama dan bagi umat dengan pelayanannya. Sebagai
pewarta Injil, imam menyentuh intisari hidup umatnya. Imam berusaha
menyampaikan kasih Yesus yang amat mengagumkan itu kepada manusia,
melihat orang-orang menangkap cinta-Nya dan hidup di dalamnya - itulah
yang sungguh membuat kami bertahan. Memang, ada saat-saat kami kurang
bersemangat, kecewa dan letih - semua orang pasti mengalaminya juga.
Tetapi, seandainya saja saya harus mengulangi hidup saya kembali, saya
akan memilih panggilan hidup yang sama.
Sumber : yesaya.indocell.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar