GEREJA : KOMUNITAS PENGHARAPAN
BAGIAN I : PENGANTAR TEMA
1. Pada tahun 1997, Konferensi Waligereja Indonesia mengeluarkan Surat Gembala Prapaska dengan judul Keprihatinan dan Harapan. Di dalamnya antara lain dikatakan, "Kita semakin yakin bahwa kita sedang menghadapi kemerosotan moral hampir di semua bidang kehidupan masyarakat yang dapat membahayakan, bahkan menghancurkan persatuan, masa depan dan keselamatan bangsa kita" [1]. Sesudah sekian tahun sejak yang disebut jaman reformasi, keadaan masyarakat, bangsa dan negara tampaknya tidak menjadi lebih baik [2]
2. Kenyataan yang serupa tidak hanya dialami oleh bangsa Indonesia, tetapi juga oleh seluruh dunia. Sedikit ilustrasi dari sejarah dunia, kiranya bisa menjelaskan konstatasi ini. Menjelang berakhirnya Perang Dunia II, yaitu pada bulan Juli 1944, para tokoh negara-negara Barat mengadakan pertemuan di Bretton Wood, New Hampshire, Amerika Serikat untuk mencegah terulangnya perang dan membangun kembali dunia yang boleh dikatakan hancur oleh kekejaman perang. Dipikirkan untuk membangun dunia baru yang lebih baik, melalui sistem ekonomi untuk mempromosikan pembangunan ekonomi global. Memasuki abad ke-21, mimpi untuk membangun dunia baru yang lebih baik itu ternyata tidak menjadi kenyataan. Mungkin justru sebaliknya yang harus dikatakan.[3]
3. Menghadapi kenyataan seperti itu, orang bisa mengambil sikap yang berbeda-beda. Sebagian orang menunjukkan sikap masa bodoh. Sebagian lagi menyerah pada yang mereka sebut nasib. Yang lain menjadi marah dan frustrasi. Pertanyaannya ialah, sikap apa yang diharapkan dari orang kristiani sebagai pribadi maupun sebagai warga Gereja berhadapan dengan kenyataan seperti ini ? Seharusnya orang beriman tetap teguh di dalam pengharapan [4] . Dengan landasan pengharapan ini, orang beriman, baik sendiri-sendiri maupun sebagai warga Gereja, bisa melibatkan diri untuk terus berjuang membangun dunia yang lebih baik. Bagaimana orang atau Gereja bisa belajar berharap ? Ada banyak jalan. Salah satunya adalah dengan belajar dari Kitab Wahyu. Telaah ringkas atas Kitab Wahyu inilah yang merupakan pokok paparan dalam tulisan ini.
BAGIAN II : PERSPEKTIF HARAPAN DALAM KITAB WAHYU
4. Dibandingkan dengan tulisan-tulisan Perjanjian Baru yang lain, Kitab Wahyu terasa istimewa. Keistimewaan itu segera terasa kalau kitab itu mulai dibaca. Gayanya, lambang-lambang yang dipakainya dan jalan pikirannya sulit dimengerti, bahkan membingungkan [5]. Maka tidak mengherankan kalau ada begitu banyak ragam tafsiran atas Kitab Wahyu, termasuk penafsiran yang harus dikatakan aneh, dilihat dari sudut ilmu tafsir yang lazim [6].
A. PENAFSIRAN YANG MENYIMPANG
5.1. Salah satu contoh penafsiran ekstrem dan menyimpang dilihat dari sudut ilmu tafsir yang lazim adalah yang dilakukan oleh seorang bernama Vernon Wayne Howell, pemimpin kelompok yang menamakan diri Ranting Daud. Mereka tinggal di suatu wilayah yang mereka sebut Ranch Apocalypse. Sejak tanggal 28 Februari 1993, penanggung jawab keamanan Amerika Serikat mengepung Ranch Apocalypse, karena penghuninya dianggap melanggar hukum, yaitu menumpuk senjata dan amunisi secara ilegal. Tetapi sekte yang menghuni Ranch itu berpikir lain. Mereka dengan penuh keyakinan sedang mempersiapkan pertempuran terakhir antara kekuatan baik melawan kekuatan jahat, yang menurut Why16:6 akan terjadi di Harmagedon. Ketika dikepung, pimpinan Rach itu mengatakan baru bersedia menyerah kalau ia selesai menulis tafsiran mengenai tujuh meterai yang disebut dalam Why5:1. Why5:2 memuat pertanyaan, "siapakah yang layak membuka gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya ?". Pertanyaan ini dijawab pada Why5:5 :"… sesungguhnya singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya". Atas dasar teks ini, Vernon Wayne Howell berganti nama. Ia mengidentifikasi diri dengan tokoh yang disebut dalam teks tersebut dan mengambil nama David Koresh. David adalah Daud yang disebut dalam ayat itu, sedang Koresh adalah Raja Persia yang digunakan oleh Allah untuk membebaskan umat-Nya dari pembuangan Babilonia (Yes4:5). Dengan demikian ia menyamakan diri dengan Mesias, keturunan Daud dan merasa dirinya sebagai mandataris untuk menuntun dunia ini ke perang terakhir yang menentukan yang akan terjadi di Harmagedon. Ini semua berakhir dengan bunuh diri massal yang terjadi pada hari Senin, tanggal 19 April 1993, ketika kamp mereka diserang oleh penanggungjawab keamanan [7]. Tampaknya timbul dan tenggelamnya sekte-sekte yang menganut ajaran sejenis itu tidak akan pernah berhenti [8]. Di samping alasan-alasan sosio-religius dan sosio-psikologis, salah satu pemicunya adalah penafsiran sewenang-wenang atas Kitab Wahyu.
5.2. Harmagedon digambarkan sebagai padang fiktif. Nama ini adalah transliterasi ke dalam bahasa Yunani dari nama kota Megido, yang terletak pada celah pengunungan di wilayah Galilea. Karena tempatnya amat strategis, merupakan persimpangan jalan dari Afrika (Mesir), Eropa dan Asia, sejak jaman Perjanjian Lama kota itu selalu menjadi ajang pertempuran. Menurut pemikiran David Koresh - atau mungkin lebih tepat imaginasi ilusifnya - , pertempuran terakhir ini seharusnya terjadi di Timur Tengah, yang sampai saat itu selalu berada dalam situasi politik yang panas. Situasi panas itu dibayangkan akan menyulut perang nuklir yang menghancurkan dunia. Tetapi ternyata sekitar tahun 1980, Timur Tengah menjadi relatif tenang. Oleh karena itu, masih menurut imaginasi David Koresh, padang kehancuran itu pindah ke Waco, Texas, Amerika Serikat. Ketika pasukan keamanan benar-benar mengepung Ranch Apocalypse itu, yakinlah mereka bahwa yang mereka rekonstruksi benar-benar syah. Dan seperti sudah dikatakan, semuanya berakhir secara tragis.
5.3. Ternyata ada orang yang menafsirkan Kitab Wahyu dengan cara seperti itu. Gaya penafsiran semacam ini, di lingkungan orang-orang yang berada dalam situasi psikologis tertentu (misalnya, merasa hidup tidak bermakna) menciptakan yang disebut "krisis mentalitas". Dengan penafsiran seperti itu, orang dibuat tidak berani melawan, takut, tunduk sampai disuruh apa pun mereka bersedia. Seolah-olah mereka terbius, dan dalam keadaan seperti itu David Koresh memasukkan ide tentang akhir jaman, perang antara yang baik dan yang jahat yang langsung melibatkan seluruh diri mereka dan mempersatukan mereka untuk melakukan suatu gerakan menghancurkan kejahatan.
5.4. Seperti sudah dikatakan di atas, kelompok atau sekte Ranting Daud yang dipimpin oleh David Koresh ini bukanlah yang pertama dalam sejarah, dan juga bukan yang terakhir. Kelompok semacam ini biasanya muncul dalam lingkungan masyarakat "marginal", tertekan atau kalah dalam percaturan hidup di dunia ini. Beban-beban hidup terlalu berat untuk ditanggung. Daya tahan mereka yang biasa, tidak cukup untuk menghadapi tantangan-tantangan dunia ini. Oleh karena itu tidak jarang mereka menciptakan dunia lain. Di dunia lain itulah mereka dapat tampil, merasa terangkat dan mempunyai kuasa. Tidak mengherankan bahwa kelompok seperti itu bisa bertumbuh subur di negera-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan. Sebagian tidak kecil dari masyarakat maju mengalami krisis identitas, bukan hanya sebagai pribadi tetapi sebagai masyarakat. Mereka merasa resah, secara mental maupun spiritual. Mereka berusaha mencari makna kehidupan, tetapi tidak sabar menanti jawaban dalam perjuangan hidup yang nyata ini yang dianggap penuh dengan kejahatan. Kalau proses semacam ini berlanjut, tahap berikutnya ialah perasaan putus asa. Dan dalam keadaan seperti itu mereka mencari jalan pintas yang dirasionalisasi dengan kategori-kategori berpikir keagamaan. Dalam kombinasi itu mereka menemukan bentuk-bentuk kehidupan yang ekstrem, biasanya dengan ciri-ciri berikut ini : ajarannya mudah, jelas, dramatis, memanipulasi kerinduan atau ketakutan psikologis tertentu (takut salah, sesal berlebihan, merasa berdosa). Salah satu ajaran yang menyelesaikan segala-galanya adalah kiamat atau akhir jaman. Kalau dunia kiamat, seluruh kesulitan dan kekacauan hidup ini akan berakhir. Dalam konstruksi berpikir semacam ini, Kitab Wahyu bisa dengan mudah disalahgunakan.
1. Pada tahun 1997, Konferensi Waligereja Indonesia mengeluarkan Surat Gembala Prapaska dengan judul Keprihatinan dan Harapan. Di dalamnya antara lain dikatakan, "Kita semakin yakin bahwa kita sedang menghadapi kemerosotan moral hampir di semua bidang kehidupan masyarakat yang dapat membahayakan, bahkan menghancurkan persatuan, masa depan dan keselamatan bangsa kita" [1]. Sesudah sekian tahun sejak yang disebut jaman reformasi, keadaan masyarakat, bangsa dan negara tampaknya tidak menjadi lebih baik [2]
2. Kenyataan yang serupa tidak hanya dialami oleh bangsa Indonesia, tetapi juga oleh seluruh dunia. Sedikit ilustrasi dari sejarah dunia, kiranya bisa menjelaskan konstatasi ini. Menjelang berakhirnya Perang Dunia II, yaitu pada bulan Juli 1944, para tokoh negara-negara Barat mengadakan pertemuan di Bretton Wood, New Hampshire, Amerika Serikat untuk mencegah terulangnya perang dan membangun kembali dunia yang boleh dikatakan hancur oleh kekejaman perang. Dipikirkan untuk membangun dunia baru yang lebih baik, melalui sistem ekonomi untuk mempromosikan pembangunan ekonomi global. Memasuki abad ke-21, mimpi untuk membangun dunia baru yang lebih baik itu ternyata tidak menjadi kenyataan. Mungkin justru sebaliknya yang harus dikatakan.[3]
3. Menghadapi kenyataan seperti itu, orang bisa mengambil sikap yang berbeda-beda. Sebagian orang menunjukkan sikap masa bodoh. Sebagian lagi menyerah pada yang mereka sebut nasib. Yang lain menjadi marah dan frustrasi. Pertanyaannya ialah, sikap apa yang diharapkan dari orang kristiani sebagai pribadi maupun sebagai warga Gereja berhadapan dengan kenyataan seperti ini ? Seharusnya orang beriman tetap teguh di dalam pengharapan [4] . Dengan landasan pengharapan ini, orang beriman, baik sendiri-sendiri maupun sebagai warga Gereja, bisa melibatkan diri untuk terus berjuang membangun dunia yang lebih baik. Bagaimana orang atau Gereja bisa belajar berharap ? Ada banyak jalan. Salah satunya adalah dengan belajar dari Kitab Wahyu. Telaah ringkas atas Kitab Wahyu inilah yang merupakan pokok paparan dalam tulisan ini.
BAGIAN II : PERSPEKTIF HARAPAN DALAM KITAB WAHYU
4. Dibandingkan dengan tulisan-tulisan Perjanjian Baru yang lain, Kitab Wahyu terasa istimewa. Keistimewaan itu segera terasa kalau kitab itu mulai dibaca. Gayanya, lambang-lambang yang dipakainya dan jalan pikirannya sulit dimengerti, bahkan membingungkan [5]. Maka tidak mengherankan kalau ada begitu banyak ragam tafsiran atas Kitab Wahyu, termasuk penafsiran yang harus dikatakan aneh, dilihat dari sudut ilmu tafsir yang lazim [6].
A. PENAFSIRAN YANG MENYIMPANG
5.1. Salah satu contoh penafsiran ekstrem dan menyimpang dilihat dari sudut ilmu tafsir yang lazim adalah yang dilakukan oleh seorang bernama Vernon Wayne Howell, pemimpin kelompok yang menamakan diri Ranting Daud. Mereka tinggal di suatu wilayah yang mereka sebut Ranch Apocalypse. Sejak tanggal 28 Februari 1993, penanggung jawab keamanan Amerika Serikat mengepung Ranch Apocalypse, karena penghuninya dianggap melanggar hukum, yaitu menumpuk senjata dan amunisi secara ilegal. Tetapi sekte yang menghuni Ranch itu berpikir lain. Mereka dengan penuh keyakinan sedang mempersiapkan pertempuran terakhir antara kekuatan baik melawan kekuatan jahat, yang menurut Why16:6 akan terjadi di Harmagedon. Ketika dikepung, pimpinan Rach itu mengatakan baru bersedia menyerah kalau ia selesai menulis tafsiran mengenai tujuh meterai yang disebut dalam Why5:1. Why5:2 memuat pertanyaan, "siapakah yang layak membuka gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya ?". Pertanyaan ini dijawab pada Why5:5 :"… sesungguhnya singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya". Atas dasar teks ini, Vernon Wayne Howell berganti nama. Ia mengidentifikasi diri dengan tokoh yang disebut dalam teks tersebut dan mengambil nama David Koresh. David adalah Daud yang disebut dalam ayat itu, sedang Koresh adalah Raja Persia yang digunakan oleh Allah untuk membebaskan umat-Nya dari pembuangan Babilonia (Yes4:5). Dengan demikian ia menyamakan diri dengan Mesias, keturunan Daud dan merasa dirinya sebagai mandataris untuk menuntun dunia ini ke perang terakhir yang menentukan yang akan terjadi di Harmagedon. Ini semua berakhir dengan bunuh diri massal yang terjadi pada hari Senin, tanggal 19 April 1993, ketika kamp mereka diserang oleh penanggungjawab keamanan [7]. Tampaknya timbul dan tenggelamnya sekte-sekte yang menganut ajaran sejenis itu tidak akan pernah berhenti [8]. Di samping alasan-alasan sosio-religius dan sosio-psikologis, salah satu pemicunya adalah penafsiran sewenang-wenang atas Kitab Wahyu.
5.2. Harmagedon digambarkan sebagai padang fiktif. Nama ini adalah transliterasi ke dalam bahasa Yunani dari nama kota Megido, yang terletak pada celah pengunungan di wilayah Galilea. Karena tempatnya amat strategis, merupakan persimpangan jalan dari Afrika (Mesir), Eropa dan Asia, sejak jaman Perjanjian Lama kota itu selalu menjadi ajang pertempuran. Menurut pemikiran David Koresh - atau mungkin lebih tepat imaginasi ilusifnya - , pertempuran terakhir ini seharusnya terjadi di Timur Tengah, yang sampai saat itu selalu berada dalam situasi politik yang panas. Situasi panas itu dibayangkan akan menyulut perang nuklir yang menghancurkan dunia. Tetapi ternyata sekitar tahun 1980, Timur Tengah menjadi relatif tenang. Oleh karena itu, masih menurut imaginasi David Koresh, padang kehancuran itu pindah ke Waco, Texas, Amerika Serikat. Ketika pasukan keamanan benar-benar mengepung Ranch Apocalypse itu, yakinlah mereka bahwa yang mereka rekonstruksi benar-benar syah. Dan seperti sudah dikatakan, semuanya berakhir secara tragis.
5.3. Ternyata ada orang yang menafsirkan Kitab Wahyu dengan cara seperti itu. Gaya penafsiran semacam ini, di lingkungan orang-orang yang berada dalam situasi psikologis tertentu (misalnya, merasa hidup tidak bermakna) menciptakan yang disebut "krisis mentalitas". Dengan penafsiran seperti itu, orang dibuat tidak berani melawan, takut, tunduk sampai disuruh apa pun mereka bersedia. Seolah-olah mereka terbius, dan dalam keadaan seperti itu David Koresh memasukkan ide tentang akhir jaman, perang antara yang baik dan yang jahat yang langsung melibatkan seluruh diri mereka dan mempersatukan mereka untuk melakukan suatu gerakan menghancurkan kejahatan.
5.4. Seperti sudah dikatakan di atas, kelompok atau sekte Ranting Daud yang dipimpin oleh David Koresh ini bukanlah yang pertama dalam sejarah, dan juga bukan yang terakhir. Kelompok semacam ini biasanya muncul dalam lingkungan masyarakat "marginal", tertekan atau kalah dalam percaturan hidup di dunia ini. Beban-beban hidup terlalu berat untuk ditanggung. Daya tahan mereka yang biasa, tidak cukup untuk menghadapi tantangan-tantangan dunia ini. Oleh karena itu tidak jarang mereka menciptakan dunia lain. Di dunia lain itulah mereka dapat tampil, merasa terangkat dan mempunyai kuasa. Tidak mengherankan bahwa kelompok seperti itu bisa bertumbuh subur di negera-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan. Sebagian tidak kecil dari masyarakat maju mengalami krisis identitas, bukan hanya sebagai pribadi tetapi sebagai masyarakat. Mereka merasa resah, secara mental maupun spiritual. Mereka berusaha mencari makna kehidupan, tetapi tidak sabar menanti jawaban dalam perjuangan hidup yang nyata ini yang dianggap penuh dengan kejahatan. Kalau proses semacam ini berlanjut, tahap berikutnya ialah perasaan putus asa. Dan dalam keadaan seperti itu mereka mencari jalan pintas yang dirasionalisasi dengan kategori-kategori berpikir keagamaan. Dalam kombinasi itu mereka menemukan bentuk-bentuk kehidupan yang ekstrem, biasanya dengan ciri-ciri berikut ini : ajarannya mudah, jelas, dramatis, memanipulasi kerinduan atau ketakutan psikologis tertentu (takut salah, sesal berlebihan, merasa berdosa). Salah satu ajaran yang menyelesaikan segala-galanya adalah kiamat atau akhir jaman. Kalau dunia kiamat, seluruh kesulitan dan kekacauan hidup ini akan berakhir. Dalam konstruksi berpikir semacam ini, Kitab Wahyu bisa dengan mudah disalahgunakan.
B. MENGGALI PESAN KITAB WAHYU
6. Ternyata Kitab Wahyu dapat dengan mudah disalah-tafsirkan, bukan hanya dalam tingkatan paham melainkan sampai ke tingkatan tindakan yang melibatkan seluruh pribadi dan banyak orang. Sementara itu sebenarnya penulis Kitab Wahyu, seperti halnya penulis-penulis Kitab Suci yang lain, ingin mengembangkan iman para pembacanya agar mereka berani bertahan dan teguh berjuang dalam peziarahan hidup nyata yang penuh dengan tantangan ini. Pesan seperti itu hanya dapat ditangkap, kalau Kitab Wahyu dimengerti dengan kaidah-kaidah penafsiran yang lazim, yaitu dengan memperhatikan jenis sastra [9]
7. Meskipun disebut Kitab Wahyu, tulisan ini tidak memuat kebenaran-kebenaran yang samasekali baru dan berbeda dibandingkan dengan tulisan-tulisan PB yang lain. Yang baru ialah gaya dan pengungkapannya dalam cara berpikir umat kristiani yang sesuai dengan zamannya. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa isi pokok warta Kitab Suci Perjanjian Baru adalah Kerajaan Allah. Perjanjian Lama merupakan persiapan pewartaan itu. Injil-injil berisi pewartaan Kerajaan Allah oleh Yesus dalam sabda dan karya-Nya. Kisah Para Rasul berisi pewartaan Kerajaan Allah oleh Gereja yang sedang berkembang. Adapun Surat-surat mengemukakan berbagai perwujudan Kerajaan Allah dalam kehidupan jemaat yang menghadapi berbagai macam tantangan dan keadaan yang berbeda-beda. Kitab Wahyu memusatkan perhatian pada kepenuhan Kerajaan Allah pada akhir jaman. Untuk pewartaan itu digunakan jenis sastra apokaliptik.
8. Sastra apokaliptik muncul setelah sastra kenabian berhenti. Ketika sastra apokaliptik tidak dipakai lagi, yang muncul menyusul adalah rabinisme.
8.1 Kenabian
Pada dasarnya yang dilakukan oleh para nabi ialah membaca situasi aktual dan mengartikannya dalam terang firman Allah. Para nabi bisa menjalankan peran itu dengan baik karena mereka mempunyai karisma kenabian yang tidak dimiliki oleh orang lain. Karisma kenabian ini menjamin bahwa yang dipikirkan, dirasakan dan dikatakan oleh para nabi benar-benar sesuai dengan pikiran, perasaan dan rencana Allah. Kecuali itu mereka juga mempunyai "kemampuan analisis" yang tajam atas situasi politik, budaya, keagamaan serta realitas kehidupan pada umumnya yang seringkali amat kompleks. Atas dasar kemampuan itu para nabi melontarkan kritik-kritik kenabian mereka dari dalam, sebagai orang-orang yang sungguh terlibat dalam kehidupan bangsanya. Kata-kata nabi disebut nubuat, bukan karena yang mereka katakan adalah ramalan mengenai masa depan. Nubuat yang pasti terlaksana adalah jaminan bahwa yang dikatakan oleh para nabi adalah benar-benar firman Allah. Lama kelamaan arus kenabian ini menjadi lemah dan akhirnya berhenti. Ada beberapa alasan yang dapat disebut. Pertama, kenisah sudah hancur, sehingga penyalah-gunaannya (=ibadah palsu) yang merupakan sasaran kritik keras para nabi juga sudah tidak perlu lagi. Kecua, politik dan agama menjadi satu, sehingga antitesis dialektis antara raja (=politik) dan nabi (=iman yang harus mewujud dalam hidup nyata) tidak ada lagi. Akhir arus kenabian membuka jalan bagi munculnya aliran dan sastra apokaliptik.
8.2. Apokaliptik
Kalau pewartaan kenabian memusatkan perhatian pada masa sekarang, apokaliptik mengarahkan perhatian ke masa depan, yaitu akhir sejarah. Akhir sejarah ini dilihat sebagai tumpuan kepastian harapan. Atas dasar kepastian itu orang dapat dan berani setia di jaman sekarang. Ada dua faktor yang mendorong munculnya pola pemikiran seperti ini. Pertama, hidup iman orang Yahudi sudah matang. Hidup iman ini dibangun atas dasar seluruh Perjanjian Lama, yang isi pokoknya adalah keyakinan bahwa Allah selalu setia dan menunjukkan belaskasihan-Nya. Kedua, situasi sosial-politik-religius yang mencengkam. Karena iman mereka, orang-orang beriman dianiaya secara besar-besaran . Dalam keadaan seperti itu mereka harus menemukan makna pengalaman hidup mereka ini. Makna ini ditemukan dalam keyakinan bahwa Allah yang sejak dulu setia, akan selalu setia juga selama-lamanya. Kesetiaan Allah ini adalah jaminan bagi akhir yang gilang gemilang, entah bagaimana dan entah kapan. Kalau para nabi berkeyakinan bahwa keadaan sekarang harus berubah dan dibangun kembali atas dasar sabda Tuhan, penulis apokaliptik mempunyai pandangan lain. Secara populer pola berpikir apokaliptik dapat disejajarkan dengan orang yang mau meloncat jauh. Seorang peloncat jauh akan mundur mengambil ancang-ancang. Dari titik ancang-ancang ia akan berlari cepat dan pada titik tertentu ia meloncat jauh ke depan. Pola berpikir apokaliptik menilai keadaan dunia sekarang ini benar-benar mengerikan, tidak dapat diperbaiki lagi. Untuk menilai kepada masa sekarang yang kacau ini, ia mundur, mengenangkan karya-karya Allah di masa lampau. Kesimpulannya ialah Allah selalu setia. Atas dasar kayakinan ini diambil kesimpulan untuk masa depan : Allah yang telah terbukti setia, akan selalu setia pula selama-lamanya. Maka, entah bagaimana dan entah kapan, Allah yang setia itu akan memberikan kemuliaan serta kemenangan kepada orang-orang yang percaya dan setia kepada-Nya. Keyakinan iman inilah yang menjadi landasan sekaligus kekuatan untuk berani dan setia berjuang dalam kehidupan nyata yang penuh dengan kesulitan dan tantangan.
8.3. Rabinisme
Setelah arus apokaliptik mundur, muncullah arus baru yaitu rabinisme. Yang berkembang dalam arus ini adalah tafsiran atas teks-teks Perjanjian Lama dalam rangka usaha mengetrapkan dan mengartikannya secara aktual. Muncullah Targumdan Talmud [10]
8.4. Apokaliptik bukan satu-satunya jenis atau bentuk sastra yang dipakai dalam Kitab Wahyu. Why 2-3 berbentuk surat. Bahkan dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Kitab Wahyu berciri kenabian [11]. Selain itu ada yang melihat Kitab Wahyu sebagai buku liturgi yang menggunakan model liturgi Yahudi untuk mengungkapkan pengharapan [12]
9. Seperti sudah dikatakan, tema dominan yang terdapat dalam Kitab Wahyu ialah rahasia kesetiaan Allah. Kesetiaan Allah ini sudah dialami oleh umat sepanjang sejarah dan diyakini akan berlangsung terus sampai kepenuhan waktu. Kesetiaan Allah inilah yang menjamin kemenangan gilang-gemilang, yang dijanjikan kepada umat yang juga setia dalam pengharapan. Rahasia ini begitu besar dan mendalam, sehingga amat sulit atau bahkan tidak mungkin dirumuskan.
9.1. Rahasia itu dapat ditangkap melalui berbagai cara. Yang dapat disebut adalah : campur tangan Roh (Why1:10 ; Why4:2), penglihatan (Why17:3 ; Why21:10 ; 54 x dalam Kitab Wahyu) dan perantaraan para malaikat (1:1; 67 x dalam Kitab Wahyu). Malaikat adalah utusan Allah yang mempunyai berbagai macam peranan dalam melaksanakan rencana penyelamatan Allah. Dalam banyak peristiwa malaikat-malaikat itu tampil sebagai "penafsir", yang memberikan penjelasan kepada para murid Yesus, mengenai peristiwa-peristiwa yang sulit ditangkap (bdk Mat28:1-10 dsj; Yoh20:11-18). Sejalan dengan itu, penerangan Roh dan penglihatan perlu dimengerti dengan kacamata yang sama, yaitu diletakkan dalam rangka karya penyelamatan Allah. Kalau demikian, penglihatan dapat dikatakan merupakan buah perenungan iman, penegasan dan pemahaman yang jernih berkat bantuan rahmat. Penglihatan itu terjadi di hadapan Tuhan, di tengah-tengah jemaat dan keadaan aktual. Kesimpulan ini cukup jelas dalam teks-teks berikut . Pada Why1:10, dikatakan bahwa pada hari Tuhan, penulis dikuasai oleh Roh. Sebagai buahnya ia menulis surat kepada ketujuh jemaat. Kemudian pada Why4:1-2, sekali lagi penulis dikuasai oleh Roh. Karena itu ia mulai membaca tanda-tanda jaman dan sejarah dunia pada umumnya dalam terang iman.
9.2. Rahasia Allah itu diungkapkan dalam lambang-lambang. Berbicara dengan menggunakan lambang adalah hal yang sangat biasa dalam Kitab Suci. Dalam 1Raj11:30-32 diceritakan mengenai nabi Ahia yang memegang kain baru yang di badannya, lalu mengoyakkannya menjadi duabelas koyakan dan berkata kepada Yerobeam, "Ambillah bagimu sepuluh koyakan, sebab beginilah firman Tuhan, Allah Israel : sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari tangan Salomo dan akan memberikan kepadamu sepuluh suku…". Kebanyakan lambang yang dipakai dalam kitab Wahyu diambil dari tradisi kenabian. Ada lambang umum: perempuan melambangkan jemaat (Why12:1) atau kota (Why 17:3); tanduk adalah lambang kekuasaan (Why5:6 ; Why12:3); terompet atau sangkakala adalah suara ilahi/surgawi yang menjadi tanda berlangsungnya karya Allah (Why1:10 ; Why8:2); jubah putih adalah lambang dunia kemuliaan (Why6:11 ; Why7:913); laut adalah lambang kuasa yang merusak, sumber malapetaka (Why13:1 ; Why21:1). Lambang itu juga dapat berupa warna : misalnya putih (Why1:14 ; Why2:17 ; Why6:11) berarti kemenangan; merah (Why6:4 ; Why17:3) berarti kekerasan, tetapi juga darah para martir; hitam ( Why 6:5.12) berarti kematian. Lambang juga bisa berupa angka : tujuh (Why1:11 ; Why3:1 ; Why8:1) berarti sempurna, utuh, penuh; enam (Why13:18) berarti tidak sempurna, sementara; tiga setengah (Why12:14) juga berarti tidak sempurna, waktu pencobaan, penganiayaan; angka tiga setengah ini bisa mengambil beberapa bentuk, misalnya satu masa tambah dua masa tambah setengah masa, yang sama dengan empat puluh dua bulan (Why11:2 ; Why13:5) atau 1260 hari (Why11:3 ; Why12:6); duabelas melambangkan Israel; seribu adalah jumlah yang tak dapat dihitung (Why7:4-8 ; Why14:1-5) [13]
10. Keyakinan iman pokok yang termuat dalam Kitab Wahyu dapat dirumuskan dengan kata lain sebagai berikut : sejarah, dalam segala perputarannya berada dalam rencana serta kuasa Allah yang selalu setia. Sejarah itu akan disempurnakan oleh Allah yang sama. Kesimpulan itu dapat dijelaskan atas dasar ayat-ayat kunci dalam Kitab Wahyu.
10.1. Rencana penyelamatan Allah amat jelas terungkap dalam rangkaian teks-teks berikut ini. Menurut Why4:2, dalam penglihatan Yohanes melihat "sebuah takhta berdiri di surga, dan di takhta itu duduk Seorang". Selanjutnya "di tangan kanan Dia yang duduk di atas takhta itu, sebuah gulungan kitab, yang ditulisi sebelah dalam dan sebelah luarnya dan dimeterai dengan tujuh meterai" (5:2). Kemudian pada Why5:7 dikatakan, "Lalu datanglah Anak Domba itu dan menerima gulungan kitab itu dari tangan Dia yang duduk di atas takhta itu". Dialah "singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya" (5:5). Rangkaian ayat-ayat ini amat jelas menunjukkan bahwa Allah yang Mahakuasa (=duduk di atas takhta) mempunyai rencana penyelamatan (=gulungan kitab). Rencana penyelamatan ini akan dinyatakan, dilaksanakan dan diselesaikan oleh Yesus, Sang Anak Domba (=Mesias, singa dari suku Yehuda, keturunan Daud).
10.2. Namun keyakinan ini tampaknya tidak sejalan dengan kenyataan yang dihadapi oleh Gereja. Gereja Kristus yang memandang diri sebagai Israel baru, justru dimusuhi oleh agama Yahudi. Sementara itu malapetaka yang menimpa Yerusalem pada tahun 70 M juga masih terasa menggoncangkan. Dari sudut pandangan lain, Gereja harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan politik totaliter dan menderita di bawah pemerintahan itu (Why12-20). Yang dimaksudkan dengan kekuatan politik totaliter adalah kekaisaran Romawi. Kendati keadaan seperti ini, ditunjukkan dengan jelas bahwa sejarah berada di bawah kuasa Allah. Ini tampak misalnya dalam munculnya kuda dengan berbagai macam warna dalam Why 6. Yang muncul pertama adalah kuda putih (ay 2). Mengenai kuda putih ini dikatakan, "… ada seekor kuda putih, dan orang yang menungganginya memegang sebuah panah dan kepadanya dikaruniakan sebuah mahkota. Lalu ia maju sebagai pemenang untuk merebut kemenangan". Kuda putih ini amat berbeda dibandingkan dengan kuda-kuda lain, kuda merah (ay 4), kuda hitam (ay 5), kuda hijau kuning (ay 8) yang dihubungkan dengan kekuatan jahat yang mengambil damai sejahtera (ay 4), menyebarkan ketidakadilan (ay 6) dan mendatangkan maut (ay 8). Apalagi kalau dibaca bersama Why19:11, lalu kelihatan bahwa penunggang kuda putih itu bernama "Yang Setia dan Yang Benar". Dengan kata lain, kuda-kuda yang lain boleh tampil baru sesudah kuda putih tampil dengan membawa kepastian kemenangan. Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa kuda-kuda itu baru dapat tampil sesudah diberi kesempatan "mari" (ay 2, 3, 5, 7).
10.3. Pelaksanaan rencana penyelamatan Allah tampak jelas dalam "rangkaian tujuh" yang terdiri dari tujuh meterai (Why6:1-17 ; Why8:1-5), tujuh sangkakala yang ditiup setelah meterai ketujuh dibuka (Why8:1-2 ; Why8:6-9:21) dan tujuh cawan murka Allah (Why15:5-8]). Pada waktu cawan ketujuh ditumpahkan (Why16:17), terlaksanalah karya penyelamatan Allah itu : Bebel, lambang kuasa jahat jatuh (Why17:1 ; Why20:3).
10.4. Akhirnya jelas pula dinyatakan bahwa sejarah dunia ini akan disempurnakan dan dipenuhi oleh Allah. Kebahagiaan dan damai sejahtera abadi bukanlah hasil usaha manusia saja, melainkan pertama-tama adalah anugerah Allah. Akhir Kitab Wahyu mengatakan, "Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!" (Why21:5). Di tempat lain dikatakan, "Lalu di dalam roh ia membawa aku ke atas sebuah gunung yang besar lagi tinggi dan ia menunjukkan kepadaku kota yang kudus itu, Yerusalem, turun dari surga, dari Allah" (Why21:10). Kedua teks ini dengan jelas menyatakan bahwa pelaku utama penyempurnaan sejarah ini adalah Allah sendiri.
C. MENAFSIRKAN WHY 12:1-18
11. Why12:1-18 dipilih untuk ditafsirkan secara lebih teliti dengan beberapa alasan. Pertama, karena letaknya yang sentral dalam keseluruhan Kitab Wahyu [14]. Kedua, sentralitas perikope ini bukan hanya dalam arti literer, tetapi juga liturgis [15] dan teologis. Dengan menafsirkan perikope ini, gagasan teologis yang dikembangkan dalam makalah ini memperoleh landasan yang semakin kuat.
11. 1.Teks
1.Maka tampaklah suatu tanda besar di langit : Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. 2. Ia sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan. 3. Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah-padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. 4. Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya. 5. Maka ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya. 6. Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya.
7.Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, 8 tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga. 9 Dan naga besar itu dilemparkan ke bawah, si ular tua, yang disebut Iblis dan Satan, yang menyesatkan seluruh dunia; ia dilemparkan di atas bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatny.
10. Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata:"Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Kristus-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. 11 Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. 12 Karena itu bersukacitalah, hai sorga dan hai kamu sekalian yang diam di dalamnya, celakalah kamu, hai bumi dan laut! Karena Iblis telah turun kepadamu, dalam geramnya yang dahsyat, karena ia tahu, bahwa waktunya sudah singkat
13. Dan ketika naga itu sadar, bahwa ia telah dilemparkan di atas bumi, ia memburu perempuan yang melahirkan Anak laki-laki itu. 14 Kepada perempuan itu diberikan kedua sayap dari burung nasar yang besar, supaya ia terbang ke tempatnya di padang gurun, di mana ia diperlihara jauh dari tempat ular itu selama satu masa dan dua masa dan setengah masa. 15 Lalu ular itu, menyemburkan dari mulutnya air, sebesar sungai, ke arah perempuan itu, supaya ia dihanyutkan sungai itu. 16 Tetapi bumi datang menolong perempuan itu. Ia membuka mulutnya, dan menelan sungai yang disemburkan naga dari mulutnya. 17 Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksiah Yesus. 18 Dan ia tinggal berdiri di pantai laut.
11.2. Konteks literer
Why 12:1-18 dalam struktur Kitab Wahyu terdapat pada bagian yang menggambarkan pelaksanaan sejarah penyelamatan yang dilambangkan dengan ditiupnya sangkakala. "Tidak akan ada penundaan lagi! Tetapi pada waktu bunyi sangkakala dari malaikat yang ketujuh, yaitu apabila ia meniup sangkakalanya, maka akan genaplah keputusan rahasia Allah, seperti yang telah Ia beritakan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu para nabi" (Why10:7). Peniupan sangkakali ketujuh (Why11:15) disusul oleh nyanyian pujian yang mengungkapkan kepastian kemenangan (Why11:15-19) [16]. Kerajaan Allah menjadi kenyataan, tata keselamatan yang baru tiba (Why12:1 ; Why14:18). Kemenangan ini selanjutnya dibeberkan dengan hancurnya musuh, ketika muncul tanda di langit berupa tujuh malaikat dengan tujuh malapetaka yang akan segera dituangkan (Why 15-19). Kitab Wahyu ditutup dengan adegan "Dia yang duduk di atas takhta" (Why20:11) yang seolah-olah mengulangi adegan awal yang sama (Why4:2). Keduanya membentuk bingkai awal dan akhir. Yang menjadi permenungan adalah : manakah tempat Gereja dalam sejarah ini? Jawaban atas pertanyaan ini terungkap dalam dua tanda yang muncul pada Why12:1-18.
11.3. Latar belakang budaya [17]
Ternyata ada kisah yang amat mirip dengan kisah yang terdapat dalam Why12:1-18, yaitu legenda mengenai kelahiran dewa Apollo. Legenda ini berkaitan dengan pulau bernama Delos, yang terletak tidak jauh dari pulau Patmos, tempat Yohanes tinggal. Delos adalah pulau suci bagi orang Yunani, karena menurut legenda yang tentunya dikenal oleh para pembaca tulisan Yohanes ini, di pulau itulah Apollo dilahirkan. Legenda ini mulai dengan hamilnya Leto, ibu Apollo, oleh Zeus. Naga Python berusaha membunuh anak yang dikandung oleh Leto, karena kelak anak itu akan menggeser kedudukan naga di Delfi, pusat keagamaan Yunani. Zeus memerintahkan dewa angin dan dewa laut yang bernama Poseidon untuk membantu Leto. Karena itu Leto dibawa ke pulau Delos untuk menyelamatkan diri dari naga Python. Akhirnya Leto melahirkan dengan selamat. Apollo lalu pergi ke Delfi dan membunuh naga itu. Kelahiran Apollo dan terbunuhnya naga mengawali suatu jaman keemasan, jaman damai, aman dan sejahtera. Tidak mustahil bahwa kisah yang terdapat dalam Why 12 ini mempunyai latar belakang kisah populer yang amat terkenal itu. Legenda ini, seperti halnya mitos-mitos yang lain, merupakan penafsiran atas konflik kosmis antara kebaikan dan kejahatan. Kesimpulan kisah selalu sama, yaitu pada akhirnya kebaikan akan selalu mengalahkan kejahatan. Para penguasa Roma menggunakan legenda ini untuk kepentingan politis. Kaisar Agustus menyatakan bahwa masa pemerintahannya adalah jaman keemasan itu, dan bahwa dirinya adalah titisan Apollo. Kaisar Nero membuat patung dirinya dan menamakannya patung dewa Apollo. Lambang-lambang legenda Apollo menghiasi mata uang Romawi yang sekaligus bergambar kaisar. Jadi warga Romawi sungguh amat mengenal legenda ini.
11.4. Susunan teks
Why12:1-18 tersusun dengan cukup jelas. Why12:7-12 adalah sisipan yang ditempatkan di antara dua perikope yang berbicara mengenai dua tanda yaitu perempuan dan naga (ay 1-6. 13-18). Dengan demikian perikope ini terdiri dari dua bagian : perempuan dan naga, ay 1-6.13-18; dan sisipan yang menceritakan pertempuran di sorga antara Mikhael dengan naga (ay 7-12).
11.5. Penafsiran
11.5.1. Perempuan dan naga (Why12:1-6 ; Why12:13-18)
Perikope ini mulai dengan suatu pernyataan meriah, "Maka tampaklah suatu tanda besar di langit…". Dalam Injil Yohanes, "tanda" berarti karya penyelamatan Allah. Sesudah Yesus melakukan karya agung mengubah air menjadi anggur, dikatakan, "Hal itu dibuat Yesus di Kana … sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya" (Yoh2:11; bdk.Yoh4:54).
Seperti halnya terbukanya Bait Allah dan tabut perjanjian yang kelihatan di dalamnya (Why11:19) berhubungan dengan peniupan sangkakala ketujuh (Why11:15), demikian juga tampaknya tanda besar ini. Tiupan sangkakala tidak hanya berarti ancaman. Mengacu pada Yos6:1-16, tiupan sangkakala pada hari ketujuh berarti tanda awal kemenangan definitif. Tembok kota Yerikho runtuh, "sebab Tuhan telah menyerahkan kota itu kepada kamu" (ay 16). Dengan demikian tampaknya tanda-tanda ini pun memuat pesan yang menyatakan bahwa karya penyelamatan Allah mencapai tahap definitif.
Ada tiga tanda di langit yang disebut dalam Kitab Wahyu, yaitu perempuan (12:1), naga (12:3) dan tujuh malaekat dengan tujuh malapetaka terakhir (15:1). Ketiga tanda ini tampaknya mempunyai kaitan dengan keluaran dari Mesir. Perlindungan ilahi yang diungkapkan dalam berbagai lambang terhadap perempuan, mengingatkan orang akan jaminan dan perlindungan yang diberikan kepada umat pada waktu keluaran dari Mesir dan selama mereka tinggal di padang gurun. Sementara itu, naga dalam Kitab Suci dipakai untuk melambangkan musuh umat Allah, yang pada waktu keluaran adalah Firaun (Yes51:9; bdk Yeh29:3; Yeh32:2). Selanjutnya malaikat dengan tujuh malapetaka mengawali Why 15 yang merupakan himne kemenangan. Himne ini mengingatkan orang akan nyanyian Musa yang dikidungkan sesudah penyeberangan Laut Teberau (Kel 15). Kaitan tanda-tanda ini dengan keluaran dari Mesir, menegaskan lagi ciri definitif karya penyelamatan yang diwartakan dalam perikope ini.
Tanda pertama yang besar : perempuan
Ada beberapa kemungkinan tafsiran mengenai tanda pertama, yang disebut tanda besar. Ada penafsir yang dengan tegas mengatakan bahwa perempuan itu adalah Maria [18]. Sementara itu penafsir lain sebaliknya mengatakan bahwa tafsiran semacam itu tidak ada dasarnya samasekali [19]. Para penafsir modern pada umumnya berpendapat bahwa kaitan tanda perempuan dengan Maria, Ibu Yesus, adalah sekunder. Arti primer tanda perempuan adalah Gereja, dengan berbagai variasinya [20]. Tanpa maksud mengesampingkan arti sekunder, yang akan diperhatikan adalah arti primer dari tanda perempuan.
Kitab Wahyu memuat tidak kurang 400 alusi pada Perjanjian Lama. Dari antaranya ada teks-teks penting berhubungan dengan tanda perempuan. Menurut Yes7:14 – seperti dalam Why 12 – diberikan tanda perempuan yang mengandung dan akan melahirkan Mesias. Yang istimewa dalam Why12:1 adalah bahwa tanda itu ada di langit. Dengan cara ini rupanya penulis ingin berbicara mengenai pemulihan Kerajaan Allah secara sempurna dan definitif – seperti halnya dalam Why11:19 ia berbicara mengenai pemulihan perjanjian secara sempurna dan definitif. Selain itu, Yes60:20-21 memberikan gambaran mengenai umat Allah ideal, yang hidup pada jaman eskatologis. Tuhan sendiri yang akan menjadi penerang bagi umat itu. Dan bagi mereka ini "akan ada matahari yang tidak pernah terbenam dan bulan yang tidak surut". Dengan latar belakang ini, perempuan dalam Why 12:1 adalah personifikasi umat Allah, yang dimuliakan dan disinari terang ilahi.
Masih ada dua teks dari Kitab Nabi Yesaya yang tampaknya berkaitan dengan Why 12:1. Keduanya menyebut perkandungan dan kelahiran metaforis oleh umat Allah. Yes26:17-18 mengatakan, "Seperti perempuan yang mengandung yang sudah dekat waktunya untuk melahirkan, menggeliat sakit, mengerang karena sakit beranak, demikianlah tadinya keadaan kami di hadapan-Mu, ya Tuhan : Kami mengandung, kami menggeliat sakit, tetapi seakan-akan kami melahirkan angin : kami tidak dapat mengadakan keselamatan di bumi…". Sedang Yes66:7-8 mengatakan, "Sebelum menggeliat sakit, ia sudah bersalin, sebelum mengalami sakit beranak, ia sudah melahirkan anak laki-laki… Masakah suatu negeri diperanakkan dalam satu hari, atau suatu bangsa dilahirkan dalam satu kali?". Apa maksud Yohanes menggabungkan dua teks ini dalam Why 12 ? Tampaknya yang ingin disampaikan adalah pesan ini : Israel sadar akan panggilannya sebagai umat untuk melahirkan Mesias, yang akan memberikan keselamatan kepada dunia. Namun untuk mengerti maksud Yohanes yang lebih penuh mengenai kelahiran Mesias, perlu diperhatikan apa yang ditulis dalam Yoh16:19-22. Dalam perikope ini Yesus berbicara mengenai kesusahan sengsara-Nya dan kegembiraan kebangkitan-Nya. Untuk menjelaskan hal ini, Ia menggunakan gambaran perempuan yang melahirkan : "Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahikran, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia" (Yoh 16:21). Dengan latar belakang Yes26:17-18 dan Yes66:7], Yohanes ingin mengatakan bahwa kesusahan yang dialami oleh para murid dalam sengsara Tuhan, harus dialami sebagai keikutsertaan dalam kesusahan mesianis, demi datangnya keselamatan. Murid-murid ini adalah sisa-sisa Israel, yang sejarahnya dikisahkan dalam Why4-11. Dari kawanan kecil murid yang setia, yang dipersonifikasikan dalam diri perempuan, akan lahir umat baru.
Dengan demikian tampak bahwa tanda perempuan dalam Why 12:1 adalah lambang yang kompleks. Dia dapat berarti umat Israel, dan dari "sisa" Israel akan lahir Kristus. Dia juga bisa berarti Gereja, ibu semua orang yang percaya. Perempuan juga bisa berarti Yerusalem Surgawi yang dikisahkan dalam Why 21. Dengan demikian, yang dilambangkan bukan hanya umat Allah yang berada dalam sejarah, melainkan juga yang mempralambangkan Yerusalem Surgawi. Segi ilahi umat Allah inilah yang dinyatakan dengan lambang-lambang lainnya, yaitu matahari, bulan dan mahkota duabelas bintang.
Jadi siapakah perempuan itu ? Kiranya yang dimaksudkan adalah umat Allah, dipandang dari ciri adikodratinya : umat yang dicintai oleh Allah, subur, dipenuhi dengan anugerah-anugerah yang paling baik, hidup abadinya terjamin. Jemaat sekarang membaca pengalaman hidupnya yang nyata dengan cermin ini.
Kesimpulan di atas masih dapat didukung oleh lambang-lambang yang menjadi dandanan perempuan itu. Lambang-lambang itu dapat ditafsirkan dengan berbagai macam cara. Matahari, bulan dan bintang dalam mitologi kuno adalah benda-benda langit dan berarti berciri ilahi. Dalam garis pemikiran ini, perempuan itu mempunyai ciri ilahi. Penafsiran lain juga mungkin. Dalam Kitab Suci, matahari adalah ciptaan Allah yang istimewa. Dengan matahari itu Allah mendandani perempuan. Artinya, perempuan itu dikasihi-Nya, dipenuhi dengan anugerah-anugerah yang paling baik. Dengan demikian perempuan dapat melaksanakan tuntutan perjanjian dengan sebaik-baiknya. Sementara itu bulan yang menurut keyakinan Perjanjian Lama berperan sebagai pengatur waktu, berada di bawah kaki perempuan. Mungkin dengan itu mau dikatakan bahwa perumpuan itu sepenuhnya menguasai waktu. Ia bukan realitas yang hanya ditentukan oleh waktu, tetapi sekaligus mengatasinya. Kalau benar demikian, ciri ilahi umat Allah menjadi semakin jelas.
Selain itu, perempuan itu bermahkota dua belas bintang. Mahkota adalah lambang kemenangan akhir. Angka duabelas berkaitan dengan dua belas suku Israel dan dua belas rasul yang melambangkan umat Allah, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Dua belas bintang dengan demikian adalah lambang seluruh umat Allah. Sementara itu angka duabelas hanya dipakai untuk tanda perempuan. Angka ini akan dipakai lagi dalam Why 21-22. Dengan demikian angka duabelas amat dekat dengan realitas ciptaan baru dan ilahi.
Pada Why12:2 panggung rasanya tiba-tiba berubah, meskipun tokoh utama tetap perempuan itu. Ada satu paradoks yang menonjol. Perempuan yang sudah dimahkotai dengan dua belas bintang itu sedang mengandung dan dalam keluhan dan penderita-annya hendak melahirkan ia berteriak kesakitan. Dengan memperhitungkan seluruh suasana perikope ini, yang dimaksudkan kiranya adalah paradoks salib dan kebangkitan. Dengan paradoks ini penulis mau menyatakan bahwa Gereja ikut ambil bagian dalam kemenangan definitif Kristus terhadap kejahatan. Seperti halnya Gereja Smirna (Why2:10), mahkota kemenangan diberikan kepada Gereja yang berhasil melawan Setan di dunia. Dengan mahkota dua belas bintang, perempuan adalah lambang Gereja yang tidak bisa dihancurkan, yang abadi, kendati dalam sejarah ia berada dalam kesulitan. Inilah pesan utama yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca : meneguhkan harapan dan mendorong mereka untuk tetap teguh. Kepada Gereka yang mengalami penganiayaan, Yohanes menegaskan keyakinan iman yang mendasar. Gereja tidak akan pernah dapat dihancurkan oleh siapa pun. Dengan demikian Why12:1-2 adalah pengantar yang amat penting untuk masuk ke bagian kedua (Why 12-22) yaitu membantu para pembaca menjawab masalah eksistensial mereka, mengapa mereka mengalami penganiayaan ?
Tanda kedua : Naga
Untuk lebih memahami kelahiran dan penderitaan yang dialami oleh perempuan itu, harus dipertimbangkan tanda kedua yang muncul dan berlawanan dengan tanda yang pertama, yaitu naga (ay 3-4). Naga adalah ular besar, tetapi bukan tanda besar. Naga ini berwarna merah padam, warna api dan darah yang melambangkan kuasa kematian yang dahsyat. Ia adalah raja (=bermahkota tujuh) yang cerdik (=bermahkota tujuh) dan berkuasa (=bertanduk sepuluh). Naga adalah musuh yang mengerikan. Siapakah dia sebenarnya ?
Identitas baru diberikan pada ay 9, ketika ia sudah dikalahkan dan dilemparkan ke bumi. Dia adalah "si ular tua, yang disebut Iblis atau Setan, yang menyesatkan seluruh dunia". Sebutan-sebutan ini merangkum semua lambang-lambang kekuatan jahat, yang tujuannya adalah menyesatkan. Sejak dosa manusia pertama, kekuatan ini tidak perenah berhenti menyesatkan orang; artinya, membelokkan orang dari jalan Tuhan, jalan kehidupan dan kebahagiaan. Dia adalah "ular tua" yang menjanjikan kehidupan dan pengetahuan yang hanya bisa diberikan oleh Allah sendiri. Dengan kata lain, dia menjerumuskan orang kepada penyembahan berhala. Dia adalah Iblis yang memecah-belah. Dengan demikian pekerjaannya bertolak belakang dengan Tuhan Perjanjian, yang melalui penjelmaan, wafat dan kebangkitan-Nya, menyempurnakan perjanjian itu. Dia menyesatkan seluruh dunia; artinya, jalan-jalan Tuhan ia kacaukan, sehingga tujuan hidup manusia tidak jelas lagi dan dengan demikian tidak bisa tercapai juga. Dia adalah Setan, yang disebut si pendakwa. Dalam Kitab Ayub, dia tampil pada sidang surgawi. Dia berjalan-jalan di bumi untuk mengumpulkan bukti-bukti dakwaan terhadap manusia. Dia berperang melawan Mikhael, yang berarti "siapa seperti Allah?". Dengan cara ini ditunjukkan niat Iblis untuk menjadi seperti Allah.
Sampai titik tertentu, naga masih diam di atas. Tetapi sejak kelahiran anak dari perempuan, Setan tidak mempunya tempat lagi di sana, "… telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam" (Why12:10). Inilah yang dalam Injil Yohanes dikatakan dengan cara lain, "Sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar" (Yoh12:31). Dengan cara ini mau dikatakan bahwa dunia telah dihakimi. Yesus menjadi pembela kita. Ia menanggung dosa-dosa dunia dan menggagalkan semua usaha Setan yang mau mencelakakan umat manusia.
Penulis Kitab Wahyu melukiskan keyakinan iman ini dengan cara yang amat hidup : naga berdiri di hadapan perempuan agar dapat menelan anak yang akan lahir. Tetapi anak itu dirampas dandibawa lari kepada Allah. Inilah kekalahan Setan, berkat wafat dan kebangkitan Yesus, yang dinyatakan pada Why12:10-11 :"Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita". Inilah saat kenenangan Gereja, ".. dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba" (ay 11).
Dengan cara ini Yohanes ingin menyampaikan pesan khusus kepada Gereja (-gereja di Asia) yang mengalami penganiayaan : Setan telah dikalahkan. Tidak ada lagi kekuatan jahat "di atas". Kalau masih ada, perang dengan Setan hanya terjadi di bawah, di dunia. Itulah yang dialami oleh "keturunan lain dari perempuan yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus" (Why12:17). Yang bisa dikerjakan oleh Setan adalah melampiaskan kemarahan kepada manusia. Ini terwujud dalam penganiayaan yang dikerjakan oleh pemerintahan Romawi. Tetapi ia tidak berdaya terhadap Gereja (bdk Yoh14:30 ; Yoh16:33). Itulah sebabnya naga itu "tinggal di pantai laut" (Why12:18). Gereja Asia yang dituju oleh Kitab Wahyu dengan mudah menangkap maksud ini : dari laut, dari barat datang invasi kekaisaran Romawi.
Naga hendak menelan anak yang akan dilahirkan
Dengan majunya kisah, perlambangan menjadi lebih rumit. Pertanyaannya menjadi, "Apa arti kelahiran itu? Siapakah yang akan dilahirkan, sehingga naga mengancam untuk membunuhnya ?" Penulis memberikan jawaban yang jelas, "Maka ia melahirkan seorang anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi" (ay 5b). Kalimat ini mempunyai latar belakang Mzm2:9 dan Yes66:7. Kedua teks itu dalam Perjanjian Baru selalu dihubungkan dengan Kristus, demikian juga dalam Kitab Wahyu. Yang akan menggembalakan segala bangsa dengan tongkat besi adalah Kristus. Yang dimaksudkan ialah Kristus pada jaman akhir : kalau karya penyelamatan sampai pada penyelesaiannya, Kristus akan menampakkan kemenangan-Nya atas kejahatan (bdk Why19:11-16). Dan Kristus itu lahir dari Gereja. Jemaat sadar bahwa dirinya adalah perempuan yang ditampilkan dalam tanda itu. Dirinya-lah yang dengan segala macam usaha, hari demi hari, harus menyatakan Kristusnya. Kristus itu akan menjadi nyata dalam segala hal baik, yang berhasil dilakukan oleh Gereja, termasuk kebaikan yang mungkin tidak dilihat orang, yang tidak diterima atau dihargai. Semua yang "dilahirkan" oleh Gereja itu akan sangat berperan dalam membangun tubuh Kristus yang sempurna (bdk Ef4:13).
Rasul Paulus sudah merasakan bahwa pengalaman pahit dan gelap dalam karya kerasulan dapat menjadi sarana untuk memahat gambar Kristus dalam diri orang lain. Ia menulis, "Hai anak-anakku, karena kamu akan menderita sakit bersalin lagi, sampai rupa Kristus menjadi nyata dalam kamu" (Gal4:19).
Jemaat sangat bergembira dapat melihat perspektif yang memberikan makna kepada segala segi kehidupannya. Namun jemaat juga tidak dapat melupakan keadaan hidupnya yang nyata. Ia bertanya, apakah usaha-usaha yang dapat dicoba di tengah-tengah keadaan sulit yang dihadapinya ? Keadaan yang tampaknya tidak dapat ditembus? Apakah arti kebaikan di tengah-tengah kejahatan yang terorganisasi dengan rapi ? Apakah jemaat tidak sedang bermimpi kalau dikatakan bahwa ia akan berhasil menampakkan wajah Kristus dalam usaha sehari-hari mereka ? Apakah realistis mengatakan bahwa akhirnya Kristus akan mengalahkan kekuatan-kekuatan jahat secara definitif kalau kejahatan itu sekarang tampak begitu perkasa ?
Penulis memberikan jawaban yang membesarkan hati, sekaligus menantang : "… tiba-tiba anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya. Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia diperlihara di situ seribu dua ratus enam puluh hari lamanya" (ay 5b-6).
Hal-hal baik yang berhasil dilakukan oleh Gereja, betapa kecil dan kelihatannya tidak berarti di hadapan kekuatan jahat yang raksasa, sungguh berperan dalam mengukir wajah Kristus, sampai menjadi nyata dalam kehidupan. Tidak ada pekerjaan baik yang sia-sia. Dengan lambang yang sangat hidup dinyatakan bahwa yang dilahirkan oleh Gereja dalam penderitaan akan diambil dan dibawa ke hadapan Allah dan dalam perlindungan kuasa-Nya. Tidak ada kekuatan manusiawi dan kekuatan jahat mana pun yang dapat merampasnya.
Perempuan itu sendiri lagi ke padang gurun (ay 6). Dalam Perjanjian Lama padang gurun adalah tempat percobaan, pemurnian, pematangan hubungan antara Allah dengan umat. Padang gurun juga tempat mengalami "kasih masa muda"(=keluaran dari Mesir), pengalaman kasih yang pertama. Gereja perlu merasa bahwa padang gurun adalah tempat tinggalnya yang biasa selama dalam peziarahan masa ini. Ia ditantang untuk tidak menyimpang dari jalan Allah kendati merasa lelah dalam perjalanan, tetap berharap dan percaya, menunjukkan jati diri dalam keadaan tertekan. Ini semua pertama-tama adalah tantangan untuk menunjukkan kasih yang radikal dan penuh.
Demikian bolehlah disimpulkan, bahwa Allah telah melengkapi Gereja dengan kasih-Nya : memberikan yang paling baik kepadanya, memberikan jaminan kemenangan akhir, membiarkan Gereja mengalami rupa Kristus yang menjadi semakin nyata dalam sejarah; dan selama masa sulit yang dilalui Gereja, Tuhan selalu menyertainya. Dengan demikian jemaat tidak dapat lain kecuali bersyukur dan menyatakan kesediaannya untuk menerima dan menjalan tugas konkret yang tidak mudah. Ia tidak boleh bermimpi mengenai yang indah, tetapi juga tidak terperosok ke dalam pesimisme suram.
Naga memburu perempuan
Karena dikalahkan (ay 7-9), naga memburu perempuan. Meskipun Mesias menang atas Iblis, Iblis terus memburu perempuan yang lemah dan tidak berdaya itu. Gambar perlambangan ini tampaknya berlatar belakang keluaran dari Mesir dan tinggalnya umat Allah di padang gurun. Sebagaimana halnya dengan umat Allah, perempuan itu pun sedang berada dalam kesulitan besar dan diancam oleh kekuatan yang dahsyat. Tuhan tidak tinggal diam. Ia datang, membantu, melindungi, memberi makan (bdk Kel19:4) serta membatasi masa penindasan selama tiga setengah masa atau 1260 hari (ay 14). Naga tetap menimbulkan kekacauan dengan menyemburkan air. Ini adalah banjir bandang yang mau menenggelamkan perempuan (bdk Mzm32:6 ; Mzm124:4-5 ; Yes43:2). Untunglah bumi datang menolong perempuan itu dengan menelan sungai yang disemburkan naga. Dengan demikian bumi dimengerti sebagai ciptaan Allah yang baik yang berpihak pada umat Allah (bdk. Bil16:30 ; Bil26:10 ; Ul11:6).
Naga mencoba berbagai macam cara tetapi ternyata gagal (ay 17). Karena itu serangan dialihkan ke orang beriman yang lain (=keturunannya yang lain). Mereka ini adalah orang-orang yang setia pada iman dan menuruti hukum Allah serta bersaksi tentang Kristus (14:12). Perempuan itu memang berhasil dilindungi Allah, keluar dari jangkauan naga. Tetapi anak-anaknya tetap mudah diserang (bdk. Why 13)
11.5.2. Naga dikalahkan (Why12:7-9)
Kisah perempuan dan naga diselingi oleh dua sisipan, yaitu kisah peperangan antara Mikael dan naga ([Why 12:7-9]]) serta nyanyian kemenangan (ay 10-12).
Mikael adalah kepala malaikat Allah. Ia mempunyai tugas melindungi umat pilihan (bdk Dan10:13-21 ; Dan12:1). Menurut kepercayaan Yahudi, Mikael adalah sosok paling berkuasa setelah Allah. Ia sering digambarkan sebagai kekuatan adikodrati yang membela kebaikan melawan setan (bdk Ydt9:1-12 ; Dan10:13-21).
Peperangan antara Mikhael dengan naga berakhir dengan kemenangan Mikael dan para malaikatnya. Naga dan para malaikatnya dilemparkan ke bawah (bdk Yoh12:31 ; Luk10:18) sehingga mereka "tidak mendapat tempat lagi di surga" (ay 8; bdk Dan2:3-5). Mengapa semula Iblis mendapat tempat di surga ? Karena Iblis mempunyai peranan sebagai "pendakwa" manusia di hadapan Allah (bdk Ayb1:6 ; Ayb2:2). Kekalahannya menyebabkan ia kehilangan peran ini.
11.5.3. Nyanyian kemenangan surgawi (Why12:10-12).
Bagian ini menggambarkan jatuhnya naga.Meskipun pada bagian sebelumnya dikatakan bahwa Mikael yang mengusir setan dari surga, nyatanya kidung ini adalah pujian kemenangan bagi Kristus. Kemenangan atas setan diperoleh oleh Kristus dengan salib-Nya.
Segala sesuatu yang dilihat oleh Yohanes di surga sejajar dengan kenyataan di dunia. Jika di surga kekuatan ilahi menang atas setan, di dunia Kristus menang atas setan melalui salib. Yohanes menggunakan pola kuno mengenai hubungan antara peristwia di surga dan di dunia (bdk Yos6:1-27). Peristiwa yang di surga merupakan pantulan dari peristiwa di dunia. Wafat Kristus menjadi kemuliaan-Nya, sekaligus menjadi saat jatuhnya Iblis. Dengan wafat di salib Yesus mengalahkan setan dan diangkat kembali kepada Allah. Gambaran seperti ini menunjukkan cara pandang apokaliptik, sebagaimana terdapat dalam Luk10:18 : setan jatuh karena kematian Yesus. Mikael adalah petugas surgawi yang dapat menyingkirkan setan karena kemenangan sesungguhnya telah terjadi di salib.
Di dunia perjuangan melawan Iblis juga terjadi dalam diri para martir ( ay 11) yang menjadi obyek pendakwaannya, tetapi kini telah mengalahkan setan. Mereka mengalahkan setan oleh darah Anak Domba, yaitu dengan menyerahkan nyawa mereka. Mereka menghadirkan Kristus melalui kesaksian iman mereka. Dengan demikian mereka berpartisipasi dengan karya Anak Domba yang telah mengalahkan kuasa kejahatan dengan karya penyelamatan-Nya. Dengan demikian Yohanes mau mengatakan bahwa peperangan melawan Iblis hanya dapat dimenangkan melalui salib. Inilah satu-satunya model kemenangan kristiani. Kemenangan tidak pernah berarti pembalasan atas musuh.
Jemaat Kitab Wahyu diajak untuk berpartisipasi, sebagaimana halnya para martir, dengan "tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut" (ay 11). Dengan menyatakan bahwa mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai mati, mereka menunjukkan telah mengasihi Kristus lebih daripada hidup mereka sendiri.
Kemenangan kuasa kebaikan melawan Iblis membuat surga bersukacita. Tetapi orang-orang kristiani di dunia masih harus menderita sebab Iblis berusaha untuk menimbulkan kerusakan sebesar mungkin, karena waktunya tinggal sedikit lagi. Mesias memang sudah menang atas kuasa Iblis, tetapi masih ada waktu singkat sampai pengadilan terakhir. Ini menjelaskan mengapa sesudah Kristus menang atas maut, orang kristiani tidak lepas dari penderitaan. Kendati demikian kekuatan jahat itu dibatasi baik tempatnya (hanya di bumi, ay 9) maupun waktunya (singkat, ay 12)
BAGIAN III : GEREJA SEBAGAI KOMUNITAS ORANG-ORANG YANG BERHARAP
12. Atas dasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Kitab Wahyu dapat diajukan sebagai model perenungan komunitas kristiani, khususnya mengenai harapan. Kitab ini muncul ketika Gereja berhadapan dengan dunia dan pengalaman hidup yang suram, tampaknya tanpa masa depan. Tampaknya kekuatan jahat jauh lebih perkasa dibandingkan dengan kekuatan kebenaran dan kebaikan. Dalam keadaan seperti ini Gereja dipaksa untuk mencari dan menemukan makna pengalaman itu dan menentukan sikap. Mereka yakin bahwa Allah yang menunjukkan kesetiaan di masa lalu, akan menyatakan kesetiaan yang sama sepanjang sejarah, sampai akhir. Kesetiaan Allah itulah yang menjadi jaminan harapan akan akhir yang gilang-gemilang.
13. Gereja hidup dalam tegangan antara janji dan pemenuhan janji. Itulah yang jelas terungkap dalam seluruh Kitab Suci : Kitab Suci dibuka dengan kisah penciptaan dan dosa manusia pertama (Kej 1-3) serta ditutup dengan kepastian harapan akan masa depan yang gilang-gemilang, "langit baru bumi baru", ciptaan yang dipulihkan kembali pada kepenuhan sejarah (Why21:1-4). Kisah penciptaan menyatakan bahwa segala sesuatu adalah baik (Kej1:4 ; Kej1:10-12 ; Kej1:17 ; Kej1:21 ; Kej1:25) bahkan amat baik adanya (Kej1:31). Sementara itu visi mengenai penciptaan atau dunia baru dalam Kitab Wahyu meneguhkan harapan bahwa akhirnya kejahatan akan dikalahkan dan "keadilan dan samai sejahtera akan bercium-ciuman" (Mzm85:11; bdk Yes11:4-6 ; Yes25:1-8). Gereja hidup di antara dua masa yang membentuk sejarah itu. Dalam sejarah itu, bersama dengan semua orang yang berkehendak baik, Gereja dipanggil untuk ikut membangun sejarah menurut rencana Allah. Gereja hidup dalam tegangan antara harapan dan realisme. Dalam keadaan seperti itu Gereja perlu terus-menerus membaca tanda-tanda jaman, menganalisa kekuatan-kekuatan merusak yang mengasingkan dunia dan umat manusia dari kekuatan kasih Allah sambil menawarkan pemikiran, tindakan dan cara hidup alternatif sebagai representasi harapan [21]. Harapan ini memberikan motivasi yang kuat dan landasan yang kokoh untuk berjuang dengan penuh semangat mengarungi kehidupan masa kini dan terlibat dalam perjuangan menegakkan Kerajaan Allah. Harapan bukanlah sekedar optimisme yang dilandaskan pada ideologi yang seringkali mengklaim mampu memecahkan segala macam masalah [22]. Harapan dilandaskan pada keyakinan iman yang teguh bahwa "Ia yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus" (Flp1:6); bahwa Tuhan mengarahkan umat manusia dan seluruh ciptaan menjadi "kerajaan yang berpedoman kebenaran dan kehidupan kerajaan yang memancarkan kesucian dan rahmat, kerajaan yang berlimpahkan keadilan, cinta kasih dan damai" [23]. Harapan ini memberikan kekuatan dan dorongan kepada siapa pun yang berkehendak baik untuk bertindak : membaca tanda-tanda jaman dan melibatkan diri dalam usaha untuk membangun tata kehidupan bersama yang semakin adil dan bersaudara. Ini adalah perutusan bersama yang mengundang semua orang untuk berbicara bersama, berprakarsa dan berimaginasi. Perutusan ini juga menuntut iman yang kokoh dan kasih yang berani. Harapan inilah yang ada di balik nasihat St. Paulus, " Karena itu saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan ! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia" (1Kor15:58).
Oleh: Mgr Prof. Dr. I. Suharyo Pr
Uskup Agung Semarang
Sumber : ekaristi.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar