Maria Valtorta dan Puisi Manusia-Allah
oleh: Glenn Dallaire *
Maria Valtorta (1897-1961)
Maria
Valtorta adalah seorang perempuan awam Italia yang luar biasa, seorang
mistikus yang kepadanya dianugerahkan serangkaian penglihatan akan
kehidupan Tuhan kita, dimulai sebelum kelahiran-Nya, dan berakhir dengan
Kenaikan Santa Perawan Maria ke surga.
Tuhan
kita memerintahkannya untuk menuliskan penglihatan-penglihatan ini, dan
ia dengan penuh kasih taat, meskipun pada waktu itu (dan hingga akhir
hayatnya) ia sama sekali tak dapat meninggalkan tempat tidurnya karena
cedera tulang belakang, dan menderita hebat akibat komplikasi dari
setidaknya dua penyakit serius lainnya. Maria mulai menuliskan
penglihatan-penglihatannya pada buku-buku catatan pada tahun 1943 dan
terus menuliskannya (bahkan selama perang) hingga tahun 1953. Ketika
selesai, penglihatan-penglihatan itu, yang meliputi seluruh kehidupan
Tuhan kita, terdiri dari sekitar sepuluh ribu halaman tulisan tangan,
yang kemudian disusun dan diterbitkan menjadi sebuah karya besar
berjudul "The Poem of the Man-God " ("Puisi Manusia-Allah"), Centro
Editoriale Valtortiano srl, 1989.
Bersama
dengan karya luar biasa Puisi Manusia-Allah, Maria juga dianugerahi
tambahan limaribu halaman tulisan tangan lainnya, yang meliputi
penjelasan atas ayat-ayat Kitab Suci yang disampaikan kepadanya oleh
malaikat pelindungnya (bernama Azarya), bersama dengan beberapa
informasi luar biasa mengenai biografi dan sejarah para martir Kristen
pertama (sebagian dari mereka kemartirannya ia lihat dalam
penglihatan-penglihatan yang dianugerahkan kepadanya), dan beberapa
pelajaran doktrin yang disampaikan kepadanya melalui "suara batin" yang
juga dikenal sebagai ungkapan batin [interior locution]. Sebagian dari
karya-karya ini sekarang telah dipublikasikan dengan judul "Maria
Valtorta - Buku Catatan" yang diterbitkan dalam beberapa serial buku,
dan juga "Kitab Azarya" yang berisi bimbingan rohani dan informasi
pencerahan yang disampaikan malaikat pelindungnya.
Maria
memiliki kasih yang luar biasa kepada Allah dan kepada jiwa-jiwa. Orang
sering datang mengunjunginya agar dikuatan dan disemangati oleh
perkataannya dan senyumnya yang lemah lembut. Sebab dirinya sendiri
telah mengalami begitu banyak penderitaan, ia mengerti rasa sakit dan
penderitaan mereka, dan dapat membimbing dan mendorong mereka untuk
menerima salib hidup sehari-hari. "Kerasulan Rohani" bagi jiwa-jiwa
hanyalah sebagian dari hidupnya sebagai jiwa yang berkurban, yang
terdiri terutama atas penyerahan penderitaannya yang banyak itu dalam
persatuan dengan Yesus sebagai silih bagi para pendosa. Dalam
penglihatannya, Yesus sering menyebutnya "Yohanes kecil", mengacu pada
Rasul Yohanes yang dikasihi-Nya, ia yang sangat mengasihi Yesus. Hidup
Maria Valtorta dapat dibagi menjadi dua tahap: Pertama, dari
kelahirannya hingga ke kelumpuhan kedua kakinya pada usia 37 tahun; yang
kedua dari masa kelumpuhannya, yang membuatnya sama sekali terbaring di
tempat tidur hingga wafatnya pada tahun 1961, 27 tahun kemudian.
Sekitar
sepuluh tahun yang lalu, dalam kurun waktu sekitar 6 bulan, saya
membaca seluruhnya dari kelima jilid buku "Puisi Manusia-Allah". Sejak
itu, saya telah membaca kembali bagian-bagian tertentu beberapa kali.
Saya bahkan tak dapat mulai menjelaskan dampak rohani dari karya ini
atas diri saya. Betapa suatu rahmat luar biasa bisa membacanya! Orang
secara harafiah "dibawa" ke zaman Yesus, berjalan bersama-Nya dan para
rasul melintasi jalanan-jalanan dan kota-kota Israel. Bukan hanya orang
dapat mengenal Yesus dengan cara yang paling akrab, tetapi juga orang
dapat mengenal dan melihat kepribadian dari masing-masing rasul, pula
beberapa murid lainnya. Dan lalu, ada Bunda Maria dan St Yosef! Betapa
rahmat yang luar biasa dapat mengenal mereka! Dan lalu juga ada Maria
Magdalena, Lazarus, Marta dan para murid perempuan lainnya, para gembala
... orang dapat menyebutkannya terus dan terus! Akan tetapi, cukuplah
dikatakan, Puisi Manusia-Allah adalah suatu karya yang paling luar
biasa. Tentu saja, karya ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan Kitab
Suci, tetapi sungguh dapat melengkapinya dengan cara yang paling
mengagumkan.
Berikut adalah kutipan dari "Puisi Manusia-Allah" guna memberikan suatu gambaran akan harta rohani dari karya ini:
Penyembuhan Seorang Anak Lumpuh
[Yesus
baru saja selesai berbicara kepada orang banyak] "... Orang banyak yang
berkumpul meneriakkan seruan sukacita dan pujian bagi Mesias. Lalu
mereka menjadi tenang dan membuka jalan untuk membiarkan lewat seorang
ibu, yang membopong seorang anak yang lumpuh, seorang anak laki-laki
berusia sekitar sepuluh tahun. Di kaki tangga, ia mengulurkan anak itu,
seolah ia mempersembahkannya kepada Yesus.
"Ia
adalah salah seorang pelayanku. Anaknya tahun lalu jatuh dari teras dan
punggungnya patah. Ia akan terbaring pada punggungnya sepanjang
hidupnya," jelas tuan rumah.
"Ia berharap pada-Mu sepanjang bulan-bulan ini ...." tambah nyonya rumah.
"Suruhlah ia datang kepada-Ku."
Tetapi
perempuan malang itu begitu gembira, hingga nyaris lumpuh. Seluruh
tubuhnya gemetaran; dalam gaun panjangnya ia berjalan mendaki anak-anak
tangga yang tinggi dengan anaknya dalam bopongannya.
Maria,
penuh kasih, berdiri dan turun ke bawah menyongsongnya. "Mari. Jangan
takut. PutraKu mengasihimu. Berikan anakMu kepadaku. Akan lebih mudah
bagimu untuk mendaki. Mari, puteriKu. Aku juga seorang Ibu," dan Ia
mengambil anak itu, tersenyum ramah kepada si anak, dan lalu naik dengan
beban malang dalam bopongannya. Ibu anak itu mengikutiNya sambil
menangis.
Maria sekarang ada di hadapan Yesus. Ia berlutut dan berkata: "Nak! Demi Bunda ini!" Tak ada yang lain.
Yesus
bahkan tidak mengajukan pertanyaan lazim: "Apakah yang engkau ingin Aku
perbuat bagimu? Percayakah kau bahwa Aku dapat melakukannya?" Tidak.
Hari ini Ia tersenyum dan mengatakan: "Perempuan, datanglah kemari."
Perempuan
itu pergi ke samping Maria. Yesus menumpangkan tangan-Nya ke atas
kepala perempuan itu dan hanya mengatakan: "Bergembiralah," dan Ia belum
selesai mengucapkan kata-kata-Nya, ketika anak itu, yang sejauh ini
terbaring berat dalam bopongan Maria, dengan kaki-kakinya yang
menggantung, sekonyong-konyong duduk dan dengan teriakan sukacita:
"Mama!", ia berlari untuk berlindung dalam pangkuan ibunya.
Teriakan Hosana tampak menembusi langit yang sekarang seluruhnya merah saat matahari terbenam.
Perempuan
itu, mendekapkan puteranya ke dadanya, tak tahu harus berkata apa dan
ia bertanya: "Apakah yang harus aku perbuat guna mengatakan kepada-Mu
bahwa aku sangat bersyukur?" Dan Yesus, membelainya sekali lagi: "Kau
harus baik dan mengasihi Allah dan mengasihi sesama dan membesarkan
puteramu dalam kasih ini." Akan tetapi perempuan itu belum puas. Ia
ingin ... ia ingin ... dan akhirnya ia memohon: "Kecupan dari-Mu dan
dari BundaMu untuk anakku."
Yesus
membungkuk dan menciumnya dan Maria melakukan hal yang sama. Dan
sementara perempuan itu pergi dengan gembira, dikelilingi oleh
teman-teman yang bersorak-sorai, Yesus menjelaskan kepada tuan rumah:
"Tak ada lagi yang dibutuhkan. Dia ada dalam pelukan BundaKu. Bahkan
tanpa sepatah kata pun Aku akan menyembuhkannya, sebab Ia bahagia
apabila Ia dapat melegakan penderitaan dan Aku ingin membuat-Nya
bahagia."
Dan
Yesus dan Maria saling bertukar pandang yang hanya dia yang telah
melihatnya bisa mengerti, tatapan mata yang begitu penuh makna mendalam.
Penyembuhan Seorang Buta di Kapernaum
Laki-laki
malang itu maju ke depan di antara Yakobus dan Yohanes. Ia memegang
sebuah tongkat bantu jalan di tangannya, tetapi tidak menggunakannya
saat itu. Ia berjalan lebih baik, ditopang oleh dua orang laki-laki. "Di
sini, sobat, Guru ada di depanmu."
Orang buta itu berlutut: "Tuhan-ku! Kasihanilah aku!"
"Apakah kau ingin melihat? Berdirilah. Sudah berapa lama engkau buta?"
Keempat rasul berkumpul sekeliling dua yang lainnya.
"Tujuh
tahun, Tuhan. Sebelumnya, ketika aku bisa melihat dengan baik, aku
bekerja. Dulu aku seorang pandai besi di Kaisarea di Laut. Usahaku maju.
Pelabuhan, perdagangan yang baik, mereka selalu membutuhkanku untuk
satu dan lain pekerjaan. Tetapi ketika sedang menempa sepotong besi
untuk membuat sebuah jangkar, dan Engkau bisa bayangkan betapa panas
membaranya itu agar dapat lentur, suatu serpihan memercik, dan membakar
mataku. Mataku sudah sakit karena panas tempaan. Aku kehilangan mata
yang terluka, dan juga yang satunya menjadi buta sesudah tiga bulan. Aku
sudah menghabiskan seluruh tabunganku, dan sekarang aku hidup dari
belas kasihan ...."
"Apakah kau sendirian?"
"Aku
menikah dan mempunyai tiga orang anak kecil ... Aku bahkan belum pernah
melihat wajah salah seorang pun dari mereka ... dan ada padaku seorang
ibu yang sudah lanjut usia. Meski demikian ibu dan istriku bekerja untuk
mendapatkan sedikit roti, dan dengan apa yang mereka peroleh dan
sedekah yang dibawa pulang, kami bisa bertahan tidak kelaparan. Andaikan
aku sembuh! ... Aku akan kembali bekerja. Yang aku mohon hanyalah aku
dapat bekerja seperti seorang Israel yang baik dan dengan demikian
memberi makan mereka yang aku cintai."
"Dan kau datang kepada-Ku? Siapa yang menyuruhmu?"
"Seorang
penderita kusta yang Engkau sembuhkan di kaki Gunung Tabor, ketika
Engkau datang kembali ke danau setelah khotbah-Mu yang indah."
"Apa yang ia katakan kepadamu?"
"Bahwa
Engkau dapat melakukan segalanya. Bahwa Engkau adalah kesehatan tubuh
dan jiwa. Bahwa Engkau adalah terang bagi jiwa dan badan, sebab Engkau
adalah Terang Allah. Dia, meski seorang kusta, berani berbaur dengan
khalayak ramai, dengan resiko dirajam batu, sepenuhnya terbalut dalam
mantolnya, sebab dia telah melihat-Mu lewat dalam perjalanan ke gunung,
dan wajah-Mu telah membangkitkan harapan dalam hatinya. Dia mengatakan
kepadaku: "Aku melihat sesuatu di wajah itu yang berbisik kepadaku: 'Ada
kesehatan di sana. Pergilah!' Dan aku pun pergi." Kemudian ia
mengulangi khotbah-Mu kepadaku dan dia katakan kepadaku bahwa Engkau
menyembuhkannya, menjamahnya dengan tangan-Mu, tanpa rasa jijik sama
sekali. Dia tengah datang kembali dari imam sesudah pentahirannya. Aku
mengenalnya. Aku melakukan beberapa pekerjaan untuknya semasa dia
memiliki sebuah toko di Kaisarea. Aku datang, menanyakan Engkau di
setiap kota dan desa. Sekarang aku telah menemukan-Mu! ... Kasihanilah
aku!"
"Marilah. Terang masih terlalu benderang bagi orang untuk keluar dari kegelapan."
"Jadi, apakah Engkau akan menyembuhkanku?"
Yesus
membawanya ke rumah Petrus, dalam cahaya redup dari kebun dapur, Ia
menempatkannya di depan-Nya Sendiri, dalam posisi begitu rupa sehingga
matanya yang sembuh tidak melihat, sebagai penglihatannya yang pertama,
danau yang masih berkilauan dalam cahaya. Laki-laki itu tampak seperti
seorang kanak-kanak yang sangat taat; ia patuh tanpa mengajukan
pertanyaan.
"Bapa!
Terang-Mu bagi putera-Mu ini!" Yesus telah mengulurkan kedua tangan-Nya
di atas kepala laki-laki yang berlutut itu. Ia tetap dalam sikap itu
sementara waktu. Ia lalu membasahi ujung-ujung jari-jari-Nya dengan
ludah dan dengan tangan kanan-Nya Ia menyentuh lembut kedua mata yang
terbuka, namun mati.
Sesaat. Lalu orang itu mengejapkan matanya, menggosok kelopak matanya seolah ia baru bangun dari tidur, dan matanya kabur.
"Apakah yang kau lihat?"
"Oh!
... oh! ... oh! ... Allah yang kekal! Aku pikir ... aku pikir ... oh!
bahwa aku bisa melihat ... Aku melihat mantol-Mu ... warnanya merah,
bukan? Dan tangan yang putih ... dan ikat pinggang wol ... oh! Yesus
yang baik ... Aku bisa melihat lebih dan lebih baik, semakin aku
terbiasa melihat ... Ada rumput di tanah ... dan itu pasti sebuah sumur
... dan ada pohon anggur ..."
"Bangkitlah, sahabat-Ku."
Laki-laki
yang menangis dan tertawa itu berdiri, dan setelah sejenak ragu-ragu
antara hormat dan ingin, ia mengangkat wajahnya dan beradu mata dengan
Yesus: Yesus tersenyum penuh cinta belas kasihan. Sungguh suatu yang
indah, pulih dari penglihatanmu dan melihat wajah itu sebagai hal
pertama yang dilihat! Laki-laki itu memekik girang dan merentangkan
kedua tangannya. Ini suatu tindakan naluriah. Namun ia mengendalikan
diri.
Akan
tetapi Yesus merentangkan kedua tangan-Nya dan menarik laki-laki yang
jauh lebih rendah dari-Nya itu ke dalam pelukan-Nya. "Pulanglah,
sekarang, dan jadilah bahagia dan adil. Pergilah dalam damai-Ku."
"Guru,
Guru! Tuhan! Yesus! Kudus! Terberkati! Terang ... Aku melihat ... Aku
melihat semuanya! ... Ada danau yang biru, langit cerah, matahari
terbenam, dan lalu bulan yang bertambah besar ... Tetapi adalah dalam
mata-Mu aku melihat biru yang paling indah dan jernih, dan dalam Engkau
aku melihat keindahan matahari yang paling sejati, dan cahaya murni
bulan terberkati. Engkau adalah Bintang bagi mereka yang menderita,
Terang bagi yang buta, Kerahiman yang hidup dan aktif!"
"Aku adalah Terang bagi jiwa-jiwa. Jadilah anak Terang."
"Ya,
Yesus, selalu. Setiap kali aku menutup mataku yang terlahir kembali,
aku akan memperbaharui ikrarku. Diberkatilah kiranya Engkau dan Yang
Mahatinggi."
"Diberkatilah Bapa yang Mahatinggi! Pergilah!"
Dan
laki-laki itu pergi, bahagia, percaya diri, sementara Yesus dan para
rasul-Nya yang takjub masuk ke dalam dua buah perahu dan memulai
perjalanan pelayaran mereka.
Dan penglihatan pun berakhir.
Maria
Valtorta dilahirkan pada tanggal 14 Maret 1897 di Caserta, Italia, di
mana ayahnya, Joseph, yang adalah seorang staff perwira militer,
ditempatkan sementara. Ibunya, Iside Fioravanzi, seorang perempuan
berpendidikan dan terkadang seorang perempuan yang sangat kejam,
berperilaku seolah anaknya tidak dilahirkan baginya; dia menyewa seorang
inang untuk menyusui dan mengasuh Maria. Segera sesudah kelahiran
Maria, mereka pindah ke Faenza, dan kemudian pada bulan September 1901,
pindah lagi ke Milan. Di sana, Maria, pada usia empat tahun lebih
sedikit, mulai masuk TK yang dikelola oleh para suster Ursulin. Di sana,
ia menulis: "Aku bertemu dengan wajah Allah dan kasih-Nya,"
(Otobiografi, hal.22) dan "aku tak pernah melepaskan-Nya" (ibid.,
hal.24).
Pada
usia tujuh tahun, bulan Oktober 1904, Maria masuk Institute of
Marcelline Sisters untuk memulai pendidikan dasarnya. Pada tanggal 30
Mei 1905 ia menerima Sakramen Krisma dari Kardinal Ferrari. Sakramen
Krisma adalah, sebagaimana dikatakannya, "Pentakosta-ku" (Ibid, hal.25).
Beberapa tahun kemudian, keluarganya pindah ke Voghera di mana Maria
menyambut Komuni Pertama, pada usia 10 tahun, pada tanggal 5 Oktober
1908. Pada hari itu, persatuannya dengan Yesus menjadi "sempurna" (ibid,
hal.72).
Selanjutnya
ia masuk College of the Sisters of St. Bartolomea Capitanio di Monza
pada tanggal 1 Mei 1909 pada usia duabelas tahun. Ia tinggal di sana
selama empat tahun (sekolah lima tahun), dan dianggap sebagai panutan.
Pada masa ini, ia diterima dalam perkumpulan Puteri-puteri Maria. Pada
tahun 1911, ia memperoleh diploma dalam bidang teknik. Dua tahun
berikutnya ia mengambil studi tambahan dalam bidang sastra dan sejarah
berbagai negara. Keluarga Valtorta pindah lagi pada tanggal 1 Maret
1913, kali ini ke Florence; usia Maria hampir 16 tahun. Gaya hidupnya
tetap seperti di college. Dua kali, pada tahun 1914 dan 1919, ibunya,
untuk alasan-alasan egois, tanpa ampun dan secara brutal memutuskan
pertunangan Maria dengan dua pemuda yang baik.
Sejak
awal November 1917 sampai musim panas 1920, Maria dengan murah hati
memberikan waktunya di rumah-rumah sakit perang bersama para perawat
Samaria. Di sana ia terjangkit flu Spanyol yang ganas. Setelah sembuh
dari flu, pada bulan September 1920, sepupunya - Belfanti -
mengundangnya ke Reggio di Calabria. Hampir dua tahun kemudian, pada
tahun 1922, ia kembali ke Florence. Pada musim semi tahun 1923, Maria
Valtorta melakukan persembahan diri awal kepada Allah.
Pada
bulan Oktober 1924, keluarga Valtorta tinggal menetap di Viareggio, di
mana Maria tinggal hingga akhir hidupnya. Di Viareggio, pada tanggal 28
Januari 1925, seturut teladan St Theresia dari Lisieux, Maria
mempersembahkan diri sebagai korban Kasih yang Maharahim. Ia
memperbaharui penyerahan diri ini setiap hari sepanjang hidupnya.
Pada
bulan Desember 1929, ia menggabungkan diri dalam Aksi Katolik dan
bekerja penuh semangat selama tiga tahun sebagai utusan budaya kaum muda
Katolik, memberikan banyak presentasi dan konferensi. Pada tanggal 1
Juli 1930, Maria mempersembahkan dirinya sebagai "korban Keadilan
Ilahi." Dan, Keadilan Ilahi ini tak menyayangkannya: penderitaan jasmani
dan rohani mulai datang silih berganti, dan meningkat ke tahap di mana,
pada tanggal 4 Januari 1933, ia tak lagi bisa meninggalkan rumah. Dari
tanggal 1 April 1934 hingga wafatnya (yakni, 27 setengah tahun), ia
dipaksa tinggal di tempat tidur.
Pada
tahun 1943, ia mulai mendapatkan penglihatan-penglihatan luar biasa
mengenai kehidupan Tuhan kita, di mana ia diminta untuk menuliskannya,
yang kemudian menjadi serial buku yang luar biasa dan tak terlupakan
berjudul "Puisi Manusia-Allah". Dalam penglihatan-penglihatan yang tak
terhitung banyaknya itu, ia ditempatkan di tengah-tengah penglihatan,
nyaris bagai penonton, dan dengan demikian ia melihat
pemandangan-pemandangan dan mencium berbagai bebauan yang ada dalam
penglihatan. Penggambarannya mengenai Israel abad pertama mencakup
uraian-uraian yang begitu luar biasa dan rinci, yang dipelajari oleh
para arkeolog dan para ahli dari berbagai Ilmu alam lainnya, yang secara
mengejutkan meneguhkan banyak fakta yang hanya dikenal dalam lingkup
sangat terbatas dalam kalangan ilmu akademik.
Seperti
Yesus dipaku pada kayu salib, demikian pula, selama duapuluh tujuh
setengah tahun akhir hidupnya, Maria Valtorta dipaku pada tempat
tidurnya oleh berbagai macam penyakit. Ia mendapatkan dukungan rohani
yang efektif dalam diri Pater Romualdo Migliorini, O.S.M. Pada tanggal
25 Maret 1944, Pater Migliorini menerimanya dalam ordo ketiga
Hamba-hamba Maria. Pada waktu itu Maria sudah menjadi seorang Fransiskan
sekulir.
Pada
musim semi tahun 1949, Maria Valtorta, demi melengkapi penyerahan diri
sebelumnya, secara murah hati menyerahkan kepada Allah semua yang
"secara eksklusif adalah miliknya dan yang telah ia terima dari Allah:
akal budi dan kepuasan melihat karyanya diakui" (Surat kepada Moeder
Teresa Maria dari St Yosef, Karmelit Tak Berkasut, 18 April 1949). Allah
menerima perkataan Maria. Ia melihat rencana publikasi tulisannya
dirintangi. Kemudian dari tahun 1956 hingga wafatnya, kemampuan
mentalnya merosot. Ia wafat di pagi hari tanggal 12 Oktober 1961, tepat
pada saat Pater Innocenzo M. Rovetti, Penyelia dari Ordo Ketiga
Hamba-hamba Maria, mengucapkan kata-kata penyerahan jiwanya:
"Berangkatlah dari dunia ini, wahai jiwa Kristiani."
Taat,
seperti yang selalu dilakukannya, ia meninggalkan dunia menuju surga.
Orang-orang melihat bahwa tangan kanannya - dengan mana ia telah menulis
begitu banyak teks mulia - berbeda dari tangan kirinya, tetap
mempertahankan warna, kekenyalan dan keindahan dari seseorang yang hidup
dan bukannya mati. Jadi pada akhirnya, tangan yang menjadi "Pena Yesus"
dihormati oleh Allah dalam suatu kesaksian yang selaras dengan kurban
Maria, yang dilakukan dengan kasih dan devosi yang luar biasa.
Beberapa kata mutiara Maria Valtorta dari Otobiografinya:
"Oh, aku sangat bahagia apabila aku menderita sangat, sangat banyak! Misiku adalah untuk menderita."
"Semua,
semuanya memiliki alasannya sendiri dalam Penciptaan, dan semua
memiliki misinya sendiri yang diberikan kepadanya oleh Sang Pencipta.
Dan punyaku adalah: untuk menderita, menyilih dan mengasihi. Menderita
bagi mereka yang tak dapat menderita, menyilih bagi mereka yang tak
dapat menyilih, dan mengasihi bagi mereka yang tak dapat mengasihi. Aku
tidak memikirkan diriku sendiri. Aku katakan kepada Tuhan yang baik -
'Aku mengandalkan-Mu' dan itu saja yang aku katakan kepada-Nya."
"Apabila
kita mengasihi Allah, kehangatannya mengalir dari pusat keluar, dan
dengan cara ini kita mengasihi sesama kita, bukan karena dia layak,
melainkan karena dia adanya: karya Allah, yang ditebus oleh Kristus,
kediaman Roh Kudus. Kita perlu mengasihinya, sebab dengan memiliki Allah
dalam diri kita - karena barangsiapa memiliki cinta kasih memiliki
Allah - kita memiliki belas-kasihan-Nya, yang menutupi tindakan-tindakan
dasar [dosa] orang lain, dan menutupi tubuh, bahkan jika tubuh
menjijikkan akibat penyakit moral, dengan jubah adikodrati."
"...
Aku tak menjadi berkecil hati apabila aku jatuh sekali lagi ke dalam
ketidaksempurnaan-ketidaksempurnaan baru. Ini meningkatkan kerendahan
hatiku dan syukurku ketika aku melihat betapa maharahim Yesus bagi
barangsiapa yang percaya kepada-Nya. Ia adalah "Juruselamat" dan aku
menyerahkan kesalahan-kesalahanku kepada-Nya jika aku melakukannya agar
Ia mengakhirinya, dan melanjutkan karya-Nya sebagai Juruselamat dalam
diriku .... Semakin aku menyadari bahwa aku tidak sempurna, semakin aku
pergi kepada-Nya, dengan berseru 'Yesus kasihanilah aku!' Jika jiwa-jiwa
tahu dengan kasih yang bagaimana Yesus mengasihi mereka, maka tak satu
jiwa pun akan sesat, sebab di tiap kesalahan mereka, mereka akan lari
untuk berlindung pada Hati-Nya yang Maharahim. Kesalahannya adalah bahwa
orang-orang malah tak percaya, melainkan takut kepada Allah dan
hukuman-Nya."
"Tak
ada kesalahan yang begitu besar hingga tak terampuni oleh Penebusan;
hendaknya tak ada kenangan akan dosa-dosa atau kesalahan masa lampau
yang menjadi halangan bagi kemajuan kita dalam kebaikan, dan
hendaknyalah kita tak menghinakan Tuhan yang baik dengan berpikir bahwa
Ia adalah Bapa yang begitu kecil, hingga lebih merupakan seorang Hakim
daripada seorang Juruselamat."
Catatan:
"The Poem of The Man-God" (judul dari edisi pertama bahasa Inggris)
sekarang telah diganti menjadi "The Gospel as Revealed To Me" dalam
edisi kedua sesuai judul aslinya dalam bahasa Italia "L'EVANGELO COME ME
E STATO RIVELATO".
* Glenn
Dallaire adalah webmaster dari Miracles of the Church, Mystics of the
Church, Miracles of the Saints, St Paul of the Cross, St Gemma Galgani.
Sumber : yesaya.indocell.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar